INTSRUMEN HUKUM YANG BAIK 2. APARAT PENEGAK HUKUM YANG

PENEGAKAN HUKUM BR DPT TERPENUHI APABILA 5 PILAR HUKUM BERJALAN DENGAN BAIK :

1. INTSRUMEN HUKUM YANG BAIK 2. APARAT PENEGAK HUKUM YANG

TANGGUH 3. PERALATAN YANG MEMADAI 4. MASYARAKAT YANG SADAR HUKUM 5. BIROKRASI YANG MENDUKUNG FAKTOR PENEGAK HUKUM  KUALITAS PENEGAK HUKUM PROFESIONAL ATAU TIDAK  LEMAHNYA WAWASAN PEMIKIRAN  MINIMNYA KETRAMPILAN UNTUK BEKERJA  RENDAHNYA MOTIVASI KERJA  RUSAKNYA MORALITAS PERSONAL APARAT  TINGKAT PENDIDIKAN YANG RENDAH POLISI  DLL  Kekuasaan kehakiman  Kekuasaan Kehakiman adl kekuasaan ngra yg merdeka utk mnylnggarakan peradilan gn mngakkan hkm dan keadilan brdsarkan Pancasila dan UUD NRI Thn 1945, dmi trslenggaranya Ngra Hkm RI Psl 1 angka 1 UU No. 48 Thn 2009 ttg Kekuasaan Kehakiman. • KONSEP KEKUASAAN KEHAKIMAN Kekuasaan kehakiman adl ciri pokok ngra hkm rechtsstaat dan prinsip the rule of law. Demokrasi mengutamakan the will of the people, Negara hukum mengutamakan the rule of law. Keduanya perlu dibedakan dan dicerminkan dalam institusi yang terpisah satu sama lain. Jimly Assiddiqie PENGERTIAN • PENEMUAN HUKUM Proses pembentukan oleh hakim, atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum pada persitiwa konkrit, lebih lanjut dapat dikatakan bahwa penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum das solen yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit das sein tertentu. Mertokusumo, 2001:37 HUKUM • SISTEM HETERONUM Tokoh Montesquieu dan Kant mngtkan bhw hakim dlm mnrapkan UU thdp peristiwa hukum ssngguhnya tdk mjlankan peranannya secara mandiri. Hakim hnylah pnymbung lidah atau corong uu, tdk dpt menambah dan tdk dpt mengurangi Sudikno Mertokusumo, 2001: 39 • SISTEM OTONOM Tokoh Van Eikima Hommes, Francois Geny dan Paul Scolten. Hakim tdk lg sbg corong uu ttpi sbg pmbentuk hukum yg secara mandiri memberikan bentuk kpd isi UU dan menyesuaikannya dg kbthan2. INDONESIA • Asas Curia Novit Hakim dianggap tahu hukum Pasal 1 angka 1 UU NO 48 Tahun 2009 ttg Kekuasaan Kehakiman 1. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Pasal 10 UU NO 48 Tahun 2009 ttg Kekuasaan Kehakiman 1Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. 2Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian. lht Psl 58, 59, 60, 61 UU ini 2009 ttg KEKUASAAN KEHAKIMAN 1. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. • PASAL 5 AYAT 1 UUNO. 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN:HAKIM DAN HAKIM KONSTITUSI WAJIB MENGALI, MENGIKUTI DAN MEMAHAMI NILAI-NILAI HUKUM DAN RASA KEADILAN YANG HIDUP DALAM MASYARAKAT INDONESIA • Asas Curia Novit Hakim dianggap tahu hukum Pasal 1 angka 1 UU NO 48 Tahun 2009 ttg Kekuasaan Kehakiman 1. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Pasal 10 UU NO 48 Tahun 2009 ttg Kekuasaan Kehakiman 1Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. 2Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian. lht Psl 58, 59, 60, 61 UU ini hukum • Metode Interpretasi 1. PenafsiranInterpretasi Gramatikal 2. PenafsiranInterpretasi Sistematis 3. PenafsiranInterpretasi historis 4. PenafsiranInterpretasi sosiologis atau teologis 5. PenafsiranInterpretasi komparatif 6. PenafsiranInterpretasi antisipatif atau futuristis • Metode Argumentasi 1. Penafsiran peranalogian analogi 2. Penafsiran a contrario 3. Penafsiran rechverfijning pengkonkretan hukum atau penghalusan hukum • PENAFSIRAN GRAMATIKAL: Mbrikan arti kpd suatu istilahprktaan ssuai dg tata bahasa. Misal : “Pegawai Negeri menerima suap”, mk plku disini adl Pegawai Negeri, bkn barang siapa. • PENAFSIRAN SISTEMATIS DOGMATIS: Penafsiran dg menilik susunan yg brhub dg bnyi Psl2 lainnya baik dlm UU itu maupun dg UU lainnya. Contoh : Istilah Pencurian dlm Psl 363 KUHP hrs diartikan sm dg Istilah Pencurian dlm Psl 362 KUHP. • PENAFSIRAN HISTORIS: Penafsiran brdsarkan sjrah hkmnya dg mnyldiki sjrah tjdinya hkm tsb. Penafsiran brdsarkan Sjrah UU dg mnylidiki mksd pbentuk uu, misalnya denda Rp. 250,- dpt ditafsirkan ssuai dg nilai sekarang. • PENAFSIRAN TEOLOGISSOSIOLOGIS: Penafsiran dg mpljari tjuan dr pd dibntuknya suatu produk hkm. Mislnya tjuan dibentuknya UU KPK atau UU Pengadilan Niaga, dll. • PENAFSIRAN KOMPARATIF: Penafsiran dg cra mbndingkan dg pnjlsan brdsarkan prbndingan hkm yg stu dg yg lainnya agr dpt ditemukan kejelasan suatu ktntuan UU. • PENAFSIRAN FUTURISTIK: Penafsiran dg pnjlsan UU dg prpdoman pd UU yg blm disahkan. Mislnya penafsiran melalui RUU KUHP. • PENAFSIRAN RESTRIKTIF: Penafsiran dg mprsempit pngrtian dr istilah. Msalnya kerugian ditafsirkan tdk trmasuk kerugian yg tdk berwujud sprti sakit, cacat dsb. • PENAFSIRAN EKSTENSIF: Penafsiran dg mmprluas pngrtian dr pd suatu istilah berbeda dg pngrtian yg dignkan shri2. Misl aliran listrik ditafsirkan sebagai benda. • PENAFSIRAN AUTHENTIK: Penafsiran yg resmipsti thdp arti kata2 sbgmna dlm prtran tsb. Contoh pd Psl 98 “Yg dsb wkt mlm yaitu wkt antara mthri trbenam dan mthri terbit. Dll. • PENAFSIRAN ANALOGI HUKUM: Misal Istilah menjual dlm Psl 1576 KUHPer dianggap sm dg mbrikan, mwriskan, dan mengalihkan hak pd org lain. • PENAFSIRAN ARGUMENTUM A CONTRARIO Penafsiran kebalikan dari suatu istilahpenafsiran uu yg didsarkan pd prlwanan pngrtian soal yg diatur dlm uu dg soal yg dihdpi. Contoh tidak dipidana tanpa kesalahan, dll. • PENAFSIRAN PENGHALUSANPENYEMPITAN HUKUM RECHTVERVIJNING: Contoh, Konsep keluarga dipersempit pengertiannya menjadi Kepala Keluarga. • CARA MENERAPKAN METODE PENAFSIRAN Dlm mlksnakan penafsiran prtran prndang2an prtma2 hrs sllu dilkkan penafsiran grammatikal, krn pd hakikatnya utk mmhmi teks prtran prndang2an hrs dimngerti lbh dhlu arti katanya. Stlh itu br dilnjutkan dg penafsiran otentik. Kmdian dilnjutkan dg penafsiran historis, penafsiran sistematis, penafsiran teleologis atau sosiologis, penafsiran ekstensif, penafsiran restriktif, penafsiran analogis dan penafsiran a contrario, dan penafsiran rechverfijning pengkonkretan hukum atau penghalusan hukum KEKOSONGAN HUKUM • Pengisian Kekosongan Hukum Peraturan2 perundangan yg brlku dlm suatu Ngra dlm suatu wkt tttu bs diktakan hkm positif mrpkan suatu sstm yg formal, yg sulit utk mngbah atau mcbutnya wlpun tak ssuai dg prkmbangan masy yg hrs diatur olh prtran2 perundangan tsb. • Hakim Memenuhi Kekosongan Hukum Dlm hub ini apbla hakim mnmbah prtran2, mk hal ini brti, hakim mmnuhi ruangan kosong leemten dlm sstm hkm formal dr tata hukum yg berlaku. Spti dikthui pd akhir abad ke-19, para sarjana hukum brpdpat, bhw hkm itu mrpkan suatu kstuan yg lngkap dan yg tertutup; diluar uu tdk ada hkm, dan hakim tdk blh mjlankan keadaan hkm yg tdk dsbtkan dlm prtran prndangan. KEKOSONGAN HUKUM • Hakim mengisi kekosongan hukum apabila perkara yang diajukan kepadanya tidak ada ketentuan- ketentuan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan meskipun sudah ditafsirkan menurut bahasa, sejarah, sistematis dan sosiologis. Konstruksi hukum adalah hakim membuat suatu pengertian hukum rechsbergrip yang mengandung persamaan. KEKOSONGAN HUKUM Prof. Mister Paul Scholten, mngtkan bhw hkm itu mrpkan suatu sstm yg terbuka open system van het recht. Pndpat ini lhr dr knytaan, bhw dg pesatnya kmjuan dan prkmbngan masy, mnybabkan hkm mjd dianamis, trus- mnrus mngktui proses prkmbangan masy. Berhub dg itulah tlh mnmbulkan konsekuensi, bhw hakim dpt dan bahkan hrs mmnuhi kekosongan yg ada dlm sstm hkm asalkan penambahan itu tdklah mbawa prbhan prisipil pd sstm hkm yg berlaku. Van Apeldoorn 1981:397, pkrjaan hakim tak lain drpd mmsukkan hal yg hrs diptuskannya kedlm suatu prtran uu yg dg sendirinya mnytakan akibat hukumnya. Ini brti, hakim tentu tdk mbntuk hkm, melainkan dr sstu yg tdk ada, hakim mbntuk sebuah prtran br yg ssuai dg keadaan pd saat itu shngga mjd sbuah hkm yg berlaku. ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN

1. SOSIOLOGI HUKUM 2. ANTROPOLOGI HUKUM