Pengembangan Teori Lentur pada Glulam I-joist dan Verifikasi Empirisnya

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kayu sampai saat ini masih banyak dicari dan dibutuhkan orang terutama digunakan sebagai salah satu bahan konstruksi bangunan. Dengan sifat dasar kayu sebagai sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) apabila dikelola dan diusahakan dengan baik, mudah diproses untuk dijadikan barang lain dan sifat elastis, ulet serta mempunyai ketahanan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar serat, bahan ini memiliki kelebihan yang tidak dimiliki bahan-bahan baja, beton atau bahan lain yang dibuat manusia.

Kayu pada konstruksi umumnya digunakan untuk menerima beban lentur dimana tegangan normal, tegangan geser, dan perubahan bentuk berupa lendutan

(defleksi) merupakan reaksi yang timbul akibat pembebanan tersebut. Untuk menahan beban lentur, kayu harus memiliki keteguhan lentur MOR (modulus of rupture) lebih besar daripada tegangan lentur atau tegangan normal yang terjadi. Modulus geser digunakan untuk mengatasi tegangan geser. Sedangkan untuk mengatasi defleksi pada balok lentur maka digunakan modulus elastisitas lentur (MOE atau modulus of elasticity). Modulus elastisitas lentur merupakan pendekatan bagi modulus elastisitas tekan arah longitudinal.

Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan jaman dan terbatasnya kayu berdiameter besar, kebutuhan bahan baku yang berdimensi besar untuk konstruksi menyebabkan pengembangan teknologi untuk mencari menciptakan suatu produk rekayasa berbahan baku kayu. Salah satu contoh produk tersebut adalah Glue Laminated atau “Glulam” yang merupakan kayu rekayasa, terdiri dari lapisan kayu (lamina) yang direkatkan dengan arah serat sejajar satu dengan yang lainnya sehingga membentuk balok struktural berukuran besar. Glulam bertujuan untuk memanfaatkan kayu berukuran kecil dengan kualitas rendah sehingga diperoleh produk kayu komposit dengan kualitas lebih baik daripada kayu solid berukuran sama.


(2)

Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari penjelasan secara empiris berdasarkan teori yang ada, bagaimana setiap lamina memberi sumbangan dalam menentukan kekuatan glulam dalam menahan beban lentur. Penjelasan secara teoritis mengenai kekuatan gulam telah dibahas oleh Bahtiar (2008). Pada penelitian ini glulam dibentuk dari lapisan lamina kayu Karet dimana variasi sifat mekanis lamina-lamina termasuk modulus elastisitas (MOE) dan keteguhan lenturnya (MOR). Penentuan sifat mekanis (MOE dan MOR) dari glulam diturunkan berdasarkan kurva beban-deformasi yang dibentuk dari titik-titik data hasil pengujian mekanis yaitu ketika beban diberikan secara kontinu dan deformasi dicatat berdasarkan beban yang terjadi.

Transformed cross section merupakan salah satu teori tidak taat azas dalam penentuan nilai tunggal dari MOE dan MOR glulam dengan cara mentransformasi luas penampang lamina penyusunnya. Dalam penelitian ini, aplikasi metode perhitungan baru berdasarkan geometri analisis pada glulam berbahan baku kayu Karet dengan pembebanan lentur diuji untuk mengembangkan persamaan lentur statis pada glulam yang taat azas terhadap ilmu dasar dan selanjutnya memprediksi nilai MOE dan MOR glulam berdasarkan sifat lamina penyusunnya.

1.2. Tujuan

1. Mengaplikasikan metode perhitungan MOE baru berdasarkan kurva beban-deformasi yang disajikan oleh Bahtiar (2008a) terhadap contoh kecil lamina penyusun glulam.

2. Membandingkan hasil perhitungan lentur statis kayu antara metode konvensional dengan metode Bahtiar (2008a).

3. Memprediksi nilai MOE dan MOR lamina penyusun glulam menggunakan metode perhitungan dari Bahtiar (2008b) yang telah dimodifikasi sesuai dengan bentuk penampangnya dan melakukan uji empiris atas glulam yang dibuat.

4. Memverifikasi metode perhitungan baru dengan metode yang telah ada yaitu transformed cross section.


(3)

1.3. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan formula perhitungan baru secara empiris sehingga menghasilkan teori lentur statis glulam yang runut dan taat azas. Melalui verifikasi ini, maka produsen glulam dapat menghasilkan glulam secara lebih efisien dengan cara mengatur lapisan lamina penyusunnya dimana sifat produk tersebut dapat diprediksi bahkan sebelum diproduksi.


(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Kayu Karet (Hevea brasiliensis)

Kayu Karet (Hevea brasilensis) termasuk dalam golongan kayu daun lebar/ kayu berpori (hardwood/porous wood) dari famili Euphorbiaceae. Menurut Oey Djoen Seng (1990), berat jenis kayu karet adalah 0,55-0,70 dengan rata-rata 0,61. Kayu karet termasuk dalam kelas awet V dan kelas kuat II-III. Hal ini berarti kayu karet setara dengan kayu hutan alam seperti kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian, ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh. Pori-pori kayu karet berbentuk bulat dimana sebagian berisi tilosis, sebagian soliter (60%) dan sisanya bergabung 2 - 5 pori dalam arah radial (Coto 1987).

Kayu karet memiliki beberapa kelebihan antara lain warna yang menarik dan penampilannya cukup dekoratif dimana teksturnya mirip dengan kayu ramin. Penyusutan kayu karet sangat kecil dan memiliki sifat khas yaitu perubahan warnanya yang putih kekuningan ketika baru dipotong, dan akan menjadi kuning pucat seperti warna jerami setelah dikeringkan. Dalam pengerjaannya, kayu karet mudah digergaji, permukaan gergajinya cukup halus, serta mudah dibubut dengan menghasilkan permukaan yang rata dan halus. Kayu karet juga mudah dipaku, dan mempunyai karakteristik perekatan yang baik dengan semua jenis perekat. Namun, adanya butiran latex dengan kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi sehingga mudah terserang jamur (blue strain), mudah terserang serangga pembuat lubang (borer), dan mudah terkena oksidasi. Oleh karena itu, pengerjaan kayu karet harus segera dilakukan setelah penebangan.

Pemanfaatan kayu karet dapat berupa kayu gelondongan (log) dengan diameter 20 cm ke atas dipergunakan sebagai kayu gergajian (Boerhendhy et al.

2003). Kayu ini memiliki potensi yang cukup besar karena dalam lahan perkebunan seluas 3,4 juta ha mampu menyediakan kayu karet sebesar 31,4 m3/tahun (Nurhayati et al. 2006). Sayangnya, secara nasional pemanfaatan kayu


(5)

karet sebagai bahan industri kayu di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara penghasil karet seperti Thailand, Malaysia, dan India.

2.2. Balok Laminasi Bentuk I

Balok laminasi (glue laminated lumber) adalah dua atau lebih lapisan kayu yang disusun secara sejajar dan digabungkan dengan perekat. Salah satu jenis balok laminasi adalah balok laminasi dengan bentuk penampang I atau balok laminasi I-joist. Balok ini umumnya digunakan dalam konstruksi bangunan.

Balok laminasi I-joist memiliki bentuk penampang seperti huruf “I”. Bagian atas dan bawah balok I disebut dengan sayap atau flange. Bagian tengah balok I disebut dengan porsi tegak atau tubuh atau web. Proses pembuatan glulam diatur dalam BS (British Standard) 4169.

Lapisan kayu penyusun balok laminasi disebut dengan lamina. Lamina yang digunakan dapat beragam jenis, jumlah, ukuran, bentuk maupun ketebalannya. Pada umumnya, tebal lamina ialah 1,9 cm sampai 3,8 cm. lamina yang digunakan harus dikeringkan hingga mencapai kadar air 12-15 persen kemudian dipilah. Cacat tidak terlalu dipermasalahkan dalam lamina karena daerah penampang melintang (cross section) setiap lamina dibandingkan dengan seluruh daerah dari glulam. Lamina pada arah panjang dapat disambung dengan

finger joint dan sambungan serong (1:12). Jika sambungan bergeser maka pengurangan kekuatan untuk seluruh balok sangat kecil dan dapat diabaikan (Yap 1997).

Salah satu cara penyambungan bagian sayap dengan tengah adalah dengan menggunakan perekat. Pada umumnya pelaburan perekat diberikan pada kedua permukaan. Perekatan harus dilakukan segera setelah penyerutan untuk mencegah terjadinya case hardening dan menurunnya efektifitas perekat. Perekat yang dapat digunakan untuk glulam seperti Urea Formaldehida atau resorsinol formaldehida, tergantung pada tujuan penggunaan.

Salah satu penentu keberhasilan perekatan adalah pengempaan. Menurut Yap (1997), ada tiga alat pengempaan menurut urutan kesempurnaannya yaitu mesin penekan hydrolis, alat pengapit dengan baut dan sekrup (klem), dan dengan


(6)

menggunakan baut dan paku. Tekanan yang dibutuhkan pada saat pengempaan adalah 0,7 N/mm² selama 12 jam.

Pembuatan balok I-joist memiliki beberapa keunggulan, antara lain: a) sifat balok I-joist dapat direkayasa sesuai dengan tujuan penggunaan, b) bahan baku dimanfaatkan secara efisien,

c) meminimumkan pengaruh cacat,

d) menghasilkan produk dengan bentuk yang lebih lurus dan dimensi yang stabil,

e) meningkatkan kualitas dari lamina penyusun, f) dapat dimanfaatkan untuk bahan kostruksi.

2.3. Phenol Resorsinol Formaldehida (PRF)

Phenol resorsinol formaldehida adalah salah satu jenis perekat sintesis yang terdiri dari campuran fenol, resorsinol, dan formaldehida. Komposisi campuran antara phenol, resorsinol, dan formaldehida berdasarkan berat berturut-turut 1,25:1,25:0,33 (Blomquist et al 1981). Perekat ini telah beredar di perdagangan dan pernah diujikan oleh Santoso (2000).

Tabel 1 Spesifikasi perekat PRF

No. Pengujian Spesifikasi PRF

1. Keadaan Warna coklat sampai hitam, berbau khas

2. Bahan Asing Tidak ada

3. Waktu Tergelatinasi (menit) 85

4. Kadar resin padat (%) 57,03

5. Viskositas (25 ± 1ºC) (poise) 3,4

6. Keasaman (pH) 8,0

7. Bobot jenis 1,15

8. Formaldehida bebas 0,04

PRF termasuk dalam jenis perekat thermosetting yaitu perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan bantuan katalisator atau

hardener dan bersifat irreversible. Perekat ini dapat mengeras pada suhu ruangan dan sedang (Carney 1978). Oleh karena itu, perekat ini dapat diaplikasikan untuk pengempaan dingin.


(7)

Pada umumnya, perekat ini digunakan sebagai perekat eksterior (karena sifatnya yang lebih tahan air) dan dapat pula digunakan untuk interior. Perekat ini dapat digunakan untuk mengikat komponen bangunan seperti sambungan jari, balok bentuk I, panel sandwich, dan sebagainya. Namun hal yang harus diperhatikan untuk perekat ini adalah membutuhkan waktu yang lama pada proses perekatan dimana akan tercipta pada suhu 21ºC (70ºF).

2.4. Momen Inersia (Second Moment)

2.4.1. Definisi Moment Inersia (Second Moment)

Momen inersia adalah nilai yang menggambarkan sifat penampang. Momen inersia besar perannya untuk perencanaan balok terlentur. Momen inersia dari suatu penampang harus diambil terhadap sumbu yang melalui centroid penampang tadi. Centroid adalah titik berat benda. Besarnya momen inersia dari suatu elemen penampang terhadap sumbu yang sebidang dengan elemen tersebut adalah hasil kali dari luas elemen dengan kuadrat jarak antara elemen dengan sumbu tertentu (Nash 1977). Momen Inersia elemen luas terhadap sumbu-x adalah

dlx = y2 da. Sedangkan momen inersia elemen luas terhadap sumbu-y besarnya adalah dIy = x2 da.

2.4.2. Momen Inersia (Second Moment) Penampang Tertentu

Momen inersia suatu penampang tertentu terhadap satu sumbu yang sebidang besarnya sama dengan penjumlahan momen inersia dari seluruh elemen pembentuk penampang terhadap masing-masing sumbu yang dimaksud (Nash 1977).

a. Momen inersia penampang terhadap sumbu-x (Ix):

Ix = ∫d Ix = ∫ y² da

b. Momen inersia penampang terhadap sumbu-y (Iy)

Iy = ∫d Iy = ∫x² da

Satuan dari momen Inersia tersebut adalah pangkat-4 dari satuan panjang (mm4 atau m4).


(8)

2 p s l d p a b 2 s S ( 2.4.3. Dalil (Par Dalil penampang sumbu sejaj luas penamp dapat digun pada sumbu a. Mom Ix = b. Mom Iy = 2.4.4. Mom Nash sebagai berik Sehingga da (IXG) adalah

l Sumbu S allel Axis Th Sumbu Sej terhadap su ar yang mel pang dengan nakan untuk -x dan sumb men inersia p

Ixc + A(y1)2 men inersia p

Iyc + A(x1)2

men inersia h (1977) m

kut:

Gam

ari gambar te

Sejajar Mo Theorem for S

jajar momen uatu sumbu

lalui centroid n pangkat du penampang bu-y masing-penampang t 2 penampang t 2 pada Balok mengemukaka

mbar 1 Mom

ersebut dida

IxG

omen Iners Second Mom n inersia a

adalah sama d penampan ua jarak anta g lintang ya

-masing diny terhadap sum

terhadap sum

k Utuh an bahwa m

men inersia pa

apatkan rumu

= 1

12

b

sia pada P ment)

dalah mom a dengan m ng tadi, ditam

ara kedua su ng tidak sim yatakan deng mbu-x (Ix):

mbu-y (Iy)

momen ine

ada balok ut

us momen in

bh3 x y dy Penampang men inersia momen inersi mbah dengan umbu sejaja metris. Mom gan

rsia pada b

tuh. nersia pada xG Tertentu dari suatu ia terhadap n hasil kali ar. Dalil ini men inersia

balok utuh


(9)

2.5. Tegangan pada Balok Lentur 2.5.1. Tegangan Normal (σ)

Tegangan normal (σ) balok yang mempunyai bidang longitudinal yang simetris persamaannya:

σ = tegangan normal

M =Momen Lentur

y = jarak dengan sumbu netral

I = Momen Inersia

Besarnya tegangan normal berubah dari nol pada sumbu netral dan mencapai batas maksimum pada bagian serat terluar balok (Nash 1977). Tegangan normal maksimum balok harus lebih kecil daripada keteguhan lentur balok itu sendiri (SRi//) agar tidak terjadi kerusakan. Keteguhan lentur dilambangkan dengan

MOR. MOR adalah ukuran kemampuan suatu benda menahan beban lentur sampai mengalami kerusakan.

2.5.2. Tegangan Geser pada Balok (V)

Pada balok lentur terjadi gaya geser (V) pada cross-section dan tegangan geser horizontal ( ) (Nash 1977). Besarnya tegangan geser horizontal ( ) sebanding dengan besarnya gaya geser. Gambar 2, y ialah jarak terhadap sumbu netral, I ialah momen inersia di seluruh cross-section, yoialah jarak serat tertentu dari sumbu netral, dan b ialah lebar balok, sehingga persamaannya:

Gambar 2 Gaya geser pada balok.

c

b


(10)

2.6. Defleksi pada Balok Lentur 2.6.1. Definisi Defleksi Balok

Balok yang diberi beban akan mengalami perubahan bentuk. Perubahan bentuk tersebut dapat berupa lendutan (Nash 1977). Defleksi atau lendutan adalah perubahan bentuk dari kedudukan semula. Kedudukan semula yaitu bentuknya mula-mula tanpa diberi beban.

2.6.2. Persamaan Diferensial Defleksi Balok Pembebanan Gaya Lateral Nash (1977) menyatakan bahwa momen lentur M terjadi pada cross- section, R merupakan radius lekukan antara bagian yang mengalami defleksi dengan permukaan netral, E modulus elastisitas, dan I merupakan momen inersia, maka dapat dituliskan persamaan

Untuk menggambarkan lendutan yang terjadi dari garis netral pada balok terlentur, maka persamaan lain dapat ditulis:

Lendutan pada suatu titik yang mengakibatkan perubahan bentuk atau deformasi terhadap permukaan netral. Persamaan lendutan dapat ditulis dengan cara kalkulus diferensial

/

/ /

dy/dx digunakan untuk kemiringan yang terdapat pada lenturan di titik tertentu. Dan untuk defleksi yang kecil menggunakan asumsi bahwa

maka untuk defleksi yang ukurannya kecil (small deflection) persamaannya menjadi


(11)

2.7. Metode Statistik untuk Mengepas Kurva Beban-Deformasi

Metode statistik untuk mengepas kurva beban-deformasi adalah metode perhitungan untuk menentukan batas elastis secara objektif. Selama ini, penentuan batas elastis selalu subjektif dimana hanya memanfaatkan bagian linear saja dan membuang wilayah lainnya. Pada metode baru yang disajikan pada Bahtiar (2008a), pengepasan kurva beban-deformasi lebih objektif karena memanfaatkan kedua bagian dari kurva sehingga kurva beban deformasi menjadi kurva yang menerus. Pengepasan ini sangat berguna dalam menentukan nilai MOE. MOE adalah nilai yang menggambarkan kemampuan kayu untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban.

Dua bagian yang dimanfaatkan adalah bagian kurva linear dan bagian kurva kuadratik. Titik pertemuan antara kedua bagian tersebut disebut dengan batas elastis atau disebut juga batas proporsi. Di bawah batas elastis, kayu yang diberi beban dapat kembali ke bentuknya semula dan digambarkan dengan persamaan linear berikut ini:

P = β0 + β1 Δ

Sedangkan di atas batas elastis, kayu yang diberi beban akan mengalami deformasi permanen ataupun dapat terjadi kerusakan. Bagian tersebut digambarkan dengan persamaan kuadratik berikut ini:

P = β2 + β3Δ+ β4Δ²

Dimana, P = Beban Δ = deformasi Β0,1,2,… = koefisien regresi

Apabila data deformasi aktual dikategorikan dalam dua komponen yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis maka dapat dikatakan:

Δ = Δe + Δp

Deformasi plastis bernilai nol ketika kurang dari atau sama dengan batas elastis. Hal tersebut dikarenakan pada saat itu deformasi plastis belum terjadi dan deformasi yang terjadi adalah deformasi elastis. Deformasi elastis bernilai maksimum terjadi tepat pada batas elastis dan konstan setelah batas tersebut. Deformasi plastis terjadi di atas batas elastis dimana besarnya sama dengan selisih antara deformasi aktual dengan deformasi elastis maksimum.


(12)

Tabel 2 Contoh penyajian data pada kurva beban-deformasi

P Δ Δe Δp Δp²

84,79 3,92 3,92 0 0

86,22 3,97 3,97 0 0

87,68 4,03 4,03 0 0

Batas Elastis 89,11 4,08 4,08 0 0

90,48 4,14 4,14 0,05 0,002

91,92 4,19 4,14 0,11 0,01

93,27 4,25 4,14 0,16 0,03

94,67 4,30 4,14 0,22 0,05

96,05 4,36 4,14 0,28 0,08

Dari Tabel 2 didapat satu persamaan tunggal yaitu: P = β5 + β6Δe + β7Δp + β8Δ²p

Jika diasumsi gabungan kurva linear dan kurva kuadratik merupakan kurva menerus dan tidak patah, maka dapat dikatakan batas elastis adalah titik singgung kurva linear dan kurva kuadratik sehingga β6 = β7. Selanjutnya didapat persamaan

baru yaitu model tunggal optimal yang secara teoritis mampu menggabungkan dua persamaan pada kurva beban deformasi. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

P = β5 + β6 (Δe + Δp)+ β8Δ²p = β5 + β6Δ+ β8Δ²p

2.8. Metode Transformed Cross Section

Metode transformed cross section adalah sebuah metode dimana dari nilai modulus elasitisitas berbagai macam lamina dikonversi menjadi modulus elastisitas glulam yang bernilai tunggal. Namun metode ini berasumsi pada ketergantungan sifat penampang terhadap modulus elastisitas material. Asumsi ini mengakibatan pengurangan lebar lamina dengan nilai (E1) yang kecil dan penambahan lebar lamina dengan nilai (E1) yang besar, seperti terlihat pada Gambar 3.


(13)

G t a D l n s S D c T

Gambar 3 M

(b

Lapi tetapi menur asimetris mu

Dimana wi lamina, E1 ad

Dika netral/ centr setiap lamin

Sedangkan m

Dimana I ad centroid, dan Tegangan no

Multilayer as

b) transform

san muka (f

rut Bodig d ulti lapis lam

adalah leba dalah MOE arenakan leb oid. Centroi na. Centroid d

momen iners

dalah momen n I0 adalah m

ormal didapa

symetric orth med cross sec

(face) pada an Jayne (1 mina ortotrop

ar lamina tr standar, dan ar tiap lamin d didapat de dihitung den

sia dapat ditu

I=

n inersia cro

momen iners at dengan pe

hotropic lam ction.

umunya di 993) bisa di pis, transform

E

E

n i i w w 1 1 = ransformasi n En adalah M

na berlainan engan menga ngan persam ∑ = ∑ = = n i A n i Ad c 1 1 uliskan deng ( 2 1 0 i n i id A I

= + =

oss section d sia pada bida ersamaan y Iw Mwi = σ

minate : (a) g

ipilih untuk ipilih lamina masi dihitung

pada lapis MOE lamina n maka perlu asumsi modu maan berikut: gan persama ) 2 i

dan d jarak ang netral.

geomerti

standar tra a yang mana g dengan per

ke-i, w ad a pada lapis k u ditentukan ulus elastisit an bidang netra ansformasi, apun. Pada rsamaan: dalah lebar ke-i. letak garis tas sama di


(14)

2.9. Glulam

2.9.1. Glulam Vertikal

Ada dua jenis glulam menurut arah penyusunan laminanya yaitu glulam vertikal dan glulam horizontal. Glulam vertikal adalah glulam yang menerima momen lentur sejajar muka laminasi. Dalam makalah yang ditulis oleh Bahtiar (2008a) terdapat rumus untuk menghitung modulus elasitas dan keteguhan lentur untuk glulam vertikal. Rumus tersebut diturunkan tanpa mentransformasi luas penampang lamina, sehingga persamaan yang diperoleh tetap taat azas.

Berdasarkan hasil penurunan rumus oleh Bahtiar (2008b), modulus elastisitas glulam dapat dihitung dengan rumus:

∑ ∑

Sedangkan untuk keteguhan lentur (SR) glulam sejajar muka lamina yang

diturunkan dari persamaan yang taat azas didapat rumus sebagai berikut:

²

Tegangan normal maksimum yang dialami setiap lamina harus lebih kecil daripada keteguhan lentur lamina tersebut (SRi//). Oleh karena itu, untuk menduga

nilai keteguhan lentur glulam sejak sebelum diproduksi dimana sifat-sifat laminanya telah diketahui dapat dihitung dengan rumus:

²∑ S // ; iv , , , … n

2.9.2. Glulam Horizontal

Jenis glulam yang kedua adalah glulam horizontal. Glulam horizontal adalah glulam yang menerima momen lentur tegak lurus muka laminasi. Dalam makalah yang ditulis oleh Bahtiar (2008b) terdapat rumus untuk menghitung modulus elasitas dan keteguhan lentur untuk glulam horizontal. Rumus tersebut diturunkan tanpa mentransformasi luas penampang lamina, sehingga persamaan yang diperoleh tetap taat azas.


(15)

Berdasarkan hasil penurunan rumus oleh Bahtiar (2008b), bentuk umum untuk mengitung nilai tunggal modulus elastisitas glulam dari lamina yang bervariasi sifat mekanisnya dapat dihitung dengan rumus:

Sedangkan untuk keteguhan lentur (SR) glulam sejajar muka lamina yang

diturunkan dari persamaan yang taat azas didapat rumus sebagai berikut:

Agar tidak terjadi kerusakan, maka tegangan lentur lamina harus lebih rendah daripada keteguhan lentur tiap lamina tersebut (σ ≤ SRi). Oleh karena itu, untuk

menduga nilai keteguhan lentur glulam sejak sebelum diproduksi dimana sifat-sifat laminanya telah diketahui dapat dihitung dengan rumus:

S ; i , , , … n

Namun dari rumus diatas nilai variabel y belum dapat ditentukan. Variabel y adalah jarak suatu titik terhadap garis netral. Oleh karena itu, perlu ditentukan posisi netral terlebih dahulu. Dalam Bahtiar (2008b) telah didapat rumus menentukan letak centroid/ posisi netral pada penampang berbentuk persegi.

∑ ∑ ∑


(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk Kayu Majemuk dan Laboratorium Sifat Fisik dan Mekanis Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Departemen Kehutanan, Jl. Gunung Batu Bogor-Jawa Barat. Sedangkan untuk pengujian contoh kecil bebas cacat yaitu di Laboratorium Keteknikan Kayu dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bahan dasar : Kayu karet tua (Hevea brasiliensis) yang diperoleh dari perkebunan tanaman karet tidak produktif di daerah Jawa Barat

b. Perekat : Phenol resorsinol formaldehida (PRF) untuk sambungan antar lamina dan PVAc (Polivynil Asetat) untuk sambungan jari pada satu lapisan lamina

c. Ekstender:tepung terigu

Alat yang digunakan untuk pembuatan glulam I-joist yaitu :

a. Band saw dan gergaji bundar (circular saw) untuk membelah dan memotong contoh uji

b. Mesin serut S4S (Smooth 4 sides) untuk menghaluskan permukaan c. Mesin pembentuk sambungan jari (finger joint)

d. Alat kempa dingin untuk merekatkan contoh uji e. Klem besi untuk menjepit contoh uji saat direkatkan f. Meteran

Pengujian sifat fisis menggunakan alat seperti di bawah ini: a. Timbangan elektrik untuk menimbang contoh uji


(17)

c. Desikator alat kedap udara sebagai tempat penyimpanan contoh uji setelah dioven

Untuk pengujian sifat mekanis menggunakan alat seperti di bawah ini: a. Kaliper digital untuk mengukur dimensi contoh uji

b. Universal Testing Machine merk Instron dan Baldwin untuk alat uji mekanis c. Deflektometer untuk mengukur defleksi

3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Persiapan Bahan

Log kayu karet dibelah dengan mesin band saw menjadi papan dengan ukuran tebal ±2cm. Papan tersebut kemudian dikeringudarakan dengan cara pengeringan alami dan bagan pengering. Pengeringan dilakukan selama 1-4 minggu sampai didapatkan kadar air kering udara yaitu 12-15%. Setelah papan mencapai kadar air yang diinginkan, papan tersebut dibelah dan dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan yaitu untuk pembuatan glulam I-joist.

Glulam I yang akan dibuat terdiri atas 2 tipe. Tipe tersebut dibedakan dari penyusunan lamina di bagian tubuh (web) seperti terlihat pada Gambar 4 sebagai berikut:

a. Tipe 1 : susunan lamina bagian tubuh tegak lurus dengan bagian sayap (flange)

b. Tipe 2 : susunan lamina bagian tubuh sejajar dengan bagian sayap (flange). Lapisan lamina untuk bagian badan - web (core) dan sayap - flange (face atau

back) berasal dari potongan kayu karet. Banyaknya kayu yang dibutuhkan dan ukurannya seperti dijelaskan pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3 Ukuran dan jumlah papan kayu contoh uji

Tipe Kegunaan Ukuran (cm3) Jumlah (batang) Tipe 1 badan

sayap

2x6x300 2x8x300

8 16 Tipe 2 badan

sayap

2x4x300 2x8x300

12 16


(18)

Tipe 1 Tipe 2 Gambar 4 Bentuk glulam I-joist.

Papan yang berukuran seperti Tabel 3 diserut dengan mesin serut S4S (Smooth Four Side) dan dipilah potongan yang memiliki cacat berupa pingul, mata kayu, retak dan cacat mesin di permukaan yang minimum.

3.3.2 Persiapan Perekat

Perekat Phenol Resorsinol Formaldehida (PRF) ditimbang sesuai kebutuhannya dan ditambahkan ekstender berupa tepung terigu sebanyak 5% dari berat perekat cair PRF. Pencampuran ekstender dengan perekat cair dilakukan sedikit demi sedikit dan diaduk menggunakan spatula (sendok pengaduk) sampai homogen.

3.3.3. Pembuatan Balok Glulam I-joist 3.3.3.1. Penyiapan Lamina

Dikarenakan beberapa papan yang diperoleh memiliki panjang kurang dari 300 cm, papan yang telah dipilah tersebut akan disambung dengan sambungan jari (finger joint) seperti pada Gambar 5. Sebelum papan tersebut disambung, pada salah satu ujung papan dipotong sepanjang 30 cm untuk uji lentur contoh kecil (Gambar 6).


(19)

Gambar 6 Sambungan jari (Finger Joint).

Gambar 7 Papan lapisan lamina dengan contoh kecil.

Perekat yang digunakan untuk sambungan jari papan adalah perekat PVAc dengan berat labur 170 g/m2. Sambungan tersebut dikuatkan dengan dipukul-pukul menggunakan palu dan pengkondisian selama 1 hari.

3.3.3.2. Proses Perekatan

Perekatan dilaburkan melalui dua tahapan. Tahapan pertama adalah melaburkan perekat pada tiap-tiap bagian yaitu bagian sayap dan badan. Tahapan kedua adalah merekatkan bagian sayap dan badan menjadi satu. Berat labur perekat adalah 170 g/m2. Pelaburan dilakukan pada kedua permukaan papan (double spread) dengan menggunakan kuas.

3.3.3.3. Pengempaan

Kedua tahapan yang telah dijabarkan sebelumnya diklem dengan alat kempa dingin dengan tekanan 10 kg/cm2 selama 8 - 10 jam.

4/6/8 cm

30 cm

2 cm


(20)

3.3.3.4. Pengkondisian

Glulam I-joist yang telah dikempa selanjutnya dibiarkan dalam kondisi terbuka selama 1 (satu) minggu. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan.

3.3.4. Pengujian Sifat Fisis 3.3.4.1. Kadar Air Contoh Kecil

Contoh uji lapisan penyusun glulam berukuran 2x2x30 cm3 ditimbang dengan timbangan elektrik untuk mengetahui berat awal kering udara (B0).

Contoh uji yang telah ditimbang kemudian digunakan untuk menguji lentur statis (MOE dan MOR). Setelah pengujian, contoh uji dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (103 ± 2) oC selama 2 x 24 jam. Selanjutnya contoh uji diletakkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang sampai beratnya konstan (B1).

Besarnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

% 100 (%)

1 1 0

x B

B B

KadarAir = − (3-1)

Keterangan:

B0 = berat contoh uji kering udara

B1 = berat contoh uji setelah dioven

3.3.4.2. Kadar Air Glulam

Balok glulam I-joist yang telah diuji lentur dipotong sepanjang 5 cm pada salah satu ujungnya. Potongan tersebut ditimbang untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). Setelah ditimbang contoh uji kemudian dimasukkan

kedalam oven dengan suhu (103 ± 2)oC selama 1 x 24 jam. Selanjutnya contoh uji diletakkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang sampai beratnya konstan (B1). Besarnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

% 100 (%)

1 1 0

x B

B B


(21)

Keterangan:

B0 = berat contoh uji kering udara

B1 = berat contoh uji setelah dioven

3.3.4.3. Berat Jenis dan Kerapatan Contoh Kecil

Penentuan berat jenis dan kerapatan lamina penyusun menggunakan contoh uji yang sama untuk pengujian lentur dan kadar air. Contoh uji lapisan penyusun glulam berukuran 2x2x30 cm3 diukur dimensinya untuk mengetahui volume kering udara (V). Selanjutnya contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). Kerapatan kayu yang digunakan adalah kerapatan

kayu kering udara. Sedangkan untuk menentukan berat jenis kayu digunakan rumus menurut Brown et al (1952):

V B0

udara kering kayu

Kerapatan = (3-3)

V B1

oven kering kayu

Kerapatan =

(3-4)

air Kerapatan

oven kering kayu Kerapatan =

BJ (3-5)

Keterangan : BJ = Berat jenis

B0 = berat contoh uji kering udara

B1 = berat contoh uji kering oven

V = volume kering udara (cm3)

Berat jenis air = 1 gram/cm3 pada suhu 4o C

3.3.4.4. Berat Jenis dan Kerapatan Glulam

Penentuan berat jenis dan kerapatan glulam menggunakan contoh uji dari glulam dipotong sepanjang 5 cm dari balok uji glulam dan diukur dimensinya untuk mengetahui volume kering udara (V). Selanjutnya contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). Berat jenis kayu dan kerapatan


(22)

V B0

udara kering kayu

Kerapatan = (3-6)

V B1

oven kering kayu

Kerapatan =

(3-7)

air

Kerapatan

oven

kering

kayu

Kerapatan

=

BJ

(3-8)

Keterangan : BJ = Berat jenis

B0 = berat contoh uji kering udara

V = volume kering udara (cm3)

Berat jenis air = 1 gram/cm3 pada suhu 4o C

3.3.5. Pengujian Sifat Mekanis 3.3.5.1. Lentur Statis Contoh Kecil

Pengujian lentur statis contoh kecil lapisan lamina menggunakan contoh uji berukuran 2x2x30cm3 dengan laju pembebanan 0,66 cm/menit sesuai ketentuan British standard (BS 373:1957) menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine) Instron. Pembebanan diberikan di tengah bentang (One Point Loading) dimana kedua ujungnya diberi penyangga dengan jarak 28 cm. Nilai

Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus of Elasticity (MOE) didapatkan dari hasil pengujian ini.

Gambar 7 Pengujian MOE dan MOR pada contoh kecil.

L

h b beban

L

h b beban

Deflektometer L Deflektometer

L

L

h b beban

Deflektometer L


(23)

Nilai modulus elastisitas (MOE) dan modulus patah (MOR) kemudian dihitung dengan rumus:

3 3

' 4

'

bh L P MOE

Δ

= (3-9)

2

2 3

bh PL

MOR= (3-10)

Keterangan :

MOE = Modulus elastisitas (kg/cm²) MOR = Modulus patah (kg/cm²)

P’ = Beban sampai batas proporsional (kg) P = Beban maksimal (kg)

Δ’ = Defleksi (cm)

b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm)

L = Panjang bentang / jarak sangga

3.3.5.2. Lentur Statis Glulam I-Joist

Pengujian lentur statis balok glulam I-joist menggunakan contoh uji ukuran pakai (full scale) sesuai dengan ketentuan ASTM D 198-05a. Pembebanan diberikan di dua tempat dengan jarak sepertiga dari panjang bentang (Third Points Loading) dimana panjang bentang adalah 240 cm. Deflektometer ditempatkan tepat ditengah bentang.

deflektometer L

Gambar 8 Pengujian glulam.

33

4

YbhPl MOE=

1/3L 1/3L 1/3L


(24)

Nilai MOE third points loading pada pengujian tersebut dihitung dengan rumus berikut:

3 3

108 23

bh PL MOE

Δ

= (3-11)

Sedangkan nilai MOR dihitung dengan rumus:

2

max

bh L P

MOR= (3-12)

Keterangan :

MOE = Modulus elastisitas (kg/cm²) MOR = Modulus patah (kg/cm²)

P = Beban sampai batas proporsional (kg) Pmax = Beban maksimal (kg)

Δ = Defleksi (cm)

b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm)

L = Panjang bentang / jarak sangga

3.3.6. Pengolahan Data

3.3.6.1. Metode Perhitungan MOE dan MOR Contoh Kecil

Pehitungan MOE dan MOR contoh kecil dilakukan dengan dua metode yaitu metode konvensional dan metode yang disajikan Bahtiar (2008a).

Langkah-langkah metode konvensional adalah sebagai berikut:

1. Plot data beban-defleksi dalam bentuk grafik yang diperoleh dari hasil pengujian dengan UTM.

2. Tentukan garis lurus atau linier pada grafik tersebut sedangkan data lain yang bukan merupakan titik pembentuk garis linier ini dipisahkan dari grafik. 3. Regresikan grafik tersebut dengan persamaan linier :

y = mx + c (3-13)

4. Hitung MOE dengan rumus

3 3

4bh L m


(25)

Langkah-langkah metode Bahtiar (2008a) adalah sebagai berikut:

1. Plot data beban-defleksi dalam bentuk grafik yang diperoleh dari hasil pengujian dengan UTM.

2. Tentukan salah satu data beban-defleksi sebagai batas elastis dengan cara membagi data menjadi dua bagian yaitu data elastis dan data plastis. Data elastis adalah data pada kurva lurus atau linear. Data plastis adalah data pada kurva kuadratik (melengkung). Titik pertemuan ujung kurva lurus dan pangkal kurva kuadratik merupakan batas elastis.

3. Data tersebut kemudian disajikan dalam tabel baru yang berisikan kolom P (beban), Δy (defleksi aktual), Δye (defleksi elastis), dan Δyp (defleksi plastis)

seperti Tabel 4. Di bawah batas elastis, Δyp bernilai nol karena defleksi plastis

belum terjadi. Di atas batas elastis, Δye bernilai maksimal atau konstan sebesar

defleksi batas elastis. Sedangkan Δyp adalah selisih dari defleksi aktual dengan

defleksi plastis karena defleksi aktual merupakan penjumlahan dari defleksi elastis dan plastis (Δy = Δye + Δyp).

Tabel 4. Contoh tabel hubungan defleksi – beban metode Bahtiar

P Δy Δye Δyp

P1 Δy1 Δye1 0

P2 Δy2 Δye2 0

… … … …

Batas Elastis (l) Pl Δyl Δyel 0 P(l+1) Δy(l+1) Δyel Δyp(l+1)

4. Susun tabel baru dengan kolom P, Δy, dan Δyp2 kemudian regresikan dengan

regresi linear berganda dimana P sebagai respon dan Δy serta Δyp2 sebagai

variable bebas. Model regresi adalah P = aΔy + bΔ2

yp + c.

5. Hitung MOE dengan rumus :

3 3

4bh L a

MOE= (3-15)

3.3.6.2. Penurunan Rumus Lentur Glulam I

Rumus lentur glulam diturunkan dari perilaku tiap lamina dalam menerima beban lentur. Perilaku lamina berupa tegangan, regangan dan defleksi


(26)

digambarkan secara geometris, kemudian dianalisis menggunakan prinsip-prinsip kalkulus dan geometri analitis yang didukung ilmu mekanika bahan. Rumus ini merupakan suatu perbaikan dari rumus metode transformed cross section yang mengasumsikan luas penampang berubah seiring dengan perbedaan MOE lamina. Penurunan rumus lentur telah dilakukan oleh Bahtiar (2008b) untuk glulam berbentuk balok dimana kondisi berbeda dengan metode transformed cross section karena tidak dibatasi asumsi perubahan luas penampang akibat perbedaan MOE lamina. Rumus tersebut kemudian dikembangkan untuk glulam berbentuk I pada penelitian ini.

3.3.6.3. Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan adalah uji-t berpasangan (dependent t-test) untuk mengetahui adanya perbedaan antara prediksi teoritis dengan hasil empiris. Variabel yang digunakan yaitu:

a. MOE teoritis glulam dengan MOE empiris glulam b. MOR teoritis glulam dengan MOR empiris glulam


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sifat Fisis

Menurut Yap (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat mekanis kayu salah satunya adalah sifat fisis kayu yaitu berupa berat jenis dan kadar air. Pada balok laminasi, lamina-lamina penyusunnya memberi pengaruh terhadap sifat fisis balok tersebut. Pada Tabel 5, sifat fisis antara contoh kecil yang merupakan lamina penyusun glulam dengan glulamnya tidak jauh berbeda. Rata-rata kadar air contoh kecil sebesar 12,99%, sedangkan kadar air glulam sebesar 11,6%. Rata-rata berat jenis antara glulam dan contoh kecil tidak jauh berbeda yaitu 0,61 untuk contoh kecil dan 0,62 untuk glulam. Rata-rata kerapatan memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 0,69 kg/cm3.

Tabel 5 Rata-rata sifat fisis glulam dan contoh kecil

Contoh Uji Sifat Fisis

Kadar Air (%) Kerapatan (g/cm3) Berat Jenis

Contoh kecil 12,99 0,69 0,61

Glulam 11,60 0,69 0,62

4.1.1. Kadar Air

Perubahan kadar air yang mempengaruhi kekuatan kayu adalah ketika kadar air kayu di bawah titik jenuh serat. Pada pembuatan balok laminasi, disyaratkan lamina penyusunnya memiliki kadar air 12-15%. Pada Tabel 6 disajikan rata-rata kadar air setiap glulam beserta rata-rata kadar air lamina penyusun dari masing-masing glulam. Dari tabel tersebut jelas terlihat bahwa lamina yang digunakan telah memenuhi persyaratan lamina untuk balok laminasi. Kisaran kadar air dari contoh kecil adalah 12,26%-14,12%. Kisaran kadar air glulam adalah 11,27% - 11,92%.


(28)

Tabel 6 Rata-rata kadar air glulam dan contoh kecil

Kode Kadar Air (%)

Glulam lamina Glulam

KI1 12,99 11,72

KI2 13,15 11,27

KI3 12,85 11,92

KI4 13,16 11,85

KII1 13,09 11,65

KII2 12,84 11,66

KII3 13,14 11,47

KII4 12,74 11,29

rata-rata 13,00 11,60 4.1.2. Kerapatan

Kerapatan sering dikaitkan dengan berat jenis. Umumnya semakin tinggi kerapatan dan berat jenis maka semakin kuat kayu tersebut. Kerapatan kayu dalam satu spesies dapat bervariasi dengan sejumlah faktor yang meliputi letaknya dalam pohon, letak dalam kisaran spesies tersebut, dan kondisi tempat tumbuh.

Tabel 7 Rata-rata kerapatan glulam dan contoh kecil

Kode Kerapatan (g/cm³)

Glulam lamina glulam

KI1 0,70 0,66

KI2 0,69 0,68

KI3 0,66 0,68

KI4 0,71 0,77

KII1 0,68 0,67 KII2 0,68 0,77 KII3 0,68 0,65 KII4 0,70 0,66

rata-rata 0,69 0,69

Pada Tabel 7 disajikan rata-rata kerapatan setiap glulam beserta rata-rata kerapatan lamina penyusun dari masing-masing glulam. Sebagian besar kerapatan lamina dalam bentuk contoh kecil sedikit lebih besar dibanding kerapatan glulamnya. Namun contoh kecil dan glulam memiliki total rata-rata yang sama.


(29)

Kisaran kerapatan dari contoh kecil adalah 0,59 g/cm³-0,79 g/cm³. Kisaran kerapatan glulam adalah 0,65 g/cm³-0,77 g/cm³.

4.1.3. Berat Jenis

Berat jenis adalah penduga kekuatan kayu yang paling baik dan mudah (Tsoumis 1991). Semakin tinggi berat jenis maka semakin kuat kayu tersebut. Semakin tinggi berat jenis kayu, semakin banyak kandungan zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding tersebut. Kekuatan kayu terletak pada dinding sel. Semakin tebal sel semakin kuat kayu.

Tabel 8 Rata-rata berat jenis glulam dan contoh kecil

Kode Berat Jenis

Glulam Lamina Glulam KI1 0,62 0,59 KI2 0,61 0,61 KI3 0,59 0,61 KI4 0,63 0,68 KII1 0,60 0,60 KII2 0,61 0,69 KII3 0,60 0,58 KII4 0,62 0,59 rata-rata 0,61 0,62

Pada Tabel 8 disajikan rata-rata kerapatan setiap glulam beserta rata-rata kerapatan lamina penyusun dari masing-masing glulam. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa berat jenis hasil pengujian sama dengan berat jenis kayu karet menurut Oey Djoen Seng (1990) yang berat jenisnya bernilai 0,55-0,70 dengan rata-rata 0,61. Kisaran berat jenis contoh kecil yang bernilai 0,52-0,69 dan kisaran glulam yang bernilai 0,58-0,69, masih termasuk dalam kisaran Oey Djoen Seng (1990).

4.2. Kurva Beban-Deformasi

Pada saat pengujian lentur didapat data berupa hubungan antara beban dan defleksi. Hubungan tersebut diplotkan dalam grafik sehingga dapat diketahui nilai elastisitas maupun keteguhan patah kayu. Kurva beban-deformasi terbagi dua atas


(30)

dua wilayah yaitu daerah elastis dan plastis. Daerah elastis digambarkan dengan grafik linear dimana persamaannya adalah P=βo+β1Δ. Daerah plastis digambarkan

dengan grafik kuadratik dimana persamaannya adalah P=β2+β3Δ+β4Δ².

Pada saat diberi pembebanan, kayu akan mengalami perubahan bentuk (deformasi). Sehingga besarnya deformasi tergantung pada pembebanan. Pada daerah elastis, kayu yang diberi pembebanan dapat kembali ke bentuknya semula. Sedangkan pada daerah plastis, kayu yang telah diberi pembebanan tidak dapat kembali ke bentuk semula bahkan dapat mengalami kerusakan permanen. Diantara kedua daerah tersebut terdapat batas yaitu batas elastis/ batas proporsi. Tabel 9 Rata-rata beban-defleksi pada batas elastis setiap glulam

Kode Glulam

Rata-rata Defleksi

(cm)

Rata-rata Beban

(kg)

KI1 0,32 58,65

KI2 0,28 63,01

KI3 0,29 66,31

KI4 0,31 75,11

KII1 0,25 55,40

KII2 0,32 54,10

KII3 0,35 65,88

KII4 0,31 65,91

Dari hasil pengujian lentur, didapat kurva beban deformasi seperti yang tersaji pada Lampiran 3. Jika dirata-ratakan batas proporsi lamina-lamina setiap glulam didapatkan nilai yang disajikan pada Tabel 9. Rata-rata batas elastis terbesar adalah 0,35 cm yaitu pada contoh uji KII3 dengan rata-rata beban 65,88 kg. Sedangkan rata-rata batas elastis terkecil adalah 0,25 cm yaitu pada contoh uji KII3 dengan rata-rata beban 55,40 kg.

4.3. Sifat Mekanis Contoh Kecil

4.3.1. Modulus Elastisitas (MOE) Contoh Kecil

Nilai modulus elastisitas pada penelitian ini ditentukan dengan dua metode yaitu metode konvensional dan metode Bahtiar. Kedua metode tersebut berpengaruh terhadap nilai MOE yang didapat. Nilai rata-rata MOE untuk metode


(31)

konvensional adalah 8,75 x 104 kg/cm2. Nilai rata-rata MOE untuk metode Bahtiar 8,56 x 104 kg/cm2. Untuk menentukan tingkat perbedaan dari kedua metode tersebut maka dilakukan uji t-berpasangan.

Tabel 10 Nilai rata-rata MOE contoh kecil Jenis

Kayu

Rata-rata Modulus Elatisitas

(MOE) (Kg/cm2) Hasil Uji t-berpasangan Metode

Konvensional

Metode

Bahtiar (2008a) t-hitung

t-tabel 0,05

t-tabel 0,01 Karet 8,75 x 104 8,56 x 104 12,02 1,99 2,63

Pada uji t-berpasangan dengan taraf 95% didapat nilai t-hitung (12,02) lebih besar daripada nilai t-tabel (1,99). Hal itu berarti metode konvensional berbeda sangat nyata dengan metode Bahtiar pada tingkat nyata 5%. Sama halnya dengan pada uji t-berpasangan dengan taraf 99% dimana didapat nilai t-hitung (12,02) lebih besar daripada nilai t-tabel (2,63). Hal itu mempunyai arti bahwa metode konvensional berbeda nyata dengan metode Bahtiar pada tingkat nyata 1%. Rata-rata MOE metode Bahtiar (2008a) 2% lebih rendah daripada hasil perhitungan metode konvensional.

Pada dasarnya, seharusnya kedua metode tersebut tidak berbeda dikarenakan metode Bahtiar (2208a) merupakan perbaikan metode konvensional. Persamaan hasil metode konvensional dikoreksi dengan metode Bahtiar untuk mendapatkan batas elastis yang lebih obyektif. Persyaratan tambahan diberikan pada metode Bahtiar (2008a) yaitu pada batas elastisitas kemiringan kurva linear harus sama dengan kurva kudratik dimana hal ini tidak terakomodasi pada metode konvensional.

Jumlah data yang digunakan untuk metode Bahtiar lebih banyak daripada metode konvensional dimana metode konvensional hanya sekitar 10% dari seluruh data. Sedangkan metode Bahtiar sekitar 90% dari seluruh data. Oleh karena itu, jika dilihat dari jumlah data yang digunakan dan hasil persamaannya, dapat dikatakan metode Bahtiar lebih objektif dibanding metode konvensional untuk menentukan nilai MOE.


(32)

Gambar 9 Kurva distribusi MOE contoh kecil kayu karet.

Kurva distribusi frekuensi adalah kurva yang menunjukkan tingkat keragaman dari sampel. Gambar 9 menunjukkan kurva distribusi MOE contoh kecil bebas cacat dengan metode konvensional dan metode Bahtiar. Kedua grafik tersebut hampir tidak memiliki perbedaan baik dari keragaman maupun nilai rataan. Hal ini diperkuat dengan nilai korelasi antara metode konvensional dan metode Bahtiar yang besarnya mendekati satu yaitu 99,6%. Nilai korelasi tersebut ditampilkan pada gambar regresi linear antara MOE metode Bahtiar dengan MOE metode konvensional (Gambar 10).

Gambar 10 Hubungan antara MOE metode Bahtiar (2008a) dengan MOE metode konvensional.

0 0,000002 0,000004 0,000006 0,000008 0,00001 0,000012 0,000014 0,000016 0,000018

0 50000 100000 150000 200000

frekuens

i

Modulus Elastisitas (Kg/cm²)

M.

konvensional M. Bahtiar (2008a)

y = 0,976x + 176,4 R² = 0,996

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000

0 50000 100000 150000 200000

M

O

E Ba

htia

r

(K

g

/cm²)


(33)

4.3.2. Kekuatan Lentur Statis (MOR) Contoh Kecil

Kemampuan suatu benda menahan beban lentur sampai mengalami kerusakan diukur dari kekuatan lentur statis (MOR). Rata-rata MOR kayu karet contoh kecil ialah 774,86 kg/cm² dan standar deviasi sebesar 193,24. Kurva distribusi frekuensi MOR contoh kecil bebas cacat kayu karet disajikan pada Gambar 11.

Dari kurva Gambar 11 dapat diketahui kisaran kekuatan lentur kayu karet antara 196,38-1187,03 kg/cm². Pada kisaran tersebut, kayu karet bisa berada pada semua golongan kelas kuat. Namun jika dilihat dari rataannya, kayu karet dapat digolongkan dalam kelas kuat II-III.

Gambar 11 Kurva distribusi MOR contoh kecil kayu karet.

4.4. Transformed Cross Section

Metode transformed cross section adalah metode untuk menganalisis kekuatan glulam melalui lamina-lamina penyusunnya. Pada metode ini, nilai MOE tiap-tiap lamina yang bervariasi dikonversi terhadap satu nilai MOE. Satu nilai MOE adalah nilai E salah satu lamina yang digunakan sebagai standar/acuan. Hasil dari konversi tersebut yaitu mengurangi lebar lamina dengan MOE rendah dan menambah lebar lamina dengan MOE tinggi (Bodig dan Jayne 1993).

Transformed cross section dianggap tidak taat azas karena memberikan efek ketergantungan sifat penampang terhadap modulus elastisitasnya (Bahtiar 2008b). Pernyataan ini didasari dari cara perhitungan metode transformed cross

0 0,0005 0,001 0,0015 0,002 0,0025

0 500 1000 1500

frekuensi


(34)

section yang akan mengurangi lebar lamina jika nilai MOE rendah dan menambah lebar lamina jika nilai MOE tinggi. Jika dilihat dari definisinya seharusnya sifat penampang dan sifat material saling bebas.

Sifat penampang atau yang digambarkan dengan momen inersia bergantung pada bentuk geometri dan dimensi penampang. Momen inersia bernilai tetap pada sembarang material selama bentuk geometri dan dimensi penampangnya sama. Sedangkan modulus elastisitas bernilai tetap walaupun diukur pada bentuk geometri dan dimensi penampang yang berlainan.

Utamanya, perhitungan metode transformed cross section menetapkan satu nilai MOE salah satu lamina penyusun glulam untuk dijadikan standar konversi. MOE standar dari lamina acuan umumnya, diambil dari bagian muka dan belakang glulam namun lamina manapun dapat digunakan (Bodig dan Jayne 1993). Cara perhitungan tersebut ditunjukkan pada contoh 1,2,3, dan 4.

Contoh 1.

Tabel 11 Susunan glulam contoh 1 dan sifat mekanisnya

Lapisan ke- dimensi MOE MOR

1 dan 5 0,5x10x200 cm 14 x 104 kg/cm2 270 kg/cm2 2 dan 4 2x10x200 cm 5,4 x 104 kg/cm2 90 kg/cm2 3 3x10x200 cm 1,4 x 104 kg/cm2 35 kg/cm2 Modulus elastisitas lentur glulam sejajar muka lamina adalah

2 4 3 3 3 3 4 1 3 1 1 1 kg/cm 10 975 , 4 12 10 8 12 10 3 , 0 12 10 8 , 0 2 12 10 5 , 0 2 . 10 14 12 ' ' ⋅ = ⋅ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⋅ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⋅ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⋅ ⋅ = = =

=

= glulam n i i i glulam n i i I b h E I I E E

Tegangan normal setiap lamina adalah

( ) cm kg M M M h h I My . 12793 270 0,02111 5 , 0 5 , 0 12 3 10 3 , 0 12 3 10 8 , 0 2 12 3 10 5 , 0 2 ' ' 2 10 5 ;

1 = ≤ ⇔ ≤

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = = σ

( )

cm kg M M M h h I My . 11056 90 0.00814 2 77 , 0 12 3 10 3 , 0 12 3 10 8 , 0 2 12 3 10 5 , 0 2 ' ' 2 10 4 ;

2 = ≤ ⇔ ≤

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = = σ

( )

cm kg M M M h h I My . 16583 5 , 3 00211 , 0 3 3 , 0 12 3 10 3 , 0 12 3 10 8 , 0 2 12 3 10 5 , 0 2 ' ' 2 10

3 = ≤ ⇔ ≤

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = = σ


(35)

Kerusakan pertama terjadi pada lapisan 2 dan 4 saat momen yang diterima mencapai 11056 kg.cm. Sehingga keteguhan lentur sejajar muka lamina:

( )

2

kg/cm 82,92 12 10 . 8 11056 max // 3 2 10 = = = = glulam I My R S σ Contoh 2.

Tabel 12 Susunan glulam contoh 2 dan sifat mekanisnya

Lapisan ke- dimensi MOE MOR

1 0,5x6x100 cm 14.104 kg/cm2 270 kg/cm2 2 4x6x100 cm 5,4.104 kg/cm2 90 kg/cm2 3 2x6x100 cm 10.104 kg/cm2 150 kg/cm2 Garis netral:

Tabel 13 Perhitungan garis netral contoh 2

Bagian MOE b b' h

12 'h3 b

A' y A’y

1 2 3 4=(2/2face1).3 5 6=4.5³/12 7=4.5 8 9=7.8

face 1 14x104 6 6,00 0,5 0,06 3,00 6,25 18,75 face 2 5,4 x104 6 2,31 4,0 12,34 9,26 4,00 37,03 core 1 10 x104 6 4,29 2,0 2,86 8,57 1,00 8,57

total 20,83 64,35

cm 3,09 83 , 20 35 , 64 1

1 = =

= ∑ = ∑ = n i A n i Ad c Modulus elastisitas:

Tabel 14 Perhitungan modulus elastisitas contoh 2 Bagian b’ h MOE

12 ' 3 h b Jarak dari 0 I’

1 2 3 4 5 6 7=(6-c)² 8=6+2.3.7

face 1 6,00 0,5 14 x104 0,06 6,25 9,99 30,02 face 2 2,31 4,0 5,4 x104 12,34 4,00 0,83 20,01 core 1 4,29 2,0 10 x104 2,86 1,00 4,37 40,30

90,33

∑ . ,


(36)

Keteguhan lentur:

Tabel 15 Perhitungan keteguhan lentur contoh 2

Bagian σi Yi b b' Mtotal

Keterangan

1 2 4 5 6 7=2.5I’/4.6

face 1 270 3,41 6 6,00 7150,88 face 2 90 -1,09 6 2,31 -19344,60

core 1 150 -3,09 6 4,29 -6139,64 terkecil

Awal kerusakan terjadi pada lapisan ke-3 karena momen lenturnya rendah. Sehingga keteguhan lentur glulam tegak lurus lamina yaitu:

( )

62,5 2 ' kg/cm 144,2 31 , 138 64 , 6139 = ⋅ == = ⊥ I y M SR total

Contoh 3.

Tabel 16 Susunan glulam contoh 3 dan sifat mekanisnya

Bagian b h MOE MOR

face 1 7,5 2 5,49x104 kg/cm2 731,92 kg/cm2 face 2 7,5 2 5,15 x104 kg/cm2 647,84 kg/cm2 core 1 3,3 1,7 11,07 x104 kg/cm2 1047,32 kg/cm2 core 2 3,3 1,7 7,85 x104 kg/cm2 631,34 kg/cm2 core 3 3,3 1,7 11,45 x104 kg/cm2 1040,04 kg/cm2 back 1 7,5 2 7,97 x104 kg/cm2 734,94 kg/cm2 back 2 7,5 2 8,01 x104 kg/cm2 777,69 kg/cm2 Garis netral

Tabel 17 Perhitungan garis netral contoh 3 Bagian MOE b b' h

12 'h3

b

A' y A’y

1 2 3 4=(2/2face1).3 5 6=4.5³/12 7=4.5 8 9=7.8

face 1 5,49x104 7,5 7,50 2 5 15 12,10 181,50 face 2 5,15 x104 7,5 7,04 2 4,69 14,08 10,10 142,20 core 1 11,07 x104 3,3 6,65 1,7 2,72 11,31 8,25 93,32 core 2 7,85 x104 3,3 4,72 1,7 1,93 8,02 6,55 52,54 core 3 11,45 x104 3,3 6,88 1,7 2,82 11,70 4,85 56,75 back 1 7,97 x104 7,5 10,88 2 7,26 21,77 3 65,30 back 2 8,01 x104 7,5 10,94 2 7,30 21,89 1 21,89 total 103,77 613,49 cm 5,91 77 , 103 49 , 613 1

1 = =

= ∑ = ∑ = n i A n i Ad c


(37)

Modulus elastisitas:

Tabel 18 Perhitungan modulus elastisitas contoh 3

Bagian b’ h MOE

12 ' 3

h

b Jarak

dari 0

I’

1 2 3 4 5 6 7=(6-c)² 8=6+2.3.7

face 1 7,50 2,0 5,49 x104 5,00 12,10 38,29 579,32 face 2 7,04 2,0 5,15 x104 4,69 10,10 17,54 251,61 core 1 6,65 1,7 11,07 x104 2,72 8,25 5,46 64,54 core 2 4,72 1,7 7,85 x104 1,93 6,55 0,41 5,19 core 3 6,88 1,7 11,45 x104 2,82 4,85 1,13 16,02 back 1 10,88 2,0 7,97 x104 7,26 3,00 8,48 191,87 back 2 10,94 2,0 8,01 x104 7,30 1,00 24,13 535,44 total 1643,99

∑ , . ,

, , /

Keteguhan lentur:

Tabel 19 Perhitungan keteguhan lentur contoh 3

Bagian σi Yi b b' Mtotal.I’

Keterangan

1 2 4 5 6 7=2.5I’/4.6

face 1 731,92 7,19 7,5 7,50 101,83 face 2 647,84 5,19 7,5 7,04 133,04 core 1 1047,32 3,19 3,3 6,65 162,95 core 2 631,34 1,49 3,3 4,72 296,82 core 2 631,34 -0,21 3,3 4,72 -2080,35 core 3 1040,04 -1,91 3,3 6,88 -260,78 back 1 734,94 -3,91 7,5 10,88 -129,45

back 2 777,69 -5,91 7,5 10,94 -90,15 terkecil

MOR = Mtotal min x c = (90,15.1643,99) x (13,1/2) =714,49 kg/cm2 Iglulam 1358,63

Contoh 4.

Tabel 20 Susunan glulam contoh 4 dan sifat mekanisnya

Bagian b h MOE MOR

face 1 7,4 2 3,88 x 104kg/cm2 266,43 kg/cm2 face 2 7,4 2 11,39 x 104kg/cm2 914,13 kg/cm2 core 1 1,8 5 11,48 x 104kg/cm2 946,99 kg/cm2 core 2 1,8 5 7,86 x 104kg/cm2 695,69 kg/cm2 back 1 7,4 2 11,79 x 104kg/cm2 973,92 kg/cm2 back 2 7,4 2 5,10 x 104kg/cm2 434,58 kg/cm2


(38)

Garis Netral:

Tabel 21 Perhitungan garis netral contoh 4 Bagian MOE b b' h

12 'h3 b

A' y A’y

1 2 3 4=(2/2face1).3 5 6=4.5³/12 7=4.5 8 9=7.8

face 1 3,88 x 104 7,4 7,4 2 4,93 14,80 12 177,60 face 2 11,39 x 104 7,4 21,72 2 14,48 43,44 10 434,37 core 1 11,48 x 104 1,8 5,32 5 55,43 26,60 6,5 172,93 core 2 7,86 x 104 1,8 3,65 5 37,97 18,23 6,5 118,48 back 1 11,79 x 104 7,4 22,49 2 14,99 44,98 3 134,94 back 2 5,10 x 104 7,4 9,72 2 6,48 19,45 1 19,45

total 167,50 1057,77 cm

6,32 50 , 167

77 , 1057

1

1 = =

= ∑ = ∑ =

n i

A n i

Ad

c

Modulus elastisitas:

Tabel 22 Perhitungan modulus elastisitas contoh 4 Bagian b’ h MOE

12 ' 3

h

b Jarak

dari 0

I’

1 2 3 4 5 6 7=(6-c)² 8=6+2.3.7

face 1 7,4 2 3,88 x 104 4,93 12 32,32 483,24 face 2 21,72 2 11,39 x 104 14,48 10 13,58 604,28 core 1 5,32 5 11,48 x 104 55,43 6,5 0,03 56,34 core 2 3,65 5 7,86 x 104 37,97 6,5 0,03 38,60 back 1 22,49 2 11,79 x 104 14,99 3 10,99 509,33 back 2 9,72 2 5,10 x 104 6,48 1 28,25 555,90 total 2247,69

∑ , . ,

, , /

Keteguhan Lentur:

Perhitungan MOE dan MOR bagian tengah (core vertikal) ∑

, . , .

, /


(39)

Tabel 23 Perhitungan keteguhan lentur contoh 4

Bagian σi Yi b b' Mtotal.I’

keterangan

1 2 4 5 6 7=2.5I’/4.6

face 1 266,43 6,68 7,4 7,40 39,86 terkecil face 2 914,13 4,68 7,4 21,72 66,48

core atas 844,82 2,68 3,6 8,97 126,33 core bawah 844,82 -2,32 3,6 8,97 -146,51 back 1 973,92 -4,32 7,4 22,49 -74,26 back 2 434,58 -6,32 7,4 9,72 -52,37

MOR = Mtotal min x c = (39,86.2247,69) x (13/2) =442,73 kg/cm2 Iglulam 1315,23

Tabel 24 Hasil perhitungan transformed cross section

Tipe Centroid momen inersia

MOE dengan standar pada

MOR dengan standar pada Muka1 belakang1 Muka1 belakang1 KI1 6,50 1929,79 7,92x104 7,92x104 442,73 442,73 KI2 6,69 1099,13 10,20x104 10,20x104 706,92 706,92 KI3 5,70 1767,17 7,33 x104 7,33 x104 697,27 697,27 KI4 6,71 1090,84 8,14 x104 8,14 x104 732,00 732,00 KII1 5,56 1828,47 7,39 x104 7,39 x104 626,2 626,2 KII2 6,83 898,33 7,06 x104 7,06 x104 542,35 542,35 KII3 7,16 1352,80 7,37 x104 7,37 x104 403,08 403,08 KII4 6,76 1362,70 10,09 x104 10,09 x104 813,12 813,12

Keterangan: Centroid dihitung dari bagian bawah glulam

Tabel 24 menunjukkan hasil perhitungan MOE dan MOR glulam dengan metode transformed cross section yang ditinjau dari dua lamina acuan, lamina bagian muka 1 dan bagian belakang 1. Nilai modulus elastisitas ditinjau dengan standar konversi yang berbeda menghasilkan nilai modulus elastisitas yang sama. Demikian juga halnya yang terjadi pada nilai keteguhan lentur yang nilainya tetap walaupun standar konversinya diubah. Hal ini membenarkan pernyataan Bodig dan Jayne (1993) tentang penentuan lamina standar.


(40)

4.5. Penurunan Rumus

4.5.1. Momen Lentur Sejajar Muka Lamina

Pada glulam tipe 1, bagian tubuh (web) dikenai beban lentur sejajar muka lamina. Persamaan umum defleksi akibat momen lentur:

(4-1) Persamaan umum setiap lamina pada glulam yang menerima beban lentur sejajar

muka lamina:

; , , , … (4-2)

Persamaan (4-2) valid karena perubahan bentuk setiap lamina akibat momen lentur sejajar muka lamina harus sama besar. Setiap lamina mendapat momen lentur sebesar Mi dikarenakan pendistribusian momen lentur dimana nilai momen

tersebut harus sama dengan total momen yang bekerja.

∑ (4-3)

Jika persamaan (4-1) dan (4-2) disubstitusikan ke dalam persamaan (4-3) maka:

∑ (4-4)

Momen inersia setiap lamina dapat dihitung dengan rumus:

(4-5) Dan momen inersia glulam:

(4-6) Jika persamaan (4-5) dan (4-6) disubsitusikan dalam persamaan (4-4), maka

persamaan untuk modulus elastisitas lentur glulamsejajar muka lamina:

∑ (4-7)

Bila persamaan (4-2) dibagi dengan persamaan (4-1):

; , , , … (4-8)

Atau:

; , , , … (4-9)

Tegangan normal setiap lamina dinyatakan dengan:


(41)

Bila persamaan (4-9) disubsitusikan ke persamaan (4-10) maka:

(4-11) Tegangan normal maksimum setiap lamina terjadi pada serat terluar tiap-tiap

lamina yaitu pada saat:

(4-12) Sehingga tegangan normal maksimum dapat dihitung dari subsitusi persamaan

(4-6), (4-12) dan (4-11):

∑ (4-13)

Agar terjadi kerusakan, tegangan normal maksimum setiap lamina harus lebih rendah daripada keteguhan lentur tersebut (σi(maks)≤ SRi//). Oleh karena itu,

momen terbesar yang dapat diterima oleh glulam adalah nilai minimum dari momen yang diterima tiap-tiap lamina (Mmin):

1,2,3,...n i ; 6 1 2 //

min ⎟⎟ =

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ =

= n i i i Ri h E b ES MIN M (4-14)

Selanjutnya nilai keteguhan lentur glulam dapat dihitung dengan rumus:

− = n i i R h b M S 1 2 min // 6 (4-15) Contoh 5.

Glulam yang disusun atas 5 lembar lamina dibuat dari tiga jenis kayu dengan dimensi dan sifat material sebagai berikut:

Tabel 25 Susunan glulam contoh 5 dan sifat mekanisnya

Lapisan ke- dimensi MOE MOR

1 dan 5 0,5x10x200 cm 14 x 104 kg/cm2 270 kg/cm2 2 dan 4 2x10x200 cm 5,4 x 104 kg/cm2 90 kg/cm2 3 3x10x200 cm 1,4 x 104 kg/cm2 35 kg/cm2 Modulus elastisitas lentur glulam sejajar muka lamina adalah

2 4 4 1 1 / 10 975 , 4 10 ) 5 , 0 2 3 2 5 , 0 ( ) 5 , 0 14 2 4 , 5 3 4 , 1 2 4 , 5 5 , 0 14 ( cm kg h h E E n i i n i i i ⋅ = ⋅ + + + + ⋅ + ⋅ + ⋅ + ⋅ + ⋅ = =

= =


(42)

Tegangan normal setiap lamina adalah cm kg M M M E E h b M n i i . 12793 270 0,02111 10 975 , 4 10 14 ) 5 , 0 2 3 2 5 , 0 ( 10 6 6 4 4 2 1 1 2 5 ;

1 = ≤ ⇔ ≤

⋅ + + + + = =

= σ cm kg M M M E E h b M n i i . 11056 90 0.00814 10 975 , 4 10 4 , 5 ) 5 , 0 2 3 2 5 , 0 ( 10 6 6 4 4 2 2 1 2 4 ;

2 = ≤ ⇔ ≤

⋅ + + + + = =

= σ cm kg M M M E E h b M n i i . 16583 5 , 3 00211 , 0 10 975 , 4 10 4 , 1 ) 5 , 0 2 3 2 5 , 0 ( 10 6 6 4 4 2 3 1 2

3 = ≤ ⇔ ≤

⋅ + + + + = =

= σ

Gambar 12 Diagram tegangan normal setiap lamina.

Seperti yang digambarkan pada gambar 12, setiap lamina memiliki tegangan normal yang berbeda. Tegangan normal lapisan 1 dan 5 paling besar dan lapisan 3 paling kecil. Kerusakan pertama terjadi pada lapisan 2 dan 4 saat momen yang diterima mencapai 11056 kg.cm. Sehingga keteguhan lentur sejajar muka lamina:

2 2 1 2 min max

// 82,92kg/cm

) 5 , 0 2 3 2 5 , 0 ( 10 11056 6 6 = + + + + ⋅ = = =

n i i R h b M S σ

4.5.2. Momen Lentur Tegak Lurus Muka Lamina

Gambar 13 Defleksi glulam akibat momen lentur tegak lurus muka lamina.

h5

h4

h3

h2

h1 y5

y4 y3 y2 y1 x5 x4 x0 x3 x2 R M M


(43)

Gambar 13 menunjukan defleksi glulam akibat momen lentur. Jika R adalah jari-jari lendutan, x0 adalah panjang glulam mula-mula, maka di atas garis

netral terjadi pemendekan dan di bawah garis netral terjadi perpanjangan. Jika jarak serat (y) dibawah garis netral diberi tanda positif (+yi) dan di atas garis

netral diberi tanda negatif (-yi), maka secara geometri dapat ditunjukan dengan:

(4-16) Melalui operasi aljabar, persamaan (4-16) dimodifikasi untuk mendapat regangan

setiap lamina (εi):

(4-17) Dengan mensubstitusikan hukum Hooke ke dalam persamaan (4-17) diperoleh:

(4-18)

Gambar 14 Momen pada penampang glulam.

Momen internal yang terjadi di setiap titik pada penampang gambar 14:

(4-19) Sehingga jumlah momen setiap lamina:

(4-20) Jumlah total momen internal yang terjadi pada satu penampang penuh:

∑ (4-21)

Jika persamaan (4-17) dan (4-20) disubstitusi maka:

∑ (4-22)

Per definisi, momen inersia (I) dapat dinyatakan dengan:

(4-23) b

y

b y

b y b

y

b y


(44)

Dengan memasukkan momen inersia (persamaan 4-23) ke dalam persamaan (4-22) maka:

∑ (4-24)

Sehingga R adalah:

(4-25) Nilai R adalah tetap, sehingga untuk glulam:

(4-26) Jika R dieliminasi pada persamaan (4-25) dan (4-26) maka:

∑ (4-27)

Sehingga modulus elastisitas dihitung dengan:

(4-28) Sedangkan untuk keteguhan lentur (SR) glulam sejajar muka lamina

diperlukan perhitungan tegangan setiap bagian lamina. Tegangan yang terjadi pada serat sejauh yi dari garis netral dapat dihitung dengan mensubstitusi

persamaan (4-26) ke dalam persamaan (4-18):

(4-29) Agar tidak terjadi kerusakan, maka tegangan lentur lamina harus lebih

tinggi daripada keteguhan lentur tiap lamina tersebut (σ ≤ SRi). Oleh karena itu,

untuk menduga nilai keteguhan lentur glulam sejak sebelum diproduksi dimana sifat-sifat laminanya telah diketahui dapat dihitung dengan rumus:

S ; i , , , … n (4-30) Sehingga momen total maksimum yang dapat diterima oleh glulam adalah momen

terkecil yang dapat diterima oleh tiap-tiap lamina (Mtotal min):

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

= Ri

i i

total S

y E

EI MIN

M' min (4-31)

Oleh karena itu, tegangan yang terjadi pada tiap-tiap serat sejauh y dari garis netral pada glulam yang menerima beban lentur tegak lurus muka lamina (σmin)

adalah:


(45)

Garis normal

2 4

0,5 6

Namun dari rumus diatas nilai variabel y belum dapat ditentukan. Variabel y adalah jarak suatu titik terhadap garis netral. Oleh karena itu, perlu ditentukan posisi garis netral terlebih dahulu.

Langkah awal dalam menentukan garis netral, perlu dipahami bahwa setiap satu penampang penuh balok lentur, jumlah gaya tarik harus sama dengan gaya tekan karena pada kondisi kesetimbangan resultan pada arah horizontal harus sama dengan 0, sehingga:

∑ (4-33)

Pada penampang I lebar setiap lamina tidak tetap sehingga:

∑ = 0 (4-34)

Karena semua variabel di luar tanda sigma tidak bernilai nol, maka:

∑ = 0 (4-35)

Setelah diintregasi dan ditetapkan sebuah garis bantu di muka lamina tepi luar paling bawah, maka garis netral dapat dihitung:

∑ ∑ ∑ (4-36)

Untuk mendapat garis netral (c) persamaan kuadratik (4-36) dapat diselesaikan dengan aljabar sederhana menjadi:

∑ ∑ ∑

∑ (4-37)

MOR glulam dapat dihitung secara teoritis dengan persamaan (4-32) dengan nilai y adalah jarak terjauh dari garis netral.

Contoh 6.

Gambar 15 Penampang glulam contoh 6. Tabel 26 Susunan glulam contoh 6 dan sifat mekanisnya

Lapisan ke- dimensi MOE MOR

1 0,5x6x100 cm 14.104 kg/cm2 270 kg/cm2 2 4x6x100 cm 5,4.104 kg/cm2 90 kg/cm2 3 2x6x100 cm 10.104 kg/cm2 150 kg/cm2


(46)

Garis netral:

(

)

(

)

( )

(

)

3,09cm

2 10 10 4 10 4 , 5 5 , 0 10 14 2 2 10 10 2 6 10 4 , 5 6 5 , 6 10 14 2 4 4 4 2 4 2 2 4 2 2 4 1 1 2 1 1 2 1 = ⋅ ⋅ + ⋅ ⋅ + ⋅ ⋅ ⋅ + − ⋅ + − ⋅ = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

= = − = = n i i i n i n i i n i i i h E h h E c Modulus elastisitas: ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 2 4 2 3 2 3 4 2 3 4 2 3 4

1 9,1410 kg/cm

6 5 , 6 09 , 3 25 , 3 12 5 , 6 6 6 2 09 , 3 1 12 2 6 10 10 6 4 09 , 3 4 12 4 6 10 4 , 5 6 5 , 0 09 , 3 25 , 6 12 5 , 0 6 10 14 ⋅ = ⋅ − + ⋅ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⋅ − + ⋅ ⋅ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⋅ − + ⋅ ⋅ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⋅ − + ⋅ ⋅ = =

= I I E E n i i i Keteguhan lentur:

(

)

M EI

EI M EI M I y M E E total total total i

total 4 4 -4

1

1= =14⋅10 6,5−3,09 =47,74⋅10 ≤270⇔ ≤5,6556⋅10

σ

(

)

M EI

EI M EI M I y M E E total total total i total lower 4 -4 4 2 ) (

2 = =5,4⋅10 2−3,09 =-5,886⋅10 ≤90⇔ ≤-15,2905⋅10 σ

(

)

M EI

EI M EI M I y M E E total total total i

total 4 4 -4

3

3= =10⋅10 0−3,09 =-30,9⋅10 ≤150⇔ ≤-4,8544⋅10

σ

Gambar 16 Tegangan normal

Awal kerusakan terjadi pada lapisan ke-3 karena momen lenturnya rendah. Sehingga keteguhan lentur glulam tegak lurus lamina yaitu:

(

)

( )

2

4 -4 -4 1 ' kg/cm 144,2 5 , 6 2 10 9,14 10 4,8544 2 4 5 , 0 2 10 4,8544 2 = ⋅ ⋅ ⋅ = + + ⋅ = =

= ⊥ I EI h I M S n i i total R


(47)

Contoh 7.

Tabel 27 Susunan glulam contoh 7 dan sifat mekanisnya

Bagian b h MOE MOR

face 1 7,5 2 5,49x104 kg/cm2 731,92 kg/cm2 face 2 7,5 2 5,15 x104 kg/cm2 647,84 kg/cm2 core 1 3,3 1,7 11,07 x104 kg/cm2 1047,32 kg/cm2 core 2 3,3 1,7 7,85 x104 kg/cm2 631,34 kg/cm2 core 3 3,3 1,7 11,45 x104 kg/cm2 1040,04 kg/cm2 back 1 7,5 2 7,97 x104 kg/cm2 734,94 kg/cm2 back 2 7,5 2 8,01 x104 kg/cm2 777,69 kg/cm2

Gambar 17 Penampang I contoh 7.

Garis netral

Tabel 28 Perhitungan garis netral contoh 7

Bagian b h MOE

2 1 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∑ = n i i h 2 1 1 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∑− = n i i

h

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = = 2 1 1 2 1 n i i n i i i

ib h h

E

i i i

h

b

E

1 2 3 4 5 6 7=2x4(5-6) 8=2x3x4

face 1 7,5 2 5,49x104 171,61 123,21 19935881 823796,7 face 2 7,5 2 5,15 x104 123,21 82,81 15619572 773246,1 core 1 3,3 1,7 11,07 x104 82,81 54,76 10249969 621210,2 core 2 3,3 1,7 7,85 x104 54,76 32,49 5770426 440490,5 core 3 3,3 1,7 11,45 x104 32,49 16 6232986 642575,8 back 1 7,5 2 7,97 x104 16 4 7172611 1195435,0 back 2 7,5 2 8,01 x104 4 0 2404065 1202032,0

Total 67385510 5698787

cm 5,91 5698787 2 67385510 2 1 1 2 1 1 2 1 = ⋅ = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

= = − = = n i i i i n i n i i n i i i i b h E h h b E c Face 1 Face 2 Back 1 Back 2 Core 1 Core 2 Core 3


(48)

Modulus elastisitas:

Tabel 29 Perhitungan modulus elastisitas contoh 7

Bagian b h MOE y 12

3 bh

A(y²) I EI

1 2 3 4 5 6 7=2.3.52 8

=6+7 9=4.7

face 1 7,5 2 5,49x104 12,1 5 574,32 579,32 31816154 face 2 7,5 2 5,15 x104 10,1 5 263,06 268,06 13818246 core 1 3,3 1,7 11,07 x104 8,25 1,35 30,66 32,01 3544518 core 2 3,3 1,7 7,85 x104 6,55 1,35 2,28 3,63 285234 core 3 3,3 1,7 11,45 x104 4,85 1,35 6,33 7,68 879844 back 1 7,5 2 7,97 x104 3 5 127,22 132,22 10537327 back 2 7,5 2 8,01 x104 1 5 361,96 366,96 29406169 total 1358,63 90287491 ∑

, , /

Keteguhan lentur:

Tabel 30 Perhitungan keteguhan lentur contoh 7

Bagian σi Ei Yi Mtotal i

Keterangan

1 2 3 4 5=2xIE/3x4

face 1 731,92 5,49x104 7,19 123,22 I face 2 647,84 5,15 x104 5,19 160,99 I core 1 1047,32 11,07 x104 3,19 197,17 I core 2 631,34 7,85 x104 1,49 359,16 I core 2 631,34 11,45 x104 -0,21 -2517,30 I core 3 1040,04 7,97 x104 -1,91 -315,55 I back 1 734,94 8,01 x104 -3,91 -156,64 I

back 2 777,69 5,49x104 -5,91 -109,08 I terkecil

MOR = Mtotal min x c = 109,08I x (13,1/2) =714,49 kg/cm2 I I Contoh 8.

Tabel 31 Susunan glulam contoh 8 dan sifat mekanisnya

Bagian b h MOE MOR

face 1 7,4 2 3,88 x 104kg/cm2 266,43 kg/cm2 face 2 7,4 2 11,39 x 104kg/cm2 914,13 kg/cm2 core 1 1,8 5 11,48 x 104kg/cm2 946,99 kg/cm2 core 2 1,8 5 7,86 x 104kg/cm2 695,69 kg/cm2 back 1 7,4 2 11,79 x 104kg/cm2 973,92 kg/cm2 back 2 7,4 2 5,10 x 104kg/cm2 434,58 kg/cm2


(49)

Gambar 18 penampang I contoh 8 Perhitungan MOE dan MOR bagian tengah (core vertikal)

∑ , . , . , /

// ∑ , /

Garis Netral:

Tabel 32 Perhitungan garis netral contoh 8 Bagian b h MOE

2 1 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∑ = n i i h 2 1 1 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∑− = n i i

h

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = = 2 1 1 2 1 n i i n i i i

ib h h

E

i i i

h

b

E

1 2 3 4 5 6 7=2.4(5-6) 8=2.3.4

face 1 7,4 2 3,88 x 104 169 121 13788734 574531 face 2 7,4 2 11,39 x 104 121 81 33724327 1686216 Core 3,6 5 9,67 x 104 81 16 22624832 1740372 back 1 7,4 2 11,79 x 104 16 4 10476806 1746134 back 2 7,4 2 5,10 x 104 4 0 1509935 754968

Total 82124636 6502221

cm 6,32 6502221 2 82124636 2 1 1 2 1 1 2 1 = ⋅ = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

= = − = = n i i i i n i n i i n i i i i b h E h h b E c Modulus elastisitas:

Tabel 33 Perhitungan modulus elastisitas contoh 8

Bagian b h MOE y 12

3 bh

A(y²) I EI

1 2 3 4 5 6 7=2.3.52 8

=6+7 9=4.7

face 1 7,4 2 38819,6 12 4,93 478,30 483,23 18759097 face 2 7,4 2 113933,5 10 4,93 200,96 205,89 23458067 Core 3,6 5 96687,3 6,5 37,5 0,62 38,12 3685260 back 1 7,4 2 117982,1 3 4,93 162,65 167,59 19772121 back 2 7,4 2 51011,3 1 4,93 418,11 423,04 21579889 Total 1315,23 8725,44

Face 1 Face 2 Core 1 Core 2 Back 1 Back 2


(50)

∑ ,

, , / Keteguhan Lentur:

Tabel 34 Perhitungan keteguhan lentur contoh 8

Bagian σi Ei yi Mtotal i

keterangan

1 2 3 4 5=2EI/3.4

face 1 266,43 3,88 x 104 6,68 68,11 I terkecil face 2 914,13 11,39 x 104 4,68 113,62 I

core atas 547,46 9,67 x 104 2,68 139,91 I core bawah 547,46 9,67 x 104 -2,32 -162,26 I back 1 973,92 5,10 x 104 -4,32 -126,91 I back 2 434,58 3,88 x 104 -6,32 -89,49 I

MOR = Mtotal min x c = 68,11 I x (13/2) = 442,73 kg/cm2 I I 4.6. Sifat Mekanis Glulam I

4.6.1. Modulus Elastisitas (MOE) Glulam

Modulus elastisitas adalah nilai yang menggambarkan kemampuan kayu untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban. Modulus elastisitas dalam penelitian ini ditiinjau dari dua cara dimana pembedanya adalah contoh uji dan rumus untuk mementukan nilai MOE. MOE empiris adalah nilai MOE yang didapat dari pengujian contoh uji berbentuk glulam dan dihitung dengan menggunakan rumus seperti yang disajikan pada formula 3-8. Namun dikarenakan bentuk penampangnya I maka rumusnya menjadi sebagai berikut:

Dimana I adalah momen inersia dari penampang bentuk I. Pada pengujian empiris, diasumsikan bahwa E tiap-tiap lamina sudah tidak diketahui sehingga I murni merupakan sifat penampang balok glulam I-joist yang dihitung dengan rumus:


(1)

KI3

Potongan Sayap atas 1

Sayap atas

2 Badan 1 Badan 2

Sayap Bawah 1

Sayap Bawah 2

MOR Teoritis

MOR Empiris

1 647,84 491,58 819,88 912,91 837,90 881,93 697,27

72,10

2 647,84 825,57 819,88 912,91 837,90 881,93 736,81

3 647,84 825,57 831,86 912,91 837,90 881,93 737,85

4 647,84 678,60 831,86 912,91 837,90 881,93 707,71

5 647,84 678,60 823,72 912,91 837,90 881,93 707,65

6 647,84 678,60 823,72 912,91 784,61 881,93 698,33

7 647,84 678,60 823,72 912,91 784,61 782,29 715,42

Rata-rata 647,84 693,87 824,95 912,91 822,68 867,70 714,43

KI4

Potongan Sayap atas 1

Sayap atas

2 Badan 1 Badan 2

Sayap Bawah 1

Sayap Bawah 2

MOR Teoritis

MOR Empiris

1 770,82 894,40 962,88 962,92 1004,37 639,38 745,73

75,66

2 770,82 894,40 962,88 962,92 928,43 639,38 732,00

3 865,45 894,40 962,88 962,92 928,43 639,38 799,42

4 865,45 894,40 962,88 962,92 928,43 639,38 799,42

5 865,45 1040,08 962,88 962,92 928,43 639,38 850,61

6 865,45 1040,08 962,88 962,92 928,43 798,86 733,83


(2)

KII1

Potongan Sayap atas 1

Sayap atas

2 Badan 1 Badan 2 Badan 3

Sayap Bawah 1

Sayap Bawah 2

MOR Teoritis

MOE Empiris

1 731,92 647,84 1052,47 631,34 614,08 734,94 777,69 714,49

89,80

2 731,92 531,06 1052,47 631,34 614,08 734,94 777,69 709,35

3 731,92 531,06 1052,47 631,34 614,08 734,94 1067,15 819,86

4 731,92 531,06 1052,47 631,34 614,08 646,47 1067,15 840,58

5 731,92 700,24 1052,47 631,34 614,08 646,47 1067,15 858,72

6 731,92 700,24 1052,47 631,34 836,45 646,47 1067,15 855,73

7 731,92 700,24 1052,47 631,34 836,45 646,47 868,93 626,20

8 731,92 700,24 773,18 631,34 836,45 646,47 868,93 626,60

Rata-rata 731,92 630,25 1017,56 631,34 697,46 679,65 945,23 756,44

KII2

Potongan Sayap atas 1

Sayap atas

2 Badan 1 Badan 2 Badan 3

Sayap Bawah 1

Sayap Bawah 2

MOR Teoritis

MOE Empiris

1 750,64 719,67 910,03 497,68 704,93 600,25 659,27 614,18

42,82

2 750,64 441,27 910,03 497,68 704,93 600,25 659,27 542,35

3 750,64 441,27 910,03 497,68 704,93 900,92 659,27 565,18

4 750,64 441,27 910,03 983,68 704,93 900,92 659,27 565,37

5 750,64 956,36 910,03 983,68 704,93 900,92 659,27 691,71

6 750,64 956,36 910,03 983,68 704,93 323,55 659,27 628,29


(3)

KII3

Potongan Sayap atas 1

Sayap atas

2 Badan 1 Badan 2 Badan 3

Sayap Bawah 1

Sayap Bawah 2

MOR Teoritis

MOE Empiris

1 782,38 1023,63 723,70 894,33 1187,03 816,21 587,26 808,42

93,73

2 775,35 1023,63 723,70 894,33 1187,03 816,21 587,26 804,48

3 775,35 1023,63 723,70 894,33 1187,03 198,29 587,26 404,61

4 775,35 1023,63 723,70 681,93 1187,03 198,29 587,26 403,08

5 775,35 1023,63 723,70 681,93 1187,03 878,08 587,26 776,42

6 776,74 1023,63 723,70 681,93 1187,03 878,08 587,26 783,73

7 776,74 1023,63 723,70 982,49 1187,03 878,08 587,26 783,88

Rata-rata 776,75 1023,63 723,70 815,90 1187,03 666,18 587,26 680,66

KII4

Potongan Sayap atas 1

Sayap atas

2 Badan 1 Badan 2 Badan 3

Sayap Bawah 1

Sayap Bawah 2

MOR Teoritis

MOE Empiris 1 926,05 847,07 604,14 988,17 1038,94 730,22 1031,81 862,01

40,30 2 926,05 847,07 813,29 988,17 1038,94 730,22 1031,81 860,73

3 926,05 860,75 813,29 988,17 1038,94 730,22 1031,81 862,86 4 926,05 860,75 813,29 988,17 1038,94 993,38 1031,81 939,40

5 926,05 860,75 813,29 988,17 1038,94 993,38 759,15 865,10

6 926,05 708,24 813,29 988,17 1038,94 993,38 759,15 816,58

7 926,05 708,24 813,29 988,17 1065,79 993,38 759,15 813,44

8 926,05 708,24 813,29 775,35 1065,79 993,38 759,15 813,12


(4)

Lampiran 8 Dokumentasi

Contoh kecil Pengujian contoh kecil

Lamina Pengempaan


(5)

RINGKASAN

Rentry Augusti Nurbaity. Pengembangan Teori Lentur pada Glulam I-Joist dan Verifikasi Empirisnya. Di bawah bimbingan Effendi Tri Bahtiar S.Hut, M.Si dan Dr. Ir. Han Roliadi, M.Sc

Kayu dapat digunakan sebagai bahan baku konstruksi bangunan. Dikarenakan adanya kebutuhan kayu berukuran besar untuk konstruksi maka dikembangkan produk rekayasa salah satunya glulam berbentuk I. Glulam disusun atas lamina-lamina yang direkatkan. Setiap lamina berpengaruh dalam menentukan kekuatan glulam menahan beban lentur sehingga kekuatan glulam dapat diprediksi dari sifat laminanya. Transformed cross section telah lama digunakan untuk menentukan nilai tunggal MOE dan MOR glulam. Namun metode ini tidak taat azas karena bertentangan dengan ilmu-ilmu dasar berkaitan dengan penurunan luas penampang untuk lamina yang memiliki MOE rendah dan peningkatan luas penampang untuk lamina yang memiliki MOE tinggi. Padahal MOE merupakan sifat bahan yang saling bebas dengan ukuran dan bentuk penampang serta nilainya tetap sehingga tidak relevan bila mengubah luas penampang berdasarkan MOE laminanya.

Oleh karena ketidaktaatan azas tersebut maka diperlukan sebuah teori baru yang tidak bertentangan dengan ilmu-ilmu dasar dan mampu memberikan nilai tunggal MOE dan MOR glulam secara rasional. Bahtiar (2008) telah mengembangkan sebuah metode baru untuk menghitung dan menghasilkan nilai tunggal MOE dan MOR glulam dengan tetap taat azas berdasarkan geometri analitis dan mekanika. Penelitian ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode yang disajikan Bahtiar (2008) tersebut agar berlaku lebih umum yaitu dapat pula diaplikasikan untuk glulam berbentuk I selain untuk glulam biasa.

Penelitian ini juga mengaplikasikan metode baru yang telah dikembangkan Bahtiar (2008) berkaitan dengan penentuan batas elastis kayu yang menerima beban lentur. Bahtiar (2008) telah mengembangkan metode untuk menghitung MOE kayu dengam menetapkan batas elastis sebagai pertemuan antara kurva linear dan kurva kuadratik. Batasan penting yang diberikan pada metode Bahtiar tersebut adalah bahwa tepat pada batas elastis, kemiringan kurva linear dan kurva kuadratik harus sama sehingga nilai fungsi derivatif (turunan) keduanya harus sama.

Penelitian ini menggunakan kayu Karet sebagai bahan baku dan perekat phenol resorsinol formaldehida. Setiap potong kayu Karet dipersiapkan untuk lamina diambil salah satu ujungnya untuk pengujian lentur contoh kecil berdasarkan BS-373:1957. Perhitungan MOE dilakukan dengan dua cara yaitu metode konvensional dan metode Bahtiar (2008a). Setiap lamina kemudian disusun menjadi balok I dan diuji sesuai dengan standar ASTM D-198. MOE dan MOR glulam dihitung dengan cara teoritis dan empiris. Metode perhitungan teoritis dilakukan dengan dua cara yaitu metode transformed cross section dan metode baru yang telah dikembangkan. Sedangkan metode empiris dilakukan sesuai dengan ASTM D-198 yang dimodifikasi.

Hasil perhitungan MOE contoh kecil kayu Karet menunjukkan adanya perbedaan hasil antara metode konvensional dan metode Bahtiar. Metode


(6)

konvensional cenderung menghasilkan MOE lebih tinggi sebesar ±2% daripada metode Bahtiar (2008). Namun terdapat korelasi yang sangat tinggi antara MOE hasil kedua metode tersebut yaitu sebesar 99,6%.

Verifikasi secara teoritis dengan menggunakan metode transformed cross section telah berhasil dilakukan. Perhitungan MOE dan MOR dengan metode baru mampu menghasilkan nilai tunggal MOE dan MOR untuk glulam yang identik dengan hasil metode transformed cross section. Metode baru lebih taat azas dan tidak bertentangan dengan ilmu-ilmu dasar berkaitan dengan sifat penampang dan sifat material yang saling bebas. Dengan demikian sudah saatnya untuk menggugurkan metode transformed cross section dan menggantikannya dengan metode baru ini.

Penelitian ini belum mampu memberikan verifikasi empiris yang memadai bagi metode perhitungan MOE dan MOR glulam berdasarkan lamina-lamina penyusunnya. Perhitungan teoritis (baik metode baru maupun metode transformed cross section) menghasilkan nilai MOE dan MOR yang jauh lebih besar daripada hasil empirisnya. Hal ini terjadi akibat perlemahan pada garis rekat. Sebagian besar glulam rusak pada garis rekatnya sehingga lamina-lamina tidak mampu memberikan kontribusi maksimum pada sifat lentur glulam. Perlemahan MOE berkisar antara 5,99-68,16%. Perlemahan MOR berkisar antara 76,75-95,04%. Kata Kunci: Glulam I-joist, Transformed cross section, MOE, MOR