Syarat dan Macam-macam Mahar

26 nihlah, dan mahar merupakan istilah yang terdapat dalam Al-Qur’an, tetapi istilah maskawin lebih di kenal di masyarakat, terutama di Indonesia. Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa mahar merupakan pemberian wajib yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika atau akibat dari berlangsungnya akad nikah. Pemberian yang diberikan kepada mempelai perempuan tidak dalam kesempatan akad nikah atau setelah selesai peristiwa akad nikah tidak disebut mahar, tetapi nafaqah. Demikian pula pemberian yang diberikan mempelai laki-laki dalam waktu akad nikah namun tidak kepada mempelai perempuan, tidak disebut mahar.

2. Syarat dan Macam-macam Mahar

Islam membolehkan memberi mahar dalam bentuk apapun, dengan nilai serendah mungkin yang penting memiliki nilai meski pun tidak besar yang penting kedua belah pihak ridho dan rela atas mahar tersebut. Namun demikian ada beberapa syarat yang harus terpenuhi dalam pemberian mahar kepada calon isteri. Mahar yang diberikan kepada calon isteri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 40 a. Hartabendanya bergerak. Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga, walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi apabila mahar sedikit tapi bernilai maka tetap sah. 40 Abdul Rahman Ghozali, Op.Cit , hal. 87. Universitas Sumatera Utara 27 b. Barangnya suci dan dapat diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan khamar, babi atau darah, karena semua itu haram dan tidak berharga. c. Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya, namun tidak bermaksud untuk memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya kelak. Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah. d. Bukan barang yang tidak jelas keberadaannya. Tidak sah mahar dengan memberikan barang yang tidak jelas keadaannya, atau tidak disebutkan jenisnya. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa syarat-syarat mahar atau sesuatu yang cocok dijadikan mahar dan yang tidak cocok, ditetapkan 3 tiga syarat: 41 1. Merupakan suatu barang yang bisa dimiliki dan dijual emas, barang-barang dan yang sejenisnya. Tidak boleh memberikan mahar yang berupa khamar, babi, dan yang selain keduanya yang tidak bisa dimiliki. 2. Harus sesuatu yang diketahui. Karena mahar adalah pengganti pada hak yang diberikan ganti, maka dia menyerupai harga barang jadi tidak boleh dengan sesuatu yang tidak diketahui, kecuali dalam pernikahan tafwidh, yaitu kedua belah pihak yang melakukan akad diam ketika ditetapkan mahar didalam akad. Penentuan diserahkan kepada salah satu dari keduanya atau kepada orang yang selain keduanya. 3. Terbebas dari tipuan. Mahar tidak boleh berupa budak yang tengah kabur, unta yang tersesat atau barang yang mempunyai keduanya. 41 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011 hal. 237. Universitas Sumatera Utara 28 Menurut pendapat mazhab Maliki dan Hanafi yang bertentangan dengan pendapat Syafi’i dan Ahmad tidak diwajibkan menyifati barang mahar. Jika diberikan mahar yang tidak sesuai dengan yang disifati maka si perempuan memiliki hak untuk menengahi. 42 Macam-macam Mahar. Adanya pernikahan menjadi sebab seorang suami diwajibkan memberikan sesuatu kepada isterinya baik berwujud uang maupun berupa barang. Pemberian ini disebut mahar. Mahar adalah sesuatu yang wajib ada meskipun tidak dijelaskan bentuk dan harganya pada saat akad nikah namun pada kenyataannya yang terjadi ditengah-tengah masyarakat masalah mahar tetap disebutkan pada waktu akad nikah menurut ukuran yang pantas. Ulama fiqih sepakat bahwa mahar itu ada dua macam, yaitu:

a. Mahar Musamma

Mahar Musamma, yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya ketika akad nikah. Atau, mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah. 43 Mahar ini yang umum berlaku dalam suatu perkawinan. Suami berkewajiban untuk memenuhi selama hidupnya atau selama berlangsungnya perkawinan, suami wajib membayar mahar tersebut yang nilainya sesuai dengan yang disebutkan dalam akad perkawinan. Ulama fikih sepakat bahwa, dalam pelaksanaannya, mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila: 42 Ibid, hal. 238. 43 Abdul Rahman Ghozali , Op. Cit, hal. 92. Universitas Sumatera Utara 29 1 Telah bercampur bersenggama. Tentang hal ini Allah Swt. Berfirman: “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikit pun”.QS An- Nisa: 20 2 Salah satu dari suami istri meninggal. Dengan demikian menurut ijma’. Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya rusak dengan sebab tertentu, seperti ternyata istrinya mahram sendiri, atau dikira perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama. Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum bercampur, hanya wajib dibayar setengah, berdasarkan firman Allah Swt. “Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu....”QS Al-Baqarah: 237. 44 Mahar musamma sebaiknya diserahkan langsung secara tunai pada waktu akad nikah supaya selesai pelaksanaan kewajiban. Namun dalam keadaan tertentu dapat saja tidak diserahkan secara tunai, bahkan dapat pembayarannya secara cicilan. Sebagian ulama diantaranya Malikiyah menghendaki pemberian pendahuluan mahar setelah akad berlangsung. Apabila mahar tidak dalam bentuk tunai kemudian terjadi putus perkawinan setelah dukhul, sewaktu akad maharnya adalah dalam bentuk 44 Ibid. Universitas Sumatera Utara 30 musamma maka kewajiban suami yang menceraikan adalah mahar secara penuh sesuai dengan yang ditetapkan dalam akad. Demikian juga keadaannya seandainya suami meninggal dunia. Namun bila perceraian terjadi sebelum dukhul, sedangkan jumlah mahar telah ditentukan, maka kewajiban mantan suami hanyalah separuh dari jumlah yang ditetapkan sewaktu akad nikah, kecuali bila yang separuh itu telah dimaafkan oleh mantan isteri atau walinya.

b. Mahar Mitsil Sepadan

Mahar Mitsil yaitu mahar yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum ataupun ketika terjadi pernikahan. 45 Maksudnya adalan mahar yang diusahakan kepada mahar-mahar yang pernah diterima pendahulunya atau mahar yang diukur sepadan dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat, agak jauh dari tetangga sekitarnya, dengan memperhatikan status sosial, kecantikan, dan sebagainya. Bila terjadi demikian mahar itu disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi pernikahan, maka mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuan pengantin wanita atau bibibude, atau uwa perempuan Jawa TengahJawa Timur, atau ibu uwa Jawa Banten, ataupun anak perempuan dari bibibude. Apabila tidak ada, mahar mitsil itu beralih dengan ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia. Para Ulama berbeda pendapat tentang penetapan mahar mitsil. Mazhab Hanafi telah menetapkan bahwa mahar seorang perempuan sebanding dengan mahar seorang isteri dari pihak bapaknya pada waktu akad, bukan sebanding dengan mahar ibunya. 45 Ibid, hal. 93 Universitas Sumatera Utara 31 Seperti mahar saudara perempuannya, bibinya dari pihak bapak, dan sepupu perempuannya dari pihak bapaknya, yang tinggal dinegaranya dan terjadi pada masa itu. Dia mesti sebanding dengan mereka dalam beberapa sifat yaitu seperti umur, kecantikannya, kekayaannya, tingkat kecerdasannya, dan agama. 46 Mazhab Maliki dan Syafi’i menetapkan batasan mahar mitsil yaitu, sesuatu yang biasanya diinginkan oleh orang laki-laki yang sepertinya maksudnya suami pada orang perempuan maksudnya isteri. Menurut mazhab Syafi’i yang menjadi standar dalam mahar mitsil adalah mahar kerabat perempuannya yang ashabah. Yang dijadikan standar adalah kerabat perempuan yang paling dekat dengannya yaitu saudara-saudara perempuan, para keponakan perempuan dari saudara laki-laki, para bibi dari pihak bapak. Jika dia tidak memiliki kerabat perempuan ashabah maka yang dijadikan standar adalah perempuan yang memiliki hubungan paling dekat dengannya yaitu ibunya dan bibinya dari pihak ibu. Menurut mazhab Maliki yang menjadi patokan bagi mahar mitsil adalah kerabat perempuan si isteri, kondisi, kedudukan, harta dan kecantikannya seperti mahar saudara perempuan sekandung atau sebapak. Selain itu yang menjadi patokannya adalah persamaan dari segi agama, harta, kecantikan ,akal, etika, umur, keperawanan, janda, negara, nasab dan kehormatan. 47 Mazhab Hambali berpendapat jika kebiasaan para kerabatnya adalah meringankan mahar, maka diperhatikan peringanannya. Jika adat mereka menyebutkan mahar yang banyak yang sebenarnya tidak ada, maka keberadaannya 46 Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hal. 243 47 Ibid, hal. 244. Universitas Sumatera Utara 32 sama dengan ketiadaannya. Jika adat mereka menangguhkan, maka dibayarkan secara tangguh karena itu adalah kebiasaan mahar kerabat perempuannya. Jika adat mereka tidak ditangguhkan, maka harus dibayarkan langsung karena mahar ini adalah pengganti yang bisa hilang seperti harga barang-barang yang hilang. Jika adat mereka berbeda dalam masalah pembayaran segera dan ditangguhkan, atau berbeda ukuran banyak dan sedikitnya dalam mahar mereka, maka diambil yang pertengahan darinya karena ini adalah suatu keadilan. 48 Mahar Mitsil juga terjadi dalam keadaan sebagai berikut: 1. Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung akad nikah, kemudian suami telah bercampur dengan istri, atau meninggal sebelum bercampur. 2. Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan istri dan ternyata nikahnya tidak sah. Mahar mitsil ini diberlakukan apabila isteri telah dicampuri kemudian ia meninggal atau ia belum dicampuri, tetapi suaminya meninggal, ia berhak menerima maskawin dengan mahar mitsil. Apabila ia diceraikan sebelum dukhul, suaminya harus memberi pesangon mut’ah yaitu pemberian tertentu yang nilainya diserahkan kepada kemampuan mantan suami. Nikah yang tidak disebutkan dan tidak ditetapkan maharnya disebut nikah tafwidh. Hal ini menurut jumhur ulama dibolehkan. 48 Ibid, hal. 245. Universitas Sumatera Utara 33 Firman Allah Swt,: “Tidak ada kewajiban membayar mahar atas kamu, jika kamu menceraikan istri- istri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.....”QS AL-Baqarah: 236. 49 Ayat tersebut menunjukkan bahwa seorang suami boleh menceraikan istrinya sebelum digauli dan belum juga ditetapkan jumlah maharnya tertentu kepada istrinya itu. Sesungguhnya dengan tafwidh tidak diwajibkan sesuatu dengan akad tersebut, hanya saja diwajibkan mahar mitsil berdasarkan akad. Disyaratkan ada keridhaan isteri dengan mahar yang telah ditetapkan oleh suami.

3. Jumlah dan Penyerahan Mahar