Pengaruh Tekanan Transmembran dan Suhu terhadap Nilai Rejeksi

tinggi akan menyebabkan fluks yang lebih besar baik pada pressure controlled region maupun mass transfer controlled region. Suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan viskositas bahan dan proses difusi akan menjadi lebih besar.

4.5 Pengaruh Tekanan Transmembran dan Suhu terhadap Nilai Rejeksi

Rejeksi adalah kemampuan suatu membran untuk menahan partikel berukuran tertentu. Pola perubahan nilai rejeksi protein pada membran UF poliakrilonitril MWCO 100 kDa dan polisulfon MWCO 50 kDa terlihat cenderung berfluktuatif. Hal ini menunjukkan bahwa TMP dan suhu tidak berpengaruh terhadap besarnya nilai rejeksi protein. Selain itu, nilai rejeksi protein pada membran UF poliakrilonitril MWCO 100 kDa terlihat juga lebih rendah dibandingkan dengan membran UF polisulfon MWCO 50 kDa. Pola perubahan nilai rejeksi protein pada permeat yang disebabkan oleh perubahan TMP dan suhu pada membran UF poliakrilonitril MWCO 100 kDa dan polisulfon MWCO 50 kDa selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14. Pola perubahan nilai rejeksi protein yang cenderung fluktuatif pada kedua membran menunjukkan bahwa TMP dan suhu tidak mempengaruhi besarnya rejeksi protein dan terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai rejeksi. Mulder 1996 menyatakan bahwa membran UF merupakan membran porous, sehingga rejeksi zat terlarut sangat dipengaruhi oleh ukuran dan berat zat terlarut relatif terhadap ukuran pori membran. Nilai rejeksi protein pada membran UF poliakrilonitril MWCO 100 kDa terlihat lebih rendah dibandingkan dengan membran UF polisulfon MWCO 50 kDa. Hal ini diduga jumlah protein yang ada lebih banyak mencemari pori membran, terutama pada membran berukuran pori lebih besar Marshall et al. 1993. Menurut Cheryan 1998, material membran yang berbeda dengan MWCO yang sama akan dapat menghasilkan rejeksi yang berbeda. Hal ini diduga disebabkan adanya pengaruh interaksi antara larutan umpan dan membran. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rejeksi protein tertinggi diperoleh oleh membran UF polisulfon MWCO 50 kDa pada suhu 50 °C dan TMP 59 kPa, sedangkan nilai rejeksi terendah terjadi pada proses filtrasi menggunakan membran UF 50 kDa dengan suhu 40 °C dan TMP 280 kPa. Pada penelitian ini diinginkan permeat berupa protease murni, maka kondisi operasi membran yang sesuai adalah kondisi dimana permeat yang dihasilkan memiliki nilai rejeksi protein tertinggi diikuti dengan rejeksi enzim protease yang rendah. Aktivitas enzim protease akan tetap tinggi jika protein yang terbuang merupakan pengotor atau bukan protein enzim. Gambar 13 Pola perubahan nilai rejeksi protein pada permeat yang disebabkan oleh perubahan TMP dan suhu operasi pada membran UF poliakrilonitril MWCO 100 kDa Gambar 14 Pola perubahan nilai rejeksi protein pada permeat yang disebabkan oleh perubahan TMP dan suhu operasi pada membran UF polisulfon MWCO 50 kDa Secara umum, pola perubahan nilai rejeksi enzim protease pada membran UF poliakrilonitril MWCO 100 dan polisulfon MWCO 50 kDa pada Gambar 15 24,51 33,13 52,33 60,19 52,63 51,72 53,08 52,33 53,99 50,96 54,14 54,14 20 40 60 80 100 28 55 138 276 R ej eksi P rot ei n Tekanan Transmembran kPa 30 °C 35 °C 40 °C 82,00 86,84 80,79 67,02 75,19 73,51 49,35 37,38 64,21 58,79 54,39 56,72 20 40 60 80 100 30 59 142 280 R ej eksi P rot ei n Tekanan Transmembran kPa 30 °C 35 °C 40 °C dan 16 menunjukkan pola yang fluktuatif. Mulder 1996 mengemukakan bahwa rejeksi dapat tinggi pada proses pemisahan dengan menggunakan larutan campuran makromolekul dimana polarisasi konsentrasi sangat berpengaruh terhadap selektivitas. Molekul dengan berat molekul yang lebih tinggi akan tertahan seluruhnya dan menimbulkan lapisan dinamis seperti membran yang dapat menahan partikel padatan dengan berat molekul rendah. Gambar 15 Pola perubahan nilai rejeksi enzim protease pada permeat yang disebabkan oleh perubahan TMP dan suhu operasi pada membran UF poliakriloniitril MWCO 100 kDa Gambar 16 Pola perubahan nilai rejeksi enzim protease pada permeat yang disebabkan oleh perubahan TMP dan suhu operasi pada membran UF polisulfon MWCO 50 kDa Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rejeksi enzim protease tertinggi mencapai 100 yakni menggunakan membran UF polisulfon MWCO 98,14 99,05 87,81 97,23 89,91 80,70 85,38 89,03 77,43 71,48 88,10 75,79 20 40 60 80 100 28 55 138 276 R ej eksi P rot eas e Tekanan Transmembran kPa 30 °C 35 °C 40 °C 100 93,51 100 98,46 97,98 98,21 100 100 98,86 98,72 98,12 96,87 20 40 60 80 100 30 59 142 280 R ej eksi P rot eas e Tekanan Transmembran kPa 30 °C 35 °C 40 °C 50 kDa, pada suhu 30 °C, TMP 30 kPa, dan 142 kPa, serta suhu 35 °C, TMP 142 kPa, dan 280 kPa, sedangkan nilai rejeksi enzim protease terendah adalah pada proses filtrasi menggunakan membran UF poliakrilonitril MWCO 100 kDa pada suhu 40 °C dan TMP 55 kPa. Marshall et al. 1993 menyatakan bahwa rendahnya nilai rejeksi protein dan enzim protease untuk membran UF poliakrilonitril MWCO 100 kDa dibandingkan dengan membran UF polisulfon MWCO 50 kDa diduga karena jumlah protein maupun enzim protease yang lebih besar mencemari pori membran untuk membran dengan pori berukuran besar. Selain itu, material membran yang berbeda dengan MWCO yang sama akan menghasilkan rejeksi yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya pengaruh interaksi antara larutan umpan dan membran Cheryan 1998. Membran yang dibuat dari selulosa asetat atau regenerasi selulosa memiliki rejeksi yang lebih tinggi dan sebaran ukuran pori yang lebih luas bila dibandingkan dengan membran polisulfon Kim et al. 1994 diacu dalam Cheryan 1998 dan memperlihatkan deviasi yang lebih kecil antara pengamatan dan rejeksi sesungguhnya serta pengaruh TMP yang lebih kecil pada rejeksi. Fenomena ini mungkin berhubungan efek fouling yang mana memiliki hubungan dengan hidrofobik, kekasaran permukaan dan sebagainya. Secara umum, fluks yang lebih tinggi dan adsorpsi yang lebih rendah teramati pada material membran yang hidrofilik dibandingkan dengan dengan membran hidrofobik, untuk umpan yang cenderung encer Cheryan 1998. Interaksi antara membran dan protein dapat menyebabkan perubahan struktur dari molekul yang terjerap. Cheryan 1998 melaporkan bahwa BSA yang terjerap pada permukaan membran regenerasi selulosa hidrofilik memiliki struktur globular seperti pada larutan bebas. Namun pada permukaan dari membran polisulfon, protein berbentuk panjang dan berfilamen, lebih terbuka dan terdenaturasi. Hal yang sama juga terjadi pada aktivitas enzim karbohidrase seperti α galaktosidase, β galaktosidase, dan glukosa isomerase. Peneliti sebelumnya menyatakan bahwa spleen limpa dari jeroan ikan tuna yellowfin merupakan sumber dari tripsin dan kemotripsin Jantaro 2000 diacu dalam Li et al. 2006 dan dilaporkan bahwa estimasi berat molekul dari tripsin dan kemotripsin berturut-turut adalah 24 dan 27 kDa Li et al. 2008 b . Pada penelitian ini dilakukan proses filtrasi menggunakan membran UF poliakrilonitril MWCO 100 kDa dan polisulfon MWCO 50 kDa sehingga dapat diasumsikan bahwa pada proses ini permeat yang diperoleh merupakan ekstrak enzim protease. Kondisi operasi membran yang menghasilkan nilai rejeksi enzim protease terendah diikuti dengan nilai rejeksi protein tertinggi merupakan kondisi yang sesuai untuk pemurnian protease dari jeroan ikan tuna. Secara umum kondisi tersebut adalah filtrasi menggunakan membran UF 50 kDa pada suhu 30 °C dan TMP 55 kPa serta filtrasi menggunakan membran UF 100 kDa pada suhu 40 °C dan TMP 55 kPa.

4.6 Kadar Protein dan Aktivitas Enzim pada Setiap Tahapan Filtrasi serta