Dasar Hukum Reforma Agraria
6.1.2 Dasar Hukum Reforma Agraria
Karena ketiadaan aturan yang secara legal mendukung pelaksanaan PPAN/RA, menjadi salah satu penyebab kurang terealisasinya “political will” pemerintah SBY, sebagaimana diungkap berkali‐kali dalam visi misinya maupun dalam pidato‐ pidato Presiden tentang komitmennya terhadap Reforma Agraria. Tim menduga terdapat banyak resistensi dari instansi terkait, khususnya Kementerian Kehutanan yang notabene harus melepaskan + 8 juta hektar kawasan hutan produksi yang ada di bawah kewenangannya untuk dijadikan obyek Reforma Agraria.
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Reforma Agraria sendiri sebetulnya sudah diajukan kepada Presiden SBY, namun masih belum mendapatkan pengesahan dari pucuk pimpinan tertinggi negeri ini. Dalam sebuah seminar, salah seorang narasumber Tim menyatakan bahwa sesungguhnya cukuplah aturan hukum pelaksanaan UUPA, seperti PP No. 224 Tahun 1961 yang dijadikan landasan hukum dari Reforma Agraria. Dan memang inilah yang terjadi akibat kekosongan hukum ini. Program PPAN/RA masih disandarkan pada dasar hukum Landreform yaitu PP No 224 Tahun 1961, dengan beberapa aturan tambahan seperti SK Kepala BPN. Namun tentunya ini menjadi pertanyaan besar, karena dari segi konseptual, Landreform yang dicanangkan oleh PP N0. 224 Tahun 1961 jelas sangat berbeda dengan Reforma Agraria yang diajukan pada pemerintahan Presiden SBY ini.
Berikut ini adalah perbandingan antara Program Landreform di era pemerintahan Presiden Soekarno dan Program PPAN/Reforma Agraria di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 173
Tabel 6
Perbandingan Program “Landreform” dan “PPAN/RA”
Landreform Masa
PPAN/RA Masa SBY
Soekarno
Ideologi
Sosialisme Indonesia - Neopopulis?
Neopopulis
Penggunaan
Dari bahasa Inggris, dengan Terjemahan langsung,
Istilah
tujuan mengakomodir namun digunakan scr
bergantian dengan istilah praktikLandreform di
beberapa
bahasa Spanyol. negara2 commonwealth
Sosialisasi oleh Wiradi spt. batas maksimum
penggunaan bhs Spanyol
pemilikan tanah
adalah untuk mengakomodir praktik Reforma Agraria yang dilakukan bbrp Negara Amerika Latin yg memiliki kemiripan kondisi ketimpangan tanah
Landasan Hukum
UU Bagi Hasil, UUPA, PP UUPA, Perpres BPN, PP
No. 224 Tahun 1961
Tanah Terlantar
Obyek (Tanah)
Hasil “pembelian” melalui Tanah kawasan hutan mekanisme ganti rugi dari
produksi yang dapat pemilik tanah kelebihan,
dikonversi (HPKV); tanah diberikan untuk dibayar
yang telah diberi HGU, secara bertahap kepada
HGB atau Hak Pakai tapi petani tak bertanah atau
diterlantarkan, tanah yang
bertanah sempit
dilepaskan sukarela, tanah yang pemegang haknya melanggar UU, tanah timbul, tanah obyek Landreform, tanah hibah, tanah hasil tukar menukar
Subyek
Masyarakat petani tidak Masyarakat yang tinggal
(Penerima)
di atas tanah Negara, memiliki tanah sempit
bertanah atau yang
masyarakat termiskin
174 | Strategi P Peem mbbaarruuaann Agraria untuk M Meenngguurraannggii KKeem miisskkiinnaann
Landreform Masa
PPAN/RA Masa SBY
Soekarno
Mekanisme
Identi fikasi tanah obyek Penggantian Kerugian pada
Pendaftaran Tanah,
PPAN yang clean and clear, pemilik, pendataan calon
identi fikasi dan pendataan penerima, pembagian
calon penerima, veri fikasi tanah dengan pembayaran
tanah (apakah TOL,
ringan dan bertahap
apakah berkon flik, dll), pengukuran, pensertipikatan
Lembaga
Panitya Landreform Pusat, BPN Pusat, Kantor
Pelaksana
Regional dan Lokal; Panitya Wilayah BPN Provinsi, dan terdiri dari instansi lintas
Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota Sumber: Diolah dari berbagai sumber.
sektor
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa secara ideologi, konsep, maupun mekanisme terdapat perbedaan mendasar antara pelaksanaan Landreform dan Reforma Agraria di Indonesia. Jadi adalah sebuah logika yang secara hukum kurang tepat, ketika landasan pelaksanaan
Reforma Agraria, --sebagai akibat kekosongan hukum–dilandaskan pada aturan hukum di masa lalu yang jelas-jelas memiliki ideologi maupun rancangan program yang sama sekali berbeda.