V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian
5.1.1 Letak Geografis
Kabupaten Wakatobi lebih dikenal sebagai Kepulauan Tukang Besi atau sekarang dikenal dengan Kepulauan Wakatobi, merupakan singkatan dari
empat pulau besar dari 48 buah pulau di kepulauan tersebut yakni Wangi- Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.
Letak Kabupaten Wakatobi dari Utara ke Selatan antara 5
O
12’ – 6
O
10’ LS sepanjang ± 160 km dan 123
O
20’ – 124
O
39’ BT sepanjang ± 120 km. Adapun batas wilayah Kabupaten Wakatobi sebagai berikut:
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Buton
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores
- Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Buton dan Muna
5.1.2 Luas Wilayah
Kabupaten Wakatobi merupakan gugusan pulau-pulau kecil bahkan dapat dikatakan gugusan pulau sangat kecil
,
berjumlah 48 buah. Luas Kabupaten Wakatobi adalah 13.990 km
2
, terdiri atas luas daratan 457 km
2
, luas perairan 13.533 km
2
dan garis pantai 327 km. Luas masing-masing pulau berpenghuni disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas masing-masing pulau di Kabupaten Wakatobi
No. Nama Pulau
Luas dalam Ha Luas dalam km
2
Keliling km
1 Anano
39,1 0,4
2,4 2
Binongko 9.796,7
98,0 50,1
3 Cowo-Cowo
23,0 0,2
1,8 4
Hoga 440,1
4,4 10,4
5 Kaledupa
6.925,2 69,3
49,6 6
Kamponuone 1.513,9
15,1 15,6
7 Kapetana
1.913,6 19,1
23,6 8
Kantiole 14,3
0,1 1,7
9 Lentea Selatan
802,6 8,0
12,6 10
Lentea Utara 1.631,6
16,3 18,7
11 Moromaho
217,3 2,2
7,5 12
Ndaa 4,6
0,0 0,8
13 Runduma
521,8 5,2
10,0 14
Sumanga 124,8
1,2 4,7
15 Tengah
48,5 0,5
2,6 16
Tiga 3,3
0,0 0,7
17 Timor
125,0 1,3
4,3 18
Tokobao 22,0
0,2 2,0
19 Tolandona
390,1 3,9
10,1 20
Tomia 5.413,1
54,1 31,1
21 Wangi-Wangi
15.385,8 152,9
48,2 22
Darawa 397,7
3,8 18,3
Luas Darat 45,736
457 327
Luas Laut 1.353.269
13533
Total 1.399.004
13.990
Sumber: WWF, 2006
Dari Tabel 6 tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah Kabupaten Wakatobi sebagian besar terdiri dari perairan laut yakni sekitar 97,
sedangkan luas daratannya hanya mencapai 3.
5.1.3 Keadaan Iklim
Curah hujan Kabupaten Wakatobi selama 10 tahun 1995–2004 menunjukkan bulan-bulan kering terjadi pada bulan Juli–Oktober, sedangkan
bulan basah terjadi pada bulan November–Juni. Curah hujan tahunan 1.740,8 mmthn dengan curah hujan bulanan berkisar 9,1–234,7 mmbln. Data
selengkapnya disajikan pada tabel berikut:
Tabel 7 Data curah hujan selama sepuluh tahun pengamatan 1995 – 2004 di Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi
Tahun Bulan
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11
12
1995 223
290 329
196 327
259 62
13 8
213 1996
250 180
282 105
104 81 163
66 54
119 156
1997 107
153 95
250 67
68 33
12 142
1998 174
228 147
452 530
288 337 17
1999 187
292 205
201 406
309 185 63 56
98 257
114 2000
264 125
242 260
329 368
38 14
1 366 338
72 2001
432 15
164 199
141 154
18 0 11
53 273
98 2002
250 349
196 165
122 64
3 4
12 236
2003 180
294 129
230 246
241 53
2 15 59
263 128
2004 198
172 168
246 75
134 13
3 8
74 148
Jumlah 2265 2098 1957 2304 2347 1966 905 182 91 638 1348 1307
Rata-2 226,5 209,8 195,7 230,4 234,7 196,6 90,5 18,2 9,1 63,8 134,8 130,7
Sumber: KPK Wangi-Wangi, 2004
5.1.4 Hidrologi
Sumber mata air di Kabupaten Wakatobi umumnya berasal dari air tanah ground water dan gua-gua karst. Muka air tanah diseluruh Kepulauan
Wakatobi dipengaruhi oleh naik turunnya muka air laut. Pada saat ini telah terjadi interusi air laut dihampir seluruh daerah pesisir. Intensitasnya relatif
lebih tinggi karena vegetasi di wilayah pesisir hutan mangrove khususnya diwilayah pemukiman telah rusak.
5.1.5 Geomorfologi
Jenis tanah di Kabupaten Wakatobi berdasarkan klasifikasi tanah PPT 1983 dan klasifikasi Soil Taxonomi Soil Survei Staff 1999 yakni Litosol dan
Mediteran. Secara umum tanah di daerah ini relatif kurang subur.
Peta geologi Lembar Kepulauan Tukang Besi Sulawesi Tenggara skala 1:25.000 tahun 1994 menunjukkan bahwa secara umum formasi geologi
Wakatobi dikelompokkan menjadi 2 jenis yakni formasi geologi Qpl dengan jenis bahan induk yaitu batu gamping koral.
5.2 Kondisi Demografi 5.2.1 Struktur Penduduk
Penduduk Kabupaten Wakatobi pada tahun 2007 berjumlah 99.492 jiwa yang terdiri dari laki-laki 48.199 jiwa dan perempuan 51.293 jiwa. Sebaran
jumlah penduduk di setiap kecamatan adalah: Kecamatan Wangi-Wangi sebesar 23.572 jiwa, Wangi-Wangi Selatan 25.170 jiwa, Kaledupa 10.668 jiwa,
Kaledupa Selatan 7.790 jiwa, Tomia 6.143 jiwa, Tomia Timur 10.128 jiwa, Binongko 10.756 jiwa dan Togo Binongko 5.256 jiwa BPS 2008.
Penduduk Kabupaten Wakatobi memiliki pertumbuhan rata-rata 1,41 per tahun. Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Wakatobi sebesar
121 jiwakm
2
. Adapun wilayah terpadat berada di Kecamatan Kaledupa 234 jiwakm
2
, menyusul Kecamatan Tomia Timur 149 jiwakm
2
, Kecamatan Kaledupa Selatan 133 jiwa km
2
, Kecamatan Tomia 130 jiwakm
2
, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan 122 jiwakm
2
, Kecamatan Binongko 116 jiwakm
2
, selanjutnya Kecamatan Wangi-Wangi 97 jiwakm
2
, dan Kecamatan Togo Binongko 84 jiwakm
2
.
5.2.2 Ketenagakerjaan
Penduduk usia 15 tahun keatas merupakan penduduk usia kerja, tahun 2007 berjumlah 72.055 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 34. 727
jiwa 48,28 dan perempuan sebanyak 37.268 jiwa 51,72. Dari usia kerja di atas, terdapat angkatan kerja 50.907 jiwa, terdiri dari
bekerja 45.430 jiwa 63,05 terhadap penduduk usia kerja, dan pengangguran terbuka sebanyak 10,76. Bukan angkatan kerja sebanyak
21.148 jiwa 29,35 dari usia kerja yang terdiri dari sekolah 7.175 jiwa 9,96, mengurus rumah tangga 11.283 jiwa 15,66 dan lainnya sebesar
2.690 jiwa 3,73. Berdasarkan lapangan usaha, maka yang paling banyak menyerap
tenaga kerja adalah sektor pertanian yakni sebesar 26.880 jiwa 59,17, kemudian sektor pertambangan, industri, listrik, gas, air dan bangunan
konstruksi sebesar 4.311 jiwa 9,49, disusul sektor perdagangan, angkutan, keuangan, jasa perusahaan dan jasa perorangan sebesar 14.239
jiwa 31,34.
5.2.3 Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap warga negara, keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan penduduknya. Pendidikan merupakan pembentuk watak bangsa disegala bidang kehidupan, khususnya dalam meningkatkan mutu
sumberdaya manusia dalam pembangunan dan ekonomi. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan meningkatkan penyediaan fasilitas-
fasilitas dan tenaga pendidik dari berbagai bidang ilmu pengetahuan, dengan tersedianya fasilitas pendidikan dan para pendidik yang berkualitas,
diharapkan setiap warga dapat menikmati pendidikan yang layak. Jumlah penduduk tahun 2007 Kabupaten Wakatobi usia 10 tahun
keatas sekitar 77.048 jiwa. Dari jumlah tersebut sekitar 37,08 28.569 jiwa tidak memiliki ijazah. Dengan kata lain penduduk tersebut tidak berhasil
menamatkan pelajaran pada suatu jenjang pendidikan formal, baik dari sekolah swasta maupun negeri. Dari enam jenjang pendidikan formal yang
dibahas, persentase kepemilikan ijazah terbesar adalah pada tingkat pendidikan sekolah dasar SD atau MI yaitu sebesar 28,08 21.635 jiwa,
dan terendah adalah pada tingkat pendidikan akademi atau diploma lll sebesar 0,47 365 jiwa. Data selengkapnya ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Persentase penduduk Kabupaten Wakatobi menurut ijazah yang ditamatkan tahun 2007
Pendidikan yang ditamatkan J u m l a h
jiwa
Tidak Tamat SD 28.569
37,08 SDMI
21.635 28,08
SLTPMTsKejuruan 14.571
18,91 SLTAMASMK
9.412 12,22
DIIIIII 643
0,83 DIVS1S2
365 2,41
T o t a l 77.048
100,00
Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi, 2008
5.3 Kondisi Perekonomian 5.3.1 Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian Kabupaten Wakatobi dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 masih didominasi oleh sektor pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan. Walaupun peranan sektor ini pada pembentukan PDRB Kabupaten Wakatobi persentasenya terus mengalami penurunan,
namun bila dilihat dari jumlahnya mengalami peningkatan. Dari 61.959,95 juta rupiah pada tahun 2003 menjadi 72.016,73 juta rupiah pada tahun 2007.
Peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Wakatobi secara detail dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9 Peranan sektor ekonomi Kabupaten Wakatobi terhadap PDRB atas dasar Harga Konstan , Tahun 2003 – 2007
No. S e k t o r
Tahun 2003
2004 2005
2006 2007
1. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
41,42 41,27
39,71 38,37
37,39 2. Pertambangan dan penggalian
3,97 4,00
4,10 4,15
4,11 3. Industri pengolahan
4,98 5,06
5,06 4,98
4,89 4. Listrik, gas dan air bersih
0,53 0,62
0,73 0,74
0,75 5. Konstruksi bangunan
4,48 4,44
4,92 5,30
5,35 6. Perdagangan, hotel dan restoran
15,19 14,63
14,48 14,00
14,59 7. Pengangkutan dan komunikasi
2,44 2,54
2,72 2,86
2,83 8. Keuangan, persewaan jasa perusahaan
5,17 6,15
7,32 8,64
8,63 9. Jasa-jasa
21,81 21,29
20,96 20,97
21,45
J u m l a h 100
100 100
100 100
Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi, 2008
Pada Tabel 9 terlihat bahwa sektor dominan penyusun PDRB adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yang mempunyai
konstribusi 37,39 pada tahun 2007. Selanjutnya sektor jasa-jasa 21,45 dan diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran 14,59. Sektor yang
memberikan konstribusi paling rendah adalah sektor listrik, gas dan air bersih hanya 0,75.
5.3.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wakatobi pada tahun 2007 didukung oleh pertumbuhan sektor-sektor yang seluruhnya mengalami pertumbuhan
positif. Pertumbuhan tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran
yakni sebesar 10,53 diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar 8,53, sektor
listrik, gas dan air bersih 7,61, sektor konstruksi atau bangunan 7,09, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 6,02, sektor
pertambangan dan penggalian 5,12, sektor pengangkutan dan komunikasi 4,94, sektor industri pengolahan 4,14 dan sektor yang mempunyai
pertumbuhan paling rendah adalah sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan 3,37.
5.3.3 PDRB Per Kapita
Salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah dapat dilihat dari besarnya PDRB per kapita. Berdasarkan harga
konstan maupun berdasarkan harga berlaku, PDRB per kapita penduduk Kabupaten Wakatobi dari tahun 2003 hingga 2007 memperlihatkan
kecenderungan meningkat. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10 PDRB per kapita Kabupaten Wakatobi Tahun 2003-2007 Rupiah
Tahun Atas Dasar Harga Berlaku
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
2003 2.180.607,45
1.634.841,69 2004
2.469.789,74 1.720.248,53
2005 3.661.411,79
1.791.474,77 2006
4.161.322,88 1.849.331,74
2007 4.623.903,13
1.935.692,32
Sumber: PDRB Kabupaten Wakatobi, 2008
PDRB per kapita berdasarkan harga konstan pada tahun 2003 sebesar Rp 1.634.841,69 dan pada tahun 2007 telah mencapai
Rp 1.935.692,32 atau terjadi peningkatan rata-rata sebesar 1,79. Sedangkan berdasarkan harga berlaku terjadi peningkatan rata-rata sebesar 3,42 yaitu
Rp 2.180.607,45 pada tahun 2003 dan pada tahun 2007 telah mencapai
Rp 4.623.903,13.
5.4 Kondisi Sarana dan Prasarana
Jumlah sekolah taman kanak-kanak di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2007 adalah sebanyak 41 unit yang tersebar didelapan kecamatan.
Sementara itu jumlah guru sebanyak 120 orang, sedangkan jumlah murid sebanyak 1.844 orang. Pada tahun 2007 rasio antara guru terhadap sekolah
rata-rata 3 orang, murid terhadap sekolah rata-rata 45 orang dan murid terhadap guru rata-rata 15 orang.
Dari jenjang pendidikan sekolah dasar tercatat jumlah sekolah pada tahun 2007 sebanyak 110 unit. Jumlah guru sebanyak 731 orang, sedangkan
jumlah murid sebanyak 15.296 orang. Rasio ditingkat SD pada tahun 2007 antara guru terhadap sekolah tercatat rata-rata 7 orang, murid terhadap
sekolah rata-rata 139 orang dan murid terhadap sekolah rata-rata 21 orang. Pada jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP terdapat
28 unit sekolah pada tahun 2007, sedangkan jumlah guru sebanyak 368 dan murid sebanyak 6.024 orang. Sehingga rasio antara guru terhadap sekolah
tercatat rata-rata 13 orang, murid terhadap sekolah rata-rata 215 orang dan murid terhadap guru rata-rata 16 orang.
Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA tahun 2007 terdapat 16 unit sekolah. Jumlah guru sebanyak 229 orang dan jumlah murid sebanyak
3.891 orang. Rasio yang tercatat pada tahun 2007 antara guru terhadap sekolah rata-rata 14 orang, murid terhadap sekolah rata-rata 243 orang dan
murid terhadap guru rata-rata 17 orang. Pembangunan kesehatan di Kabupaten Wakatobi dititikberatkan pada
peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Masyarakat dan terwujudnya keluarga bahagia dan sejahtera. Demikian pula pelaksanaan Program
Nasional Keluarga Berencana KB Nasional diarahkan untuk menciptakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera NKKBS.
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas baik bidang kesehatan maupun KB, maka selama tahun 2007 telah giat melaksanakan pembangunan
sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan KB secara menyeluruh di setiap kecamatan sampai ke desa-desa. Sampai tahun 2007, telah ada Rumah
Sakit Umum 1 unit dan terdapat 12 unit Puskesmas Perawatan dan 19 unit Puskesmas Pembantu. Dokter umum sebanyak 3 orang, SKM sebanyak 18
orang dan paramedis sebanyak 176 orang. Jalan merupakan salah satu prasarana angkutan darat yang penting
untuk memperlancar roda kegiatan perekonomian. Dengan semakin meningkatnya usaha pembangunan dibidang sarana dan prasarana akan
menuntut peningkatan pembangunan seperti jalan guna memperlancar lalu lintas barang dan jasa dari satu daerah ke daerah lainnya.
Panjang jalan di Kabupaten Wakatobi tahun 2007 mencapai 362,282 km, merupakan jalan kecamatan dan jalan desa. Untuk transportasi darat,
tersedia dua jenis kendaraan utama, yakni angkutan darat bermotor dan tanpa
bemotor. Pada tahun 2007 jumlah mobil penumpang mencapai 4 buah, mobil bus 114 buah, mobil barang 112 buah, ambulance 8 buah dan sepeda motor
2.567 buah. Angkutan laut merupakan sarana perhubungan antar pulau yang
sangat penting dan strategis bagi Kabupaten Wakatobi, karena daerah Wakatobi mempunyai perairan laut yang cukup luas dan terdiri dari beberapa
pulau. Pada tahun 2007 tercatat 1.073 kunjungan kapal, yang semuanya merupakan pelayaran rakyat. Sedangkan penumpang yang naik sebanyak
37.091 orang dan yang turun sebanyak 36.702 orang. Angkutan barang yang dimuat pada tahun 2007 tercatat sebanyak 1.597 ton dan yang dibongkar
sebanyak 8.856 ton. Dalam kegiatan transportasi laut, pelabuhan memainkan peran vital
dalam melayani berbagai kegiatan jasa, diantaranya melayani arus naik- turunnya penumpang juga arus barang dan jasa. Pelabuhan utama di
Kabupaten Wakatobi, terdapat di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan dengan kapasitas pelayanan terbesar, dan telah ditingkatkan statusnya untuk melayani
Kapal Pelayaran Nasional PELNI, dengan rute tertentu. Selain itu, pelabuhan yang masih digunakan untuk melayani arus penumpang, barang, dan jasa juga
terdapat di Kecamatan Wangi-Wangi, Kecamatan Kaledupa, Kecamatan Kaledupa Selatan, Kecamatan Tomia dan Kecamatan Binongko.
Selain transportasi darat dan laut, telah pula dibangun transportasi udara yakni bandar udara Matahora yang terletak di Pulau Wangi-Wangi.
Bandar udara ini dibangun mulai tahun 2008 dari dana APBD, dan bandara direncanakan sudah selesai pembangunannya tahun 2010. Panjang landasan
direncanakan sepanjang ± 3 km, namun yang baru dibangun sepanjang 2,217 km. Bandara tersebut telah mulai beroperasi sejak Pebruari 2009, dengan rute
penerbangan Wakatobi – Kendari. Frekuensi penerbangan 10 kali seminggu, dengan kapasitas penumpang sebanyak 16 orang.
Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap air minum di Kabupaten Wakatobi baru sebagian kecil yang terlayani oleh perusahaan daerah air
minum PDAM, dan hanya mencakup masyarakat yang berdomisili di ibukota Kabupaten Wakatobi Wangi-Wangi. Sedangkan bagi masyarakat yang
berdomisili di kecamatan lainnya dan di pedesaan umumnya masih menggunakan air yang berasal dari sumur dan mata air.
Jumlah pelanggan air minum tahun 2005 sebanyak 658 dan tahun 2006 mencapai 768 atau mengalami peningkatan sebesar 16,72. Sedangkan
volume air yang disalurkan tahun 2005 mencapai 158.877 m
3
dan tahun 2006 sebanyak 178.520 m
3
atau mengalami peningkatan sebesar 12,36. Nilai air minum yang disalurkan tahun 2005 sebanyak Rp 111.924.000,- dan tahun
2006 mencapai Rp 359.328.000,- atau mengalami peningkatan sebesar 52,50.
Sebagian besar kebutuhan tenaga listrik di Kabupaten Wakatobi dipenuhi oleh Perusahaan Listrik Negara PLN, dan sebagian lainnya dipenuhi
oleh non PLN. Jumlah pelanggan Perusahaan Listrik Negara pada tahun 2007 sebanyak 11.229 dengan daya terpasang sebesar 2.320 Kw. Sedangkan
produksi listrik sebesar 3.085.895 kwh dengan tenaga listrik terjual sebesar 7.727.101 kwh dan nilai penjualan sebesar 4.776.477 ribu rupiah. Tercatat
juga bahwa Kecamatan Wangi-Wangi memiliki jumlah pelanggan tertinggi, yaitu 5.316 pelanggan, menyusul Kecamatan Kaledupa sebanyak 2.127
pelanggan, Kecamatan Tomia Timur sebanyak 1.297 pelanggan, dan terendah di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan dengan 461 pelanggan.
Sementara itu sistem penyampaian informasi melalui surat tetap menjadi jalur komunikasi yang utama. Karena itu diperlukan sarana Kantor Pos
di Kabupaten Wakatobi. Hingga tahun 2007 di Kabupaten Wakatobi belum terdapat Kantor Pos Pusat hanya ada di Kota Bau-Bau, yang ada hanya
Kantor Pos Cabang, Rumah Pos, Bis Surat, dan Pos Keliling Desa. Jumlah kantor Pos cabang tercatat sebanyak 1 buah, Rumah Pos 3 buah, Bis Surat 2
buah dan Pos Keliling Desa sebanyak 1 buah Kantor Pos dan Giro Kab. Wakatobi 2008.
5.5 Kondisi Sumberdaya Alam 5.5.1 Sumberdaya Teresterial
Sumberdaya daratan meskipun proporsinya jauh lebih rendah daripada laut, telah dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan pertanian tanaman
pangan dan hortikultura serta tanaman perkebunan. Wilayah daratan Kabupaten Wakatobi sebagian besar berupa batu karang dilapisi tanah yang
tipis, sehingga hanya tanaman-tanaman tertentu saja yang dapat tumbuh, dengan produktivitas yang rendah.
Beberapa jenis tanaman pangan dan hortikultura yang tumbuh antara lain ubi kayu, ubi jalar, jagung, kacang tanah, mangga, bawang merah dan
lain-lain. Ubi kayu merupakan bahan dasar pembuatan kasoami yang menjadi makanan pokok pengganti beras sebagian besar penduduk Wakatobi.
Sehingga luas lahan tanaman ubi kayu lebih besar dari luas tanaman pangan yang lain Tabel 11. Pada tahun 2007, luas lahan dan produksi ubi kayu
terbesar terdapat di Kecamatan Kaledupa 1.581 hektar dan produksi 25.339,1 ton.
Tabel 11 Luas lahan dan produksi beberapa jenis tanaman pangan di Kabupaten Wakatobi menurut kecamatan Tahun 2007
Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi, 2008
Produksi jenis tanaman lain yang diusahakan pada tahun 2007 sebesar 4.285,4 kuintal untuk mangga, nangka 2.437,9 kuintal, pisang 1.801,4 kuintal,
pepaya 1.010,6 kuintal, jambu air 780,9 kuintal, jambu biji 646,4 kuintal, sirsak 626,7 kuintal, jeruk 321,6 kuintal, sukun 272,3 kuintal, belimbing 193,6 kuintal,
nenas 98,5 kuintal, alpukat 16,5 kuintal, langsat 3,3 kuintal, bawang merah 863,8 kuintal, bayam 543,3 kuintal, kangkung 457,9 kuintal, kubis 416,3
kuintal, tomat 388,5 kuintal, kacang panjang 374,6 kuintal, terong 319,1 kuintal, cabe 145,8 kuintal, labu 83,2 kuintal, ketimun 59,0 kuintal, sawi 45,2
kuintal, dan semangka 13,1 kuintal. Selain tanaman pangan dan hortikultura, jenis tanaman lain yang
diusahakan di Kabupaten Wakatobi adalah tanaman perkebunan. Tanaman perkebunan yang ditanam antara lain jambu mete, kelapa dalam, aren, kakao,
cengkeh, asam jawa dan kapuk. Pada tahun 2007, areal tanaman yang terluas adalah tanaman kelapa dalam yang berada di Kecamatan Kaledupa Tabel
12. Kelapa merupakan tanaman perkebunan yang langsung dapat digunakan sebagai bahan baku masakan atau diolah menjadi kopra.
No. Kecamatan
Ubi Kayu Jagung
Ubi Jalar Kacang
Tanah
Luas Ha
Produksi ton
Luas Ha
Produksi ton
Luas Ha
Produksi ton
Luas Ha
Produksi ton
1. Binongko 203
3.253,7 91
216 -
- -
- 2. Tomia
492 7.887,7
65 154
- -
7 6,2
3. Tomia Timur -
- -
- -
- -
- 4. Kaledupa
1.581 25.339,1 132 312
66 548
8 7,0
5. Kaledupa Selatan -
- -
- -
- -
- 6. Wangi-Wangi
382 6.112,9
55 131
- -
8 7,0
7. Wangi-Wangi
Selatan 511
8.183,4 17
42 -
- -
-
T o t a l 3.169
50.776,8 360 855
66 548 23
20,2
Tabel 12 Luas areal tanaman perkebunan rakyat tiap kecamatan tahun 2007
No. Kecamatan
Luas Lahan Ha Kelapa Dalam Jambu Mete Aren Cengkeh Kakao
Asam Jawa
1. Binongko 133,7
5,32 —
— —
— 2. Tomia
73 77
— —
3 —
3. Tomia Timur —
— —
— —
— 4. Kaledupa
3.682 1.015
— —
2 —
5. Kaledupa Selatan —
— —
— —
— 6. Wangi-Wangi
472 263
40 29
5 9
7. Wangi-Wangi Selatan 112
49,5 7,8
1,6 7,1
—
T o t a l
4.472,7 1.409,82
47,8 30,6
17,1 9
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Wakatobi, 2008
5.5.2 Sumberdaya Laut
Kabupaten Wakatobi mempunyai potensi sumberdaya laut yang lebih besar dibanding sumberdaya darat, karena luas lautnya lebih besar 97 dari
wilayah daratannya. Potensi kelautan yang terdapat di daerah ini antara lain ikan, teripang, gurita, cumi-cumi, kepiting, lobster, duri babi, kerang, rumput
laut, mangrove, padang lamun, terumbu karang, wisata pantai dan wisata bahari.
Bentuk topografi daerah Wakatobi umumnya datar, dan disekitarnya terdapat beberapa atol seperti Karang Kapota, Karang Kaledupa, dan Karang
Tomia. Konfigurasi terumbu karang pada umumnya datar, kadang-kadang muncul di permukaan dengan beberapa daerah mempunyai tubir-tubir karang
yang tajam. Perairan lautnya secara umum mempunyai konfigurasi perairan dari mulai datar kemudian melandai ke arah laut, dan beberapa daerah
perairan bertubir curam. Kedalaman airnya bervariasi, dengan bagian terdalam terletak di sebelah barat dan timur Pulau Kaledupa sampai 1.044 m. Dasar
perairan bervariasi antara berpasir dan berkarang Hidayati et al. 2007. Keragaman karang berdasarkan hasil survei WWF Indonesia 2003,
mencatat 396 spesies karang Scleractinia hermatipic yang terbagi dalam 68 genus dan 15 famili. Terdapat pula 10 spesies dari spesies karang keras non
scleractinia atau ahermatipic dan 28 genera karang lunak. Tingkat keragaman tersebut termasuk relatif tinggi karena Wakatobi terletak di pusat
keanekaragaman hayati terumbu karang. Lima tipe komunitas ekologi karang yang diidentifikasi, terdiri dari dua daerah perairan dalam, dua daerah perairan
dangkal dan satu komunitas laguna. Tipe-tipe ini tersebar luas di wilayah
Wakatobi, namun tidak ada pola geografis yang dapat dipastikan. Atol di Tomia bagian barat laut memiliki keragaman spesies paling tinggi dan laguna
Karang Kaledupa memiliki komunitas karang paling tidak umum dan kelimpahan spesies langka yang paling tinggi.
Kondisi terumbu karang menurut hasil survei REA 2003, pada penelitian di 33 stasiun, secara umum berada dalam keadaan baik. Adanya
keragaman yang masih tinggi dari organisme terumbu karang dan adanya keterkaitan yang kuat dengan terumbu yang ada di Laut Banda dan Laut
Flores. Tetapi, pada tahun 2006 berdasarkan hasil studi CRITC LIPI, kondisi terumbu karang mengalami penurunan menjadi kategori sedang. Kategori ini
didasarkan dari survei di 52 stasiun RRI yang menggambarkan tutupan karang hidup rata-rata di kawasan ini mencapai 31. Persentase tutupan karang
hidup rata-rata tertinggi di Pulau Tomia sebesar 44, dan terendah di Pulau Wanci sebesar 27, sedangkan di Pulau Kaledupa besaran tutupan
karangnya berada pada kisaran kedua pulau tersebut. Potensi mangrove di Kabupaten Wakatobi hanya terdapat di Pulau
Kaledupa dan Pulau Tomia saja. Di Pulau Kaledupa, terdapat hutan mangrove seluas 127,5 hektar di Desa Horuo, Desa Sombano 7 hektar, Desa Laulua
16,5 hektar, Desa Ambeua 2,25 hektar, Desa Lagiwae 7 hektar, Desa Balasuna 102 hektar, Desa Tampara 42 hektar, Desa Kasuwari 13,8 hektar,
Desa Sandi 110,5 hektar, Desa Langge 10 hektar, Desa Tanomeha 150 hektar, Desa Lentea 198 hektar dan Desa Darawa 16,5 hektar. Di Pulau Tomia
hanya terdapat di Desa Waitii Barat seluas 1,4 hektar. Sedangkan di Pulau Wanci dan Pulau Binongko tidak terdapat hutan mangrove La Ola 2004.
Padang lamun di Kabupaten Wakatobi hanya terdapat di Pulau Wanci, Pulau Kaledupa dan Pulau Tomia saja. Potensi lamun di Pulau Wanci terdapat
di Desa Mola Selatan sebesar 16,1 hektar dan Desa Mola 12 hektar. Di Pulau Kaledupa, potensi lamun terdapat di Desa Horuo 17 hektar, Desa Sombano 7
hektar, Desa Laulua 11 hektar, Desa Sama Bahari 75 hektar, Desa Ambeua 2,25 hektar, Desa Lagiwae 7 hektar, Desa Ollo 3 hektar, Desa Buranga 60
hektar, Desa Balasuna 60 hektar, Desa Tampara 30 hektar, Desa Kasuwari 11,5 hektar, Desa Sandi 97,5 hektar, Desa Langge 10 hektar, Desa Tanomeha
120 hektar, Desa Lentea 132 hektar, Desa Darawa 165 hektar. Di Pulau Tomia terdapat potensi Lamun di Desa Waitii Barat seluas 14 hektar La Ola 2004.
Sumberdaya laut yang ada di wilayah Wakatobi khususnya terumbu karang, mengalami kerusakan akibat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
pondasi rumah, pembuatan dermaga, jalan, bahan dasar reklamasi pantai serta untuk pemanfaatan kegiatan perikanan tangkap sebagai pemberat alat
tangkap bubu dan pemanfaatan bagi kegiatan budi daya rumput laut. Selain pengambilan karang oleh masyarakat, penggunaan alat tangkap yang
merusak, turut berkontribusi pada kerusakan terumbu karang di wilayah ini. Beberapa kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang merusak terumbu karang
seperti pengambilan gurita dari sarangnya dengan menggunakan linggis, serta mencungkil batu karang untuk pengambilan mata tujuh abalon. Dari data
hasil penelitian La Ola 2004 ditemukan besaran kerusakan terumbu karang akibat pelaksanaan budaya membangun rumah di laut dengan pondasi batu
karang pada pulau-pulau kecil di Kepulauan Wakatobi rata-rata sebesar 355,33 m
3
tahun. Akibat budaya masyarakat yang membangun rumah di laut dengan pondasi batu karang menyebabkan degradasi terumbu karang dan
penurunan biomassa ikan kerapu pada lingkungan terumbu karang sebesar 0,053487123 tonm
3
atau 802,306845 tonHa 0,053487123 tonm
3
x 15000 m
3
Ha atau 19 tontahun 0,053487123 tonm
3
x 355,33 m3tahun atau sebesar 3,3126183 tahun.
Selain pemanfaatan ekosistem terumbu karang, masyarakat juga memanfaatkan hutan mangrove sebagai sumber bahan baku kegiatan rumah
tangga kayu bakar, tiang rumah maupun digunakan sebagai kayu penyangga jaring pada alat tangkap sero maupun untuk kegiatan budi daya rumput laut.
Selain itu, lokasi hutan mangrove telah dikonversi menjadi areal pemukiman, pelabuhan dan kegiatan lainnya. Berdasarkan penelitian La Ola 2004, akibat
pemanfaatan hutan mangrove untuk lokasi pemukiman penduduk seluas 2,5 ha, maka ditemukan telah terjadi penurunan produksi biomassa kepiting dari
Tahun 1985–2001 pada lingkungan mangrove sebesar 59,375 kgtahun atau sebesar 23,75 kghatahun rata-rata sebesar 9,3385996 tahun.
Sumberdaya laut yang juga menjadi potensi dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat di wilayah GPK adalah padang lamun. Lokasi padang lamun
yang ada diwilayah ini, telah dikonversi bagi peruntukan kegiatan lain seperti kegiatan budi daya, pelabuhan, pemukiman dan kegiatan lainnya. Berdasarkan
data penelitian La Ola 2004, akibat konversi ekosistem lamun pada Tahun 1985–2001 menyebabkan terjadi penurunan biomassa ikan Balanak yang
hidup pada lingkungan lamun sebesar 4,2396719tahun. Selanjutnya lebih spesifik diuraikan besaran rata-rata produksi biomassa ikan Balanak pada
lingkungan lamun akibat pemanfaatan untuk lokasi pemukiman penduduk seluas 2,5 ha mengalami penurunan produksi sebesar 218,7506 kgtahun atau
sebesar 87,50024 kghatahun. Selain pemanfaatan berbagai sumberdaya laut seperti terumbu karang,
hutan mangrove dan padang lamun secara spesifik, secara umum pengelolaan sumberdaya laut di Kepulauan Wakatobi dimanfaatkan untuk tiga jenis
kegiatan, yaitu kegiatan perikanan khususnya perikanan tangkap, kegiatan budi daya khususnya budi daya rumput laut dan kegiatan pariwisata
khususnya wisata bahari. Rincian dari masing-masing kegiatan, diuraikan sebagai berikut:
1 Perikanan Tangkap
Eksploitasi perikanan di Kabupaten Wakatobi, khususnya di wilayah Gugus Pulau Kaledupa terfokus pada daerah pesisir, dan dilakukan oleh
nelayan tradisional dengan sarana penangkapan yang sederhana. Produksi ikan di Kabupaten Wakatobi sekitar 3.000 ton per tahun, terdiri dari ikan
pelagis kecil dan besar 2.300 ton dan ikan demersal karang 700 ton. Di daerah ini terdapat 7 spot pemijahan ikan dengan 29 spesies ikan yang
telah teridentifikasi DKP 2006. Berdasarkan survei WWF 2003, dengan ekstrapolasi indeks keragaman ikan karang Coral Fish Diversity Index, CFDI
potensi perikanan di Kabupaten Wakatobi sekitar 942 spesies ikan. Famili- famili yang paling beragam spesiesnya antara lain wrase Labridae, kakap
Lutjanidae, kerapu
Serranidae, surgeon
Acanthuridae, damsel
Pomacentridae, angel Pomacanthidae, cardinal Apogonidae, kakatua Scaridae, dan squirrel Holocentridae.
Kondisi sumberdaya laut di wilayah GPK telah mengalami degradasi. Sebagai indikator keadaan sumberdaya, dari laporan penelitian Duncan 2005
yang melakukan pendataan antara tahun 1996 sampai 2002, diperoleh informasi bahwa ada beberapa predator yang tidak lagi ditemukan oleh para
penyelam Operation Wallacea Ltd serta para nelayan. Hal lain juga terindikasi dari rendahnya hasil usaha penangkapan menggunakan pancing pada dinding
tubir karang di sekitar Pulau Kaledupa.
Pedagang perantara tengkulak setempat menyatakan bahwa persediaan stok ikan hiu, lobster, dan ikan kerapu telah menurun drastis
sejak mereka mengkomersilkannya. Bahkan saat ini spesies tersebut diperoleh hanya berasal dari karang bagian luar. Indikasi lain, dapat pula dilihat pada
hasil penangkapan gurita, yang walaupun jumlahnya mengalami peningkatan sangat drastis sekitar tiga tahun terakhir, akan tetapi ukuran yang ditangkap
oleh nelayan semakin kecil. Para pedagang pengumpul teripang juga menyatakan bahwa
kelimpahan teripang sudah menurun drastis dan ukurannya semakin kecil serta beberapa spesies yang sangat laku di pasaran tidak ditemukan lagi di
daerah ini. Hasil penangkapan ikan sekarang ukurannya semakin kecil dan ikan yang diperoleh untuk dijual tidak lagi bernilai ekonomi tinggi. Para
pedagang pengumpul menyadari bahwa telah ada penurunan persediaan ikan, dan berharap ada pembatasan ukuran penangkapan untuk keberlanjutan
pendapatan mereka. Namun demikian para pedagang masih terus membeli semua jenis ikan dari nelayan pada berbagai ukuran, sebab tidak ada
pembatasan ukuran ikan yang boleh diperdagangkan. Gambaran tentang persepsi dari 315 nelayan yang telah diwawancara pada penelitian Duncan
2005 pada tahun 2003 dan 2004 berdasarkan tingkat perubahan spesies ikan, jumlah tangkapan, serta ukuran dari tangkapan selama 5 tahun terakhir
dengan menggunakan jenis alat tangkap dan pada periode yang sama, disajikan pada gambar berikut:
Gambar 10 Tingkat perubahan spesies, jumlah tangkapan, serta ukuran ikan dari hasil tangkapan selama 5 tahun terakhir.
Nelayan generasi tua telah menyadari bahwa sebenarnya telah lama terjadi perubahan pada kondisi sumberdaya perikanan di wilayah GPK sejak
adanya penggunaan jaring insang gillnet yang menyebabkan berkurangnya
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Species Number
Size R
e s
p o
n d
e n
ts
Decrease Same
Increase
kelimpahan ikan. Sementara itu banyak nelayan jaring yang menganggap bahwa dengan adanya peningkatan jumlah sero yang sangat drastis
mengakibatkan hasil penangkapan mereka menurun. Para nelayan menyatakan bahwa mereka telah beberapa kali mengganti teknik
penangkapan ikan yang mereka lakukan yaitu: dari penggunaan pancing biasa kemudian berganti menggunakan jaring dan pada akhirnya menggunakan
sero. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan jumlah hasil tangkapan mereka yang semakin menurun dengan alat tangkap yang telah mereka pakai
sebelumnya. Keperluan mengganti alat tangkap dari alat yang kurang efisien menjadi alat tangkap yang lebih efisien dengan sendirinya telah
menggambarkan bahwa telah berkurangnya jumlah persediaan ikan di wilayah GPK, sementara kebutuhan sumberdaya ikan dan jumlah penangkapan terus
mengalami peningkatan. Data frekuensi hasil tangkapan dari beberapa jenis alat tangkap yang
digunakan seperti jaring, sero dan bubu merupakan jenis alat tangkap yang dominan di Gugus Pulau Kaledupa sejak 2002 menggambarkan bahwa hanya
sekitar 45-60 ikan yang ditangkap telah dewasa Gambar 11. Jika berdasarkan tingkat ukuran terkecil yang ditangkap, maka ternyata 80 hasil
tangkapan adalah di bawah rata-rata ukuran ikan dewasa Duncan 2005.
Gambar 11 Presentase penangkapan ikan dewasa pada setiap teknik penangkapan pada tahun 2003, ukuran dewasa berdasarkan Fish Base 2000.
Dari data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya untuk kegiatan perikanan di wilayah GPK, selain
menggunakan cara-cara penangkapan yang bersifat destruktif, sering pula
Gillnet Fish Fence
B ubu Traps Largest
Mean Smallest
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
P e
rc e
n ta
g e
o f
C a
tc h
M a
tu re
Largest Mean
Smallest
menangkap ikan yang termasuk kategori belum dewasa. Sehingga pada masa mendatang, pengembangan kegiatan perikanan harus dilakukan dengan
menggunakan cara penangkapan yang ramah lingkungan, dengan cara menetapkan alat tangkap yang bersifat selektif, sehingga sedikit menangkap
ikan yang belum dewasa. Dengan demikian keberadaan sumberdaya perikanan dapat tetap lestari dan dapat diwariskan pada generasi selanjutnya.
2 Budi Daya Rumput Laut
Selain sumberdaya perikanan, sumberdaya laut lain yang terdapat di Wakatobi adalah rumput laut yang dibudidayakan oleh masyarakat setempat.
Wilayah ini merupakan salah satu pusat budi daya rumput laut di Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi budi daya terletak di Pulau Kaledupa, Wanci dan
Tomia, lokasi terluas terdapat di Pulau Kaledupa 3.139 ha. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi mengidentifikasi areal yang cocok untuk
lokasi budi daya rumput laut seluas 8.364 hektar, namun yang dikembangkan baru 6000an hektar. Produksi rumput laut masih berkisar 3.000–4.000 ton per
tahun. Jenis rumput laut yang dibudidayakan di Gugus Pulau Kaledupa juga
mengalami perubahan. Pada awalnya, jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah jenis Euchema spp. lokal = garangga kansee, kemudian pada tahun
1993 berganti ke jenis Euchema cottonii. Saat ini jenis rumput laut yang dibudidayakan selain E. Cottonii, juga dibudidayakan rumput laut dari jenis
Gracilaria spp. Selain jumlah pembudidaya dan jenis rumput laut yang mengalami
perubahan, metode budi daya rumput laut yang dikembangkan oleh masyarakat setempat juga mengalami beberapa perubahan. Pada periode
awal kegiatan budi daya rumput laut, metode yang digunakan adalah metode rakit apung. Kemudian pada tahun 1993, menggunakan metode long line
dalam melakukan kegiatan budi daya, terutama dilakukan oleh pembudidaya di Desa Sombano. Pada periode 1999–2000, metode yang digunakan berubah
menjadi metode lepas dasar, meskipun beberapa pembudidaya tetap menggunakan metode long line. Pada era tahun 2005an, pembudidaya
mencoba melakukan kegiatan budi daya dengan metode jaring. Namun metode ini mengalami kegagalan, sehingga hanya dilakukan pada satu kali
musim tanam saja. Selanjutnya pembudidaya menggunakan perpaduan
metode long line dan metode lepas dasar hingga saat ini, yang dilakukan secara bergiliran dan tergantung pada musim.
3 Wisata Bahari
Potensi sumberdaya laut yang juga terdapat di Kabupaten Wakatobi adalah wisata pantai dan wisata bahari. Kegiatan ini dapat dilakukan karena
keindahan dan keunikan pantai dan terumbu karang di wilayah Wakatobi. Daerah wisata yang telah dikembangkan adalah Pulau Hoga di Kecamatan
Kaledupa dan Pulau Onemobaa di Kecamatan Tomia. Wisatawan dapat melakukan kegiatan berenang, snorkling, menyelam atau sekedar berjemur di
pantai. Pariwisata merupakan kegiatan ekonomi yang baru dikembangkan dan
dinilai mempunyai prospek ekonomi yang baik. Pada tahun 2007, pariwisata menyumbang Rp 204 juta pada pendapatan asli daerah PAD Kabupaten
Wakatobi. Pendapatan ini naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 150 juta. Retribusi yang diperoleh dari pajak hotel, losmen wisma, rumah makan,
sebesar Rp 98.438.500,- pada tahun 2005. Saat ini Wakatobi memiliki dua bandara, yang terletak di Tomia dan di
Pulau Wangi-Wangi. Bandara Maranggo yang terletak di Tomia, dibangun oleh investor asing asal Swiss, Lorenz Mader. Investor itu membuka usaha
Wakatobi Dive Resort di Tomia dan membangun pondok-pondok wisata di Pulau Onemobaa, pulau mungil di depan Pulau Tomia. Keberadaan kawasan
wisata tersebut sedikit banyak memberi dampak positif bagi penduduk. Selain menciptakan lapangan kerja, masyarakat juga dilibatkan pada pengembangan
pariwisata, diantaranya sebagai pemasok kerajinan rakyat tenun Tomia dan pandai besi, serta terlibat dalam pertunjukan seni budaya.
Terdapat potensi ekowisata di wilayah GPK berupa wisata pantai dan wisata bahari. Objek wisata pantai yang telah dikembangkan adalah pantai
Peropa dan Pulau Hoga. Pulau Hoga selain sebagai lokasi wisata pantai dan wisata bahari, juga sebagai lokasi pusat penelitian laut, yang dioperasikan oleh
Wallacea Ltd. Keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan wisata bahari di Pulau Hoga
adalah dengan membangun home stay. Perkembangan home stay terus mengalami peningkatan, seiring makin meningkatnya kegiatan penelitian dan
kegiatan wisata di daerah ini. Saat ini jumlah home stay telah mencapai 189
buah, dan terdiri dari 378 tempat tidur. Selain potensi wisata bahari yang berlokasi di Pulau Hoga, potensi wisata lain berupa wisata budaya berada di
Pulau Kaledupa juga mendapat perhatian dari PEMDA untuk dikembangkan dan dijadikan daya tarik dari kegiatan pariwisata di wilayah GPK.
Perkembangan wisata bahari di wilayah GPK kedepan akan lebih meningkat seiring terbukanya akses transportasi udara ke wilayah Wakatobi.
Turis yang ingin menikmati obyek wisata alam di kepulauan yang memiliki ekosistem terumbu karang indah di bawah laut, akan lebih mudah dengan
adanya pelayanan transportasi udara yang berlokasi di Pulau Wangi-Wangi. Dengan adanya bandar udara Bandara Matahora di Kota Wangi-
Wangi, yang telah mulai beroperasi pada 22 Mei 2009 tampaknya telah mengurangi keterisolasian wilayah Wakatobi yang terletak di bagian timur
Provinsi Sulawesi Tenggara Sultra karena letak geografisnya berada di perairan Laut Banda. Karena untuk menjangkau wilayah ini yang letaknya
cukup jauh dari Kota Kendari, ibukota Provinsi Sultra, sebelumnya masyarakat yang akan ke kota dan dari Kota Kendari – Wakatobi menggunakan kapal
pelayaran rakyat dengan waktu tempuh sekitar 10 jam musim gelombang laut rendah sampai 15 jam musim gelombang laut tinggi. Selain itu juga dapat
melalui perjalanan laut dari Kota Kendari – Kota Bau-Bau dengan menggunakan kapal cepat, dan melanjutkan perjalanan darat menuju
pelabuhan Lasalimu atau Pasar Wajo Kabupaten Buton, kemudian menggunakan kapal pelayaran rakyat ke Wakatobi.
Pada tahun 2008, pemerintah Kabupaten Wakatobi, dengan dukungan DPRD
dan masyarakat
setempat membangun
Bandara Matahora
menggunakan dana APBD Wakatobi Tahun 2008. Pembangunan bandara tersebut dilakukan secara bertahap, mulai tahun 2008 dibangun landasan pacu
sepanjang 1.400 meter, tahun 2009 diperpanjang menjadi 1.800 meter dan tahun 2010 akan diperpanjang menjadi 2.100 meter, agar dapat melayani
pesawat berbadan lebar. Bandara Matahora diresmikan oleh Menteri Perhubungan, diawali
penerbangan perdana pesawat Susi Air–pesawat berkapasitas penumpang 16 orang, dari Kota Kendari ke Wakatobi yang membutuhkan waktu sekitar
45 menit. Kehadiran bandara ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah dan sekitarnya, karena akses transportasi semakin terbuka,
yang berarti perputaran roda perekonomian rakyat dapat meningkat.
Pengelolaan SDL di Kabupaten Wakatobi untuk berbagai kegiatan pemanfaatan, selama ini dilakukan oleh pemerintah, swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat LSM atau Non Goverment Organization NGO, perguruan tinggi, serta masyarakat.
Pemerintah yang berperan dalam pengelolaan sumberdaya di Kabupaten Wakatobi terdiri dari pemerintah pusat yang diwakili oleh Balai
Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi dan pemerintah daerah Kabupaten Wakatobi beserta satuan kerja perangkat daerah SKPD.
Keberadaan lembaga-lembaga NGO seperti The Nature Conservancy TNC dan World Wide Fund for Nature WWF, LSM lokal FORKANI,
program Coremap-LIPI, keseluruhannya turut berkontribusi pada pengelolaan SDL Kabupaten Wakatobi. Selain itu terdapat pula Operation Wallacea Ltd.
Opwall yang merupakan lembaga pusat penelitian laut internasional yang dipimpin oleh Chris Major dan berpusat di Inggris, turut memberi kontribusi
dalam pengelolaan SDL di wilayah ini. Keberadaan pihak swasta, baik swasta domestik maupun asing turut
berperan dalam pengelolaan SDL. Pihak swasta asing yang beroperasi sejak pertengahan Tahun 1990-an adalah seorang pengusaha asal Swiss bernama
Lorenz Mader, pemilik Wakatobi Dive Resort. Resort tersebut merupakan resort bertaraf internasional yang terletak di Pulau Onemobaa, Gugus Pulau
Tomia. Selain swasta asing, kehadiran swasta lokal seperti Lembaga Alam Mitra Wakatobi yang bekerjasama dengan Opwall mengkoordinir kegiatan
wisata bahari di Pulau Hoga. Peran lain dalam pengelolaan SDL, ditunjukkan oleh pihak perguruan
tinggi. Perguruan tinggi yang hadir di wilayah Wakatobi berasal dari perguruan tinggi negeri setempat yaitu pihak Universitas Haluoleo maupun dari pihak
Institut Pertanian Bogor yang bekerjasama dengan Pemda Wakatobi dalam hal penelitian dan pengembangan, dan telah dilakukan penandatanganan MOU di
Kota Bogor pada acara Promo dan Workshop Pariwisata Wakatobi. Selain kehadiran pelaku-pelaku pengelola SDL yang dipaparkan
sebelumnya, peran masyarakat juga turut berkontribusi dalam pengelolaan sumberdaya laut di Kabupaten Wakatobi. Masyarakat memanfaatkan SDL
Kepulauan Wakatobi bagi kegiatan perikanan tangkap, budi daya rumput laut dan wisata bahari.
VI. KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA