11 : Jenis Tanah dan Sifat yang Dibawa Terhadap Ketersediaan Air JENIS
Tabel 4-11 : Jenis Tanah dan Sifat yang Dibawa Terhadap Ketersediaan Air JENIS
SIFAT TANAH Aluvial
Daya mengikat air kurang,apabila kena hujan akan menjadi lengket dan bila kekeringan akan mengeras. (Rachmiati, Yati).
Andosol
Tanah Andosol mempunyai sifat fisik yang baik, daya pengikatan air yang sangat tinggi, sehingga selalu jenuh air jika tertutup vegetasi. Sangat gembur, struktur remah atau granuler dengan granulasi yang tak pulih. Permeabilitas sangat tinggi karena mengandung banyak makropori, fraksi lempung sebagian besar alofan dengan berat jenis kurang dari 0,85 dan kandungan bahan organik biasanya tinggi, yaitu antara 8% - 30%.( Sri Damayanti, Lusiana, 2005).
Gleisol
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil tanah selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.(Suhendar, Soleh).
Grumosol
Tanah Grumosol mempunyai sifat struktur lapisan atas granuler dan lapisan bawah gumpal atau pejal, jenis lempung yang terbanyak montmorillonit sehingga tanah mempunyai daya adsorpsi yang tinggi yang menyebabkan gerakan air dan keadaan aerasi buruk dan sangat peka terhadap erosi. ( Sri Damayanti, Lusiana, 2005).
Latosol
Daya mengikat air kurang,apabila kena hujan akan menjadi lengket dan bila kekeringan akan mengeras dengan struktur remah. (Rachmiati, Yati).
Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar, Soleh).
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
Mediteran
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa. (Suhendar, Soleh).
Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk- gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh).
Ultisol/Pod Podzolik merah kuning merupakan bagian dari tanah Ultisol.
solik
Menurut USDA, ultisol adalah tanah yang sudah mengalami
Merah
pencucian pada iklim tropis dan sub tropis. Tanah ultisol bersifat
Kuning
agak lembab dengan kadar lengas tertinggi pada ultisol yang berbentuk bongkah. Ultisol merupakan tanah yang mengalami pelapukan yang lanjut dan berasal dari bahan induk yang sangat masam. Tanah ini mengandung bahan organik rendah dan strukturnya tidak begitu mantap sehingga peka terhadap erosi (Hardjowigeno, 1987). Menurut Hardjowigeno( 1993) ultisol adalah tanah dengan horizon argilik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa pada kedalaman kurang dari 1.8 m dari permukaan tanah adalah < 35%. Tekstur tanah ini adalah liat hingga liat berpasir, bulk density antara 1.3-1.5, dan permeabilitas lambat hingga sedang.
Sumber: Puslitanak 2010 Kawasan Perkotan Kecamatan Lembang memiliki ketersediaan air yang sangat tinggi. Disebabkan karena jenis tanah andosol dengan daya ikat air yang sangat tinggi. Desa yang ketersediaan airnya tinggi yaitu Desa Lembang, Desa Kayu Ambon, Desa Gudang Kahuripan, Desa Langensari, Desa Pagerwangi, Desa Cibogo, dan Desa Cibodas.
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
95
Gambar 4-4 : Peta Hidrogeologi Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
96
4.1.4 Analisis Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Drainase Analisis SKL untuk Drainase bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam mengalirkan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal maupun meluas dapat dihindari. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah, peta curah hujan, peta kedalaman efektif tanah, dan penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta SKL untuk Drainase dan penjelasannya. Berdasarkan kriteria dalam meresapkan air di kawasan perkotaan kecamatan lembang, dapat disimpulkan bahwa kemampuan untuk mengalirkan air secara alami sangat tinggi yang disebabkan karena permeabilitas yang tinggi. Desa dengan permeabilitas yang tinggi yaitu Desa Gudang Kahuripan, Desa Lembang, Desa Langensari, Desa Kayu Ambon, Desa Pagerwangi, Desa Cibogo, Desa Cibodas.
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
97
Gambar 4-5 : Peta SKL Drainase Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
4.1.5 Analisis Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Erosi Analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi serta antispasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta tekstur tanah, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta SKL Terhadap Erosi dan penjelasannya. Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada pengelupasan lapisan tanah.
Tabel 4-12 Jenis Tanah dan Sifat yang Dibawanya Terhadap Analisis SKL Erosi NO. JENIS
SIFAT
TANAH
1. Aluvial Jenis-jenis tanah yang tidak peka terhadap erosi: 2. Andosol
4. Grumosol Jenis tanah yang agak peka erosi: 5. Latosol
Latosol
6. Litosol Jenis tanah dengan kepekaan sedang: 7. Mediteran Non Cal 8. Non Cal
Mediteran
9. Regosol Jenis tanah yang peka terhadap erosi: Andosol
Grumosol Ultisol/Podsolik Merah Kuning Jenis tanah yang sangat peka erosi: Regosol Litosol
Sumber: Puslitanak 2010 Berdasarkan karakteristik sifat jenis tanah, kawasan perkotaan kecamatan lembang memiliki tingkat erosi yang tinggi dan sedang. Ini disebabkan karena faktor geografis kecamatan lembang yang memiliki kelerengan yang beragam. Sehingga perlu adanya rekayasa konservasi.
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
99
Gambar 4-6 : Peta SKL Erosi Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
4.1.6 Analisis Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Pembuangan Limbah Analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui mengetahui daerah- daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengeolahan limbah, baik limbah padat maupun cair. Persyaratan mendasar pada satuan kemampuan lahan untuk pembuangan limbah adalah kemampuan tanah untuk tidak mudah meresapkan air kedalam lingkungan sekitar/ tingkat permeabilitas rendah. Dengan permebilitas yang rendah maka lokasi pembuangan limbah tidak akan mudah memberikan potensi cemaran terhadap air tanah yang ada di sekitarnya, karena tidak mudah meresapkan air ke tanah disekitarnya.
Tabel 4-13 Permeabilitas Tanah NO JENIS TANAH
TINGKAT PERMEABILITAS
1 Aluvial
Sedang
2 Entisol/Litosol
Agak Lambat
3 Podosolik Merah Kuning/Ultisol
Sedang
4 Latosol Rendah / Lambat
Sumber: Uhland and O’neal (1951) dalam Siregal et al, 2014 Berdasarkan kriteria permeabilitas tanah, satuan kemampuan lahan (SKL)
terhadap limbah. Kemampuan untuk lokasi limbah yaitu di Desa Pagerwangi dan Desa Mekarwangi. Disebabkan karena jenis tanah dari desa tersebut adalah Latosol dengan tingkat permeabilitas yang rendah akan resapan air.
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
101
Gambar 4-7 : Peta SKL Limbah Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
4.2 Analisis Kesesuaian Lahan Kesuaian lahan pada kawasan perkotaan kecamatan lembang dilakukan dalam rangka menilai daya dukung ruang kawasan perkotaan dalam menyangga sistem aktivitas wilayah. Pembahasan kesuaian lahan pada kawasan perkotaan diawali dengan penjelasan persyaratan dan faktor pembatas pengembangan fisik ruang, analisis tingkat kesuaian antara penggunaan lahan kawasan perkotaan dengan hasil analisis kesesuaian lahan dan prakiraaan daya tampung kawasan.
4.2.1 Persyaratan dan Pembatasan Pengembangan Dalam analisis kesuaian lahan yang biasa digunakan dalam perencanaan tata ruang adalah persyaratan yang dikeluarkan oleh kementerian pertanian (SK MENTAN NO. 837/Kpts/UM/II 1980 dan NO. 683/Kpts/UM/II/1981). Didalam persyaratan yang ditetapakan terdapat tiga variabel utama yang meliputi aspek curah hujan, aspek jenis tanah dan aspek kelerengan. Secara umum aspek ini sebenarnya hampir mirip dengan hasil analisis SKL Bencana alam pada kawasan perencanaan yang juga mempertimbangkan aspek-aspek tersebut dalam analisis kebencanaan. Berdasarkan SK tersebut, penggunaan lahan dibagi menjadi 5 kawasan peruntukan, yaitu:
1. Kawasan Lindung;
2. Kawasan Penyangga;
3. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan;
4. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim; dan
5. Kawasan Permukiman Faktor pembatas yang digunakan untuk klasifikasi ini adalah :
a. Kemiringan Lereng (dinyatakan dalan satuan persen) : Kelas I
Nilai Skor 20 Kelas II = 8 – 15 %
(Datar)
Nilai Skor 40 Kelas III = 15 – 25 %
(Landai)
Nilai Skor 60 Kelas IV= 25 – 45 %
(Agak Curam)
Nilai Skor 80 Kelas V = > 45 %
(Curam)
(Sangat curam)
Nilai Skor 100
b. Faktor jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi : Kelas I
Aluvial, tanah Glei,
Nilai Skor 15
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
Planosol, Hidromorf Kelabu, Laterik Air Tanah (Tidak peka)
Kelas II= Latosol (Agak peka) Nilai Skor 30 Kelas III= Brown Forest Soil,
Nilai Skor 45 Non Caleic Brown, Mediteran (Agak peka).
Kelas IV =Andosol Laterek, Grumosol, Nilai Skor 60 Podsoil, Podsolic (Peka) Kelas V =Regosol, Litosol, Atnogosol,
Nilai Skor 75 Renzine (Sangat Peka)
c. Faktor Intensitas Hujan Harian :
Nilai Skor 10 mm Kelas II= 13,6 – 20,7 /
= s / d 13,6 Kelas I mm / hari
(sangat rendah)
Nilai Skor 20
hari (rendah)
Nilai Skor 30
Kelas III= 20,7 – 27,7 mm /
hari (sedang)
Nilai Skor 40 mm Kelas V= > 34,8 /
Kelas IV= 27,7 34,8 mm / hari (
tinggi)
hari (Sangat tinggi)
Nilai Skor 50
Dengan menjumlahkan skor ketiga faktor tersebut maka dapat ditetapkan penggunaan lahan pada setiap kawasan adalah sebagai berikut :
A. Kawasan Lindung Areal dengan jumlah nilai skor untuk kemampuan lahan sama dengan atau lebih dari 175. atau memenuhi salah satu atau beberapa syarat berikut : Mempunyai lereng lapang >45 %; Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah Regosol, Litosol,
Organosol, dan Renzine dengan lereng >45 %; Merupakan jalur pengaman aliran sungai/air sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai/aliran air tersebut; Mempunyai ketinggian 2000 meter di atas permukaan air laut; Guna keperluan/kepentingan khusus dan diterapkan oleh pemerintah sebagai
kawasan lindung.
B. Kawasan Penyangga
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
Areal dengan jumlah nilai skor untuk kemampuan lahannya 124 – 174 dan atau memenuhi beberap kriteria umum, sebagai berikut : Keadaan fisik areal memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara
ekonomis; Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga; Tidak merugikan segi-segi ekologi lingkungan.
C. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Areal dengan jumlah nilai skor untuk kemampuan lahannya 124 ke bawah serta cocok atau seharusnya dikembangkan usaha tani tanaman tahunan (kayu- kayuan, tanaman perkebunan dan tanaman industri). Disamping itu areal tersebut harus memenuhi kriteria umum untuk kawasan penyangga.
D. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim Setahun Areal dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan budidaya tanaman tahunan akan tetapi areal tersebut cocok atau seharusnya dikembangkan usaha tani tanaman semusim/setahun.
E. Kawasan Permukiman Areal yang memenuhi kriteria budidaya cocok untuk areal permukiman serta secara mikro mempunyai kelerengan 0 – 8 %.
Tabel : 4-14 Kesesuaian Lahan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang No
Kelurahan
Kesesuaian Lahan
Luas (m²)
1 Desa Lembang
2722820 2 Desa Kayuambon
Kawasan Budidaya
2430456 3 Desa Langensari
Kawasan Budidaya
1447450 4 Desa Cibogo
Kawasan Budidaya
2048719 5 Desa Cibodas
Kawasan Budidaya
1858814 6 Desa Gudang Kahuripan
Kawasan Budidaya
3577992 7 Desa Pagerwangi
Kawasan Penyangga
2552103 8 Desa Mekawangi
Kawasan Penyangga
Kawasan Penyangga
3064226
Sumber : Analisis Penyusun 2016,Draft RDTR Kecamatan Lembang 2009-2029 Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, maka diperoleh bahwa untuk menjadi Kawasan Budidaya yang meliputi Kawasan permukiman yaitu Desa Lembang, Desa Kayuambon, Desa Langensari, Desa Cibogo, Desa Cibodas. Dan Kawasan Penyangga yaitu Desa Gudang Kahuripan, Desa Pagerwangi, Desa Mekarwangi.
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
105
Gambar 4-8 : Peta Curah Hujan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
106
Gambar 4-9 : Peta Kesesuaian Lahan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
107
Gambar 4-11 : Peta Ketersediaan Lahan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
4.2.3 Analisis Perkiraan Daya Tampung Lahan Kawasan Perkotaan Analisis daya tampung lahan bertujuan untuk melihat lahan non terbangun atau ketersediaan lahan untuk dikembangkan menjadi kawasan budidaya atau kawasan penyangga. Analisis daya tampung lahan dilakukan dengan menghitung luas Desa dikurangi dengan lahan terbangun yang nantinya diperoleh lahan non terbangun sebagai lahan potensial pengembangan. Berdasarkan analisis dengan luas keseluruhan lahan per desa di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang yaitu 2733 Ha dikurangi total luas lahan terbangun keseluruhan desa di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang yaitu 530,7 Ha, maka diperoleh lahan non terbangun sebanyak 2202, 5 Ha.
Tabel 4-15 Analisis Daya Tampung Lahan Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang No
Desa
Luas (m²)
Luas Desa
Lahan
Non
Terbangun/Potensial 1 Desa Lembang
Terbangun
1077204 2 Desa Cibogo
2442456 3 Desa Langensari
3272376 4 Desa Cibodas
5221488 5 Desa Mekarwangi
3887231 6 Desa Pagerwangi
1898508 7 Desa Kayu Ambon
1263563 8 Desa Gudang Kahuripan 3631025
Sumber : Draft RDTR Kecamatan Lembang 2009-2029
4.3 Analisis Kependudukan Pada dasarnya, penduduk merupakan faktor penentu dalam pengembangan suatu kawasan/kota. Secara esensial, keberadaan penduduk akan menentukan arah maupun gerak suatu kawasan/kota secara keseluruhan. Adapun pembangunan yang dilakukan pada kawasan perkotaan tidak lain adalah sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan penduduk. Kondisi penduduk dalam suatu kota biasanya dapat menggambarkan kondisi sosial suatu kota secara umum. Perencanaan kota atau wilayah disusun dengan latar belakang untuk mengakomodir berbagai kebutuhan dan keinginan penduduk terhadap kebutuhan prasarana dan sarana untuk waktu yang akan datang. Untuk mengetahui
Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang
1. Analisa Pola Persebaran Penduduk
2. Analisis Pertumbuhan dan Proyeksi Penduduk
3. Distribusi dan Kepadatan Penduduk
4.3.1 Analisis Pola Persebaran Penduduk Berdasarkan jumlah penduduk di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang
meliputi 8 kelurahan/desa. Adapun jumlah penduduk di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang adalah sebesar 92.858 jiwa. Berdasarkan pola sebaran penduduknya, dapat diketahui bahwa distribusi penduduk paling besar di kawasan studi terdapat di kelurahan/desa Lembang sebesar 19,32 %, Kelurahan/desa Gudang Kahuripan sebesar 15,91%, dan Kelurahan/desa Langensari sebesar 14,16%, sedangkan distribusi penduduk paling sedikit terdapat di kelurahan/desa Mekarwangi, yaitu sebesar 6,49%. Adapun jumlah dan distribusi penduduk di Kawasan kelurahan/desa di Kabupaten Lembang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.