5.4. Ancaman Terhadap Padang Lamun Teluk Bakau
Keberadaan lamun yang berasosiasi dengan ekosistem pesisir yang ada di Teluk Bakau kurang mendapat perhatian pengelola wisata dan masyarakat serta
pemerintah daerah sehingga kegiatanya hanya untuk berorientasi pada kepentingan ekonomi semata. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
di daerah ini memiliki keanekaragaman lamun yang tinggi. Namun kondisi ini bertolak belakang dengan pemanfaatan dearah pesisir yang tidak efektif. Beberapa
contoh ketidakefektifan penggunaan lahan yang ada di Teluk Bakau, yaitu mendirikan bangunan dan aktivitas wisata diatas areal lamun, penangkapan ikan
yang tidak ramah, dan kegiatan penambangan pasir lepas pantai maupun yang ada didarat. Semua aktivitas manusia ini dapat merusak lamun maupun ekosistem
lainya. Secarah harfiah Teluk Bakau merupakan daerah yang terletak di Pulau
Bintan, Kepulauan Riau dan Pulau Bintan merupakan daerah ibu kota Provinsi Kepulauan Riau. Daerah ini merupakan daerah yang baru berkembang setelah
lepas dari Riau kurun lebih 2 periode. Infrastruktur yang berkembang pada Pulau Bintan relatif masih baru. Menurut Yono 2009 dahulu Pulau Bintan merupakan
Pulau yang di eksploitasi hasil alamnya, salah satunya adalah pasir dan bauksit. Kegiatan ini telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah
mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan telah mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah.
Dampak lain dari kegiatan penambangan pasir menyebabkan perubahan fisik dasar laut, seperti erosi, sedimentasi, dan pelumpuran merupakan ancaman
yang dihadapai komunitas lamun. Perubahan fisik tersebut mengurangi wilayah dan kepadatan tutupan padang lamun. Peningkatan kekeruhan yang disebabkan
oleh meningkatnya konsentrasi padatan tersuspensi akibat penambangan pasir. Kekeruhan akan mengangu proses fotosintesis dan pertumbuhan pada lamun
karena menghalangi cahaya matahari yang masuk kedalam perairan. Selain itu, kegiatan ini juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat
menenggelamkannya. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis
pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
Gambar 11. Peta pemanfaatan Teluk Bakau saat ini
Berdasarkan Gambar 12 hal lain terlihat faktor yang menjadi ancaman penurunan komunitas lamun di Teluk Bakau adalah pengembangan wilayah
pesisir. Pengembangan wilayah pesisir yang terjadi di Teluk Bakau adalah wisata bahari dan pembangunan pemukiman diatas perairan. Hal ini mengakibatkan
terjadinya tercemarnya lingkungan perairan sebagai akibat aktivitas wisata dan limbah rumah tangga. Kekeruhan perairiran yang ditimbulkan oleh aktivitas ini
dapat menyebabkan eutrofikasi atau penyuburan berlebihan pada perairan sehingga dapat menggagu pertumbuhan lamun. Selain itu, aktivitas yang
menggunakan fasilitas wisata seperti “speedboat” mengakibatkan terpotongnya daun lamun.
Aktivitas yang ada selain pengembangan wilayah pesisr terdapat kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan yang ada di Teluk Bakau adalah kegiatan
penangkapan ikan. Kegiatan penangkapan ikan ini apabila tidak diatur akan terjadi tangkap lebih. Tangkap lebih merupakan pengambilan sumberdaya yang lebih
besar dari kemampuan alam sumberdaya untuk pulih. Selain itu, penggunan alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan juga terjadi daerah Teluk Bakau
misalnya dengan pukat dasar yang mengeruk dasar laut dan kelong bagan tancap. Aktivitas ini apabila tidak dikontrol penggunaanya akan menyebabkan
gangguan kehidupan lamun. Selain itu, Teluk Bakau akan dikembangkan menjadi daearah pelabuhan
pada bagian utara. Pengembagan daerah Teluk Bakau menjadi pelabuhan akan merusak ekosistem perairan, karena daerah tersebut akan mengalami proses
penimbunan dan pengerukan. Sebagaimana diketahui Pulau Bintan khususnya daerah sepanjang pantai timur merupakan daerah perairan yang dangkal dan
berpantai landai, apabila tersebut mengalami surut maka daerah tersebut akan tersingkap. Untuk memenuhi kriteria pelabuhan yang sesuai akan mengorbankan
lingkungan perairan, Apabila hal ini tidak diatur akan menimbulkan kerusakan ekosistem lamun
Selain aktivitas manusia, alam juga memiliki peran untuk menentukan kehidupan lamun. Beberapa faktor alam yang menjadi penentu keberadaan lamun
yaitu perubahan iklim dan bencana alam. Perubahan iklim menjadi salah satu faktor yang diakibatkan perubahan suhu bumi yang berlangsung dari tahun ke
tahun. Hal ini berdampak kepada semua ekosistem yang ada di muka Bumi. Khususnya lamun memiliki toleransi suhu optimal berkisar 25
- 30 C di
perairan. Apabila suhu perairan terus meningkat akan mengakibatkan Burn “gosong” pada daun lamun. Bencana alam yang terjadi diperairan juga ikut
menentukan keberadaan lamun. Salah satu contoh bencana alam yang menenentukan adalah Tsunami gelomabang dasyat. Proses terjadinya Tsunami
adalah perubahan energi yang berasal dari luar atau dalam bumi yang menjadi gelombang yang sangat besar. Gelombang yang ditimbulkan mengakibatkan
tercabutnya lamun beserta akar, sehingga jenis lamun yang tidak dapat bertahan dalam kondisi ini keberadaanya akan hilang atau berkurang. Selain itu kedalaman
substrat dan jenis substrat memepengerahui kekuatan lamun untuk bertahan pada kondisi perairan.
5.5. Rencana Pengelolaan Lamun Teluk Bakau