23 Proyeksi Fasilitas Perdagangan dan Jasa

Tabel 4-23 Proyeksi Fasilitas Perdagangan dan Jasa

KEBUTUHAN FASILITAS PERDAGANGAN & JASA JML.

TAHUN DESA

KEB.LAHAN

pertokoan perbelanjaan (HA)

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

KEBUTUHAN FASILITAS PERDAGANGAN & JASA JML.

TAHUN DESA

KEB.LAHAN

pertokoan perbelanjaan (HA)

kahuripan pagerwangi

kahuripan pagerwangi

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

KEBUTUHAN FASILITAS PERDAGANGAN & JASA JML.

TAHUN DESA

KEB.LAHAN

pertokoan perbelanjaan (HA)

kahuripan pagerwangi

kahuripan pagerwangi

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

KEBUTUHAN FASILITAS PERDAGANGAN & JASA JML.

TAHUN DESA

KEB.LAHAN

pertokoan perbelanjaan (HA)

kahuripan pagerwangi

Sumber : Hasil Analisis tahun 2016

Menurut hasil analisa diatas, maka dalam kurun waktu per-5 tahunan diperkirakan tingkat kebutuhan fasilitas perdagangan dan jasa di Kawasan Kecamatan Lembang mengalami peningkatan sehingga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan kepada lingkup

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

20 unit pertokoan, 4 unit pasar lingkungan, dan 1 pusat perbelanjaan.

4.4.5 Sarana Peribadatan Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan rohani yang perlu disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan sesuai peraturan yang ditetapkan, juga sesuai dengan keputusan masyarakat yang bersangkutan Perhitungan proyeksi jumlah fasilitas peribadatan dilakukan untuk mengetahui apakah fasilitas peribadatan yang tersedia di wilayah perencanaan dari segi jumlah sudah mencukupi atau diperlukan penambahan untuk jangka waktu yang akan datang. Untuk mengetahui jumlah sarana peribadatan pada 20 tahun mendatang, maka diperlukan standar pelayanan minimal bagi sarana peribadatan yang mengacu pada SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan yaitu:

 Fasilitas peribadatan berupa musholla/langgar dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 250 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 100 m².

 Fasilitas peribadatan berupa masjid warga dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 2500 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 600 m².

 Fasilitas peribadatan berupa masjid lingkungan (kelurahan) dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 3.600 m 2 .

 Fasilitas peribadatan berupa masjid kecamatan dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 120.000 jiwa/unit dengan

luas lahan sebesar 5.400 m 2 .

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Fasilitas peribadatan ibadah agama lain dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit dengan kebutuhan lahan disesuaikan dengan kebiasaaan penganut agama setempat dalam melakukan ibadah agamanya.

Berdasarkan standar diatas, maka proyeksi kebutuhan fasilitas peribadatan di Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :

Tabel 4-24 Proyeksi Fasilitas Peribadatan

KEBUTUHAN FASILITAS PERIBADATAN

KEB. TAHUN DESA

Mesjid Surau/Langgar Gereja/Kristen Gereja/khatolik Pura Vihara/Klanteng (HA)

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

130

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

131

4 4 4 4 10,2 Sumber : Hasil Analisis Tahun 2016

Berdasarkan hasil analisa tersebut dapat diketahui bahwa kebutuhan akan fasilitas peribadatan sampai tahun 2035 (akhir rencana) untuk jumlah kebutuhan fasilitas peribadatan berupa musholla/langgar sebanyak 484unit, mesjid warga sebanyak 48 unit, Gereja

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Kristen sebanyak 4 unit, gereja khatolik sebanyak 4 unit, pura sebanyak 4 unit dan vihara/klenteng sebanyak 4 unit. Maka kebutuhan lahan

yang diperlukan

sebesar 10,2Ha

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

4.5 Analisis Prasarana dan Utilitas Umum

4.5.1 Prasarana Jalan Menurut Peraturan Pemerintah no 34 tahun 2004 tentang jalan menyatakan bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jaringan Jalan memiliki peranan sebagai bagian infrastruktur transportasi, infrastruktur distribusi barang dan jasa, dan sebagai kesatuan sistem jaringan jalan yang menghubungkan dan mengikat di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Keberadaan jaringan jalan kolektor primer merupakan satu permasalahan tersendiri dalam mendukung sistem aktivitas pergerakan antar moda di Kawasan Perkotaan Lembang. Jaringan jalan kolektor di kawasan perkotaan sering dilewati oleh berbagai moda transportasi untuk menuju berbagai objek wisata di Kawasan Perkotaan Lembang dan sekitarnya. Permasalahan berkaitan dengan jaringan jalan semakin kompleks mengingat perilaku pengendara yang kurang tertib. Hal ini dapat dilihat dari pola parkir pengendara kendaraan bermotor yang menimbulkan hambatan samping yang semakin tinggi. Permasalahan berikutnya adalah berkaitan dengan banyaknya objek wisata yang menjadi tujuan wisatawan, yang menimbulkan banyak krosing antara kendaraan dari jalan kolektor meuju objek wisata.

4.5.2 Prasarana Drainase Dalam pengembangan lingkungan perkotaan tentunya harus dilengkapi jaringan drainase sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang diatur dalam SNI 02-2406- 1991 tentang Tata cara perencanaan umum drainase perkotaan. Jaringan drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan, yang harus disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan. Adapun bagian dari jaringan drainase:

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Tabel 4-25 Bagian Jaringan Drainase Sarana

Prasarana

Badan Penerima Sumber air dipermukaan tanah (laut, sungai, danau)

Air

Sumber air dibawah permukaan tanah (air tanah aktifer)

Pertemuan saluran Bangunan terjunan Jembatan Street inlet Pompa Pintu air

Sumber : SNI 02-2406-1991, Perencanaan Umum Drainase Perkotaan Kawasan perkotaan yang terletak pada dataran rendah dan posisinya lebih rendah

dari elevasi Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang, seharusnya didukung dengan sistem drainase yang sesuai dengan kontur Kawasan Perkotaan Lembang. Kondisi sistem drainase di Kawasan Perkotaan Lembang dapat dikatakan dalam kondisi yang perlu mendapatkan penanganan serius. Berdasarkan pada hasil survai hampir sebagian besar jaringan drainase dengan kondisi yang kurang baik. Kondisi ini menyebabkan sistem drainase tidak dapat bekerja secara optimal.

(Sumber: Observasi Lapang, 2016)

Gambar 4-12 Kondisi Jaringan Drainase Yang Rusak dan Genangan Akibat Limpasan Dari Saluran Drainase Jalan

Agar terjamin bekerjanya sistem drainase secara baik, maka harus selalu diusahakan untuk memanfaatkan keadaan topografi wilayah setempat. Selain hal tersebut, perlu juga diperhatikan keseimbangan alam dengan penyediaan ruang terbuka hijau yang luasnya cukup menjamin terjadinya peresapan air yang baik, sehingga debit air hujan yang ada di saluran lebih kecil sehingga dimensi saluran yang dibutuhkan tidak besar. Jaringan drainase yang akan direncanakan di kawasan perkotaan ini akan mengikuti pola jaringan jalan dan pola aliran air yang

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

 Sungai Cikapundung Gambar 4-13

Tipe Saluran Sungai Pada Daerah Hulu Sungai

 Saluran drainase sekunder :  Anak-anak sungai yang ada di wilayah perencanaan /saluran sekunder alami  Saluran sekunder eksisting (buatan) yang ada di pinggir jalan utama

Gambar 4-14 Tipe Saluran Sungai Pada Daerah Hilir Sungai

 Saluran drainase tersier :  Saluran drainase lingkungan  Saluran drainase permukiman

Gambar 4-15 Tipe Saluran Utama Kondisi Topografi Datar

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

136

4.5.3 Prasarana Air Bersih Pelayanan kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan untuk masa mendatang, terlebih dahulu perlu dilakukan perhitungan perkiraan kebutuhan air bersih. Pengertian kebutuhan air bersih adalah jumlah air yang diperlukan secara wajar untuk keperluan pokok domestik dan kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan air. Sementara rencana pembangunan sistem air bersih, baik perpipaan maupun non perpipaan adalah sebagai berikut :

a. Air bersih non PDAM (non perpipaan) Dalam sistem penyediaan air bersih non perpipaan usaha yang diperlukan adalah melakukan perlindungan terhadap air tanah dan air permukaan dengan memberikan penyuluhan insentif mengenai tata cara penggunaan air tanah kepada masyarakat serta mempertahankan daerah konservasi. Disamping itu perlu dilakukan studi terhadap pemanfaatan teknologi tepat guna untuk sistem penyediaan air bersih di yang sulit dijangkau PDAM (seperti : sistem penyediaan air bersih menggunakan pompa hidran dan penggunaan filter air sederhana secara individual maupun komunal). Dilakukan pula studi terhadap pemanfaatan teknologi tepat guna untuk sistem penyediaan air bersih disaat darurat dan bencana alam (seperti sistem penyediaan air bersih menggunakan intalasi mobile unit).

b. Air bersih yang dilayani PDAM (perpipaan) Berdasarkan proyeksi kebutuhan air bersih, maka sistem perpipaan perlu direncanakan pembangunan IPA dengan memanfaatkan sumber air wilayah perencanaan, dan rencana pembangunan jaringan distribusi pada lokasi-lokasi pusat-pusat kegiatan kecamatan terutama untuk di wilayah perkotaan.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

137

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia agar dapat melangsungkan hidupnya. Suatu lingkungan yang sehat dan higienis tidak mungkin tercipta tanpa tersedianya air bersih. Supaya dapat digunakan sebagai air minum, air bersih memerlukan pengolahan dan harus memenuhi persyaratan sistem penyediaan air minum ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas. Ditinjau dari segi kualitas, harus memenuhi standar syarat-syarat kualitas fisik, kimiawi dan bakteriologi berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, sedangkan ditinjau dari segi kuantitas harus tersedia dalam jumlah cukup setiap saat. Selain itu perlu diperhatikan pula cadangan air untuk kebutuhan darurat, seperti misalnya untuk pemadam kebakaran dan lainnya sebagainya. Pada umumnya untuk penyediaan air bersih meliputi pelayanan air domestik dan kebutuhan air non domestik. Pelayanan untuk kebutuhan air dometik adalah pelayanan untuk keperluan rumah tangga sedangkan kebutuhan air non domestik adalah pelayanan untuk industri, pariwisata, pemadam kebakaran, tempat sosial serta tempat-tempat komersial dan umum lainnya. Untuk menghitung kebutuhan air bersih di kawasan studi digunakan standar kebutuhan air bersih untuk rumah tangga bagi penduduk perkotaan, yang terdiri sebagai berikut:  Kebutuhan air bersih untuk rumah tangga diperkirakan 320 liter/hari/kk.  Kebutuhan air bersih fasilitas sosial dan kantor diperkirakan 15% dari

kebutuhan rumah tangga.  Kebutuhan air bersih fasilitas komersial diperkirakan 20% dari kebutuhan rumah tangga.  Kebutuhan air bersih fasilitas industri diperkirakan 10% dari kebutuhan rumah tangga.  Kebutuhan air bersih fasilitas pemadam kebakaran diperkirakan 10% dari kebutuhan rumah tangga.  Cadangan kebocoran air bersih diperkirakan 10% dari kebutuhan rumah

tangga.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Berikut tabel kebutuhan air di Kawasan Perkotaan Lembang tahun 2015-2035: Tabel 4-26 Kebutuhan air bersih Kawasan Perkotaan Lembang

Kebutuhan Air

Total

Jumlah

Tahun Desa Kebutuhan

Penduduk Rumah

Sosial dan

Pemadam

Cadangan

Komersial Industri

Air Bersih

Tangga

Perkantoran

Kebakaran Kebocoran

(liter) Gudang

Gudang Kahuripan

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Kebutuhan Air

Total

Jumlah

Tahun Desa Kebutuhan

Penduduk Rumah

Sosial dan

Pemadam

Cadangan

Komersial Industri

Air Bersih

Tangga

Perkantoran

Kebakaran Kebocoran

Gudang Kahuripan

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Kebutuhan Air

Total

Jumlah

Tahun Desa Kebutuhan

Penduduk Rumah

Sosial dan

Pemadam

Cadangan

Komersial Industri

Air Bersih

Tangga

Perkantoran

Kebakaran Kebocoran

Gudang Kahuripan

Gudang Kahuripan

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Kebutuhan Air

Total

Jumlah

Tahun Desa Kebutuhan

Penduduk Rumah

Sosial dan

Pemadam

Cadangan

Komersial Industri

Air Bersih

Tangga

Perkantoran

Kebakaran Kebocoran

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

142

4.5.4 Prasarana Listrik Listrik sebagai salah satu elemen penting dalam menopang aktivitas kawasan perdagangan membutuhkan satu arahan dalam penataan sistem jaringannya. Jaringan listrik d kawasan perkotaan tidak baik karena jaringan listrik yang masih sangat berantakan dan sangat berbahaya untuk keselamatan bebas dari kosleting listrik. Jaringan listrik yang masih menggunakan kabel udara berseliweran secara kurang teratur pada kawasan perkotaan. Kondisi ini selain tidak indah juga memberikan satu resiko kepada para pengguna jalan, khusunya para pejalan kaki apabila kabel listrik terputus atau ada hubungan arus pendek. Melihat pada kondisi jaringan listrik yang ada, maka dalam rangka meningkatkan kualitas visual dan juga keamanan sistem jaringan, perlu didorong pengaturan kabel listrik untuk dapat ditempatkan pada jaringan bawah tanah dengan penyediaan ruang untuk infrastruktur bawah tanah yang dapat diintegrasikan dengan sistem drainase dan jaringan limbah komunal. Jaringan listrik

4.5.5 Prasarana Telekomunikasi Prasarana telekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi. Pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi serta peningkatan kualitas pelayanannya saat ini dirasakan sudah sangat mendesak karena dengan sarana dan prasarana komunikasi yang baik dapat memperlancar segala aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dalam berkomunikasi juga terus berkembang. Sarana telekomunikasi yang ada di kawasan perencanaan pada saat sekarang ini menggunakan jaringan kabel dan non kabel (seluler). Secara umum Kawasan Perkotaan Lembang dibutuhkan jaringan FO / Fiber Optic dan BTS telah terpenuhi akan kebutuhan telekomunikasi tersebut dengan hadirnya pelayanan jasa komunikasi oleh pelanan. Pasal 2 s.d Pasal 7 Permenkominfo 02/2008 sebagai berikut:

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

1. menara harus digunakan secara bersama dengan tetap memperhatikan kesinambungan pertumbuhan industri telekomunikasi demi efesiensi dan efektifitas penggunaan ruang.

2. Pembangunan menara dapat dilaksanakan oleh penyelenggara komunikasi demi efesiensi dan efektifitas penggunaan.

Berikut tabel kebutuhan telepon menurut metode lama: Tabel 4-27 Proyeksi Kebutuhan Telekomunikasi

Tahun Desa

Jumlah

Kebutuhan Telepon Total

Penduduk

Rumah Unit

Wartel Tangga Telepon

(unit) (unit)

Gudang Kahuripan

Gudang Kahuripan

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

2025

Gudang Kahuripan

Gudang Kahuripan

Gudang Kahuripan

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

145

4.5.6 Prasarana Air Limbah Dasarnya sudah mengarah pada pola pengelolaan air limbah seperti yang umum dipersyaratkan. Sebagian besar masyarakat sudah memanfaatkan teknologi pembuangan secara setempat melalui pembangunan septik tank terutama untuk pembuangan limbah tinja. Pemanfaatan septik tank juga dilengkapi dengan jamban keluarga sehingga dapat meningkatkan privacy dan kenyamanan penggunaannya. Penggunaan sarana pembuangan air limbah (SPAL) melalui saluran juga cukup banyak sehingga apabila pemanfaatan SPAL ini tidak diikuti konsep pembangunan yang baik seperti dibuat secara terbuka maka akan mengundang timbulnya vektor penyakit dan berkurangnya nilai estetika kawasan. Pada dasarnya air limbah terdiri dari 2 bentuk yaitu air kotor (grey water) dan limbah manusia (black water). Grey water yaitu limbah manusia dalam bentuk cairan yang dihasilkan dari sisa kegiatan pemakaian air domestik, seperti air bekas mandi, mencuci dan sebagainya. Sedangkan black water yaitu buangan limbah padat yang berasal dari kotoran manusia. Perkiraan volume air limbah grey water dihitung sebesar 80% dari pemakaian air bersih. Sedangkan air limbah yang berupa lumpur tinja (black water) dengan assumsi tiap orang menghasilkan 40 liter dalam setahunnya. Untuk lebih jelasnya mengenai perkiraan produksi air limbah di wilayah perencanaan dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Pada dasarnya penanganan air limbah dapat dilakukan melalui dua teknologi pembuangan, yaitu sistem setempat (on site system) dan sistem terpusat (off site system ). Sistem setempat yaitu bentuk pembuangan air limbah yang diakhiri dengan pengolahan ditempat melalui penguraian oleh bakteri an-aerob. Sedangkan sistem terpusat yaitu bentuk pembuangan air limbah menggunakan perpipaan untuk menampung kemudian dialirkan ke suatu tempat pengolahan air limbah. Teknologi pengolahan sistem setempat biasanya menggunakan Septic Tank disertai Bidang Resapan. Sedangkan untuk sistem terpusat menggunakan instalasi pengolah air limbah (IPAL) yang ditempatkan pada suatu lokasi tertentu dengan lahan yang luas.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Penerapan teknologi pembuangan air limbah dapat dilakukan melalui pendekatan

2 parameter penting yaitu kepadatan penduduk dan supply air bersih (Petunjuk Teknis Ditjen Cipta Karya, Program UNDP INS/84/505). Kepadatan penduduk akan menentukan besarnya beban pencemaran akibat limbah yang dihasilkannya. Sedangkan supply air bersih berpengaruh besar terhadap optimasi pengaliran air limbah terutama dalam system perpipaan. Berdasarkan petunjuk teknis tersebut, maka penerapan teknologi pembuangan air limbah dapat disimulasikan berdasarkan Tabel dibawah ini. Tabel 4-28 Standar Sistem Pelayanan Air Limbah

Sangat Tinggi (Jiwa/Ha)

TP Air Bersih (%)

Rendah < 30 Onsite system Onsite system Onsite system Offsite System Sedang 30 - 60

Onsite system Onsite system Offsite

Offsite

System Tinggi > 60

Sumber : Ditjen Cipta Karya, Program UNDP INS/84/505.

4.5.7 Persampahan Untuk mendapatkan seberapa besar beban pengelolaan sampah dimasa mendatang sehingga diperoleh hasil penanganan sampah yang sesuai rencana, maka perlu diperkirakan besarnya volume sampah yang akan terjadi. Besarnya volume sampah akan berkorelasi dengan jumlah penduduk beserta kegiatannya. Pada dasarnya sumber sampah tersebar di seluruh pelosok dimana manusia dan kegiatannya berada. Lokasi asal sumber sampah sangat menentukan keterjangkauan penanganan terutama dalam hal pengangkutannya. Dipihak lain rendahnya dana yang dimiliki serta sulitnya menjangkau seluruh pelosok untuk ditangani menjadi pertimbangan dalam pembatasan pelayanan penanganan sampah. Untuk itu perkiraan volume sampah yang akan ditangani akan diupayakan sebesar 90% sampai Tahun 2035. Untuk memperkirakan volume sampah di Kawasan Perkotaan Lembang akan didasarkan pada standar yang telah berlaku atau hasil kajian/studi yang pernah

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

4.6 Analisi Penggunaan Lahan Analisis penggunaan lahan pada kawasan perencanaan akan difokuskan pada jenis penggunaan lahan sesuai dengan draft RDTR Kecamatan Lembang 2009-2019 dan hasil analisis kesesuaian lahan. Arahan penggunaan lahan pada kawasan perencanaan juga akan mempertimbangkan dinamika wilayah pada kawasan perencanaan. Uraian lebih lanjut mengenai analisis penggunaan lahan pada kawasan perencanaan dapat diikuti pada subbab berikut.

4.6.1 Perumahan dan Pemukiman Sesuai dengan draft RDTR Kecamatan Lembang 2009-2019, kawasan perencanaan diarahkan dengan fokus pengembangan sektor pariwisata, permukiman, pertanian, lindung dan konservasi. Arahan pengembangan perumahan pada kawasan perencanaan dengan tipe kepadatan tinggi dilakukan dengan mempertimbangkan karakter kawasan yang peka terhadap bencana. Ketersediaan Lahan untuk pengembangan perumahan dan prasarana pendukungnya pada kawasan perencanaan lebih kurang 853 Ha yang dialokasikan pada tujuh wilayah kelurahan yang masih memiliki ketersediaan lahan. kebutuhan rumah pada Kecamatan Lembang adalah sebesar sebesar 74.158 untuk masing- masing tipe rumah baik rumah mewah, rumah sedang dan rumah tipe sederhana/kecil. Kebutuhan lahan untuk pengembangan perumahan pada kawasan perencanaan selengkapnya dapat diikuti pada tabel berikut.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang