Antara Konstruk Hukum dan Realitas Implementasi

6.1.1 Antara Konstruk Hukum dan Realitas Implementasi

S landasan hukum, secara normatif dan paradigmatis (terkait

ebetulnya hambatan utama dari berbagai program Reforma Agraria yang pernah dijalankan adalah masih kurang kuatnya

dengan tujuan akhir program) serta masih lemahnya kelembagaan, baik dari sisi lembaga pelaksana maupun koordinasi antar lembaga terkait. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok‐Pokok Agraria (selanjutnya UUPA), belum sepenuhnya dapat mewadahi pelaksanaan program‐program yang dicanangkan, tidak semata karena belum adanya aturan pelaksana setingkat Peraturan Pemerintah (PP); namun juga dalam praktiknya UUPA masih di’terjemahkan’ secara berbeda oleh sektor yang berbeda, tentunya demi kepentingan masing‐masing sektor. Kondisi tumpang tindih kewenangan pengelolaan sumber daya agraria inilah yang perlu dibenahi terlebih dahulu sebagai prasyarat berhasilnya program Reforma Agraria. Intinya, sektoralisme pengelolaan sumber daya agraria telah sedemikian merasuk di dalam sistem hukum kita sehingga masa ”kebekuan” UUPA sepanjang pemerintahan Orde Baru, telah menjadikan kerja pengelolaan agraria sebagai kerja tertib administratif semata; menjadikan ’bola’ pengelolaan sumber daya agraria menyebar ke sektor‐sektor khusus (kehutanan, pertambangan, 56 pertanian, pengelolaan lingkungan hidup) ;

56 Untuk lebih lengkapnya tentang kajian sektoralisme pengelolaan sumber daya alam di Indonesia bisa dibaca dalam buku terbaru karya Maria

S.W. Sumardjono, dkk, tahun 2011 tentang Pengaturan Sumber Daya Alam di Indonesia: Antara yang Tersurat dan Tersirat.

Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 169 Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 169

Kajian Evers (2002) dan SMERU (2002) pun semakin menguatkan pendapat bahwa ada permasalahan institusional yang harus dibereskan dalam konteks administrasi pertanahan. Belum lagi permasalahan semakin kompleks dengan diberlakukannya sistem desentralisasi pemerintahan tahun 1999 yang direvisi tahun 2003, yang memperlihatkan tarik menarik kewenangan administrasi pertanahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (kabupaten/kota). Selain itu, evaluasi terhadap pelaksanaan PPAN/RA diperlukan untuk melihat keterkaitan antara upaya pemberian akses tanah atau lahan dengan upaya‐upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat yang lainnya.

Dalam konteks paradigmatis, memang tidak ada konfirmasi langsung bahwa konsep yang digunakan BPN di bawah Joyo Winoto adalah secara bulat konsep yang dikemukakan Hernando De Soto; sebagaimana diungkap beberapa narasumber. Kemungkinan yang ada adalah tim atau siapapun perumus program PPAN/Reforma Agraria mengambil banyak konsep yang ada untuk kemudian dirumuskan menjadi sesuatu yang “khas” Indonesia. Sebagaimana diungkap 57 Wiradi, bahwa konsep yang ada yaitu Reforma Agraria = Landreform + Access Reform, adalah sesuatu yang baru dalam perkembangan pemikiran agraria –khususnya di Indonesia.

Sekali lagi, tim juga tidak menemukan dari fakta dokumen hukum, maupun hasil pengumpulan data lainnya bahwa Reforma Agraria yang dilakukan BPN saat ini adalah sebuah program yang market driven.Sebaliknya tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan, untuk mengangkat derajat

57 Focus Group Discussion, 28 Juli 2011. 170 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan 57 Focus Group Discussion, 28 Juli 2011. 170 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan

Berikut adalah perbandingan antara rumusan program Reforma Agraria dan Konsep properti dan akses yang disebutkan oleh Hernando De Soto.Konsep yang menarik ini memang dalam asumsi Tim dibuat untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat, sistem ekonomi yang ada maupun situasi global yang memang mendorong masyarakat untuk terbuka pada sistem ekonomi pasar bebas. Begitu pula konsep yang diungkapkan oleh Hernando De Soto adalah untuk menginklusi tanah‐tanah yang extralegal, dengan memberikan legalitas, untuk bisa diintegrasikan dengan sistem ekonomi yang ada (Ubink, et.al, 2009). Jadi di satu sisi tetap berusaha untuk mempertahankan sifat populis dari program Reforma Agraria, namun di sisi lain berusaha untuk mengintegrasikannya ke dalam sistem di Indonesia, baik itu sistem administrasi pertanahan, maupun sistem ekonomi pasar dan kapital.

Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan | 171

Bagan 9

Perbandingan Konsep Hernando De Soto dan PPAN

Konsep Hernando De Soto

Program Reforma Agraria/PPAN

172 | Strategi Pembaruan Agraria untuk Mengurangi Kemiskinan