Hak dan Kewajiban Hakim
5. Hak dan Kewajiban Hakim
Untuk menjaga independensi hakim dan mendukung kinerja atau kultur yang baik, serta meminimalisir peluang korupsi, kebutuhan kehidupan yang layak bagi seorang hakim haruslah mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Hingga saat ini perhatian dan pemberian hak dari negara/pemerintah kepada hakim sangatlah minim, terutama untuk mendapatkan remunerasi (gaji dan tunjangan, atau fasilitas lainnya). Bak bumi dengan langit jika dibandingkan dengan anggota legeslatif atau pejabat eksekutif. Bahkan pernah terjadi hakim ad hoc Tipikor, terlambat tidak menerima gaji selama setahun. 59 Pengalaman pahit ini juga pernah dialami Hakim Adhoc Pengadilan Niaga dan Pengadilan HAM, yang sangat terlambat menerima remunerasi mereka.
Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan dan diperhitungkan kebutuhan remunerasi para hakim Pengadilan Tipikor, serta hak- hak seperti; biaya perjalanan dinas, akomodasi dan tunjangan kesehatan, keamanan, perumahan atau fasilitas lainnya, yang perlu diberikan kepada para hakim Pengadilan Tipikor. Setidaknya mesti sama dan setara dengan gaji atau hak yang diterima anggota legeslatif atau pejabat eksekutif. Agar tidak menimbulkan kecemburuan, perlu diperhitungkan dengan baik remunerasi yang layak antara hakim Pengadilan Tipikor yang berasal dari jalur karir hakim ad hoc.
Berapa kira-kira remunerasi atau pendapatan yang layak diberikan bagi Hakim Pengadilan Tipikor? Dalam buku Cetak Biru dan Rencana Aksi Pembentukan Pengadilan Tipikor, diusulkan sebagai berikut; 60
Pertama, pada prinsipnya pendapatan (takehome pay) Hakim karir dan Hakim Ad hoc Pengadilan Tipikor disamakan, atau kurang lebih lebih sama. Demikian halnya terhadap fasilitas lain yang diberikan.
59 Lihat Kompas, “Sudah SeTahun, Hakim Tipikor Tak Juga Digaji”, 27 Agustus 2005. 60 Tim Pengarah, “Cetak Biru….”, Op.cit., hal. 37-38.
Naskah Akademis & RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Kedua, karena Hakim ad hoc bekerja penuh waktu selama masa jabatannya, maka Hakim ad hoc berhak atas tunjangan yang diberikan secara berkala (tiap bulan) selama masa jabatannya.
Ketiga, para Hakim Pengadilan Tipikor, baik karir maupun ad hoc perlu diberikan takehome pay kurang lebih sebesar: a.Hakim Tingkat Pertama sebesar Rp. 8.000.000-Rp. 9.000.000,- b.Hakim Tingkat Banding sebesar Rp. 9.000.000-Rp.11.500.000,-
c.Hakim Tingkat Kasasi sebesar Rp. 15.000.000-Rp. 17.000.000,- Keempat, mengingat Hakim karir Pengadilan Tipikor yang setiap bulannya telah mendapatkan gaji dan tunjangan, maka perhitungannya dilakukan dengan melihat selisih antara gaji dan tunjangan mereka selama ini dengan jumlah takehome pay di atas.
Namun demikian perhitungan sebagaimana diatas, barangkali perlu penyesuaian kembali, terutama dengan melihat beban kerja yang harus dilakukan para Hakim pengadilan Tipikor. Yang perlu mendapat perhatian juga adalah, proses penerimaannya harus diatur kembali dengan baik, agar keterlambatan seperti yang pernah terjadi tidak terulang kembali. Sesuai dengan prinsip ’satu atap’ yang mengharuskan urusan organisasi, administrasi dan financial pengadilan menjadi kewenangan MA, maka sebaiknya perlu ada kejelasan berkaitan dengan plafon anggaran bagi Pengadilan Tipikor. Dalam hal ini, sebaiknya managemen pengelolaan keuangan bagi Pengadilan Tipikor dilakukan secara terpisah dengan managemen keuangan lainnya.
Selain menyangkut soal hak, penting pula ditentukan kewajiban bagi seorang hakim. Dalam hal ini Hakim Pengadilan Tipikor wajib bertindak/bersikap adil dalam setiap memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi atau tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi; memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dalam batas waktu yang telah ditentukan; melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi baik sebelum menjadi hakim, pada saat menjadi hakim dan setelah selesai menjadi hakim Pengadilan Tipikor.
Naskah Akademis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Dalam UU KPK telah ditentukan bahwa setiap 2 (dua) Tahun sekali, pejabat publik harus melaporkan harta kekayaannya.