1.2 Identifikasi Masalah
Melihat dari latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Bagaimana keragaman konsumsi pangan non beras sumber karbohidrat jagung, gandum, ubi, dan kentang di Kecamatan Medan Tuntungan?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan non-beras di Kecamatan Medan Tuntungan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah : 1.
Untuk mengetahui keragaman konsumsi pangan non beras sumber karbohidrat jagung, gandum, ubi, dan kentang di Kecamatan Medan
Tuntungan. 2.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan non-beras di Kecamatan Medan Tuntungan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :. 1.
Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan. 2.
Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Pola Konsumsi Non Beras
Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber utama untuk penyediaan bahan pangan. Peningkatan pendapatan merupakan salah satu
cara untuk memampukan masyarakat mempunyai kemampuan untuk memilih ability to choose, karena mempunyai pendapatan yang mencukupi
memungkinkan mereka untuk memilih jenis makanan yang lebih beragam. Selanjutnya, dengan peningkatan pendapatan maka kemampuan untuk membeli
bahan pangan sumber protein dan vitamin seperti daging, ikan, telur, susu, sayur dan buah-buahan akan dapat terpenuhi. Dengan demikian, tekanan permintaan
terhadap beras secara lambat laun akan berubah ke non-beras, dan secara lambat laun akan berkurang dan berubah ke pola makan yang lebih seimbang sesuai
sesuai dengan persyaratan gizi. Dengan demikian, tekanan terhadap upaya-upaya peningkatan produksi secara
lambat laun berubah dan menyesuaikan dengan perubahan pola konsumsi tersebut. Strategi ini bukan merupakan hal baru, namun selama ini kurang
mendapat perhatian yang memadai untuk menandingi promosi konsumsi bahan pangan dari gandum dan terigu yang banyak dilakukan oleh industri berbasis
pertanian di luar negeri. Dengan semakin maraknya impor beras dan bahan pangan lain sebagai akibat makin terbukanya pasar global, sementara kita secara
hukum belum dapat menghentikan arus perdagangan ilegal, maka strategi pengendalian dari sisi pola konsumsi menjadi semakin penting Soesastro, 2005.
Dalam menentukan alternatif pangan pokok non beras pada level nasional, semestinya tidak terlampau sulit. Seperti kita ketahui Indonesia kaya beragam
sumber pangan dari jenis umbi-umbian dan serelia biji-bijian. Dari jenis umbi- umbian yang berpotensi besar untuk diproduksi secara nasional adalah ubi kayu
dan ubi jalar, karena ketersediaanya relatif besar. Adapula jenis umbi-umbian lain misal, garut, ganyong, dan kimpul. Namun, data produksi nasional untuk yang
disebutkan terakhir ini belum bisa dimunculkan karena sifat produksinya sangat terbatas dan lokal. Sedangkan, alternatif pangan pokok non beras dari jenis serelia
biji-bijian tentu bisa diandalkan adalah jagung Djuwardi, 2009. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan dasar dalam hidup manusia, oleh
karenanya di negara kita maupun dunia urusan pangan diatur oleh negara. Meskipun di indonesia telah ada Undang-Undang Pangan, yaitu UU No. 7 Tahun
1996 dan kemudian direvisi dengan UUNo. 18 Tahun 2012, namun masyarakat belum mendapatkan makanan yang cukup terjamin keamanan dan mutunya. Hal
ini antara lain disebabkan masih kurangnya pemahaman konsumen akan sifat, manfaat dan cara menentukan kebutuhan makanan agar dirinya menjadi individu
yang sehat, produktif, kreatif dan inovatif Indrati, 2014. Ketahanan pangan menurut Undang-Undang No.7 tahun1996 adalah suatu kondisi
terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup yang menghasilkan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia baik dalam jumlah maupun mutunya, aman dan merata dengan harga terjangkau dan berkelanjutan.
Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab dan kewajibannya, Pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional telah menempatkan pembangunan ketahanan pangan sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional RPJMN Tahun 2010-2014. Selanjutnya untuk mengimplementasikan inpres tersebut, Gubernur Sumatera
Utara melalui Surat Edaran Nomor 521.2348 tanggal 7 April 2011 tentang Peningkatan Fungsi Dewan Ketahanan Pangan KabupatenKota meminta
perhatian kepada BupatiWalikota se-Sumatera Utara untuk memberikan prioritas utama program peningkatan ketahanan pangan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang RPJP dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD KabupatenKota.
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis, maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomik, identitas budaya, religi dan
magis, komunikasi, lambang status ekonomi, serta kekuatan dan kekuasaan. Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi
seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola konsumsi masyarakat ini dapat menunjukan tingkat keberagaman pangan masyarakat yang selanjutnya
dapat diamati dari parameter pola pangan harapan PPH.
Pola Pangan Harapan PPH
Pola Pangan Harapan PPH atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan
utama baik secara absolut maupun relatif dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. Defenisi PPH menurut FAO-RAPA 1989 adalah komposisi
kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Dengan demikian, PPH adalah suatu komposisi norma
standar pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk, sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi nutritional balance yang didukung oleh
cita rasa palatability, daya cerna digestability, kuantitas dan kemampuan daya beli affortability Khomsan, 2004.
Tabel 2.1 Susunan dan Jumlah Pangan Ideal Per Kapita Per Hari
No Kelompok
Pangan AKE
Energikkalkaphari Berat
gramkaphari
1 Padi-padian
50 1000
275 2
Umbi-umbian 6
120 100
3 Pangan hewani
12 240
150 4
Minyak dan lemak
10 200
20 5
Buahbiji berminyak
3 60
10 6
Kacang- kacangan
5 100
35 7
Gula 5
100 30
8 Sayur dan buah
6 120
250 9
Lain-lain Bumbu
3 60
- Total
100 2000
Skor PPH 100
Sumber : Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan-BKP, Deptan
Susunan menu pada setiap waktu makan sebaiknya terdiri dari makanan pokok, satu jenis lauk hewani, satu jenis lauk nabati, satu jenis hidangan sayur, dan satu
jenis buah. Untuk mempermudah dalam menyusun menu, digunakan Ukura Rumah Tangga URT dan Daftar Bahan Penukar Pangan DBPP
Murdiati, dkk.2013.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Tingkat Pendapatan
Pada umumnya, jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik juga. Akan tetapi, mutu makanan tidak selalu membaik
kalau diterapkan tanaman perdagangan. Tanaman perdagangan menggantikan produksi pangan untuk rumahtangga dan pendapatan yang diperoleh dari tanaman
perdagangan itu atau upaya peningkatan pendapatan yang lain mungkin tidak digunakan untuk membeli pangan atau bahan-bahan pangan berkualitas gizi tinggi
Suhardjo, 2006. Besar Keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat
miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang
besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang
besar tersebut Suhardjo, 2006.
Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang makin tinggi pula kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Dalam memilih menu makan yang mempunyai kandungan energi
dan protein yang memadai serta pemilihan komposisi jenis makanan yang tepat, diperlukan tingkat pengetahuan yang relatif tinggi, terutama tingkat pengetahuan
kepala keluarga dan istri yang berperan sangat tinggi dalam menentukan keputusan konsumsi rumah tangga.
2.2 Landasan Teori Teori Konsumsi Keynes