Organisasi Pengadilan

B.Organisasi Pengadilan

1. Kedudukan dan Tempat Kedudukan

Berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa, pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan. Perkara tindak pidana korupsi dalam sejarahnya merupakan bagian dari jenis perkara yang menjadi kewenangan Badan Peradilan Umum. Terlebih lagi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang saat ini dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 53 UU KPK pun merupakan Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan peradilan umum. Oleh karena itu, sangatlah tepat jika kedudukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ditempatkan di lingkungan peradilan umum. 39

39 Secara juridis normatif, pembentukan pengadilan khusus korupsi memang mengharuskan berada dalam lingkungan peradilan umum. Selain karena model

pendekatannya yang beorientasi pada obyek perkara korupsi atau subyek perkara korupsi. Hal ini merupakan sebuah pilihan, meski bukan satu-satunya model. Seperti di Philipina yang bersifat campuran antara yang umum dan khusus, yang didasarkan pada ancaman pidana dari perkara yang ada. Di Thailand, bersifat sangat khusus dengan membentuk divisi khusus di Mahkamah Agung untuk mengadili para pemegang jabatan public. Sedangkan di Hongkong dan Malaysia, tidak bersifat khusus, yang berarti tindak pidana korupsi diperiksa dan diputus oleh pengadilan yang sama seperti halnya perkara-perkara pidana lainnya.

Naskah Akademis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Mengenai tempat kedudukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, UU KPK saat ini secara eksplisit hanya menempatkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada tingkat Pengadilan Negeri saja. Hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi beserta ketentuan-ketentuan yang mengaturnya hanya mengikat bagi pengadilan tingkat pertama. Dalam beberapa Undang-Undang yang mengatur mengenai pengadilan khusus memang pengaturan mengenai hal ini berbeda-beda. Pengaturan mengenai Pengadilan Khusus Perikanan yang diatur dalam UU No.

31 Tahun 2004 tentang Perikanan misalnya, di dalam Bab XIII dan

XIV Undang-Undang tersebut terlihat bahwa yang dimaksudkan dengan Pengadilan Khusus Perikanan hanyalah pengadilan pada tingkat pertama saja.

Hal ini berbeda dengan Pengadilan Hubungan Industrial maupun Mahkamah Syariah yang merupakan Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Agama. Dalam Undang-Undang yang mengatur keduanya, terlihat secara jelas bahwa pengadilan khusus keduanya tidak hanya berada di pengadilan tingkat pertama namun juga pengadilan tingkat banding –untuk Mahkamah Syariah- dan pengadilan kasasi –untuk Pengadilan Hubungan Industrial. 40 Oleh karena itu, untuk menghindari kesimpangsiuran penafsiran mengenai tempat kedudukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam Undang-Undang haruslah disebutkan secara tegas bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan pada setiap jenjang pengadilan. 41

40 Dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Pasal 60 diatur mengenai susunan Pengadilan Hubungan Industrial

pada tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Hubungan Industrial pada tingkat Mahkamah Agung. Sementara dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh di Pasal 130 dinyatakan secara tegas bahwa Mahkamah Syariah terdiri atas Mahkamah Syariah kabupaten/Kota sebagai pengadilan tingkat pertama dan Mahkamah Syariah Aceh sebagai pengadilan tingkat banding.

41 Pada saat UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK ini masih dalam tahap pembahasan di DPR, salah seorang anggota Panitia Kerja Zein Bajeber juga telah

Naskah Akademis & RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Tentang Status Pengadilan Tipikor pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat Mengingat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Pasal

54 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka dalam rancangan Undang-Undang ini perlu dipertegas mengenai keberadaan pengadilan tersebut. Dengan demikian maka Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tetap dapat memeriksa dan mengadili sebagaimana biasa.

2. Tingkatan Pengadilan

Pada prinsipnya setiap orang dalam proses di pengadilan, berhak untuk mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi apabila ia tidak puas dengan putusan pengadilan (right to appeal). Oleh karena itu, dalam setiap proses peradilan yang baik ada 3 (tiga) tingkat, yaitu pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan kasasi. Selain itu, diberikan hak dan dimungkinkan pula adanya sebuah upaya hukum luar biasa yang merupakan pengecualian atau penyimpangan dari upaya hukum biasa, yang dikenal dengan istilah “Peninjauan Kembali (PK)”.

Mengingat bahwa perkara korupsi bukanlah suatu tindak pidana yang mudah pembuktiannya, ancaman hukuman yang tinggi, serta kemungkinan perbedaan penafsiran bahkan kesalahan hakim dalam memutus perkara korupsi, maka selayaknya proses di Pengadilan Tipikor menerapkan pengadilan 3 (tiga) tingkat dan peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa. 42

mempermasalahkan hal ini. Beliau mengusulkan rumusan mengenai tingkatan pengadilan tipikor sebagaimana halnya dengan UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang pada saat itu sudah selesai dibahas oleh Pemerintah namun belum diundangkan. Sumber: Transkrip Rapat Panja KPTPK tanggal 17 Nopember 2002.

42 Dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), tidak diatur mengenai peninjauan kembali.

Naskah Akademis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi