IV. TELUK BAKAU 4.1. Profil Wilayah
4.1.1. Letak geografis
Teluk Bakau merupakan desa yang terletak Pulau Bintan, Kepulauan Riau dan memiliki potensi sumberdaya alam yang kaya, diantaranya pertambangan
bauksit, minyak dan gas serta pariwisata. Daerah Teluk Bakau mempunyai luas area 112.12 km
2
yang terletak 10 meter diatas permukaan laut dan berbatasan langsung :
Sebelah Utara : Desa Malang Rapat
Sebelah Selatan : Kelurahan Kawal Sebelah Barat
: Desa Toa Paya Utara Sebelah Timur
: Laut Cina Selatan
4.1.2. Iklim Secara umum Pulau Bintan termasuk daerah yang beriklim tropis basah;
curah hujan rata-rata ± 2.214 mmtahun,berkisar antara 2.000-2.500 mmth, dengan hari hujan ±110 hari. Curah hujan tertinggi pada bulan Desember 347
mm, terendah pada bulan Agustus 101 mm. Suhu rata-rata bulanan selama lima tahun 1996-2000 antara 22,5
o
C-26,2
o
C , suhu terendah rata-rata 23,9
o
C dan tertinggi rata-rata 31,8
o
. Cuaca di daratan Pulau Bintan cukup terik dan panas pada siang hari, namun di wilayah pantai cuaca cukup nyaman karena mendapat
pengaruh dari angin laut yang dapat menyeimbangkan cuaca terik tersebut. Kelembaban udara berkisar antara 83-89 Kuriandewa, 2010.
Angin dalam setahun mengalami perubahan empat kali: Desember-Februari bertiup angin utara: bulan Maret-Mei bertiup angin timur, bulan Juni-Agustus
bertiup angin selatan dan bulan September-November bertiup angin barat. Angin dari arah utara dan selatan sangat berpengaruh terhadap terjadinya gelombang
laut. Gelombang laut pada bulan Desember-Februari dan bulan Juni-Agustus umumnya cukup besar. Gelombang di perairan pesisir Pulau Bintan sebelah utara
pada musim angin utara atau selatan, dapat mencapai ketinggian 2 meter. Kecepatan angin terbesar adalah 9 knot pada bulan Desember-Januari, sedangkan
kecepatan angin terendah pada bulan Maret-Mei.
4.1.3. Topografi dan lereng
Menurut Kuriwandewa 2009 Daratan P. Bintan memiliki topografi lereng yang beragam. Ketinggian wilayah berkisar antara 0-50 m di atas permukaan laut.
Data lereng yang diperoleh melalui proses pemodelan digital menghasilkan informasi bahwa bentuk topografi wilayah ini sebagian besar merupakan lahan
berombak hingga bergelombang 53,37. Lahan dengan topografi datar banyak terdapat di Desa Berakit dan Gunung Kijang.
Daratan P. Bintan dapat dibedakan menjadi empat kelas kemiringan lereng: 1 Wilayah datar-landai 0-5 sebagian besar dijumpai di bagian utara dan
selatan daerah, terutama di sekitar sempadan sungai, hutan bakau dan sepanjang tepi pantai.
2 Wilayah datar berombak 5-8, menyebar di bagian tengah dan selatan, terutama di Desa Teluk Bakau, Desa Malang Rapat dan sebagian Desa
Berakit. 3 Wilayah bergelombang 8-15, yang merupakan daerah perbukitan dapat
dijumpai di bagian tengah. 4 Wilayah berbukit 15-30, penyebarannya terutama di bagian tengah Desa
Teluk Bakau dan Desa Malang Rapat. Sebaran kelas kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6
yang menyajikan sebaran dan persentase luas dari masing-masing kelas kemiringan lereng.
Tabel 5. Kelas kemiringan lereng
Lereng Deskripsi Lereng Total Luas ha
0-5 Datar - landai
6.182,46 44,47
5-8 Berombak
5.195,53 37,37
8-15 Bergelombang
2.225,91 16,00
15-30 Berbukit
299,85 2,16
Total Luas Desa 13.903,75
100
Tabel 6. Sebaran Kemiringan Lereng Per-desa
Kelas Lereng Berakit
Malang Rapat Teluk Bakau
Gunung Kijang Luas ha
Luas ha Luas ha
Luas ha 0-5
1.970,34 72,43 1.732,94 31,81 1.393,93 31,64 1.085,25 81,57 5-8
649,63 23,88 2.555,70 46,91 1.785,78 40,54 204,42 15,37 8-15
85,51 3,15 1.044,71 19,18 1.066,08 24,20 29,61 2,22
15-30 14,71 0,54 114,87 2,10 159,15 3,62 11,12 0,84
Total Luas 2.720,19
100 5.448,22
100 4.404,94
100 1.330,40
100 Sumber: Hasil Analisis Data
ke Lagoi
ke Tanjung Pinang
Sumber : 1. Citra ASTER, perekaman 25 Maret 2005
2. Citra Landsat , perekaman 28 April 2000 3. Citra SRTM, resolusi 100m NASA, perekaman 2003
4. Peta Jantop TNI-AD, skala 1:50.000 5. Peta Rupa Bumi Indonesia, lb. 1016 1017, skala 1:250.000,
BAKOSURTANAL 1986 6. Peta Geologi, lb. Tanjung Pinang, Skala 1:250.000
7. Peta Sistem Lahan, lb. 1016Tanjung Pinang dan 1017Tanjung Uban, skala 1:250.000. BAKOSURTANAL - Dep. Pertanian, 1988
8. Peta Lereng, Revisi RTRW Kabupaten Bintan, 2004 9. Rencana Induk Ibukota Kec. Gn. Kijang, 2004
Sei Kawal
S . K
aru bi
Karubi Bopeng
Mengkuros Kuros
Sungai Angus Kp. P. Pucung
S. Tl. D a
la m
S . K
am pa
Kampa Sialang
Malangrapat Telukdalam
Teluk Merbau Bukit Balau
Teluk Asah Berakit
P. Wangkang
P. Penyusu P. Balau
P. Payung
P. Beralas Bakau P. Beralas Pasir
Petunjuk Lokasi
KECAMATAN GUNUNG KIJANG KECAMATAN GUNUNG KIJANG
KECAMATAN TELUK SEBONG
DESA BERAKIT
DESA MALANG RAPAT
DESA TELUK BAKAU
DESA GUNUNG KIJANG N
E W
S
2 2
4 6 Km
Skala 1 : 125.000 Proyeksi : Universal Transverse Mercator UTM
Zone UTM : 48 N Sistem Grid : Grid UTM
Datum : WGS-84
Program Studi Ilmu Lingkungan P r o g r a m P a s c a s a r j a n a
U N I V E R S I T A S I N D O N E S I A
PETA KELAS LERENG
PESISIR TIM UR PULA U BIN TA N
Kecamat an Gunung Kij ang dan Teluk Sebong KABUPATEN BINTAN
12 00
00 11
80 00
11 60
00 11
40 00
11 20
00 11
00 00
1 08
000 m
U 11
80 00
11 60
00 11
40 1
120 00
m U
11 00
00 10
80 00
m U
464000 mT 462000
460000 458000
456000 mT 454000 mT
450000 mT 1
38 000
m U
13 60
00 13
40 00
13 80
00 m
U 13
60 00
13 40
00 13
20 00
13 00
12 8
000 12
60 00
Sungai Jalan Utama
Jalan Pkb. Sawit Jalan Tanah
Batas Kecamatan Batas Desa
Batas Penelitian Garis Pantai
LEGENDA
Kampung 12
40 00
12 20
00 12
00 00
448000 mT 450000
452000 454000
456000 mT
S. K aw
a l
0-5 5-8
8-15 15-30 Berbukit
Bergelombang Berombak
Datar - landai 299,85
2.225,91 5.195,53
6.182,46 44,47
37,37 16,00
2,16
Luas Kelas Kemiringan Lereng
100 13.903,75
Luas Total Distribusi Kelas Lereng
0-5 5-8
8-15 15-30
14,71 85,51
649,63 1.970,34
72,43 23,88
3,15 0,54
Luas Kelas Lereng
100 2.720,19
Luas Total 5.448,22
100
Luas
2,10 19,18
46,91 31,81
1.732,94 2.555,70
1.044,71 114,87
159,15 1.066,08
1.785,78 1.393,93
31,64 40,54
24,20 3,62
Luas
100 4.404,94
1.330,40 100
Luas
0,84 2,22
15,37 81,57
1.085,25 204,42
29,61 11,12
Gunung Kijang Teluk Bakau
Malang Rapat Berakit
Distribusi Kelas Lereng Per Desa
S . Angus
PETA 4
47
Gambar 5. Peta Umum P.Bintan
Jika memperhatikan fisiografi dan bentuk permukaan yang dapat diamati melalui kenampakan topografi pada GambarPeta 5, wilayah ini merupakan
daerah yang mengalami pengikisan intensif dan merupakan daerah yang memiliki kerawanan gerak massa. Permukaan lahan seperti ini seharusnya selalu tertutup
oleh vegetasi untuk mengurangi risiko pengikisan atau terjadinya gerak massa. Walaupun gerak massa yang terjadi hanya bersifat lokal dikarenakan wilayah
dengan lereng-lereng terjal hanya berada pada luasan terbatas, namun kondisi ini dapat saja membahayakan masyarakat pada umumnya.
4.1.4. Morfologi bentuk lahan
Bentuk lahan yang dapat dijumpai di wilayah ini meliputi 7 tujuh macam yang di bedakan menurut genesanya. Macam dari bentuk lahan yang dapat
dijumpai di seluruh wilayah idisajikan pada Tabel 7. Sedangkan distribusi bentuk lahan per desa disajikan pada Tabel 8. Penyajian data distribusi sebaran bentuk
lahan pada masing-masing desa bertujuan untuk menunjukkan kondisi dan potensi fisik lahan masing-masing desa secara rinci Kuriandewa, 2010.
Tabel 7. Deskripsi bentuk lahan pesisir timur P. Bintan
Bentuk lahan Deskripsi
Total Luas ha
Rataan pasang surut M5 Pantai dengan endapan pasir yang
terpengaruh pasang surut 65,35 0,47
Dataran alluvial F1 Dasar-dasar lembah kecil diantara bukit-
bukit 1.306,68 9,40
Dataran alluvial pantai M6 Gunung-gunung dari endapan pasir pantai
1.774,64 12,76
Dataran nyaris D5 Dataran-dataran sediment campuran yang
berombak – bergelombang 3.515,45 25,28
Perbukitan terkikis D1 Dataran-dataran batuan berapi asam yang
berombak sampai berbukit 6.737,77 48,46
Rawa F4 Dataran campur antar pasut di bawah
bakau 465,52 3,35
Bukit sisa D3 Bukit sisa, berupa batuan api masam yang
membentuk pulau 38,34 0,28
Sumber: Hasil Analisis Data
Tabel 7 menunjukkan bahwa bentuk lahan yang paling dominan ditemui di daerah penelitian adalah perbukitan terkisis 48,46 dan dataran nyaris
25,28. Kedua bentuk lahan ini merupakan bentuk lahan yang terjadi karena proses denudasional atau pelapukan. Pelapukan yang terjadi merupakan pelapukan
tingkat lanjut sehingga bentuk permukaan yang ada umumnya berupa bukit-bukit kecil. Sesuai batuan dasarnya yaitu granit maka lahan dengan proses denudasional
tingkat lanjut ini memiliki beberapa ciri berkaitan dengan kondisi tanahnya, yaitu memiliki ukuran butir sedang hingga halus dengan tingkat kesuburan sedang
hingga rendah, tergantung pada bentuk tutupan lahan yang ada di atasnya. Bentuk lahan yang terbentuk melalui proses denudasional umumnya
memerlukan pengelolaan yang tepat dari segi pemanfaatan dan perlakuan. Pengelolaan yang tidak tepat dapat mengakibatkan terjadinya bencana atau
kerusakan lingkungan seperti longsor atau terbentuknya lahan kritis. Gambaran distribusi sebaran bentuk lahan di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 8
Kuriandewa, 2010. Tabel 8. Distribusi bentuk lahan per desa
Bentuk lahan Berakit
Malang Rapat Teluk Bakau
Gunung Kijang Luas
ha Luas
ha Luas
ha Luas
ha Rataan pasang surut M5
10,82 0,40 33,07 0,61 10,34 0,23 11,12 0,84 Dataran alluvial F1
207,13 7,61 582,18 10,69 287,17 6,53 230,20 17,30 Dataran alluvial pantai
M6 789,62 29,03 576,96 10,59 227,47 5,16 180,59 13,57
Dataran nyaris D5 501,03 18,41 837,64 15,37 1.406,11 31,92 770,67 57,93
Perbukitan terkikis D1 767,40 28,22 3.418,37 62,74 2.436,91 55,32 115,09 8,65
Rawa F4 442,79 16,27
- - - - 22,73 1,71
Bukit sisa D3 1,40 0,06 - -
36,94 0,84 - -
Total Luas 2.720,19
100 5.448,22
100 4.404,94
100 1.330,40
100
Sumber: Hasil analisis data
4.1.5. Jenis dan kondisi tanah
Sebaran jenis tanah diuraikan menurut komposisi tanah berdasarkan Peta Sistem Lahan Bakosurtanal, 1983 dan Peta Tanah Puslitan, 1999 in
Kuriwandewa 2010 yang didetilkan melalui interpretasi citra satelit. Jenis tanah
didominasi oleh jenis tanah podsolik, aluvial, litosol, dan sebagian kecil jenis tanah andosol. Jenis-jenis tanah tersebut menurut sistem USDA dibedakan
menjadi beberapa satuan tanah, yaitu: tropudults, paleudults, tropaquepts, tropofluvents
, eutropepts, troposaments, tropoquents, hydraquents, sulfaquents dan dystropepts.
Sebaran jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10 yang menyajikan sebaran dan persentase luas dari masing-masing jenis tanah yang
berhasil diidentifikasi di daerah ini.
Tabel 9. Deskripsi dan sebaran jenis tanah
Jenis Tanah Sistem
Satuan Deskripsi
Luas ha Tropudults, Paleudults
SKA Tekstur
agak halus - halus 9.779,91 70,34
Tropaquepts, Tropofluvents, Eutropepts
BKN Tekstur
agak halus - halus 825,34 5,94
Troposamments, Tropoquents PTG
Tekstur agak kasar - halus
582,98 4,19 Hydraquents, Sulfaquents
KJP Tekstur halus
444,20 3,19
Tropudults, Dystropepts, Tropaquepts
LWW Tekstur
agak halus - halus 2.271,32 16,34
Total Luas ha 13.903,75
100
Sumber: Hasil Analisis Data
Tabel 10. Deskripsi dan sebaran jenis tanah per desa
Sistem Satuan Tanah
Berakit Malang Rapat
Teluk Bakau Gunung Kijang
Luas ha Luas ha
Luas ha Luas ha
SKA 2.178,08 80,07 4.729,71 86,81 2.336,79 53,05 535,33 40,24
BKN - -
151,65 2,78 420,76 9,55 252,93 19,01 PTG
97,91 3,62 311,92 5,73 128,56 2,92 44,59 3,35 KJP
444,20 16,31 - - - - - -
LWW - -
254,94 4,68 1.518,83 34,48 497,55 37,40 Total Luas ha
2.720,19 100
5.448,22 100
4.404,94 100
1.330,40 100
Sumber: Hasil Analisis Data
Jenis-jenis tanah yang banyak dijumpai di daerah ini adalah jenis tropudults, paleudults,
dystropepts dan tropaquepts 86,68, pada satuan sistem lahan Sukaraja SKA dan Lawangguang LWW. Jenis-jenis tanah ini umumnya
memiliki ciri kesuburan yang sedang-rendah karena susunan material dasarnya yang memang miskin hara. Sebaran jenis-jenis tanah di daerah ini, ternyata
memiliki hubungan sangat erat dengan informasi satuan bentuk lahan dan geologi yang telah diidentifikasi sebelumnya. Hubungan antara bentuk lahan, geologi dan
jenis tanah ini merupakan hubungan positif yang saling menguatkan sehingga makin memperjelas gambaran tentang kondisi lahan di daerah pesisir timur P.
Bintan.
4.1.6. Hidrologi
Sungai-sungai yang ada umumnya berukuran kecil dan dangkal sehingga tidak layak digunakan untuk aktivitas lalu lintas pelayaran. Sungai-sungai tersebut
umumnya digunakan untuk saluran pembuangan air, terutama air dari daerah rawa. Pada musim kemarau debit air pada sungai-sungai tersebut biasanya
menurun drastis sehingga beberapa sungai mengalami kekeringan. Sungai terbesar yang ada adalah Sungai Kawal yang memiliki luas DAS
hingga 93 km
2
. Sebagian wilayah DAS Kawal termasuk dalam daerah penelitian. DAS lain yang jauh lebih kecil adalah DAS Angus dan DAS Karubi. Sungai-
sungai tersebut merupakan sungai yang dimanfaatkan sebagai pemasok air tawar utama..
Di daerah ini tidak dijumpai sungai yang berpotensi sebagai sumber air baku. Berdasarkan pengamatan lapangan, umumnya hulu sungai dimanfaatkan
sebagai sumber air bersih masyarakat, sedangkan pada bagian hilir sungai dimanfaatkan sebagai drainase makro.
4.1.7. Kondisi hidrogeologi
Keberadaan air tanah di daerah ini dapat dikelompokkan menjadi dua wilayah air tanah yaitu wilayah dataran dan wilayah perbukitan. Wilayah air tanah
dataran, daerahnya meliputi dataran aluvial dan dataran bergelombang. Kedudukan muka air tanah berkisar antara 1-7 meter dari permukaan tanah
setempat. Akuifer umumnya dijumpai pada lapisan pasir dan pasir lempungan dari endapan aluvial. Ketebalan akuifer ini berkisar antara 3-7 meter dengan dasar
lempung atau batuan beku seperti granit dan diorite yang langka kandungan air tanahnya. Di beberapa tempat air tanah berada pada kedalaman 1-5 meter dari
permukaan dengan air yang jernih, berkualitas baik, dan berpotensi cukup untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk setempat. Akuifer dangkal dengan
penyebaran terbatas dijumpai di sekitar pantai dan sepanjang alur-alur sungai. Secara umum kondisi hidrogeologi daerah ini memiliki potensi air tanah
rendah sampai sangat rendah dengan kedalaman muka air tanah dangkal berkisar antara 3-5 meter dari permukaan tanah Kuriandewa, 2010.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Habitat