Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasisk Perencanaan Partisipati

KATA PENGANTAR

Asalamualaikum wr.wb Puji syukur marilah kita haturkan rasa syukur kita kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studio Kota yang bertema kan “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism”. Rasa terimakasih kepada rekan- rekan kelompok studio lembang yang terdiri atas 11 orang. Tidak lupa pula

kepada Dosen kami yaitu Pak Kani Mahardika ST.,MT , Bu Murni Tri Mulyani ST , dan Pak Tatang Suheri ST., MT yang telah membimbing kami pada mata kuliah Studio Perencanaan Kota. Banyak masalah yang kita hadapi dilapangan maupun saat mengerjakan laporan ini. Namun berkat kesabaran dan semangat yang tinggi kami pun akhirnya menyelesaikan laporan ini. Inilah makna Studio Perencanaan Kota, bagaimana kita satu tim saling berkoordinasi dan saling bekerjasama dengan baik demi menyelesaikan hasil rencana. Demikian kata pengantar ini disampaikan, kami mengucapkan banyak terimakasih. Wasalamu’alaikum wr.wb.

Februari 2017, Kelompok Studio Lembang Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Komputer Indonesia

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan yang terjadi di kota menyebabkan jenuhnya kehidupan perkotaan yang terjadi karena terpusatnya kegiatan di suatu kota. Kegiatan yang meliputi segala aspek menciptakan terkonsentrasinya lahan yang terbangun dan menimbulkan banyak permasalahan diantaranya dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kota yang sudah jenuh menimbulkan pertumpahan ke kawasan pinggiran kota dan menjadi pertumbuhan kota baru. Salah satu timbulnya pertumbuhan kota terjadi akibat tingginya nilai sektor wisata di wilayah perkotaan tersebut. Wisata yang menarik bagi wisatawan atau pengunjung akan membawa dampak positif bagi wilayah perkotaan. Kecamatan Lembang menjadi salah satu tujuan wisata yang ada di Kabupaten Bandung Barat. Tingginya potensi dari sektor wisata memberikan pertumbuhan yang sangat pesat. Kecamatan Lembang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung Barat, terletak di sebelah utara Kota Bandung. Kecamatan Lembang yang secara geografis memiliki suhu 17ºC-27ºC. Penduduk Lembang sebagian besar bekerja sebagai petani, pedagang, pekerja sektor informal (Buruh, Pengumudi, dan sebagainya.) Potensi alam yang baik menjadikan Kecamatan Lembang sebagai pusat pendidikan dan penelitian untuk pertanian dan peternakan dan pariwisata.

1.2 Maksud

Maksud utama dari penyusunan laporan hasil studio kota dengan kedalaman RDTR dan survey adalah melakukan kajian untuk menghasilkan suatu pedoman penataan berdasarkan pengkajian terhadap perkembangan kondisi lapangan, permasalahan serta memberikan solusi di Kawasan Perkotaan Lembang.

1.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari kegiatan Studio Perencanaan Kota yang berlokasi di Kecamatan Lembang ini yaitu, mampu membuat rencana terkait pengembangan kawasan perkotaan yang berbasiskan eco tourism dalam aspek ekonomi, lingkungan dan

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Lingkup Wilayah Wilayah studi dilakukan di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Yang terletak di Utara Kota Bandung dengan 16 Desa / Kelurahan dengan ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter diatas permukaan laut. Titik tertinggi ada di puncak Gunung Tangkuban Perahu.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Gambar 1-1 Peta Lingkup Wilayah Studi

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

1.4.2 Lingkup Kegiatan Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa lingkup substansi Studio Kota Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang berdasarkan kemanfaatan EcoTourism

Persiapan awal studio

persiapan pembuatan proposal, surat, adrimistrasi, dll. persiapan teknis pelaksanaan meliputi penyusunan metodologi/metode dan teknik analisis rinci, serta penyiapan rencana survei.

Prelim survey

Survey awal ( Input surat, Isu Wilayah, RTRW, Searching Penginapan) di Lembang.

Survey Lapangan

Pengumpulan data, Observasi dan Wawancara di Lembang.

Entry Data

Entri data hasil survey baik data primer maupun skunder dalam bentuk excel maupun world.

Presentasi Awal

Mempresentasikan hasil survey lapangan selama satu minggu tentang eco tourism di kawasan perkotaan Kecamatan Lembang.

Analisis Data

Menganalisis data hasil survey.

Rencana

Merencanakan rencana di kawasan perkotaan yang berbasiskan eco tourism sesuai Draft RDTR Kecamatan Lembang.

Presentasi Akhir

Mempresentasikan hasil akhir laporan studio kota.

1.5 Kerangka pemikiran Penyusunan laporan studio kota Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism dapat dilihat pada bagan di bawah.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Arahan Isu Strategis Pengembangan

Salah satu destinasi

wisata yang paling tinggi

yang masih belum baik

Pengembangan berbasiskan Eco

Secondary City

dikunjungi  Tidak

terkontrolnya

prasarana dan sarana kecamatan Tourism”

Keadaan

Geografi

alih fungsi lahan.

yang mendukung lembang 

Pengembangan Ekowisata yang berkelanjutan

Identifikasi

Pemberdayaan Kebijakan

Tinjauan

Karakteristik

wilayah studi

Masyarakat tentang pentingnya sumber daya dan lingkungan 

Konsolidasi lahan

Fisik

Non Fisik

 RTRWK berwawasan lingkungan

 Batas Wilayah

 Kependudukan

 RDTR

 Jenis Tanah

 Perekonomian

 UU No 10 tahun 2009

 Topografi

 Sosial

Pihak Terkait

 Pemda Kabupaten no 33 tahun

Pemerintah

dalam negri

 Sumber daya alam

Bandung

2009  Lingkungan

 Masyarakat  UU No 32

 Prasarana dan Sarana

Analisis Data

Kecamatan Lembang

tahun 2009  Fasos dan Fasum

 Investor atau pengembang

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

1.6 Luaran Kegiatan

Tersusunnya suatu dokumen Rencana Detail Tata Ruang Kota dengan kedalaman infomasi wilayah skala 1 : 5.000 dan jangka waktu berlakunya selama 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun pada Kawasan Tengah Perkotaan Kecamatan Lembang yang berisi panduan dan rencana pengembangan kawasan perkotaan.

1.7 Sistematika Penulisan

Penyusunan laporan antara Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang terbagi menjadi beberapa bab yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup substansi, ruang lingkup wilayah, definisi dan kedudukuan, serta sistematika penulisan laporan.

BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN WILAYAH STUDI

Bab ini berisikan kajian kebijakan yang ditinjau dari beberapa RTRW, diantaranya Kabupaten Bandung Barat dak Kecamatan Lembang dan sekitarnya

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Bab ini berisikan mengenai gambaran umum wilayah studi yaitu berupa batas geografis dan administrasi kawasan, karakteristik fisik, kependudukan, sarana dan prasarana, karakteristik sosial masyarakat dan adat istiadatnya.

BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN

Bab ini berisikan analisis karakteristik fisik kawasan, analisis tingkat pelayanan sarana fasilitas umum, analisis kependudukan, analisis prasarana dan utilitas umum, analisis penggunaan lahan, analisis struktur dan tata masa bangunan, analisis permasalahan, dan analisis SWOT.

BAB 5 KONSEP PENGEMBANGAN

Bab ini berisikan mengenai konsep pengembangan yang akan dikembangkan di wilayah studi.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Kebijakan

2.1.1 Kabupaten Bandung Barat dalam konteks regional dan nasional

Kawasan perencanaan dalam konteks RDTR kawasan perkotaan kecamatan lembang

Struktur Ruang Kota

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan rujukan baru bagi kegiatan penataan ruang di Indonesia sebagai pengganti Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992. Di dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa wewenang pemerintah daerah Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut : Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis Kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota. Adapun kewajiban Pemerintah Daerah adalah sebagai beikut: Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang Melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan kabupaten/kota untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang kabupaten/kota adalah rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Di dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan pada : a)

Kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau

b) Kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Berdasarkan Pasal 42 ayat (1), rencana tata ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah Kabupaten adalah rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten. Berdasarkan besarannya, kawasan perkotaan dikategorikan dalam:

a) Kawasan perkotaan kecil, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang dilayani paling antara 50.000 – 100.000 jiwa.

b) Kawasan perkotaan sedang, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang dilayani antara 100.000 – 500.000 jiwa.

c) Kawasan perkotaan besar, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang dilayani lebih dari 500.000 jiwa.

d) Kawasan metropolitan, yaitu kawasan perkotaan yang terdiri atas kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 jiwa.

e) Kawasan megapolitan, yaitu kawasan yang terbentuk dari dua atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem.

Berdasarkan uraian di atas, maka Kawasan Perkotaan Lembang yang terletak di Kecamatan Lembang dan merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bandung Barat dikategorikan sebagai kawasan perkotaan Sedang yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten. Dengan demikian, penataan ruang kawasan Kota Kecamatan Lembang merupakan Rencana Detail Kabupaten Bandung Barat.

2.1.2 Kebijakan pola Ruang

2.1.2.1 Rencana Struktur dan Pola Ruang Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan wilayah seperti sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan, pusatpusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana, sistem jaringan transportasi seperti sistem jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan kelas terminal. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang menggambarkan letak, ukuran, fungsi dari kegiatankegiatan budidaya dan lindung. Isi Rencana Pola Pemanfaatan Ruang adalah delineasi

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

(batas-batas) kawasan kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan-kawasan lainnya di dalam kawasan budidaya dan delineasi kawasan lindung seperti di bawah ini:

A. Kawasan Lindung

a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya:  Kawasan hutan lindung  Kawasan bergambut  Kawasan konservasi dan resapan air

b. Kawasan perlindungan setempat :  Sempadan Pantai

 Sempadan Sungai  Kawasan Sekitar danau/waduk  Kawasan Sekitar mata air  Kawasan terbuka hijau termasuk di dalamnya hutan kota

c. Kawasan suaka alam:  Cagar alam  Suaka margasatwa

d. Kawasan pelestarian alam:  Taman nasional  Taman hutan raya

 Taman wisata alam  Kawasan cagar budaya

e. Kawasan rawan bencana alam:  Kawasan rawan letusan gunung api

 Kawasan rawan gempa bumi  Kawasan rawan tanah longsor  Kawasan rawan gelombang pasang dan banjir

f. Kawasan lindung lainnya:  Taman buru

 Cagar biosfer  Kawasan perlindungan plasma nutfah

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

 Kawasan pengungsian satwa  Kawasan pengungsian satwa

B. Kawasan Budidaya

a. Kawasan hutan produksi:  Kawasan hutan produksi terbatas  Kawasan hutan produksi tetap  Kawasan hutan yang dapat dikonversi  Kawasan hutan rakyat  Kawasan bergambut  Kawasan konservasi dan resapan air

b. Kawasan non-pertanian:  Sempadan Sungai  Kawasan Sekitar mata air

c. Kawasan pertanian :  Kawasan pertanian lahan basah  Kawasan pertanian lahan kering

 Kawasan tanaman tahunan/perkebunan  Kawasan peternakan  Kawasan perikanan

d. Kawasan pertambangan :  Golongan bahan galian strategis

 Golongan bahan galian vital  Golongan bahan galian yang tidak termasuk kedua golongan di atas.  Kawasan peruntukan industri  Kawasan pariwisata  Kawasan permukiman  Kawasan konservasi budaya dan sejarah (artefak/bangunan bersejarah)

2.1.2.2 Rencana Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penatan Ruang, Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota sekurang-kurangnya 30 % dari luas wilayah kota

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

a. Kawasan Suaka Alam dan cagar Budaya Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya adalah bentuk-bentuk upaya pengelolaan untuk mewujudkan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang. Bentuk-bentuk upaya pengelolaan kawasan lindung dan budidaya meliputi: Pengaturan kelembagaan, meliputi pembagian kewenangan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya kepada Pemerintah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa, swasta, lembaga kemasyarakatan, dan masyarakat secara langsung. Program pemanfaatan, meliputi garis besar program-program pemanfaatan pada kawasan lindung dan budidaya untuk jangka panjang, menengah, dan pendek. Pengawasan, meliputi tata cara dan prosedur pengawasan terhadap kesesuaian rencana untuk pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya yang dilakukan secara bersama-sama oleh Pemerintah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa dengan masyarakat. Penertiban, meliputi tata cara dan prosedur penertiban terhadap pelanggaran- pelanggaran pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.

2.1.2.3 Rencana Kawasan Rawan Bencana Alam

a. Kawasan Rawan Tanah Longsor Longsor adalah pergerakan massa batuan/tanah dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Longsor mudah terjadi pada wilayah yang relatif terjal dengan formasi batuan yang telah mengalami pelapukan dan erosi berat, dan juga pada wilayah rawan gempa. Agen utamanya adalah hujan dan kadang-kadang dipicu oleh beban dan getaran serta akar tunggang. Lokasi longsor dan rawan longsor banyak ditemui di sisi-sisi jalan, tebing-tebing dekat sungai (di bagian hulu), tebing sungai dan lahan perkebunan.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Wilayah-wilayah yang teridentifikasi rawan longsor adalah wilayah antara Perkotaan Kecamatan Lembang dengan luar Kawasan Perkotaan Lembang, yang wilayah tersebut terdapat di kawasan perbukitan Kecamatan Lembang.

b. Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi Gempa bumi yang terjadi di Kabuapten Bandung Barat termasuk di Kawasan Perkotaan Lembang adalah jenis gempa bumi tektonik, yaitu diakibatkan oleh pergeseran didalam bumi. Magnitude gempabumi berkisar kecil sampai besar, daerahnya luas, kedalaman sumber gempa bisa dangkal, menengah hingga dalam. Apabila gempa bumi memiliki magnitude besar dan memiliki kedalaman dangkal dapat menimbulkan bencana alam yang sangat merugikan. Aktivitas gempa bumi di Kawasan Kecamatan Lembang dan sekitarnya terutama dikarenakan oleh patahan aktif Patahan Lembang. Jalur gempa sangat berkaitan dengan jalur patahan. Berdasarkan delineasi peta rupabumi, peta geologi dan studi terhadap data referensi terdahulu serta interpretasi terhadap data citra, Kota Palu dilalui/dipengaruhi oleh tiga jalur.

2.1.3 Arah Kebijakan –Kebijakan Terkait Pengembangan Wilayah

2.1.3.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan arahan kebijaksanaan tata ruang yang bersifat menyeluruh, mengatur arahan perkembangan pusat-pusat kegiatan di Wilayah Indonesia. RTRWN merupakan kebijaksanaan ruang yang memerlukan penjabaran lebih lanjut ke dalam kebijaksanaan ruang lain yang lebih rendah dengan tingkat kedetailan yang lebih tinggi.

Struktur Ruang Wilayah Nasional

Struktur Ruang Wilayah Nasional adalah suatu struktur yang memperlihatkan pola jaringan prasarana transportasi, kelistrikan, telekomunikasi dan air dalam mendukung sistem permukiman dan kawasan-kawasan andalan serta kawasan kerjasama dengan negara tetangga. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), ada beberapa arahan yang terkait dengan Wilayah Kecamatan Lembang, yaitu: Arahan pengembangan sistem kota, adalah:

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Mendukung pengembangan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Metropolitan Bandung. Mengembangkan Pusat Kegiatan Lokal (PKL), meliputi: Padalarang dan Lembang.

Pola Ruang Wilayah Nasional

Pola Ruang Wilayah Nasional berisikan tentang: Kawasan lindung berdasarkan RTRWN yang terdapat di Kabupaten Bandung Barat adalah Cagar Alam Gunung Tangkubanparahu dengan luas 1.290 Ha dan Cagar Alam Gunung Burangrang dengan luas 2.700 Ha. Kawasan andalan yang berkenaan dengan Kabupaten Bandung Barat adalah Kawasan Cekungan Bandung dan sekitarnya, dengan sektor unggulan industri, tanaman pangan, pariwisata, dan perkebunan. Kawasan tertinggal nasional yang berkaitan dengan Kabupaten Bandung Barat adalah kawasan Bandung Barat bagian selatan. Penetapan dalam RTRW ini kemudian dikaji lagi dalam RTRW Propinsi Jawa Barat, dimana pada prinsipnya kawasan andalan yang terkait dengan Kabupaten Bandung Barat ini adalah Kawasan Cekungan bandung dan sekitarnya. Adapun untuk penetapan sistem kota-kota, ditetapkan bahwa Simpul/Kota Padalarang dan Lembang merupakan PKL (Pusat Kegiatan Lokal).

2.1.3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat

A. Struktur Ruang Pengembangan sistem perkotaan bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pertumbuhan antarwilayah sesuai fungsi yang diembannya, serta mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup guna mendukung struktur tata ruang yang direncanakan. Mengacu pada visi penataan ruang Jawa Barat 2003, pengembangan sistem perkotaan diarahkan untuk mencapai dua sasaran yaitu (i) terkendalinya perkembangan kawasan perkotaan di wilayah utara dan tengah, serta mengembangkan secara terbatas sistem kota-kota di wilayah selatan, dan (ii) meningkatkan peran kota-kota di Jawa Barat. RTRW Provinsi Jawa Barat 2003 menetapkan PKN, PKW dan PKL sebagai berikut :

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

PKN : Bodebek, Kawasan Perkotaan Bandung Raya dan Metropolitan Cirebon. PKW : Sukabumi, Palabuhanratu, Pangandaran, Kadipaten, Cikampek-Cikopo, Tasikmalaya dan Indramayu. PKL : terdiri atas PKL perkotaan dan PKL perdesaan. PKL perkotaan adalah semua ibukota kabupaten/kota yang tidak menjadi PKW dan/atau bagian dari PKN. PKL perkotaan merupakan pusat-pusat perkotaan, simpul transportasi dan pelayanan perdagangan dan jasa skala lokal. PKL perdesaan merupakan pusat- pusat kecamatan yang memiliki potensi dan/atau didorong untuk menjadi pusat- pusat pengembangan ekonomi perdesaan. Penetapan PKL tersebut diuraikan berikut ini :

Tabek 2-1 Penetapan Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL) Kota/Kab

(Perdesaan) Kab

Sumber: RTRW Jabar 2003

Wilayah yang termasuk ke dalam PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya adalah Kota Bandung, serta kawasan perkotaan di dalam wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang, yang berbatasan dengan Kota Bandung. Di dalam PKN Bandung Raya, tidak semua kota berada pada hirarki yang sama, tetapi terdapat perbedaan skala pelayanan, sehingga ditetapkan hirarki kota di dalam sebagai berikut:

Tabel 2-2 Hirarki Kota PKN Metropolitan Bandung PKN

Kota Orde III Kawasan

Kota Orde I

Kota Orde II

Kota Bandung

Majalaya Ciparay Cicalengka Rancaekek Cilengkrang

Ngamprah

Cililin Padalarang Cisarua

Lembang

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

PKN

Kota Orde I

Kota Orde II

Kota Orde III

Cimahi

Tanjungsari

Sumber: RTRW Jabar 2003 Kebijakan pembangunan kewilayahan, dalam hal ini salah satunya adalah

berdasarkan wilayah pengembangan yang ditentukan berdasarkan potensi wilayah, aglomerasi pusat-pusat permukiman perkotaan dan kegiatan produksi serta perkembangan daerah sekitarnya tetap dipertahankan. Wilayah pengembangan juga mengacu pada skenario pengembangan wilayah sesuai target pencapaian penataan ruang dan arah pengembangan ekonomi. Rencana pengembangan wilayah menetapkan 6 (enam) wilayah pengembangan di Jawa Barat, yaitu (1) Bodebekpunjur dan sekitarnya, (2) Sukabumi dan sekitarnya, (3) Ciayumajakuning, (4) Cekungan Bandung dan sekitarnya, (5) Priangan Timur-Pangandaran, dan (6) Purwasuka. Kebijakan Rencana Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 Berdasarkan Kepmenkimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, pengertian dari Rencana Struktur Tata Ruang adalah rencana yang menggambarkan susunan unsur -unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang digambarkan secara hirarkis dan berhubungan satu sama lain. Rencana struktur tata ruang mewujudkan hirarki pusat pelayanan wilayah meliputi sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan, pusat-pusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana, serta sistem jaringan jalan.

B. Sistem Kota-kota Struktur tata ruang Kabupaten Bandung Barat dibentuk oleh: Sistem kota-kota, yang terdiri dari kota-kota/simpul-simpul dengan fungsinya masing-masing dalam lingkup pengembangan wilayah; dan Jaringan prasarana utama wilayah yang mengaitkan secara fungsional dan spasial antar kota-kota yang akan dikembangkan. Untuk mendistribusikan pembangunan di wilayah Kabupaten Bandung Barat, dibutuhkan pusat-pusat yang mendukung perkembangan tiap wilayah. Dengan pertimbangan utama keseimbangan wilayah, maka untuk Kabupaten Bandung Barat ditentukan 1 pusat pertumbuhan primer dan 4 pusat pertumbuhan sekunder, yaitu:

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

15

Ngamprah, merupakan pusat pengembangan primer dengan orientasi kegiatan berupa pusat pemerintahan kabupaten, perdagangan, dan pelayanan masyarakat; Padalarang, merupakan pusat di bagian tengah dengan industri, perdagangan dan permukiman sebagai orientasi pengembangan wilayahnya; Lembang, merupakan pusat di bagian utara sebelah timur dengan fokus pengembangan sektor pariwisata, permukiman, pertanian, lindung dan konservasi; Cikalongwetan, merupakan pusat di bagian utara sebelah barat dengan perkebunan dan industri sebagai orientasi pengembangan wilayahnya; Cililin, merupakan pusat di bagian selatan dengan sektor pariwisata, perkebunan, konservasi dan permukiman sebagai sektor andalannya. Rencana sistem kota yang akan diterapkan di Kabupaten Bandung Barat dilakukan berdasarkan rencana hirarki kota. Rencana hirarki kota di Kabupaten Bandung Barat ditentukan berdasarkan hasil analisis dan arahan kebijaksanaan pengembangan yang telah diterapkan. Berdasarkan kedua hal tersebut dapat ditetapkan rencana hirarki kota di Kabupaten Bandung Barat seperti terlihat pada

Tabel 2-3: Tabel 2-3

Rencana Sistem Kota-Kota Kabupaten Bandung Barat

No Kecamatan Hirarki

1. Ngamprah - Padalarang Hirarki 1

3. Lembang

Hirarki 2

4. Cikalongwetan Hirarki 3 5. Cililin

6..

Batujajar 7. Cipatat 8. Cihampelas 9. Parongpong 10. Cisarua 11. Cipeundeuy 12. Cipongkor 13 Sindangkerta 14. Gununghalu

Hirarki 4 15. Rogga

SumberRTRW Kabupaten Bandung Barat 2008

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

16

C. Pembagian Wilayah Pengembangan Berdasarkan hasil pengkajian ulang dalam penentuan hirarki kota, homogenitas kawasan, serta interaksi antara wilayah, maka sistem kota di Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 1 (satu) pusat inti Wilayah Pengembangan (WP) dan 4 (empat) Wilayah Pengembangan (WP), yaitu: Pusat Kota inti WP adalah Ngamprah-Padalarang dengan arahan fungsi Ngamprah sebagai pusat Kegiatan pemerintahan dan Padalarang sebagai pusat perdagangan dan jasa dengan wilayah pelayanan meliputi kecamatan Cipatat, Kecamatan Batujajar, dan Kecamatan Cihampelas. WP Lembang dengan pusat kota lembang yang melayani kecamatan Cisarua dan Kecamatan Parongpong WP Cikalongwetan dengan pusat Kota Cikalongwetan yang melayani Kecamatan Cipeundeuy WP Cililin dengan pusat Kota Cililin yang menjadi sub pusat kota yang melayani kecamatan sekitarnya, yaitu: Kecamatan Cipongkor, Sindangkerta, Gununghalu dan Rongga.

Tabel 2-4 Arahan Fungsi Kawasan Pusat – Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bandung Barat

Wilayah

Fungsi Pengembangan

Pusat Kota

Wilayah Pelayanan

Utama Kawasan

WP Lembang

Pertanian Pariwisata Konservasi

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008

2.1.3.3 Kebijakan dan Rencana Penataan Ruang Kawasan Bandung Utara Kawasan Bandung Utara yang selanjutnya disebut KBU adalah kawasan yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat dengan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh punggung topografi yang menghubungkan puncak Gunung Burangrang, Masigit, Gedongan, Sunda, Tangkubanparahu dan Manglayang, sedangkan di sebelah barat dan selatan dibatasi oleh garis (kontur) 750 m di atas permukaan laut (dpl) yang secara geografis terletak antara 107º 27’ - 107 º Bujur Timur, 6º 44’ - 6º 56’ Lintang Selatan.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Arahan pola pemanfaatan ruang KBU yang terkait dengan Kabupaten Bandung Barat, antara lain:

a. Kawasan lindung, meliputi :  Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yang meliputi:

 Hutan lindung yang terletak di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara;

 Kawasan berfungsi lindung di luar kawasan hutan lindung;  Kawasan resapan air;  Kawasan perlindungan setempat, yang meliputi :  Sempadan sungai;  Kawasan sekitar mata air;  Kawasan pelestarian alam, yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda yang

sebagian terletak di Kabupaten Bandung Barat serta Taman Wisata Alam Tangkubanparahu;

 Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, yaitu Observatorium Bosscha, yang terletak di Kabupaten Bandung Barat (Kecamatan Lembang);

 Kawasan rawan bencana alam, yang meliputi :  Kawasan rawan bencana gunung api;  Kawasan rawan gerakan tanah;  Kawasan rawan gempa bumi, yaitu Sesar Lembang.  Kawasan suaka alam, yaitu Cagar Alam Tangkubanparahu yang terletak di

Kabupaten Bandung Barat;

b. Kawasan budidaya, meliputi :  Kawasan budidaya pertanian.

 Kawasan permukiman, meliputi :  Kawasan perkotaan;  Kawasan perdesaan.

c. Kawasan pariwisata, yang terletak di kawasan lindung dan di kawasan budi daya.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

18

2.1.3.4 Pengembangan Wilayah Kawasan Cekungan Bandung dan sekitarnya Wilayah pengembangan Cekungan Bandung meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kota Bandung dan Kota Cimahi. Wilayah pengembangan Cekungan Bandung merupakan kawasan yang berkembang pesat yang memerlukan pengendalian pemanfaatan ruang terutama di kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air. Kegiatan ekonomi di Wilayah pengembangan Cekungan Bandung diarahkan pada kegiatan yang mampu mengendalikan pencemaran air, udara dan sampah. Dalam hal ini kegiatan ekonomi utama difokuskan pada perdagangan dan jasa sebagai kegiatan unggulan untuk kawasan perkotaan. Pengembangan Wilayah pengembangan Cekungan Bandung diarahkan sebagai pusat pengembangan sumberdaya manusia dalam rangka mendukung pengembangan sektor unggulan pertanian hortikultura, industri, perdagangan dan jasa, pariwisata, perkebunan, serta perdagangan dan jasa.

1. Fokus pengembangan kawasan :  Meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi.  Mengembangkan pusat peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

2. Pertanian Holtikultura :  Mengoptimalkan kegiatan pertanian holtikultura;  Mengembangkan kawasan pertanian yang hemat lahan, khususnya di

Kabupaten Bandung, serta didukung teknologi tinggi untuk meningkatkan produktivitas;

 Meningkatnya kemampuan sumberdaya manusia melalui pelatihan-pelatihan yang terkait dengan pengembangan setiap sektor unggulan;  Meningkatnya prasarana dan sarana komunikasi dalam kegiatan agribisnis.

3. Industri :  Mengembangkan industri yang hemat air dan polusi rendah;  Mengendalikan kegiatan industri yang merusak dan mencemari lingkungan

hidup;  Mengembangkan industri kreatif.  Perdagangan dan jasa :

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

 Meningkatkan peran lembaga jasa dan sebagai pusat koleksi dan distribusi komoditas perdagangan;  Menata kegiatan perdagangan dan jasa sesuai dengan skala pelayanannnya.

4. Pariwisata :  Meningkatkan potensi pariwisata berbasis wisata agro dan wisata alam;  Mengembangkan kegiatan wisata belanja terutama sebagai pasar produk lokal.

2.1.4 Rencana Struktur Ruang

Rencana struktur tata ruang merupakan pedoman dasar bagi pengembangan suatu wilayah atau kawasan tertentu, yang selanjutnya akan menunjukkan pola tata ruang yang sesuai dengan fungsinya yang lebih berorientasi pada pelayanan umum dan pemenuhan kebutuhan warga kota dalam kaitannya dengan usaha meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan. Penyusunan rencana struktur ruang pada masing-masing bagian wilayah kota akan memberikan manfaat dan akan terpenuhinya tujuan dan sasaran pengembangan wilayah pengembangan kota, antara lain : Mengarahkan tingkat perkembangan masing-masing wilayah bagian kota sesuai dengan potensi yang dimiliki serta proporsional dengan fungsi yang akan dikembangkan di masa yang akan datang. Mengatur mekanisme perkembangan dan penentuan fungsi yang direncanakan, yang tercermin dari intensitas fisik, sehingga diharapkan dapat menunjang perkembangan kawasan secara optimal. Mewujudkan pemerataan pembangunan kawasan sehingga terdapat keseimbangan dengan pembangunan fisik, khususnya dengan sarana dan prasarana kota. Dengan demikian akan mempercepat pertumbuhan, dan perambatan perkembangan kota akan lebih terarah, Memberi pedoman bagi peruntukan lahan yang berkaitan dengan fasilitas dan utilitas kawasan sehingga dapat menunjang fungsi masing-masing bagian wilayah kota. Arahan umum kebijakan struktur pertumbuhan pada wilayah perencanaan adalah : Mengurangi beban kegiatan kawasan di pusat kota dengan menyebarkannya ke bagian arah barat laut dan timur (BWK B dan BWK C)

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

20

Memperluas wilayah pelayanan perkotaan dan regional, dan mempertahankan intensitas permukiman existing. Meningkatkan aksesibilitas ke luar kawasan untuk mempercepat terbentuknya struktur pertumbuhan kawasan. Menata kembali jalur jalan, khususnya yang telah ditetapkan sebagai jalan yang memiliki status sebagai jalan kabupaten, sehingga memenuhi ketentuan sempadan jalan yang ditetapkan. Menata kembali jalur air permukaan, khususnya yang telah ditetapkan sebagai saluran drainase primer dan sekunder, sehingga memenuhi ketentuan sempadan saluran yang ditetapkan. Menata kembali tata bangunan, khususnya bangunan pada pusat-pusat pelayanan, sehingga memenuhi persyaratan teknis bangunan dan ketentuan sempadan bangunan. Menentukan pusat-pusat pelayanan yang didasarkan pada skala pelayanan, yaitu : Pusat pelayanan skala regional, Pusat pelayanan skala kawasan Perkotaan Lembang, Pusat pelayanan skala lingkungan/BWK dan desa. Memperbaiki struktur kegiatan perkotaan di pusat kota dan menentukan fungsi pusat kota sebagai : Pusat pelayanan jasa dan perdagangan skala kawasan Pusat permukiman Pusat pelayanan pemerintahan skala kawasan Menentukan struktur baru kegiatan kota di bagian barat laut dan timur.

2.1.5 Tata Jenjang Pusat-pusat Pelayanan

Wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Lembang seluas lebih dari 3.000 ha, yang mencakup Desa Lembang, Desa Jayagiri, Kayuambon, Cibogo, Langensari, Gudang-kahuripan dan Cikahuripan. Kawasan Perkotaan Lembang yang terdiri dari tujuh desa ini dibagi dalam empat bagian wilayah kota (BWK) dengan pertimbangan adanya kesamaan karakteristik potensi wilayah existing dan perkembangan wilayah yang terjadi. Pembagian wilayah pengembangan kota ini dimaksudkan sebagai perangkat pengelolaan setiap bagian wilayah kota agar mempermudah dalam pengembangannya.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

21

Bagian Wilayah Kota yang pertama (BWK A) merupakan penggabungan dari seluruh Desa Lembang (pusat BWK), sebagian dari Desa Jayagiri, dan sebagian dari Desa Gudangkahuripan dan menjadi pusat pengembangan kota. Desa-desa tersebut memiliki kesamaan dalam : Perkembangan aspek demografi, yaitu memiliki tingkat kepadatan yang relatif lebih tinggi dari bagian kawasan lainnya, dengan sebaran yang mengarah ke pusat. Guna lahan existing memperlihatkan adanya dominasi lahan terbangun yang digunakan untuk aktivitas-aktivitas ekonomi dan sosial. Terjadi konversi lahan pertanian menjadi permukiman dan kegiatan jasa perdagangan. Memiliki tingkat perkembangan ekonomi relatif tinggi dan kehidupan sosial yang mengarah pada kehidupan urban Memiliki skala pelayanan-pelayanan sosial dan ekonomi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan pelayanan internal, tetapi juga untuk wilayah lain di sekitarnya. Wilayah pengembangan kota kedua (BWK B) mencakup seluruh Desa Kayuambon, seluruh Desa Langensari dan seluruh Desa Cibogo, yang memiliki karakteristik sbb: Pola guna lahan eksisting memperlihatkan adanya dominasi lahan pertanian. Memiliki lahan yang masih dapat dikembangkan cukup luas bila dibandingkan dengan BWK lainnya. Hal ini merupakan potensi pengembangan kegiatan pembangunan di BWK ini. Memiliki skala pelayanan sosial dan ekonomi lokal. Kepadatan bangunan cukup tinggi BWK C mencakup hampir seluruh Desa Gudangkahuripan, memiliki karakteristik sebagai berikut : Kepadatan penduduk rendah. Guna lahan eksisting yang didominasi oleh kegiatan pertanian. Desa ini dilalui jalan kolektor Bandung – Subang sehingga sepanjang jalan ini berkembang kegiatan perdagangan dan jasa.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Kemiringan tanah cukup tinggi, sehingga jika dilakukan pembangunan harus memperhatikan KDB dan KLB. Kepadatan bangunan rendah. Potensial untuk dijadikan sebagai kawasan pengembangan agrowisata. BWK D yang mencakup sebagian Desa Jayagiri dan seluruh Desa Cikahuripan, memiliki karakteristik sebagai berikut : Kepadatan penduduk yang relatif rendah. Skala pelayanan sosial dan ekonomi lokal. Tingkat perkembangan ekonomi relatif rendah. Memiliki lahan yang masih dapat dikembangkan paling luas bila dibandingkan dengan BWK lainnya. Sebagian dari BWK merupakan hutan lindung dan hutan produksi biasa

2.1.5.1 Fungsi Pusat-pusat Pelayanan Fungsi masing-masing wilayah pengembangan adalah sebagai berikut: Fungsi BWK A adalah : Pusat pelayanan/fasilitas umum berupa pendidikan, kesehatan, dan olahraga. Pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan.

2.1.5.2 Rencana Penggunaan Lahan Bagian ini menjelaskan arahan pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Lembang yang meliputi rencana pemantapan kawasan lindung, rencana pengembangan kawasan budidaya yang mencakup kawasan perumahan, perkantoran, bangunan, perdagangan dan jasa, pelayanan sosial, serta pariwisata.

2.1.5.3 Pemantapan Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan untuk dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan, nilai sejarah serta budaya bangsa, guna menyukseskan sistem pembangunan berkelanjutan.

A. Klasifikasi dan Kriteria Kawasan Lindung Kawasan Lindung terdiri dari empat sub-kawasan utama, yaitu : Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya Kawasan perlindungan setempat Kawasan suaka alam dan cagar budaya

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Kawasan rawan bencana Kriteria untuk pendelineasian tiap kawasan/sub-kawasan lindung di atas, secara umum didasarkan pada faktor-faktor fisik dasar. Di dalamnya tercakup kelerengan, jenis tanah, curah hujan, ketinggian, hidrologi, serta keberadaan flora- fauna yang harus dilindungi. Penetapan kawasan lindung berdasarkan kriteria yang tertuang dalam Keppres No.

32 Tahun 1990 di atas pada dasarnya menunjukkan wilayah limitasi atau wilayah kendala yang berdasarkan kondisi fisik dasarnya tidak diarahkan untuk dikembangkan/ dibudidayakan dalam rangka perlindungan dan pelestariannya.

B. Sebaran Lokasi Kawasan Lindung Lokasi Kawasan Lindung, tersebar di sebelah utara Kawasan Perkotaan Lembang, yaitu di Desa Cikahuripan, Desa Jayagiri dan Desa Cibogo .

C. Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Lindung Kawasan lindung di Kawasan Perkotaan Lembang terdiri dari kawasan perlindungan setempat, yang mencakup : Kawasan Sempadan sungai, yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kawasan sempadan sungai ini tersebar di: Desa Cikahuripan dan Desa Jayagiri yang dilalui oleh Sungai Cihideung Ketentuan untuk sempadan sungai tersebut adalah sebagai berikut : Sungai Bertanggul : Garis sempadan sungai bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Garis sempadan pagar di tepi sungai bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 3 (tiga) meter diukur dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Garis sempadan bangunan di tepi sungai bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 8 (delapan) meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Khusus garis sempadan bangunan industri dan perdagangan di tepi sungai bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 20 (dua puluh) meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Saluran Bertanggul :

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Garis sempadan saluran bertanggul ditetapkan dari luar kaki tanggul dengan jarak

3 (tiga) meter. Garis sempadan pagar di tepi saluran bertanggul ditetapkan dari luar kaki tanggul dengan jarak 3 (tiga) meter. Garis sempadan bangunan di tepi saluran bertanggul ditetapkan dari luar kaki tanggul dengan jarak 5 (lima) meter. Khusus garis sempadan bangunan perdagangan dan jasa di tepi saluran bertanggul ditetapkan 10 (sepuluh) meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Khusus garis sempadan bangunan industri dan pergudangan di tepi saluran bertanggul ditetapkan 20 (dua puluh) meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Sungai Tidak Bertanggul : Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan

20 (dua puluh) meter. Garis sempadan pagar di tepi sungai tidak bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 20 (dua puluh) meter. Garis sempadan bangunan di tepi sungai tidak bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 30 (tiga puluh) meter. Khusus garis sempadan bangunan perdagangan dan jasa di tepi sungai tidak bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 40 (empat puluh) meter. Khusus garis sempadan bangunan industri dan pergudangan di tepi sungai tidak bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 50 (lima puluh) meter. Saluran Tidak Bertanggul : Garis sempadan saluran tidak bertanggul ditetapkan berjarak 2 (dua) kali kedalaman saluran dihitung dari tepi saluran ditambah garis sempadan bangunan di tepi saluran bertanggul. Garis sempadan pagar di tepi saluran tidak bertanggul ditetapkan berimpit dengan garis sempadan saluran tidak bertanggul Garis sempadan bangunan di tepi saluran tidak bertanggul ditetapkan dari tepi saluran dengan jarak 2 (dua) kali kedalaman saluran ditambah 5 (lima) meter. Khusus garis sempadan bangunan perdagangan dan jasa di tepi saluran tidak bertanggul ditetapkan 2 (dua) kali kedalaman saluran ditambah 10 (sepuluh) meter dari tepi saluran.

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Khusus garis sempadan bangunan industri dan pergudangan di tepi saluran tidak bertanggul ditetapkan 2 (dua) kali kedalaman saluran ditambah 20 (dua puluh) meter dari tepi saluran. Kawasan sekitar mata air, yaitu kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Kawasan mata air berada di KDB kawasan mata air maksimal 10%.

2.1.5.4 Pengembangan Kawasan Budidaya

a. Kawasan permukiman Kawasan Perkotaan Lembang merupakan wilayah yang berciri urban dan memiliki identitas perkotaan. Pembangunan permukiman di kawasan perkotaan merupakan prioritas utama dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat kota. Kebijaksanaan pengembangan kawasan permukiman di atas dilakukan dengan pengembangan konsep Neighbourhood Unit. Neighbourhood Unit merupakan satuan unit lingkungan terkecil yang membangun struktur pemanfaatan ruang kota. Pusat pelayanan dalam satu Neighbourhood Unit merupakan pusat interaksi unit-unit perumahan di sekitarnya, sehingga dia harus memiliki potensi kegiatan dan pemanfaatan ruang yang mengikat komponen-komponen dalam satu Neighbourhood Unit untuk saling berinteraksi.. Kumpulan beberapa Neighbourhood Unit akan berorientasi pada satu pusat pelayanan yang sama dalam skala yang lebih besar. Demikian seterusnya, sehingga membentuk struktur pemanfaatan ruang yang berhierarki, tidak hanya terbatas pada skala kota, tetapi juga terkait dengan hubungan eksternal kota dalam skala regional.

b. Sebaran kawasan permukiman Sebaran kawasan permukiman sebagaimana disebutkan di atas terdiri dari: Kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi terletak di Pusat Kota (BWK A). Zona ini merupakan kawasan permukiman dengan skala pelayanan kota. Kawasan permukiman kepadatan sedang sampai tinggi, diarahkan ke bagian timur pada Bagian Wilayah Kota B, dan ke arah barat laut (BWK D) dengan pola cluster. Kawasan permukiman kepadatan sedang diarahkan pada Bagian Wilayah Kota C, dimana kawasan permukiman ini berada pada kawasan yang memiliki kemiringan

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

c. Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Pengembangan kawasan permukiman di Kawasan Perkotaan Lembang antara lain: Penetapan lahan pemukiman yang terlayani oleh akses jaringan jalan. Kawasan pemukiman perkotaan di Pusat Kota umumnya telah memiliki akses pelayanan jalan cukup baik dengan kualitas yang baik. Kawasan pemukiman di ketiga BWK lainnya diarahkan untuk memperbaiki jaringan jalan yang masih didominasi oleh jalan batu dan tanah. Dari analisis kependudukan diperoleh bahwa diperkirakan BWK A merupakan BWK dengan tingkat kepadatan 81 jiwa/ha. Untuk BWK B diperkirakan memiliki kepadatan berkisar 35 jiwa/ha, BWK C berkisar 42 jiwa/ha, dan BWK D berkisar 5 jiwa/ha. Penetapan tingkat kepadatan kawasan pemukiman adalah sebagai berikut: BWK A (Pusat Kota) sebagai cluster (kelompok) permukiman pertama, dibatasi pengembangan kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan hingga mencapai kapasitas di atas 40 jiwa/Ha dengan KDB maksimum 80%. Penambahan jumlah penduduk diarahkan ke arah timur (BWK B) dan barat laut (BWK D), dan penambahan jumlah bangunan diarahkan secara vertikal atau dengan konversi lahan tidak terbangun tidak mungkin lagi dilakukan di Pusat Kota. Kelompok permukiman kedua di BWK B dan D dikendalikan pengembangan kepadatan penduduk maksimal pada rentang 55-85 jiwa/Ha dengan KDB maksimum 70%. Lahan yang masih memungkinkan dikembangkan di BWK B adalah Desa Langensari dan di BWK di Desa Cikahuripan (di luar hutan lindung dan daerah limitasi). Untuk desa lainnya bisa dilakukan pengembangan secara vertikal. Kelompok ketiga di BWK C dikendalikan pengembangan kepadatan penduduk maksimal 40-55 jiwa/Ha dengan KDB maksimum 60%. Memperbaiki pelayanan fasilitas dan sarana pelayanan penunjang kawasan pemukiman, seperti peribadatan, taman lingkungan, sarana ekonomi, di Desa Kayuambon, Desa Gudangkahuripan, dan Desa Cikahuripan, terutama yang dapat

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

 Satu unit rumah dihuni oleh 4 – 5 jiwa Lingkungan perumahan baru dibagi menjadi :  Lingkungan perumahan kapling besar

 Mempunyai kepadatan rendah  Luas kapling 250 M 2

 Lingkungan perumahan kapling sedang, serta  Mempunyai kepadatan sedang  Luas kapling 150 M 2  Lingkungan perumahan kapling kecil  Mempunyai kepadatan tinggi  Luas kapling 75 M 2

Dalam pelaksanaannya dari kebutuhan perumahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pola 1 : 3 : 6 (1 besar, 3 sedang dan 6 kecil) yang dibangun dalam satu kesatuan unti lingkungan yang utuh. Untuk lebih jelasnya mengenai kebutuhan rumah di wilayah perencanaan dapat dilihat pada Tabel 2-5

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism” Studi Kasus : Kecamatan Lembang

Tabel 2-5 Perkiraan Kebutuhan Unit Rumah dan luas lahan Per Desa Di Wilayah Perkotaan Lembang, Tahun 2013

No Nama Desa Jumlah Unit Rumah

Kapling

Total Luas Besar

Luas

Kapling Luas

Kapling Luas

Jumlah Lahan

(Unit) (m 2 )

3.830 440.450 Kahurupan 5. Langensari

Sumber : RDTR Kecamatan Lembang Tahun 2013

2.1.6 Ruang Terbuka Hijau