Kebijakan Publik

3.3 Kebijakan Publik

n Kebijakan publik yang direncanakan dan diimplementasikan dengan seksama dapat mempermudah terwujudnya keselarasan sosial .

Kebijakan publik – alokasi sumber daya, jasa, dan peluang – dapat menjadi penyebab keterasingan sosial, diskriminasi, dan penindasan; namun sebaliknya hal itu dapat juga dirancang sedemikian rupa untuk membidani dan mempermudah lahirnya keselarasan sosial.

Pengalaman tentang manajemen konflik di kota-kota multi-etnis sangat banyak dan begitu beragam. Di sini – dan juga melalaui esei-esei di bagian akhir nanti – kita akan memusatkan perhatian pada laporan pengalaman kerja dan hasil riset empat pakar mengenai pelbagai konflik di kota-kota yang paling terpecah-belah di muka bumi ini. Scott Bollens menulis tentang dampak kebijakan publik menyangkut manajemen konflik di kota Johannesburg, Jerusalem, dan Belfast. Michael Lund akan mendeskripsikan pengalaman yang diperolehnya di seluruh dunia perihal pembentukan komisi-komisi perdamaian tingkat lokal yang bertujuan untuk mencegah, memantau, serta mengatasi kekerasan politik, atau berfungsi sebagai forum rekonsiliasi. Demetrios Papademetriou akan membahas efek yang ditimbulkan oleh masuknya migran (penduduk pindahan dari wilayah lain) terhadap pengambilan keputusan dalam masyarakat. Dan Julia Demichelis akan menganalisis fenomena munculnya apa yang disebut dengan istilah half-cities (kota- kota yang terbelah) di Bosnia seusai perang saudara yang meluluhlantakkan negara itu. Keempat tulisan pakar di atas menunjukkan perlunya institusi-institusi politik yang dirancang dengan seksama, serta pentingnya kebijakan publik yang disusun dan diimplementasikan dengan hati-hati.

Keempat studi itu juga menitikberatkan beberapa prinsip umum yang berlaku dalam membina pemerintaan lokal yang demokratis dalam konteks konflik sosial yang tajam dan masyarakat yang majemuk. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Keterlibatan, pengakuan, dan harga diri kelompok. Apakah semua kelompok masyarakat merasa sudah dipandang dan diperlakukan sebagai warga masyarakat yang setara, dengan segala harga diri dan penghormatan yang semestinya?

Terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Adakah kelompok di dalam masyarakat yang demikian terbelakang sehingga kebutuhan dasar mereka sebagai manusia tidak terpenuhi? Bagaimana cara pemerintah mengintegrasikan kelompok- kelompok masyarakat perkotaan yang miskin dan tersisih itu ke dalam pengambilan keputusan pemerintah kotapraja? Seberapa adilkah alokasi sumber daya bagi mereka? Bagaimanakah cara kebijakan pemerintah memberikan rasa aman yang paling mendasar, terutama bagi kelompok-kelompok yang paling lemah atau mereka yang secara historis selalu mengalami diskriminasi?

Solusi-solusi praktis . Bisakah diupayakan solusi praktis bagi pertikaian yang kelihatannya sulit diatasi? Mekanisme-mekanisme apakah yang dapat dipakai demi menciptakan peluang-peluang berdialog, bernegosiasi, serta melakukan mediasi di dalam pertikaian-pertikaian yang melibatkan kelompok minoritas etnis, ras, atau agama?

K EMAJEMUKAN DAN D EMOKRASI

Sikap saling percaya . Sikap saling mempercayai dan hubungan yang saling menguntungkan antara pejabat, pemuka masyarakat, dan warga, sangat penting untuk membina keselarasan di dalam lingkungan masyarakat perkotaan yang majemuk. Bagaimanakah mutu kepemimpinan dalam menangani isu-isu perpecahan? Apakah para pemimpin politik memanfaatkan “kartu etnis” dan mengobarkan ketegangan, ataukah berusaha meredam gejolak dan menengahi kekegangan antar kelompok?

Struktur institusi -institusi politik dan pengambil keputusan. Apakah institusi politik yang ada – entah sengaja atau kebetulan – secara sistematis mendiskriminasikan kelompok minoritas? Apakah seluruh kelompok identitas sudah memiliki perwakilan dalam komposisi yang proporsional? Apakah seluruh kelompok masyarakat sudah memiliki semangat untuk berdialog dan menempuh kompromi?

Kesalingtergantungan dan ikatan persaudaraan . Apakah kebijakan mampu menonjolkan kesamaan-kesamaan yang ada di dalam masyarakat, misalnya kesetiaan pada daerah, kesadaran sebagai pewaris sejarah atau kecintaan pada tanah tumpah darah, dan bukannya menonjolkan faktor-faktor yang membuat mereka terbelah, misalnya perbedaan budaya, warna kulit, atau keyakinan?

Bertindak . Sudahkah keluhan dari kelompok yang merasa dirugikan didengar dan dihargai? Sudahkah tindakan konkret diambil untuk mengatasi keluhan- keluhan itu dengan serius?

Peran serta kaum minoritas . Apakah kaum minoritas didorong untuk berpartisipasi di dalam kehidupan bermasyarakat? Mampukah kelompok minoritas itu tetap mempertahankan jaringan komunitas mereka, kultur, identitas, dan kekhasannya?

Menerjemahkan prinsip-prinsip umum seperti itu ke dalam opsi-opsi praktis memang tidak mudah. Setiap situasi yang ada menampilkan lingkungan sosial yang unik dengan adat istiadat, citra, problem, dan isu-isu mereka tersendiri. Studi- studi kasus berikut ini akan menyajikan contoh tentang masalah kemajemukan dan konflik manajemen pada berbagai kondisi. Bab-bab berikut menyajikan berbagai alternatif yang dapat ditempuh dalam membangun demokrasi di tingkat lokal, dengan menitikberatkan fokus pada proses-proses pemilu dan berbagai struktur partisipatoris.