33
Firman Allah Swt,: “Tidak ada kewajiban membayar mahar atas kamu, jika kamu menceraikan istri-
istri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.....”QS AL-Baqarah: 236.
49
Ayat tersebut menunjukkan bahwa seorang suami boleh menceraikan istrinya sebelum digauli dan belum juga ditetapkan jumlah maharnya tertentu kepada istrinya
itu. Sesungguhnya dengan tafwidh tidak diwajibkan sesuatu dengan akad tersebut, hanya saja diwajibkan mahar mitsil berdasarkan akad. Disyaratkan ada keridhaan
isteri dengan mahar yang telah ditetapkan oleh suami.
3. Jumlah dan Penyerahan Mahar
Agama Islam tidak menetapkan jumlah minimum dan begitu pula jumlah maksimum dari mahar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkatan kemampuan
manusia dalam memberikannya. Disamping itu, setiap masyarakat mempunyai adat kebiasaan yang berbeda. Oleh karena itu, besarnya mahar disesuaikan dengan
kebiasaan suatu daerah disamping kondisi ekonomi kedua calon mempelai. Orang yang kaya mempunyai kemampuan untuk memberi mahar yang lebih besar
jumlahnya kepada calon istrinya, sebaliknya, orang yang miskin ada yang hampir tidak mampu memberinya.
50
Oleh karena itu, pemberian mahar diserahkan menurut kemampuan yang bersangkutan disertai kerelaan dan persetujuan masing-masing
pihak yang akan
menikah untuk
menetapkan jumlahnya.
Mukhtar Kamal
49
Abdul Rahman Ghozali , Op. Cit, hal, 94
50
Kamal Mukhtar, Op. Cit, hal. 82.
Universitas Sumatera Utara
34
menyebutkan, “janganlah hendaknya ketidaksanggupan membayar mahar karena besar jumlahnya menjadi penghalang bagi berlangsungnya suatu perkawinan,” sesuai
dengan sabda nabi: “Dari Sahl bin Sa’ad, sesungguhnya telah datang kepada Rasulullah saw.,
seorang wanita maka ai berkata: “Ya Rasulullah Aku serahkan dengan sungguh- sungguh diriku kepadamu”. Dan, wanita tersebutberdiri lama sekali, lalu berdirilah
seorang laki-laki, ia berkata: “Ya Rasulullah saw., kawinkanlah ia kepada saya jika engkau tidak berminat kepadanya”. Maka Rasulullah saw. menjawab: “Adakah
engkau mempunyai sesuatu yang dapat engkau jadikan mahar untuknya? Laki-laki itu berkata: “ Aku tidak memiliki sesuatu selain sarungku ini”. Nabi saw. berkata:
“Jika engkau berikan sarungmu sebagai mahar tentulah kamu duduk tanpa sarung, maka carilah sesuatu yang lain”. Laki-laki itu menjawab: “Saya tidak
mendapatkan apa-apa.” Nabi berkata: “Carilah, walaupun sebuah cincin besi”. Kemudian ia mencarinya lagi, tetapi ia tidak memperoleh sesuatu apa pun. Maka,
Rasulullah saw. bersabda: “adakah engkau hafal sesuatu ayat dari Al-Qur’an?” Laki-laki tersebut berkata: “Ada surat ini, dan surat ini” sampai kepada surat yang
disebutkannya. Nabi saw. berkata: “Engkau telah aku nikahkan dengan dia dengan maskawin mahar Al-Qur’an yang engkau hafal” HR Bukhari dan Muslim.
51
Islam tidak membatasi jumlah mahar. Islam hanya memberikan prinsip pokok yaitu “secara ma’ruf”. Artinya dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan
kemampuan dan kedudukan suami yang dapat diperkirakan oleh isteri.
52
Mengenai besarnya mahar tidak ada ketentuan khusus yang menyebutkan tentang banyak atau
sedikitnya mahar. Para fuqaha sepakat bahwa tidak ada batasan yang paling tinggi untuk mahar
53
karena tidak disebutkan dalam syariat yang menunjukkan batasannya yang paling tinggi. Akan tetapi disunnahkan meringankan mahar dan tidak terlalu
tinggi dalam menetapkan mahar. Namun mereka berbeda pendapat tentang batasan paling sedikitnya.
51
Ibid, hal. 83.
52
Sudarsono, Op. Cit, hal. 55.
53
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hal. 234.
Universitas Sumatera Utara
35
Pada umumnya mahar itu dalam bentuk materi, baik berupa uang atau barang berharga lainnya. Namun syariat Islam memungkinkan mahar itu dalam bentuk jasa
melakukan sesuatu. Mahar dalam bentuk jasa ini ada landasannya dalam Al-Quran dan demikian pula dalam hadist Nabi. Seperti firman Allah SWT, surat Al-Qashash
ayat 27, “Berkatalah dia Syu’aib: Sesungguhnya aku bermaksud nenikahkan kamu dengan
salah seorang dari kedua anak perempuanku ini atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah
urusanmu”. Al-Qashash: 27.
54
Ulama berbeda pendapat mengenai jumlah mahar ini. Imam Syafi’i, Ahmad, Ishak, Abu Saur, dan Fuqaha Madinah dari kalangan tabi’in mengatakan bahwa
mahar itu tidak ada batasan rendahnya. Segala sesuatu yang dapat menjadi harga bagi sesuatu yang lain dapat dijadikan sebagai mahar. Sebagian Fuqaha yang lain
berpendapat bahwa mahar itu ada batas terendahnya. Imam Malik dan para pengikutnya mengatakan bahwa mahar itu paling sedikit seperempat dinar emas
murni, atau perak seberat tiga dirham, atau bisa dengan barang yang sebanding berat emas dan perak tersebut. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa paling sedikit mahar
itu sepuluh dirham. Riwayat lain ada yang mengatakan lima dirham, ada lagi yang mengatakan empat puluh dirham.
55
54
Amir Syarifuddin, Op. Cit, hal. 91.
55
Abdul Rahman Ghozali, Op. Cit, hal. 88.
Universitas Sumatera Utara
36
Tidak ada petunjuk pasti tentang jumlah mahar, maka ulama sepakat menetapkan bahwa tidak ada batas maksimal bagi sebuah mahar. Namun dalam batas
minimalnya terdapat beda pendapat dikalangan ulama. Ulama Hanafiah menetapkan batas minimal mahar sebanyak 10 sepuluh dirham perak dan bila kurang dari itu
tidak memadai dan oleh karenanya diwajibkan mahar mitsil. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa batas minimal mahar adalah 3 tiga dirham perak atau
seperempat dinar emas. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabillah tidak memberi batas minimal dengan arti apa pun yang bernilai dijadikan mahar.
Mengenai ukuran atau kadar mahar ini dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 32 bahwa “penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang
dianjurkan oleh ajaran Islam” .Dengan demikian, besarnya mahar antara satu dan lain tempat akan berbeda-beda. Hanya saja permintaan yang terakhir ini disindir Nabi
dengan sabdanya : “Wanita yang paling banyak membawa berkah adalah wanita yang paling sedikit
maskawinnya.”
56
Bila dalam bentuk barang, maka mahar itu harus memenuhi beberapa hal:
57
1. Jelas dan diketahui bentuk dan sifatnya. 2. Barang itu miliknya sendiri secara pemilikan penuh dalam arti dimiliki zatnya
dan dimiliki pula manfaatnya. Bila salah satunya saja yang dimiliki, seperti
56
H. Rahmat Hakim, Op. Cit, hal. 74.
57
Ibid, hal. 95.
Universitas Sumatera Utara
37
manfaatnya saja dan tidak zatnya misalnya barang yang dipinjam, tidak sah dijadikan mahar.
3. Barang itu sesuatu yang memenuhi syarat untuk diperjualbelikan dalam arti barang yang tidak boleh diperjualbelikan tidak boleh dijadikan mahar, seperti
minuman keras, daging babi, dan bangkai. 4. Dapat diserahkan pada waktu akad atau pada waktu yang dijanjikan dalam arti
barang tersebut sudah berada ditangannya pada waktu diperlukan. Barang yang tidak dapat diserahkan pada waktunya tidak dapat dijadikan mahar,
seperti burung yang terbang diudara. Penetapan pemberian mahar dalam masyarakat kita, dikompromikan antara
kedua mempelai dan melibatkan keluarga kedua mempelai bahkan sejak jauh-jauh hari sebelum akad nikah dilaksanakan.
Penyerahan mahar
Pelaksanaan pembayaran mahar bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan atau disesuaikan dengan keadaan dan kebiasaan atau adat masyarakat. Kenyataan
bahwa manusia itu berbeda-beda tingkat ekonominya, sehingga sangat bisa dipahami bahwa sebagian dari manusia ada yang kaya dan sebagian besar miskin. Ada orang
mempunyai harta melebihi kebutuhan hidupnya dan sebaliknya ada juga yang tidak mampu memenuhinya. Oleh karena itu, Islam memberikan keringanan kepada laki-
laki yang tidak mampu memberikan mahar bernilai nominal yang tinggi sesuai permintaan calon istri, untuk dapat mencicilnya atau mengangsurnya. Kebijakan
Universitas Sumatera Utara
38
angsuran mahar ini sebagai jalan tengah agar terjadi solusi terbaik antara kemampuan suami dan hak istri, supaya tidak ada yang merasa dirugikan.
Pembayaran mahar dalam Islam dapat dilakukan dengan 2 dua cara, yaitu: 1.
Secara Tunai Mahar boleh dilaksanakan dan diberikan dengan kontan atau utang, mau
dibayar kontan sebagian dan utang sebagian. Kalau memang demikian, maka disunahkan membayar sebagian, berdasarkan sabda Nabi Saw:
“Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw melarang Ali menggauli Fatimah sampai memberikan sesuatu kepadanya. Lalu jawabnya: Saya tidak punya apa-apa. Maka
sabdanya: Dimana baju besi Huthamiyyahmu? Lalu diberikanlah barang itu kepada Fatimah.” HR Abu Dawud, Nasa’i dan dishahihkan oleh Hakim.
Hadis diatas menunjukkan bahwa larangan itu dimaksudkan sebagai tindakan yang lebih baik, dan secara hukum dipandang sunnah memberikan mahar sebagian terlebih
dahulu. Ulama Imamiyah dan Hambali berpendapat bahwa manakala mahar
disebutkan, tapi kontan atau dihutangnya tidak disebutkan, maka mahar harus dibayar kontan seluruhnya. Sementara Hanafi mengatakan, tergantung pada ‘urf yang
berlaku. Ia harus dibayar kontan, manakala tradisi yang berlaku adalah seperti itu, dan boleh dihutang pula manakala tradisinya seperti itu pula. Maliki mengatakan bahwsa
akad nikah tersebut fasid, dan harus di faskh sebelum terjadi percampuran. Tetapi bila sudah terjadi percampuran, akadnya dinyatakan sah dengan menggunakan mahar
Universitas Sumatera Utara
39
mitsil. Namun Syafi’i berpendapat bahwa apabila hutang tersebut tidak diketahui secara detail, tetapi secara global, misalnya akan dibayar pada salah satu diantara dua
waktu yang ditetapkan tersebut sebelum mati atau jatuh thalak, maka mahar musammanya fasid dan ditetapkan mahar mitsil.
58
2. Secara Hutang.
Dalam hal penundaan pembayaran mahar diutang terdapat dua perbedaan pendapat dikalangan ahli fiqih. Segolongan ahli fiqih berpendapat bahwa mahar itu
tidak boleh diberikan dengan cara diutang keseluruhan. Segolongan lainnya mengatakan bahwa mahar boleh ditunda pembayarannya, tetapi menganjurkan agar
membayar sebagian mahar di muka manakala akan menggauli istri. Dan diantara fuqaha yang membolehkan penundaan mahar diangsur ada yang membolehkannya
hanya untuk tenggang waktu terbatas yang telah ditetapkannya. Demikian pendapat Imam Malik.
Mahar dapat diutang diperbolehkan karena atau perceraian, ini adalah pendapat Al-Auza’i. Perbedaan tersebut dikarenakan pernikahan itu disamakan
dengan jual beli dalam hal penundaan, atau tidak dapat disamakan dengannya. Bagi fuqaha yang mengatakan bahwa disamakan dengan jual beli, mereka berpendapat
bahwa penundaan itu tidak boleh sampai terjadinya kematian atau perceraian. Sedangkan yang mengatakan tidak dapat disamakan dengan jual beli, mereka
58
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Penerbit Lentera, cetakan 27, 2011, hal. 369.
Universitas Sumatera Utara
40
berpendapat bahwa penundaan membayar mahar itu tidak boleh dengan alasan bahwa pernikahan itu adalah ibadah.
59
B. Kewajiban Pemberian Mahar Dalam Hukum Perkawinan Islam 1.
Alasan Yuridis
Mahar merupakan pemberian pertama seorang suami kepada isterinya yang dilakukan pada waktu berlangsungnya akad nikah. Dikatakan pemebrian pertama
karena sesudah itu akan timbul beberapa kewajiban materiil yang harus dilakukan oleh suami selama masa perkawinan. Pemberian mahar ini dimaksudkan untuk
mempersiapkan dan membiasakan suami menghadapi kewajiban materiil berikutnya. Kewajiban berlakunya membayar mahar, ulama sepakat mengatakan bahwa
dengan berlangsungnya akad nikah yang sah berlakulah kewajiban untuk membayar separuh dari jumlah mahar yang ditentukan pada waktu akad nikah. Alasannya adalah
walaupun putus perkawinan atau kematian seorang diantara suami isteri terjadi sebelum dukhul, namun suami telah wajib membayar separuh mahar yang disebutkan
pada waktu akad. Berlakunya kewajiban pemberian mahar ini dapat ditelaah dari beberapa
aspek, diantaranya yaitu:
a. Al-Qur’an
Al-Quran adalah sumber hukum Islam pertama dan utama. Al-Quran memuat kaidah-kaidah hukum fundamental asasi yang perlu dikaji dengan teliti dan
dikembangkan lebih lanjut. Menurut keyakinan umat Islam, Al-Quran adalah kitab
59
Abdul Rahman Ghozali, Op. Cit, hal. 91.
Universitas Sumatera Utara
41
suci yang memuat wahyu firman Allah, Tuhan Yang Maha Esa, asli seperti yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya sedikit
demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Madinah untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan
dikehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan diakhirat kelak.
60
Menurut Al-Quran kewajiban pemberian mahar dari seorang suami kepada isterinya, terdapat dalam firman Allah dalam surat An-nisa ayat 4: “Berikanlah
maskawin shadaq, nihlah, sebagai pemberian yang wajib .kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagai maskawin itu senang hati, maka gunakanlah
makanlah pemberian itu dengan sedap dan nikmat.
61
Dalam surat An-nisa ayat 4 juga disebutkan “Dan berikanlah maskawin mahar kepada perempuan yang kamu
nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan”. Hal ini merupakan dalil bahwa mahar merupakan simbol bagi kemuliaan seorang perempuan. Demikian juga seperti
yang terdapat dalam surat An-Nisa ayat 20 “Dan kamu telah memberikan kepada mereka harta yang banyak maskawin”.
62
Surat An-Nisa ayat 24 juga Allah berfirman: “wanita-wanita yang telah kamu campuri, hendaklah kamu berikan ujrah maskawin sebagai suatu kewajiban” dan
masih dalam ayat 24 juga ditegaskan “Dan dihalalkan bagimu selain perempuan-
60
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cetakan 18, 2012 hal. 78.
61
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, Loc. Cit.
62
H. Rahmat Hakim, Op. Cit, hal. 72.
Universitas Sumatera Utara
42
perempuan yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina” dan dalam ayat 25 disebutkan bahwa “Dan
berilah mereka maskawin yang pantas”.
63
Dari dalil-dalil diatas sudah jelas bahwa adanya perintah Allah SWT untuk memberikan maskawinmahar, dan mahar merupakan syarat dari sahnya akad
pernikahan.
b. Al-Hadis
Al-Hadist adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran, yang berupa perkataan sunnah qauliyah, perbuatan sunnah fi’liyah dan sikap diam sunnah
taqririyah atau sunnah sukutiyah Rasulullah yang tercatat sekarang dalam kitab- kitab hadis.
64
Ini merupakan penafsiran serta penjelasan tentang Al-Quran. Mengenai kewajiban mahar, terdapat beberapa Al-Hadis yang menyebutkan
kewajiban pembayaran mahar dari seorang suami kepada isterinya. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Sahal bin Sa’ad al-Sa’adiy dalam bentuk muttafaq
alaih, yaitu: “Nabi berkata: Apakah kamu memiliki hafalan ayat-ayat Al-Quran?, Ia menjawab: Ya, surat ini dan surat ini, sambil menghitungnya. Nabi berkata: Kamu
hafal surat-surat itu diluar kepala?, dia menjawab: Ya. Nabi berkata: Pergilah, saya kawinkan engkau dengan perempuan itu dengan mahar mengajarkan Al-Quran”.
65
Hadis lainnya adalah Nabi sendiri pada waktu menikahi Sofiyah yang waktu itu masih berstatus hamba dengan maharnya memerdekakan Sofiyah tersebut.
63
Ibid.
64
Mohammad Daud Ali, Op. Cit, hal. 80.
65
Amir Syarifuddin, Op. Cit, hal. 92.
Universitas Sumatera Utara
43
Kemudian dia menjadi ummu al-mukminin. Hal ini terdapat dalam hadis dari Anas r.a. yang muttafaq alaih ucapan Anas: “Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad
SAW, telah memerdekakan sofiyah dan menjadikan kemerdekaan itu sebagai maharnya waktu kemudian mengawininya”
66
Mahar bisa dalam bentuk benda seperti uang, barang-barang, maupun perhiasan ataupun berbentuk bukan benda jasa sepanjang itu yang dikehendaki
calon isteri dan bukan sesuatu yang haram. Jikalau mahar itu dalam bentuk uang atau barang berharga, maka nabi menghendaki mahar itu dalam bentuk yang lebih
sederhana. Hal ini tergambar dalam sabdanya dari ‘Uqbah bin ‘Amir yang dikeluarkan oleh Abu Daud dan disahkan oleh Hakim, ucapan Nabi: “Sebaik-baiknya
mahar itu adalah yang paling mudah”. Hal ini dikuatkan pula dengan hadis Nabi lainnya dari Sahal Ibn Sa’ad yang dikeluarkan oleh Hakim yang mengatakan: “Bahwa
Nabi Muhammad SAW, telah pernah mengawinkan seorang laki-laki dengan perempuan dengan maharnya sebentuk cincin besi”.
67
Riwayat yang lain juga ada yang menyebutkan nilai mahar yang tinggi, seperti hadis Nabi dari Abu Salamah bin Abd al-Rahman menurut riwayat Muslim: “Abu
Salamah berkata: Saya bertanya kepada Aisyah isteri Nabi tentang berapa mahar yang diberikan Nabi kepada isterinya. Aisyah berkata: “Mahar Nabi untuk isterinya
sebanyak 12 uqiyah dan satu nash, tahukah kamu berapa satu nash itu” saya jawab:
66
Ibid.
67
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
44
“tidak”. Aisyah berkata: “nash itu adalah setengah uqiyah. Jadinya sebanyak 500 dirham”. Inilah banyaknya mahar Nabi untuk isterinya”.
68
Menurut para ulama, satu uqiyah itu sama dengan empat puluh dirham. Sedangkan 12 uqiyah sama dengan empat ratus delapan puluh dirham.
69
Angka tersebut cukup besar nilainya karena nisab zakat untuk perak hanya senilai 200
dirham. Meskipun demikian ditemukan pula hadis Nabi yang maharnya hanya sepasang sandal, sebagaimana yang terdapat dalam hadis Nabi dari Abdullah bin
‘Amir, menurut riwayat al-Tirmizi yang bunyinya: “Nabi SAW, membolehkan menikahi perempuan dengan mahar sepasang sandal”.
70
Nabi tidak pernah memberikan batasan pada mahar, karena kebiasaan dalam memberikan mahar
berbeda-beda. Selain itu tingkat ekonomi setiap orang berbeda-beda pula, sehingga tidak mungkin diberikan batasan kepada mereka. Dengan tidak adanya petunjuk yang
pasti tentang mahar maka ulama sepakat menetapkan bahwa tidak ada batas maksimal bagi sebuah mahar.
c. Ijtihad
Kata Ijtihad dalam bahasa Arab berasal dari kata jahada artinya bersungguh- sungguh atau mencurahkan segala daya dalam berusaha.
71
Ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan menggunakan segenap kemampuan yang ada
yang dilakukan oleh orang ahli hukum yang memenuhi syarat untuk merumuskan
68
Ibid.
69
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, dengan penerjemah Abdul Ghoffar, Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cetakan 4, 2010, hal 437.
70
Amir Syarifuddin, Op. Cit, hal 94.
71
Mohammad Daud, Op. Cit, hal 116.
Universitas Sumatera Utara
45
garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya didalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Orang yang berijtihad disebut mujtahid.
Ijtihad merupakan dasar dan sarana pengembangan hukum Islam. Ijtihad adalah kewajiban umat Islam yang memenuhi syarat karena pengetahuan dan
pengalamannya untuk menunaikannya dari masa ke masa, karena Islam dan umat Islam berkembang pula dari zaman ke zaman sesuai dengan perkembangan
masyarakat. Dalam masyarakat yang berkembang itu senantiasa muncul masalah- masalah yang perlu dipecahkan dan ditentukan kaidah hukumnya.
Dalam masyarakat Indonesia berkembang bermacam ragam aliran yang berkenaan dengan fiqih. Ada beberapa mazhab yang memberi pengaruh besar
terhadap umat Islam. Mazhab adalah “hasil ijtihad seorang imam Mujtahid Mutlak Mustaqil tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istimbath”.
72
Di kalangan umat Islam ada empat mazhab yang paling terkenal yaitu mazhab Hanafi,
mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali. Selain empat mazhab tersebut ada banyak mazhab lain seperti Hasan Bashri, Ats-Tsaury, Daud Azh-Zhahiri, Ibnu
Abi Laila, Al-Auza’iy, Al-Laitsi, Ibnu Hazm, At-Thabary, Syi’ah Imamiyah dan Syi’ah Zaidiyah.
73
Mahar hukumnya adalah wajib atas laki-laki dan bukan atas perempuan. Beberapa mazhab mempunyai pendapat yang berbeda dengan kewajiban pemberian
mahar. Seperti yang dikemukakan oleh mazhab Hanafi dan Hambali bahwa pertama,
72
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab Fiqih, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997 hal 1.
73
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
46
sekedar akad yang sahih bisa jadi hilang keseluruhannya atau setengahnya, selama ditegaskan dengan hubungan persetubuhan atau kematian atau dengan khalwat.
Kedua, persetubuhan itu yang bersifat hakiki sebagaimana halnya kondisi persetubuhan yang dilakukan dengan syubhat, atau dalam perkawinan yang fasid.
Dalam kondisi yang seperti ini mahar tidak jatuh kecuali dengan pelunasan atau dengan pembebasan.
74
Ulama Hanafi dan Hambali juga berpendapat bahwa kewajiban mahar itu dimulai dari khalwah, meskipun belum berlaku hubungan suami
isteri. Khalwah itu oleh ulama Hanafi statusnya sudah disamakan dengan bergaulnya suami isteri. Ulama Hanafi juga menambahkan satu syarat, yaitu berlangsungnya
talaq bain, walaupun belum berlangsung hubungan suami isteri. Dan ulama Hambali menambahkan semenjak bersentuhan dengan bernafsu antara suami isteri telah wajib
membayar mahar keseluruhannya. Ulama Syafi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib deberikan
oleh seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai seluruh anggota badannya. Sementara ulama Maliki mengatakan bahwa mahar sebagai rukun nikah,
maka hukum memberikannya adalah wajib.
75
Ulama Maliki menanbahkan satu syarat yaitu isteri telah serumah dengan suaminya selama satu tahun.
d. Kompilasi Hukum Islam
Mengenai kewajiban mahar diatur pula dalam Kompilasi Hukum Islam. Tentang mahar ini, diatur dalam pasal 30 sampai dengan pasal 38. Dalam Kompilasi
74
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hal 230.
75
Abdul Rahman Ghozali, Op. Cit, hal 85.
Universitas Sumatera Utara
47
Hukum Islam, mahar disepakati sebelum akad perkawinan. Jadi ada pengompromian antara kedua belah pihak. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan hal-hal yang
menyulitkan kalu mahar ini tidak disepakati sebelumnya, sama seperti kebiasaan masyarakat kita. Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa penentuan mahar
hendaklah berdasarkan kesederhanaan, tidak berlebihan apalagi menunjukkan kemewahan. Hal ini karena pada hakikatnya, mahar adalah lambang penyerahan diri
seorang isteri bagi siapa saja yang memberinya mahar. Mahar walaupun hak wanita tetapi hendaklah hak itu dipertimbangkan masak-masak agar tidak memberatkan
calon suaminya. Kewajiban menyerahkan mahar dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam
pasal 30, disebutkan bahwa “Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati kedua belah
pihak”, dan dalam pasal 33 ayat 1 disebutkan bahwa “Penyerahan mahar dilakukan dengan uang tunai” dan ayat 2 disebutkan “Apabila calon mempelai wanita
menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian. Mahar yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi hutang calon
mempelai pria”. Dalam pasal 33 ini, mahar terkesan dalam bentuk materi benda. Mahar dalam Kompilasi Hukum Islam tidak mengenal mahar dalam bentuk
nonmateri, seperti jasa dan lain-lainnya. Sementara dalam pasal 33 disebutkan bahwa:
1. Suami yang menalak isterinya qobla-ad-dukhul, wajib memberikan setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah.
Universitas Sumatera Utara
48
2. Apabila suami meninggal qobla-ad-dukhul, seluruh mahar yang telah ditetapkan menjadi hak penuh isterinya.
3. Apabila perceraian terjadi qobla-ad-dukhul, tetapi besar mahar telah ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mitsil.
Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa mahar itu bukan merupakan rukun sebuah perkawinan. Mahar adalah suatu pemberian wajib dari calon suami
kepada calon isterinya. Apabila maskawin dianggap sebagai rukun, maka harus ada ketika akad. Sedangkan mahar ini dapat disebutkan setelah perkawinan, asalkan jenis
dan besarnya disebutkan ketika akad. Bahkan Kompilasi Hukum Islam masih memberikan kelonggaran apabila terjadi kelalaian, atau kelupaan menyebutkan jenis
mahar, tidak menyebabkan batalnya perkawinan.
2. Alasan Sejarah