Phenol Resorsinol Formaldehida PRF Metode Statistik untuk Mengepas Kurva Beban-Deformasi

menggunakan baut dan paku. Tekanan yang dibutuhkan pada saat pengempaan adalah 0,7 Nmm² selama 12 jam. Pembuatan balok I-joist memiliki beberapa keunggulan, antara lain: a sifat balok I-joist dapat direkayasa sesuai dengan tujuan penggunaan, b bahan baku dimanfaatkan secara efisien, c meminimumkan pengaruh cacat, d menghasilkan produk dengan bentuk yang lebih lurus dan dimensi yang stabil, e meningkatkan kualitas dari lamina penyusun, f dapat dimanfaatkan untuk bahan kostruksi.

2.3. Phenol Resorsinol Formaldehida PRF

Phenol resorsinol formaldehida adalah salah satu jenis perekat sintesis yang terdiri dari campuran fenol, resorsinol, dan formaldehida. Komposisi campuran antara phenol, resorsinol, dan formaldehida berdasarkan berat berturut- turut 1,25:1,25:0,33 Blomquist et al 1981. Perekat ini telah beredar di perdagangan dan pernah diujikan oleh Santoso 2000. Tabel 1 Spesifikasi perekat PRF No. Pengujian Spesifikasi PRF 1. Keadaan Warna coklat sampai hitam, berbau khas 2. Bahan Asing Tidak ada 3. Waktu Tergelatinasi menit 85 4. Kadar resin padat 57,03 5. Viskositas 25 ± 1ºC poise 3,4 6. Keasaman pH 8,0 7. Bobot jenis 1,15 8. Formaldehida bebas 0,04 PRF termasuk dalam jenis perekat thermosetting yaitu perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan bantuan katalisator atau hardener dan bersifat irreversible. Perekat ini dapat mengeras pada suhu ruangan dan sedang Carney 1978. Oleh karena itu, perekat ini dapat diaplikasikan untuk pengempaan dingin. Pada umumnya, perekat ini digunakan sebagai perekat eksterior karena sifatnya yang lebih tahan air dan dapat pula digunakan untuk interior. Perekat ini dapat digunakan untuk mengikat komponen bangunan seperti sambungan jari, balok bentuk I, panel sandwich, dan sebagainya. Namun hal yang harus diperhatikan untuk perekat ini adalah membutuhkan waktu yang lama pada proses perekatan dimana akan tercipta pada suhu 21ºC 70ºF.

2.4. Momen Inersia Second Moment

2.4.1. Definisi Moment Inersia Second Moment

Momen inersia adalah nilai yang menggambarkan sifat penampang. Momen inersia besar perannya untuk perencanaan balok terlentur. Momen inersia dari suatu penampang harus diambil terhadap sumbu yang melalui centroid penampang tadi. Centroid adalah titik berat benda. Besarnya momen inersia dari suatu elemen penampang terhadap sumbu yang sebidang dengan elemen tersebut adalah hasil kali dari luas elemen dengan kuadrat jarak antara elemen dengan sumbu tertentu Nash 1977. Momen Inersia elemen luas terhadap sumbu-x adalah dlx = y 2 da. Sedangkan momen inersia elemen luas terhadap sumbu-y besarnya adalah dIy = x 2 da.

2.4.2. Momen Inersia

Second Moment Penampang Tertentu Momen inersia suatu penampang tertentu terhadap satu sumbu yang sebidang besarnya sama dengan penjumlahan momen inersia dari seluruh elemen pembentuk penampang terhadap masing-masing sumbu yang dimaksud Nash 1977. a. Momen inersia penampang terhadap sumbu-x Ix: Ix = ∫d Ix = ∫ y² da b. Momen inersia penampang terhadap sumbu-y Iy Iy = ∫d Iy = ∫ x² da Satuan dari momen Inersia tersebut adalah pangkat-4 dari satuan panjang mm 4 atau m 4 . 2 p s l d p a b 2 s S

2.4.3. Dalil Par

Dalil penampang sumbu sejaj luas penamp dapat digun pada sumbu a. Mom Ix = b. Mom Iy =

2.4.4. Mom

Nash sebagai berik Sehingga da I XG adalah l Sumbu S allel Axis Th Sumbu Sej terhadap su ar yang mel pang dengan nakan untuk -x dan sumb men inersia p Ixc + Ay 1 2 men inersia p Iyc + Ax 1 2 men inersia h 1977 m kut: Gam ari gambar te Sejajar Mo Theorem for S jajar momen uatu sumbu lalui centroid n pangkat du penampang bu-y masing- penampang t 2 penampang t 2 pada Balok mengemukaka mbar 1 Mom ersebut dida Ix G omen Iners Second Mom n inersia a adalah sama d penampan ua jarak anta g lintang ya -masing diny terhadap sum terhadap sum k Utuh an bahwa m men inersia pa apatkan rumu = 1 12 b sia pada P ment dalah mom a dengan m ng tadi, ditam ara kedua su ng tidak sim yatakan deng mbu-x Ix: mbu-y Iy momen ine ada balok ut us momen in bh 3 x y dy Penampang men inersia momen inersi mbah dengan umbu sejaja metris. Mom gan rsia pada b tuh. nersia pada x G Tertentu dari suatu ia terhadap n hasil kali ar . Dalil ini men inersia balok utuh balok utuh

2.5. Tegangan pada Balok Lentur

2.5.1. Tegangan Normal σ

Tegangan normal σ balok yang mempunyai bidang longitudinal yang simetris persamaannya: σ = tegangan normal M =Momen Lentur y = jarak dengan sumbu netral I = Momen Inersia Besarnya tegangan normal berubah dari nol pada sumbu netral dan mencapai batas maksimum pada bagian serat terluar balok Nash 1977. Tegangan normal maksimum balok harus lebih kecil daripada keteguhan lentur balok itu sendiri S Ri agar tidak terjadi kerusakan. Keteguhan lentur dilambangkan dengan MOR. MOR adalah ukuran kemampuan suatu benda menahan beban lentur sampai mengalami kerusakan.

2.5.2. Tegangan Geser pada Balok V

Pada balok lentur terjadi gaya geser V pada cross-section dan tegangan geser horizontal Nash 1977. Besarnya tegangan geser horizontal sebanding dengan besarnya gaya geser. Gambar 2, y ialah jarak terhadap sumbu netral, I ialah momen inersia di seluruh cross-section, y o ialah jarak serat tertentu dari sumbu netral, dan b ialah lebar balok, sehingga persamaannya: Gambar 2 Gaya geser pada balok. c b N.A yo

2.6. Defleksi pada Balok Lentur

2.6.1. Definisi Defleksi Balok

Balok yang diberi beban akan mengalami perubahan bentuk. Perubahan bentuk tersebut dapat berupa lendutan Nash 1977. Defleksi atau lendutan adalah perubahan bentuk dari kedudukan semula. Kedudukan semula yaitu bentuknya mula-mula tanpa diberi beban.

2.6.2. Persamaan Diferensial Defleksi Balok Pembebanan Gaya Lateral

Nash 1977 menyatakan bahwa momen lentur M terjadi pada cross- section, R merupakan radius lekukan antara bagian yang mengalami defleksi dengan permukaan netral, E modulus elastisitas, dan I merupakan momen inersia, maka dapat dituliskan persamaan Untuk menggambarkan lendutan yang terjadi dari garis netral pada balok terlentur, maka persamaan lain dapat ditulis: Lendutan pada suatu titik yang mengakibatkan perubahan bentuk atau deformasi terhadap permukaan netral. Persamaan lendutan dapat ditulis dengan cara kalkulus diferensial dydx digunakan untuk kemiringan yang terdapat pada lenturan di titik tertentu. Dan untuk defleksi yang kecil menggunakan asumsi bahwa maka untuk defleksi yang ukurannya kecil small deflection persamaannya menjadi

2.7. Metode Statistik untuk Mengepas Kurva Beban-Deformasi

Metode statistik untuk mengepas kurva beban-deformasi adalah metode perhitungan untuk menentukan batas elastis secara objektif. Selama ini, penentuan batas elastis selalu subjektif dimana hanya memanfaatkan bagian linear saja dan membuang wilayah lainnya. Pada metode baru yang disajikan pada Bahtiar 2008a, pengepasan kurva beban-deformasi lebih objektif karena memanfaatkan kedua bagian dari kurva sehingga kurva beban deformasi menjadi kurva yang menerus. Pengepasan ini sangat berguna dalam menentukan nilai MOE. MOE adalah nilai yang menggambarkan kemampuan kayu untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban. Dua bagian yang dimanfaatkan adalah bagian kurva linear dan bagian kurva kuadratik. Titik pertemuan antara kedua bagian tersebut disebut dengan batas elastis atau disebut juga batas proporsi. Di bawah batas elastis, kayu yang diberi beban dapat kembali ke bentuknya semula dan digambarkan dengan persamaan linear berikut ini: P = β + β 1 Δ Sedangkan di atas batas elastis, kayu yang diberi beban akan mengalami deformasi permanen ataupun dapat terjadi kerusakan. Bagian tersebut digambarkan dengan persamaan kuadratik berikut ini: P = β 2 + β 3 Δ + β 4 Δ² Dimana, P = Beban Δ = deformasi Β 0,1,2,… = koefisien regresi Apabila data deformasi aktual dikategorikan dalam dua komponen yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis maka dapat dikatakan: Δ = Δ e + Δ p Deformasi plastis bernilai nol ketika kurang dari atau sama dengan batas elastis. Hal tersebut dikarenakan pada saat itu deformasi plastis belum terjadi dan deformasi yang terjadi adalah deformasi elastis. Deformasi elastis bernilai maksimum terjadi tepat pada batas elastis dan konstan setelah batas tersebut. Deformasi plastis terjadi di atas batas elastis dimana besarnya sama dengan selisih antara deformasi aktual dengan deformasi elastis maksimum. Tabel 2 Contoh penyajian data pada kurva beban-deformasi P Δ Δ e Δ p Δp² 84,79 3,92 3,92 0 0 86,22 3,97 3,97 0 0 87,68 4,03 4,03 0 0 Batas Elastis 89,11 4,08 4,08 0 0 90,48 4,14 4,14 0,05 0,002 91,92 4,19 4,14 0,11 0,01 93,27 4,25 4,14 0,16 0,03 94,67 4,30 4,14 0,22 0,05 96,05 4,36 4,14 0,28 0,08 Dari Tabel 2 didapat satu persamaan tunggal yaitu: P = β 5 + β 6 Δ e + β 7 Δ p + β 8 Δ² p Jika diasumsi gabungan kurva linear dan kurva kuadratik merupakan kurva menerus dan tidak patah, maka dapat dikatakan batas elastis adalah titik singgung kurva linear dan kurva kuadratik sehingga β 6 = β 7. Selanjutnya didapat persamaan baru yaitu model tunggal optimal yang secara teoritis mampu menggabungkan dua persamaan pada kurva beban deformasi. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut: P = β 5 + β 6 Δ e + Δ p + β 8 Δ² p = β 5 + β 6 Δ + β 8 Δ² p

2.8. Metode Transformed Cross Section