Kajian Pengaruh Rasio Volume NaOH 0,1 N dan Jenis Spesies Ulat Sutera

27 Hasil kajian menunjukkan bahwa E 1 etanol absolut dapat mengisolasi protein dengan rendemen sebesar 1,03 ± 0,04 , sedangkan E 2 etanol teknis 96 sebesar 1,00 ± 0,16 . Analisis ragam dari data pengaruh kemurnian etanol Lampiran 4 menunjukkan bahwa kemurnian etanol tidak berpengaruh nyata P0,05 terhadap rendemen protein serisin. Artinya tidak ada perlakuan yang berbeda nyata akibat perbedaan kemurnian etanol. Hasil tersebut memberikan informasi bahwa etanol teknis dapat digunakan untuk isolasi pada tahap kajian selanjutnya. Teknik ekstraksi hanya dengan degumming secara fisik pada suhu 105 o C selama 30 menit belum menghasilkan rendemen protein serisin Tabel 10 yang maksimal, yaitu hanya sebesar 1,03 ± 0,04 dan 1,00 ± 0,16 saja. Rendemen protein serisin tersebut masih jauh dari informasi sebelumnya yang menyatakan bahwa rendemen protein serisin sebesar 20-30 dari bobot kulit kokon Masahiro et al. 2000. Hasil ekstraksi yang belum maksimal didukung oleh hasil analisis penampang fibroin dengan mikroskop Gambar 5. Kondisi fibroin terlihat masih utuh dengan warna coklat tua pada kedua perlakuan. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa serisin belum terekstraksi maksimal. Gambar 5 Penampang fibroin Attacus atlas hasil ekstraksi pada suhu 105 o C selama 30 menit dengan, a isolasi etanol absolut dan b isolasi etanol teknis pada pembesaran 400 kali.

b. Kajian Pengaruh Rasio Volume NaOH 0,1 N dan Jenis Spesies Ulat Sutera

terhadap Rendemen Protein Serisin Basa kuat NaOH 0,1 N adalah bahan pelarut untuk degumming yang dapat menghasilkan fibroin terbaik Suriana 2011. Rasio volume NaOH 0,1 N digunakan untuk mengkaji pengaruhnya terhadap rendemen protein serisin yang dihasilkan. Suhu dan waktu yang digunakan pada kajian ini lebih tinggi daripada kajian sebelumnya yaitu dari 105 o C selama 30 menit menjadi 115 o C selama 40 a b 28 menit. Hal ini dilakukan karena rendemen protein serisin yang dihasilkan pada kajian sebelumnya belum maksimal Tabel 10. Perlakuan jenis spesies juga digunakan pada tahap ini untuk mengetahui perbedaan pengaruhnya terhadap rendemen protein serisin. Spesies yang digunakan adalah Attacus atlas dan Bombyx mori. Rendemen protein serisin hasil perlakuan rasio volume NaOH 0,1 N dan jenis spesies ulat sutera disajikan pada Tabel 11. Hasil analisis ragam Lampiran 5 menunjukkan bahwa rasio volume NaOH 0,1 N tidak berpengaruh nyata P0,05, sedangkan spesies sangat berpengaruh nyata P0,01 terhadap rendemen protein serisin. Hal ini menunjukkan bahwa rasio volume NaOH 0,1 N baik 50 1:1 terhadap DW maupun 33,3 1:2 terhadap DW mempunyai pengaruh sama terhadap rendemen protein yang dihasilkan. Oleh karena itu rasio volume yang lebih kecil yaitu 33,3 NaOH 0,1 N akan digunakan pada proses degumming selanjutnya. Tabel 11 Rendemen protein serisin hasil perlakuan rasio volume NaOH 0,1 N dan jenis spesies ulat sutera Perlakuan Rendemen protein serisin dalam kulit kokon S 1 R 1 4,21 ± 0,30 a S 1 R 2 3,99 ± 0,81 a S 2 R 1 27,83 ± 3,76 b S 2 R 2 32,34 ± 0,25 b S 1 = Attacus atlas, S 2 = Bombyx mori, R 1 = 50 NaOH 0,1 N, dan R 2 = 33,3 NaOH 0,1 N. Huruf a,b adalah superscript dari hasil uji lanjut Tukey. Jika superscript sama hurufnya maka tidak berbeda nyata dan jika berbeda hurufnya maka berbeda nyata. Perlakuan spesies mempunyai pengaruh nyata pada rendemen protein serisin. Hal ini membuktikan bahwa dengan perlakuan yang sama setiap spesies mempunyai potensi rendemen protein serisin yang berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama karena kandungan protein serisin dalam kedua spesies kokon tersebut berbeda, kedua adalah akibat proses degumming yang digunakan pada kokon Bombyx mori seluruh serisinnya berhasil diekstraksi sedangkan pada Attacus atlas belum seluruhnya terekstraksi. Serat sutera Attacus atlas diduga lebih kuat dan lebih sulit diekstraksi serisinnya dibandingkan dengan Bombyx mori, karena makanan Attacus atlas mengandung tanin yang dapat mengikat protein dengan ikatan yang kuat Hagerman 2002. 29 Pada kajian ini rendemen protein serisin Bombyx mori yang dihasilkan sekitar 27-32 Tabel 11. Hal ini membuktikan bahwa teknik ekstraksi protein serisin dari kokon Bombyx mori pada kajian ini sudah cukup baik karena hasilnya sudah maksimal melepaskan protein serisin yang ada pada kokonnya dan hasil ini sesuai dengan Masahiro et al. 2000. Akan tetapi rendemen protein serisin Attacus atlas memperlihatkan hasil yang belum maksimal yaitu masih berkisar 3-4 Tabel 11. Hal ini berarti bahwa tahap ekstraksi yang dilakukan pada kajian ini belum dapat mengekstraksi protein serisin dari kokon Attacus atlas secara maksimal. Perlu ada perlakuan lebih lanjut dalam mengekstraksi protein serisin dari kokon Attacus atlas. Meskipun demikian, rendemen protein Attacus atlas pada kajian ini sudah mengalami peningkatan dari kajian sebelumnya, dari sekitar 1 Tabel 10 menjadi sekitar 4 Tabel 11. Penampang fibroin pada Gambar 6 mendukung hasil analisis ragam Lampiran 5, dimana rasio volume NaOH 0,1 N tidak berpengaruh pada penampang fibroin, sedangkan spesies berpengaruh pada penampang fibroin. Penampang fibroin antar spesies terlihat berbeda dimana penampang fibroin Bombyx mori terlihat lebih bersih dan bening dibandingkan penampang fibroin Attacus atlas. Gambar 6 Penampang fibroin Attacus atlas a. 50 NaOH 0,1 N; b. 33,3 NaOH 0,1 N, dan Bombyx mori c. 50 NaOH 0,1 N; d. 33,3 NaOH 0,1 N dengan 400 kali pembesaran.

c. Kajian Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Rendemen Protein Serisin