Gambar 8 Lokasi penelitian.
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Gugus Pulau Kaledupa Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian dilakukan dari bulan
Oktober 2008 sampai Desember 2008. Peta lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar 8 berikut ini.
Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling dengan pertimbangan:
1 Wilayah ini merupakan gugusan pulau-pulau kecil dengan jumlah pulau terbanyak 24 pulau dari 48 pulau terdiri dari 4 pulau
berpenduduk dan 20 pulau tidak berpenduduk BPS 2002 2 Sebagian besar nelayan di Kabupaten Wakatobi ± 49,6 tinggal di
Gugus Pulau Kaledupa Duncan 2005
3 Lokasi budi daya rumput laut terluas berada di Gugus Pulau Kaledupa, seluas 3.139 Ha Mansyur 2009
4 Wilayah ini dijadikan pusat penelitian laut Operation Wallacea yang merupakan proyek kerjasama Departemen Kehutanan, LIPI,
Ecosurveys LTd. England dan Yayasan pengembangan Wallacea, sejak Juni 1995 Anonim 1997
5 Wilayah ini memiliki atol yang cukup luas hingga ke pulau Tomia yang dikenal sebagai Atol Kaledupa, dan merupakan atol terpanjang
didunia 48 km Harianto 2001 6 Lokasi penelitian merupakan tempat peneliti berasal, yang tentunya
akan sangat membantu dalam pelaksanaan penelitian.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari masyarakat dan stakeholders,
sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi baik pemerintah maupun swasta yang terkait dengan penelitian. Data-data tersebut diuraikan
sebagai berikut: 1 Data Primer
Data primer yang diperoleh dari responden dibatasi hanya pada masyarakat setempat yang memanfaatkan SDL dan berada di sekitar
Gugus Pulau Kaledupa yang mempunyai kemampuan dalam memahami permasalahan Key Person, dan stakeholders yang memiliki kepentingan
di Gugus Pulau Kaledupa seperti: 1 Bupati Kabupaten Wakatobi, 2 Camat Kaledupa, 3 Camat Kaledupa Selatan, 4 Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Wakatobi, 5 Bappeda Kabupaten Wakatobi, 6 Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi, 7 DPRD Tk. II Kabupaten
Wakatobi, 8 Balai TNLKW, 9 TNC-WWF Wakatobi, 10 Lembaga Swadaya Masyarakat, 11 Operation Wallacea, 12 COREMAP-LIPI,
13 Tokoh Adat Masyarakat, dan 14 Perguruan Tinggi. 2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti: Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Wakatobi, Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi, Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Wakatobi, Bappeda, Balai TNLKW, TNC-WWF Wakatobi, COREMAP-LIPI, LSM, dan Operation Wallacea.
4.3 Metode Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dengan cara observasi lapang dan wawancara berdasarkan panduan kuesioner terhadap masyarakat dan stakeholders. Data
sekunder berupa dokumen-dokumen atau hasil-hasil penelitian sebelumnya yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian. Proses
pengumpulan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1 Observasi dan Dialog Awal
Tahap awal dari penelitian ini adalah melakukan observasi lapang ke desa-desa di Gugus Pulau Kaledupa. Observasi ini dimaksudkan untuk lebih
mendekatkan diri dengan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan tangkap, pembudidaya rumput laut dan pengelola wisata. Hal ini dilakukan
guna memperoleh gambaran awal tentang kondisi dan keberadaan masyarakat yang diamati, sehingga memudahkan dalam proses pengumpulan
data. Dialog awal adalah dialog yang dilakukan dengan tokoh-tokoh
masyarakat yang mengetahui dan mengamati kondisi daerah penelitian. Dialog bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam pengumpulan data dan
penyusunan kuesioner penelitian.
2 Penyusunan Kuesioner dan Penentuan Responden
Kuesioner yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan yang menjadi panduan dan digunakan untuk memperoleh data primer di
lapangan, tentang gambaran lengkap aktivitas pengelolaan sumberdaya laut di Gugus Pulau Kaledupa.
Pengumpulan data dilakukan pada empat pulau, yaitu Pulau Kaledupa, Pulau Hoga, Pulau Lentea dan Pulau Darawa. Data primer diperoleh langsung
di lokasi penelitian dengan menggunakan kuesioner terhadap 150 responden, yang terdiri dari 50 responden nelayan tangkap, 50 responden pembudidaya
rumput laut dan 50 responden pengelola wisata serta 16 stakeholders. Pengambilan responden menggunakan teknik purposive sampling, yang
dilakukan dengan cara mengambil responden yang mewakili populasi kajian. Syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu pengambilan sampel didasarkan atas
ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri pokok populasi yang dianggap homogen, dalam hal ini terdiri atas kelompok
perikanan tangkap, budi daya rumput laut dan wisata bahari Arikunto 1996. Adapun rincian jumlah responden dan stakeholders ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Sebaran jumlah responden
No. Jenis Responden
Jumlah orang
1. Masyarakat yang memanfaatkan mengelola
sumberdaya PPK: Nelayan tangkap
50 Pembudi daya rumput laut
50 Pengelola wisata
50 Sub Total
150
2. Stakeholders:
Bupati Wakatobi 1
Camat Kaledupa dan Kaledupa Selatan 2
DKP Kab. Wakatobi 1
Bappeda Kab. Wakatobi 1
DPRD Tk. II Kab. Wakatobi 2
Balai TNLKW 1
Tokoh Adat Masyarakat dan Agama 2
TNC-WWF Kabupaten Wakatobi 1
Operation Wallacea 1
COREMAP-LIPI 1
Lembaga Swadaya Masyarakat 1
Perguruan Tinggi 2
Sub Total
16 Jumlah Total
166
Selain itu, pengambilan sampel untuk para stakeholder yang memiliki kepentingan di Gugus Pulau Kaledupa diambil dengan menggunakan teknik
snowball atau sampel bola salju. Responden yang pertama kali diwawancarai ditetapkan melalui bantuan konsultasi dengan Pemda setempat. Untuk
responden berikutnya, penetapan dilakukan berdasarkan hasil informasi yang didapatkan dari responden sebelumnya teknik snowball.
Kelebihan dari metode penentuan responden melalui teknik snowball antara lain peneliti tidak menemui banyak kesulitan untuk menentukan
informan yang akan diwawancarai, karena data mengenai siapa saja orang yang dianggap dapat memberikan informasi tentang permasalahan yang diteliti
sudah disediakan oleh informan sebelumnya Wahyono 2001. Jika informasi yang didapatkan dari responden sebelumnya kurang tepat maka penetapan
responden tersebut dapat diganti dengan yang lebih sesuai dengan kriteria yang diinginkan peneliti. Di lain pihak terdapat kelemahan, misalnya dapat bias
antar kelompok yaitu ada kecenderungan bahwa informan pertama
merekomendasikan informan selanjutnya didasarkan kepada kedekatan emosional terhadapnya. Namun demikian, kelemahan ini dapat dikurangi
dengan cara mengecek silang kepada beberapa informan terpilih berikutnya.
4.4 Metode Analisis Data 4.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis ini untuk mengetahui kondisi gambaran umum lokasi penelitian, data kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat
berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya wilayah, dilakukan terhadap data primer pengamatan lapangan dan wawancara maupun data sekunder yang
diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian. Untuk kondisi dan potensi sumberdaya yang ada dilakukan dengan analisis deskriptif dari hasil
pengamatan lapangan dan data hasil penelitian sebelumnya yang relevan.
4.4.2 Analisis Keberlanjutan
Keberlanjutan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah keberlanjutan pengelolaan sumberdaya di Gugus Pulau Kaledupa, yaitu
keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap, keberlanjutan budi daya rumput laut dan keberlanjutan wisata bahari. Untuk menganalisis keberlanjutan
pengelolaan berbagai sumberdaya di atas, digunakan beberapa alat analisis berdasarkan data yang tersedia di lapangan yang dapat memberikan
gambaran status keberlanjutannya. Alat analisis yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap adalah analisis model
ekonomi antar generasi Overlaping Generation Model–OLG. Pengukuran untuk menilai status keberlanjutan kegiatan budi daya rumput laut
menggunakan pendekatan keberlanjutan mata pencaharian masyarakat pesisir Coastal Livelihood System Analysis–CLSA. Sedangkan pengukuran
keberlanjutan kegiatan wisata bahari menggunakan model minimal wisata bahari a minimal model.
4.4.2.1 Analisis Model Ekonomi Antar Generasi
Keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Gugus Pulau Kaledupa dapat diukur dari sisi antar generasi, menggunakan analisis
Overlaping Generation Model OLG. Parameter yang digunakan adalah jumlah panen sumberdaya ikan generasi kini h
t
, dengan formula:
p [4c 1+ δ
- α
p] x
t
8c 1+ δ
px
t+1
2c h
t
= Berdasarkan fungsi pertumbuhan logistik sumberdaya ikan, yaitu:
F x
t
= rx 1 – xK Jumlah biomass sumberdaya ikan untuk generasi mendatang x
t+1
sebesar: x
t+1
= x
t
+ F x
t
- h
t
Dalam kondisi keberlanjutan sustainable dan sistem dalam keadaan steady state, sehingga berdasarkan persamaan 3 dihasilkan panen sumberdaya
ikan generasi mendatang h
t+1
yang positif, dengan formula: h
t
+
1
= dimana:
h = tingkat pemanenan sumberdaya ikan ton
p = harga ikan Rpton
c = biaya ekstraksi sumberdaya ikan Rptrip
11+ δ
= discount factor sebagai konsekuensi perbandingan manfaat ekonomi antar generasi
x = biomass sumberdaya ikan ton
r = laju pertumbuhan intrinsik
K = daya dukung lingkungan carrying capacity
4.4.2.2 Analisis Keberlanjutan Matapencaharian
Pendekatan keberlanjutan matapencaharian Coastal Livelihood System Analysis–CLSA , merupakan salah satu cara penilaian yang objektif
dalam membuat rencana dan menentukan prioritas pembangunan khususnya pada masyarakat pesisir. Kerangka kerja yang digunakan dalam CLSA yang
dimodifikasi dari Campbell 1999 dan Adrianto 2005 untuk implementasi perencanaan pengelolaan sumberdaya untuk kegiatan budi daya rumput laut
di Gugus Pulau Kaledupa dijabarkan pada Gambar 9. 3
1
2
4
Et Et+
E E
Ct Ct +
C
Tt +
C
- Tt -
a
5 +
C
6
Et K
rEt - γ
Tt +
βCt
7
4.4.2.3 Model Minimal Wisata Bahari
Untuk mengukur keberlanjutan kegiatan wisata bahari, menggunakan model minimal A Mininal Model wisata bahari. Pada model ini terdiri dari tiga
variabel utama, yaitu: a jumlah wisatawan pada waktu t, Tt; b jumlah modal investasi pada waktu t, Ct; dan c kualitas dari sumberdaya alam
pada waktu t, Et, dengan formula sebagai berikut:
Ṫ t =
T t ö
t = E t 1 – ê
= - t
+
T t dimana :
Ṫ t = tingkat perubahan jumlah wisatawan pada tahun 2007 ö
t = tingkat perubahan kualitas kawasan pada tahun 2007 ê
= tingkat perubahan modal pada tahun 2007 T t = jumlah wisatawan pada tahun 2007 orang
E t = luasan terumbu karang pada tahun 2007 km
2
C t = jumlah modal investasi untuk kegiatan wisata bahari tahun 2007 Rp
E
= kualitas maksimum kawasan menjadi daya tarik konstan
E
= separuh dari nilai titik jenuh kualitas kawasan menjadi daya tarik relatif
Konteks Kerentanan:
Kecenderungan Goncangan
Musim
Aset Livelihood:
Sumberdaya manusia Sumberdaya alam
Ekonomi Sosial
Fisik infrastruktur
Struktur dan
Proses Strategi
Livelihood
Hasil Livelihood: Rencana Pengelolaan Kegiatan Budidaya Rumput Laut
Gambar 9 Kerangka kerja dalam CLSA.
8
C
= modal maksimum yang digunakan
C
= separuh dari nilai titik jenuh modal = pengaruh jumlah wisatawan pada tahun 2007
r
= laju pertumbuhan terumbu karang
K
= daya dukung
β
= pengaruh modal yang diinvestasikan terhadap kualitas lingkungan pada tahun 2007
γ
= pengaruh jumlah wisatawan terhadap lingkungan pada tahun 2007 = nilai penyusutan
= nilai investasi yang diberikan untuk setiap wisatawan
a
= nilai daya tarik lokasi alternatif
4.4.3 Analisis Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dianalisis secara deskriptif dengan cara pemberian bobot untuk menentukan tingkat partisipasi berdasarkan bentuk
partisipasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, perolehan manfaat sampai pada evaluasi dan pengawasan. Hasil pembobotan kemudian ditabulasi dan
jumlahnya dinyatakan dengan persentase. Partisipasi dinilai pada setiap model pengelolaan sumberdaya, yaitu partisipasi nelayan tangkap, pembudidaya
rumput laut dan pengelola wisata. Pembobotan berdasarkan pada skala Likert, yaitu rendah diberi bobot satu, sedang diberi bobot dua dan tinggi diberi bobot
tiga. Untuk menentukan tingkat partisipasi dari nelayan tangkap, pembudidaya rumput laut dan pengelola wisata menggunakan interval kelas dari Djarwanto
1993, dengan rumus kriteria sebagai berikut: Interval kelas =
Range k
dimana: range = selisih antara nilai tertinggi dengan terendah
k = jumlah kelas atau kriteria ditentukan 3 kriteria, yaitu: rendah,
sedang dan tinggi
4.4.4 Analisis Multi Kriteria
Analisis Multi Criteria Decision Making MCDM digunakan untuk menentukan prioritas pengelolaan SDL Gugus Pulau Kaledupa dengan
mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan yang menjadi karakteristik wilayah tersebut, berdasarkan pilihan alternatif
terbaik. Pendekatan MCDM telah banyak dikembangkan dan dapat mengakomodasi berbagai kriteria yang dihadapi dan relevan dalam
pengambilan keputusan, tanpa harus mengkonversikan kepengukuran moneter dan proses normalisasi.
Tahapan-tahapan dalam analisis MCDM dengan menggunakan teknik SMART adalah:
1 Menentukan kriteria dan alternatif yang digunakan dalam pengelolaan SDL di wilayah GPK
2 Menyusun struktur hirarki pengelolaan SDL di wilayah GPK, mulai dari tujuan pengelolaan, kriteria, sub kriteria sampai pada alternatif yang
relevan dalam pengelolaan SDL di wilayah GPK 3 Menentukan pengukuran numerik bobot terhadap kriteria, sub kriteria
dan alternatif 4 Memproses nilai numerik bobot guna memperoleh alternatif terbaik.
Secara umum struktur MCDM disusun berdasarkan matriks yang telah diadopsi dari AHP Analytical Hierarchy Process, dimana bobot
suatu alternatif dengan kriteria yang harus diambil berdasarkan tabel matriks dibawah ini.
Tabel 3 Keputusan dalam model analisis multikriteria
Kriteria -j C
1
C
2
c
3
... c
m
B ob o t- j W
1
W
2
w
3
... w
m
a
1
X
11
X
12
X
13
... X
1m
a
2
X
21
X
22
X
23
... X
2m
a
3
X
31
X
32
X
33
... X
3m
. .
. .
... .
a
n
X
n1
X
n2
X
n3
... X
nm
Keterangan :
A
1
i = 1,2,3,...m : alternatif pilihan yang ada
C
1
j = 1,2,3,...n : Kriteria dengan bobot W
j
a
12
i = 1...m; j= 1...n : pengukuran keragaan dari satu alternatif A berdasarkan kriteria C;
Dalam analisis MCDM ini ditentukan beberapa kriteria sebagai berikut: a Kriteria ekonomi, terdiri atas sub kriteria: pendapatan masyarakat dan
sumbangan pendapatan asli daerah PAD. b Kriteria sosial budaya, terdiri atas sub kriteria: penyerapan tenaga kerja dan
partisipasi masyarakat.
9
10 c Kriteria kelembagaan, terdiri atas sub kriteria: keberadaan lembaga lokal dan
aturan pengelolaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik SMART Simple
Multi Attribute Rating Technique. Teknik SMART merupakan keseluruhan proses dari peratingan alternatif-alternatif dan pembobotan dari atribut yang
ada. Selanjutnya analisis yang ada digabung menjadi satu dengan
mengagregasi dengan membuat rata-rata geometrik faktor-faktor yang menjadi pembatas setiap pemanfaatan sumberdaya dengan formula:
γ =
π
Si
1n
dimana: γ = Rata-rata geometrik, dimana n = 16 jumlah stakeholders
sehingga persamaan menjadi: γ =
√
S
1
x S
2
Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan penentuan prioritas pengelolaan sumberdaya laut di wilayah Gugus Pulau Kaledupa dilakukan
dengan metode scoring atau pembobotan yang merupakan penyatuan dari berbagai parameter terkait. Sementara itu skor yang digunakan untuk penilaian
terhadap elemen-elemen yang diteliti, dinyatakan secara numerik skala 1 hingga 9 dengan mengunakan skala Saaty 1991, seperti dijabarkan pada
Tabel 4.
Tabel 4 Penilaian terhadap elemen-elemen permasalahan
Skala Perbandingan Numerik Definisi Verbal
1 Tidak penting
3 Sedikit lebih penting
5 Jelas lebih penting
7 Sangat jelas lebih penting
9 Mutlak lebih penting
2, 4, 6, 8 Merupakan nilai-nilai diantara dua
pertimbangan yang berdekatan ragu-ragu Sumber: Saaty, 1991
4.5 Definisi Operasional
Beberapa konsep, istilah dan pengertian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Keberlanjutan adalah pertimbangan kepentingan untuk jangka panjang dengan memasukkan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan dalam
konsep pembangunan berkelanjutan sustainable development. 2. Masyarakat sekitar adalah masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya
pulau-pulau kecil di Gugus Pulau Kaledupa baik secara langsung maupun tidak langsung, terdiri dari nelayan tangkap, pembudidaya rumput laut dan
pengelola wisata. 3. Stakeholders adalah pihak yang berkepentingan berhubungan langsung
dengan pengelolaan sumberdaya laut yang terdapat pada pulau-pulau kecil di wilayah Gugus Pulau Kaledupa, berupa lembaga pemerintah atau
swasta maupun perorangan. 4. Partisipasi
masyarakat adalah
keikutsertaan masyarakat
dalam pengelolaan sumberdaya laut untuk kegiatan perikanan tangkap, budi daya
rumput laut dan wisata bahari. 5. Bentuk partisipasi adalah keikutsertaan responden dalam pengelolaan
sumberdaya. Keikutsertaan tersebut dalam bentuk mengikuti setiap tahap kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, perolehan manfaat
hingga evaluasi dan pengawasan. 6. Tingkat partisipasi adalah intensitas keikutsertaan responden dalam
kegiatan pengelolaan sumberdaya laut. Terdiri dari tingkat partisipasi rendah, partisipasi sedang dan partisipasi tinggi.
4.6 Matriks Pendekatan Penelitian
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dibuat matriks pendekatan penelitian sebagai berikut:
Tabel 5 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
No. Tujuan Penelitian
Metode Analisis Sumber
Data
1. Menggambarkan kondisi umum wilayah Analisis deskriptif
Sekunder 2. Menganalisis kondisi keberlanjutan
pengelolaan sumberdaya PPK yang selama ini dilakukan di wilayah Gugus
Pulau Kaledupa - Analisis model
ekonomi antar generasi OLG
- Coastal Livelihood System Analysis
CLSA - Model minimal
ekowisata bahari Primer dan
Sekunder
3. Menganalisis partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya PPK di
wilayah Gugus Pulau Kaledupa Tabulasi dan Analisis
deskriptif Primer dan
Sekunder 4. Memformulasikan model pengelolaan
sumberdaya Gugus Pulau Kaledupa yang berkelanjutan dan berbasis
partisipasi masyarakat Analisis Multi Criteria
Desicion Making MCDM
Primer dan Sekunder
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian