53
1. Penomoran Koeisioner : Koesioner yang telah dikumpulkan diberi nomor urut sebagai pengenal 01-74
2. Editing : Peneliti mengedit jawaban responden untuk memperjelas jawaban yang meragukan dan menghindari terjadinya kesilapan pengisian data dalam kode yang
disediakan. 3. Coding : Peneliti memindahkan jawaban
– jawaban responden kedalam kotak – kotak kode yang telah disediakan di lembar koesioner dalam bentuk angka skor
4. Inventarisasi : Data mentah yang diperoleh dimasukkan kedalam FC sehingga membentuk kesatuan
5. Tabulasi Data : Pada tahap ini data FC dimasukkan kedalam tabel. Tabel ini terdiri dari tabulasi tunggal dan tabulasi silang. Sebaran data dalam tabel secara rinci meliputi
kategori frekwensi, persentase dan selanjutnya dianalisa 6. Pengujian Hipotesa : Dalam penelitian ini digunakan rumus uji statistik yang telah
ditentukan yaitu uji korelasi tata jenjang Spearman. Untuk menguji signifikasi digunakan rumus t
test
dan untuk mengukur tinggi rendahnya digunakan skala Guilford
3.4 Analisa Tabel Tunggal
3.4.1 Karakteristik Responden Untuk mengenali responden, peneliti menggunakan kuesioner yang juga berisi esay
profil untuk diisi oleh responden. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang didapat dengan menggunakan kuesioner, maka dapat diperoleh karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin dan usia. Untuk lebih jelasnya akan disajikan kedalam tabel – tabel hasil penelitian
berikut.
Universitas Sumatera Utara
54
TABEL 3. 9
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin
F
1 Laki-laki
71 95.9
2 Perempuan
3 4.1
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Tabel 3.9 diatas menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah laki
– laki. Saat dilapangan, kepala keluarga yang memiliki mata pencaharian petani yang paling sering
ditemui adalah laki – laki.
TABEL 3.10
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia
F
1 20-30 tahun
2 2.7
2 31-40 tahun
20 27.0
3 41-50 tahun
27 36.5
4 51-60 tahun
17 23.0
5 60 tahun
8 10.8
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Salah satu kritreria responden pada penelitian ini yaitu, masyarakat Desa Pandumaan
yang telah berkeluarga dan sudah tinggal lama dan memiliki banyak pengalaman di desa tersebut. Pada tabel 3.10 menunjukkan bahwa usia 41
– 50, 31 – 40 dan 51-60 tahun memiliki tingkat yang lebih tinggi karena mereka masih produktif dan memiliki banyak pengalaman.
Responden yang berusia lebih dari 60 tahun sudah tidak mampu lagi untuk pergi memanen
Universitas Sumatera Utara
55
hasil kemenyan dihutan, sehingga responden menyewakan lahannya atau menyewa pekerja untuk mengolah nya dan laba dibagi dua. Sedangkan responden yang berusia 20
– 30 tahun baru saja berumah tangga dan belum terlalu lama bekerja sebagai petani kemenyan.
3.4.2 Kepemilikan Lahan dan Pendapat Masyarakat Tentang Pengalihan Fungsi Lahan
TABEL 3.11
Kepemilikan Lahan Kemenyan
No Keterangan Responden
F
1 Ada
74 100
2 Tidak ada
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Lapangan 2013 Kepemilikan yang dimaksud diatas yaitu apakah responden memiliki lahan kemenyan
yang sudah sejak lama di olah dan sudah pernah menuai panen dari lahan tersebut dan sudah diwariskan atau dilimpahkan oleh leluhurnya. Pada tabel diatas terlihat bahwa seluruh
responden memiliki lahan kemenyan di hutan karena hal tersebut merupakan bagian dari kebudayaan di Desa Pandumaan bahwa seluruh keturunan nenek moyang mereka akan
mendapatkan hak atas tanah hutan.
TABEL 3.12
Luas Lahan Kemenyan Responden
No Luas Lahan
F
1 500
� -2500� 11
18.0 2
2501 � -5000�
3 4.9
Universitas Sumatera Utara
56
3 5001
� -7500� 17
27.9 4
7501 � -10000�
22 36.1
5 10000
� 8
13.1
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2012 Semakin luas lahan kemenyan tentunya semakin banyak jumlah kemenyan yang
dihasilkan,dan kebanyakan responden memiliki lahan kurang lebih 1ha atau 1000 � .
Responden yang luas lahannya paling sedikit, yang berjumlah 11 orang adalah responden yang tidak memiliki lahan dan menyewanya dari masyarakat.
TABEL 3.13
Lahan Responden yang Terkena Konversi
No Keterangan Responden
F
1 Ada
74 100
2 Tidak Ada
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Seluruh responden memiliki jawaban yang sama terhadap lahan mereka yang terkena
konversi. Hasil kemenyan mereka yang tersisa hanya tinggal sedikit dan kualitas nya tidak bagus lagi.
Untuk lebih jelasnya, berikut tabel rincian luas lahan responden yang terkena konversi:
Universitas Sumatera Utara
57
TABEL 3.14
Luas Lahan Responden yang Terkena Konversi
No Luas Lahan
F
1 500
� -2500� 11
14.9 2
2501 � -5000�
8 24,3
3 5001
� -7500� 22
29,7 4
7501 � -10000�
16 21,6
5 10000
� 7
9,5
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013
TABEL 3.15
Tahun Lahan Responden Terkena Konversi
No Tahun Konversi Lahan
F
1 2009
41 55.4
2 2010
33 44.6
3 2011
4 2012
5 2013
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 TPL mulai beroperasi di Desa Pandumaan sejak tahun 2009. Sampai saat ini TPL
masih beroperasi, mungkin disekitar lahan kemenyan daerah Parlilitan, Huta Gijang dan daerah lain. Pengalihan fungsi lahan dilakukan dengan gencat oleh TPL di Desa Pandumaan
pada tahun 2009 dan 2010. Saat ini masyarakat Desa Pandumaan sedang merasakan dampak
Universitas Sumatera Utara
58
pengalihan fungsi lahan beberapa tahun lalu. Responden yang lahannya lebih dahulu ditebang, tentu merasakan pengaruh pengalihan fungsi lahan terlebih dahulu.
TABEL 3.16
Pendapat Responden Tentang Pengalihan Fungsi Lahan
No Keterangan Responden
F
1 Setuju
2 Tidak Setuju
74 100
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Pada Tabel 3.16 diatas disimpulkan bahwa seluruh responden tidak setuju dengan
adanya konversi lahan yang dilakukan oleh pemerintah di Desa Pandumaan. Responden menganggap pemerintah bekerjasama dengan pihak TPL dan merugikan masyarakat untuk
kepentingan kelompok.
TABEL 3.17
Upaya Responden Mempertahankan Lahan Kemenyan Mereka
No Keterangan Responden
F
1 Ada
74 100
2 Tidak Ada
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Menurut keterangan responden bahwa mereka akan tetap mempertahankan lahan
mereka. Berbagai upaya telah dilakukan responden untuk mempertahankan lahan mereka seperti membentuk Pansus, melakukan beberapa kali aksi di pemerintahan pusat dan daerah,
bahkan beberapa dari responden sempat ditahan di tahan oleh aparat keamanan selalam
Universitas Sumatera Utara
59
beberapa hari. Menurut keterangan seluruh responden berdasarkan hasil penelitin bahwa mereka akan mempertahankan lahan kemenyan mereka sampai titik darah penghabisan.
TABEL 3.18
Kerusakan Lingkungan Akibat Konversi Lahan
No Keterangan Responden
F
1 Ada
74 100
2 Tidak Ada
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan Tabel 3.18 menerangkan bahwa ada kerusakan lingkungan di Desa Pandumaan yang
diakibatkan penanaman eccalyptus oleh TPL. Menurut keterangan responden, saat ini keadaan hutan tidak lagi sesujuk dulu, kualitas dan kuantitas kemenyan semakin hari semakin
merosot. Di Desa Pandumaan mata pencaharian utama adalah kemenyan, namun ibu rumah
tangga ikut membantu perekonomian keluarga dengen bercocok tanam seperti menanam padi, kopi, tomat dan sayur
– mayur. Tetapi bukan hanya kemenyan saja yang mengalami penurunan kualitas dan kuantitas tanaman
– tanaman lainnya juga terimbas akibat penebangan kemenyan di hutan, karena binatang
– binatang buas keluar dari hutan dan masuk ke desa sehingga merusak tanaman
– tanaman lainnya. Selain kerusakan tanaman, kehadiran TPL di Desa Pandumaan juga mengakibatkan
air sungai di Desa Pandumaan kehilangan kejernihannya. Sungai memiliki banyak kegunaan untuk masurakat Desa Pandumaan yaitu sebagai tempat mencucu pakaian, mandi dan bahkan
untuk memasak apabila air dari PNPM sedang padam. Namun sekarang air sungai menjadi
Universitas Sumatera Utara
60
keruh dan gatal, menurut keterangan responden hal ini disebabkan oleh limbah aspal jalan yang dibuat oleh TPL mengalir kesungai.
Kerusakan – kerusakan lingkungan yang terjadi di Desa Pandumaan yang diperoleh
berdasarkan keterangan responden, tentunya sangat meresahkan masyarakat Desa Pandumaan.
3.4.3 Gambaran Perekonomian Masyarakat Desa Pandumaan Sebelum dan Sesudah Terjadinya Konversi Lahan
Untuk mengetahui bagaimana gambaran perekonomian masyarakat Desa Pandumaan sebelum dan sesudah terjadinya konversi lahan, maka akan lebih faktual dan objektif jika
dilihat berdasarkan tanggapan masyarakat itu sendiri, sebagai objek yang mengalami secara langsung. Agar lebih jelas, maka disajikan kedalam tabel distribusi frekuensi berikut:
TABEL 3.19
Luas Rumah Responden
No Luas
F
1 8-25
19 25.7
2 26-32
45 60.8
3 33-40
10 13.5
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Luas rumah merupakan salah satu indikator pengukur tingkat kemiskinan. Menurut
tabel 3.19 jika dilihat dari luas rumah, responden merupakan masyarakat yang miskin. Menurut BPS, setiap orang yang tinggal dalam satu rumah harus dapat memperoleh 1
� per orang. Maksimal dalam satu keluarga hanya memiliki dua orang anak.
Namun berdasarkan keterangan yang diperoleh dari setiap responden, kebanyakan responden memiliki jumlah anak lebih dari empat.
Universitas Sumatera Utara
61
TABEL 3.20
Jumlah Anak Responden
No Jumlah Anak
F
1 0-1 anak
3 4.2
2 2-3 anak
6 8.3
3 4-5 anak
38 52.8
4 6-7 anak
19 26.4
5 7 anak
6 8.3
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013
TABEL 3.21
Lantai Tempat Tinggal Responden
No Jenis Lantai
F
1 Papan
56 75.7
2 Semen
17 23.0
3 Keramik
1 1.3
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Berdasarkan keterangan dari tabel 3.21 kebanyakan masyarakat masih menggunakan
lantai yang terbuat dari papan. Bagian ini juga merupakan salah satu karakteristik kemiskinan menurut data BPS. Ada beberapa responden yang memiliki lantai semen dan ada satu
responden yang memiliki lantai keramik. Setelah peneliti mengadakan observasi yang tidak mendalam, ternyata beberapa dari responden yang memiliki lantai semen ataupun keramik
Universitas Sumatera Utara
62
baru saja mengadakan renovasi rumah, yang direnovasi oleh keluarga ataupun anak mereka yang sudah sukses dan baik perekonomiannya.
TABEL 3.22
Dinding Tempat Tinggal Responden
No Jenis Dinding
F
1 Kayu
57 77.0
2 Tembok tanpa plester
13 17.6
3 Tembok plester
3 4.0
4 Lainnya
1 1.4
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Dinding tempat tinggal termasuk bagian dari indikator pengukur tingkat kemiskinan.
Apabila jenis dinding terbuat dari kayu maka, masyarakat digolongkan kedalam masyarakat miskin. Kayu dimaksut disini adalah kayu yang sederhana bukan jati ataupun kayu yang
berkualitas tinggi lainnya. Seperti pada tabel sebelumnya bahwa beberapa rumah yang sudah di tembok,
bukanlah hasil kerja dari responden sepenuh nya, melainkan bantuan dari saudara ataupun anak kandung responden yang sudah sukses baik berhasil perekonomiannya.
TABEL 3.23
Sumber Air Bersih Responden
No Sumber Air
F
1 Sumur
2 PAM
3 PNPM-MP
74 100
4 Lainnya
Universitas Sumatera Utara
63
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Lainnya yang dimaksud disini adalah sungai.Sebelum program pemerintah PNPM-
MP terealisasikan di Desa Pandumaan, sebelumnya masyarakat masih memanfaatkan sungai yang ada didesa tersebut untuk memperoleh air bersih. Namun setelah adanya program
pemerintah ini masyarakat sangat merasa terbantu.
TABEL 3.24
Alat Penerang Responden
No Jenis Alat Penerang
F
1 Listrik
74 2
Non Listrik 3
Genrator
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Dapat dilihat dari tabel 3.24 bahwa seluruh rumah yang ada di Desa Pandumaan
sudah menggunakan listrik. Walau dalam bagian ini seluruh responden atau masyarakat sudah menggunakan listrik, namun ada beberapa karakteristik yang harus di teliti lagi.
Dimana apabila 10 dari 14 karakteristik kemiskinan terpenuhi maka, masyarakat dapat dikatakan miskin.
TABEL 3.25
Kepemilikan Tempat Pembuangan Air Besar
No Keterangan Responden
F
1 Ada
29 39.2
2 Tidak Ada
45 60.8
Total 74
100
Universitas Sumatera Utara
64
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Pada tabel 3.25 Jumlah responden yang tidak memiliki tempat pembuangan air besar
lebih banyk daripada yang memiliki tempat pembuangan air besar. Menurut pendapat beberapa responden yang tidak memiliki tempat pembuanag ar besar, akan butuh biaya yang
besar untuk membuat tempat pembuangan air besar dikamar mandi, dan sebagian responden berpendapat bahwa kamar mandi terlalu kecil dan tidak memungkinkan membuat tempat
pembuangan air besar didalamnya.
TABEL 3.26
Bahan Bakar yang digunakan Responden
No Jenis Bahan Bakar
Sebelum Konversi Sesudah Konversi
F F
1 Kompor Tanah
15 20.3
2 Kompor Gas
17 23.0
14 18.9
3 Kayu Bakar
42 56.7
60 81.1
Total 74
100 74
100
Sumber : Data Hasil Lapangan 2013 Jenis bahan bakar merupakan salah satu alat pengukur tingkat kemiskinan. Pada tabel
frekuensi 3.26 terlihat bahwa kebanyakan responden menggunakan kayu bakar untuk bahan bakar mereka sehari
– hari. Responden yang menggunakan bahan bakar minyak tanah dan kompor gas merasa lebih efisien jika tidak menggunakan kayu bakar, walau demikian
terkadang, mereka masih meluangkan waktu mereka untuk mencari kayu bakar dan menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar mereka. Kesimpulannya hampir seluruh
masyrakat masih menggunakan kayu bakar. Sementara responden yang menggunakan kayu
Universitas Sumatera Utara
65
bakar merasa sangat terbantu dari segi ekonomi karena mereka dapat memperoleh kayu bakar dihutan secara cuma
– cuma dan tidak membutuhkan biaya. Tabel 3.26 menunjukkan setelah terjadi konversi lahan jumlah responden yang
menggunakan bahan bakar kayu semakin meningkat dari 56.7 menjadi 81.1 , sedangkan responden yang menggunakan kompor tanah sama sekali tidak ada dari 20.3 menjadi 0
begitu juga dengan pengguna kompor gas mengalami perubahan penggunaan. Sebelum nya responden yang menggunakan kompor gas 23.00 , saat ini menjadi 18.9 .
TABEL 3.27 Jumlah Daging yang di Konsumsi Responden
No Jumlah Konsumsi
Sebelum Konversi Sesudah Konversi
F F
1 0-1 kali
45 60.8
67 90.5
2 2-3 kali
29 39.2
7 9.5
4 4-5 kali
5 6-7 kali
Total 74
100 74
100
Sumber : Data Hasil Lapangan 2013 Data hasil lapangan pada tabel 3.27 menunjukkan bahwa konsumsi daging sebelum
konversi lahan oleh responden hanya sedikit. Jumlah konsumsi daging dalam seminggu merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kemiskinan. Walaupun ada beberapa
responden yang tidak megkonsumsi daging dalam jumlah banyak karena alasan kesehatan ataupun anjuran medis, namun itu hanya beberapa. Hampir seluruh responden yang
mengkonsumsi sedikit daging berpendapat bahwa mereka jarang mengkonsumsi daging karena harganya yang mahal. Diantara responden ada yang hampir satu bulan bahkan lebih
Universitas Sumatera Utara
66
tidak mengkonsumsi daging. Menurut pernyataan responden, mereka mengkonsumsi daging apabila ada masyarakat desa yang sedang melangsungkan pesta.
Jumlah konsumsi daging oleh responden mengalami perubahan yang cukup drastis sesudah terjadi konversi lahan di Desa Pandumaan. Hampir seluruh masyarakat desa
pandumaan mengkonsumsi daging sebanyak satu kali dalam seminggu, bahkan ada beberapa yang tidak mengkonsumsi daging lagi. Tentunya daging diperlukan dalam tubuh karena kaya
akan sumber protein. Saat ini menurut keterangan responden, makanan yang paling sering di konsumsi adalah ikan asin yang dijual murah dipasaran. Bahkan terkadang mereka hanya
mengkonsumsi sayur yang dapat mereka ambil dari kebun mereka sendiri.
TABEL 3.28
Jumlah Makan Responden Dalam Sehari Sebelum Terjadi Konversi Lahan
No Jumlah Makan Dalam Sehari
Sebelum Konversi Sesudah Konversi
F F
1 1-2 kali
13 17.6
2 2 kali
74 100
61 82.4
Total 74
100 74
100
Sember : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013
Pada tabel 3.28 disimpulkan bahwa keseluruhan responden makan sebanyak lebih dari dua kali selama satu hari sebelum terjadi konversi lahan. Dimana menurut keterangan data
BPS terkait karakteristik kemiskinan, masyarakat yang miskin adalah masyarakat yang hanya makan dua kali selama satu hari. Dari tabel berikut ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada
terjadi kelaparan pada responden sebelum terjadi konversi lahan, karena mereka mengkonsumsi makanan sebanyak tiga kali dalam satu hari.
Universitas Sumatera Utara
67
Berdasarkan tabel diatas, ada perubahan jumlah makan dalam responden setelah terjadi konversi lahan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari beberapa responden, saat
ini mereka cenderung lebih banyak makan dua kali sehari. Mereka makan saat pagi menjelang siang dan malam. Menurut keterangan responden, sangat sulit sekarang ini untuk
mengkonsumsi makanan, apalagi hasil padi mereka yang jumlah nya tidak banyak. Berdasarkan beberapa keterangan responden yang hanya makan dua kali dalam sehari,
mereka pernah mengalami kelaparan dan ada diantaranya yang sering mengalami kelaparan. Tetapi jika dilihat dari tabel, responden belum mengalami kelaparan karena mereka masih
memiliki kebun ataupun sawah yang hasil panen nya dapat mereka konsumsi.
TABEL 3.29
Dampak Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Responden
No Keterangan Responden
F
1 Ya
74 100
2 Tidak
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Dari tabel 3.29 Dapat disimpulkan bahwa konversi lahan memiliki dampak terhadap
pendapatan responden. Untuk mengetahui perubahan seperti apa yang ditimbulkan akibat konversi lahan terhadap pendapatan responden disajikan dalam tabel frekuensi berikut:
Universitas Sumatera Utara
68
TABEL 3.30
Perubahan Pendapatan Responden akibat Konversi Lahan
No Keterangan Responden
F
1 Meningkat
2 Menurun
74 100
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Menurut keterangan tabel 3.29 dan tabel 3.30, konversi lahan berdampak terhadap
perubahan pendapatan responden dan perubahan pendapatan tersebut menjadi menurun dari pendapatan sebelumnya. Seluruh responden merasakan dampak dari pengalihan fungsi lahan
tersebut.
TABEL 3.31
Konsumsi Baju Baru Responden Selama Satu Tahun
No Keterangan Responden
Sebelum Konversi Sesudah Konversi
F F
1 0-1
23 31.1
66 89.2
2 2-3
51 68.9
8 10.2
3 3
Total 74
100 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Jumlah konsumsi baju dalam satu tahun merupakan bagian dari karakteristik
kemiskinan menurut data BPS. Tidak ada responden yang mengkonsumsi baju baru selama satu tahun lebih dari tiga baju. Sebelum terjadi konversi lahan, ada 68,9 masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
69
mengkonsumsi baju baru dalam satu tahun. Baju baru yang dimaksut disini adalah baju yang dibeli langsung dari toko pakaian dan tidak bekas.
Dari tabel diatas terlihat perubahan jumlah konsumsi pakaian baru oleh responden, setelah terjadi konversi lahan lebih banyak rsponden yang memilih mengkonsumsi pakaian
baru dalam jumlah sedikit karena keterbatasan biaya. Menurut keterangan responden mereka mengkonsumsi baju baru hanya pada saat Hari Natal ataupun Tahun Baru.
TABEL 3.32
Tempat Responden Memeriksa Kesehatan
No Tempat Responden Berobat
Sebelum Konversi Sesudah Konversi
F F
1 Bidan Desa
2 Pengobatan Alternatif
3 Puskesmas
70 94.6
47 63.5
4 Rumah Sakit
2 2.7
1 1.4
5 Lainnya
2 2.7
26 35.1
Total 74
100 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Tempat responden berobat ketika sakit merupakan bagian dari karakteristik untuk
mengukur tingkat kemiskinan masyarakat. Responden yang memilih untuk berobat ke PUSKESMAS berjumlah 94.6 . Menurut keterangan responden, mereka memilih untuk
berobat ke PUSKESMAS karena hanya itu sarana kesehatan yang tersedia di desa. Responden yang memilih untuk berobat ke rumah sakit karena anjuran keluarga,
mereka harus berobat ke luar desa untuk memeriksakan kesehatan mereka. Lainnya yang dimaksut pada pilihan ke lima adalah responden memilih untuk beristirahat di rumah jika
sakit karena keterbatasan biaya.
Universitas Sumatera Utara
70
Berdasarkan tabel diatas terlihat perubahan angka tempat responden memeriksa kesehatan setelah terjadi konversi lahan. Jumlah responden yang memilih untuk memulihkan
kesehatan dirumah semakin meningkat. Sebelum nya berjumlah 2.7 menjadi 35.1 dan satu
– satunya responden yang memilih untuk memeriksa kesehatan kerumah sakit adalah anjuran dari keluarga.
TABEL 3.33
Biaya Pengobatan Responden
No Keterangan Responden
F
1 Biaya Sendiri
72 97.3
2 Jamkesmas
3 Lainnya
2 2.7
Total 74
100
Sumber : Data Hasil Lapangan 2013 Berdasarkan tabel 3.33 diatas dapat dilihat bahwa responden membiayai sendiri biaya
kesehatan mereka. Tidak ada bantuan dari pemerintah terkait masalah biaya kesehatan di Desa Pandumaan. Berdasarkan keterangan dari responden, mereka tidak mengerti bagaimana
cara untuk mengurus Jamkesmas dan perlu biaya transportasi untuk memeriksa kesehatan ke rumah sakit yang ada di kota.
Karena harus mengeluarkan biaya sendiri saat sakit, responden memilih untuk mengadakan pemulihan dirumah agar meminimalisir pengeluaran. Sementara maksud lainnya
pada pilihan ke tiga adalah biaya kesehatan responden di tanggung oleh keluarga ataupun kerabat mereka.
Universitas Sumatera Utara
71
TABEL 3.34
Jumlah Pendapatan Responden Selama Sebulan
No Jumlah Pandapatan Reponden
Sebelum Konversi Sesudah Konversi
F F
1 100.000 - 500.000
15 20.3
34 45.9
2 500.001 - 1.000.000
36 48.6
26 35.1
3 1.000.001
– 1.500.000 19
25.7 13
17.6 4
1.500.001 – 2.000.000
4 5.4
1 1.4
5 2.000.000
Total 74
100 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Salah satu ukuran terpenting dalam mengukur tingkat kamiskinan adalah jumlah
pendapatan masyarakat. Menurut keterangan data BPS, masyaraakat yang tergolong miskin apabila Petani, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan
lainnya memiliki pendapatan dibawah Rp. 600.000,- perbulan. Pada tabel 3.34 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki penghasilan
500.001 – 1.000.000 berada pada jumlah yang lebih banyak sebelum terjadi konversi lahan
ini mendeskripsikan bahwa dari segi pendapatan masyarakat Desa pandumaan tidak tergolong miskin namun tidak dapat juga dikatakan sejahtra karena tidak ada responden
berpenghasilan lebih dari 2.000.000 dan hanya beberapa responden yang berpenghasilan 1.000.000
– 1.500.000 dan ada empat responden yang memiliki penghasilan 1.500.001- 2.000.000.
Berdasarkan tabel sebelumnya, dituliskan bahwa masyarakat mengalami perubahan yang menurun dalam pendapatan setelah terjadi konversi lahan di Desa Pandumaan. Dapat
Universitas Sumatera Utara
72
dilihat dalam tabel perubahan pendapatan pada responden setelah terjadi konversi lahan. Menurut keterangan responden hal ini sudah pasti terjadi karena sumber penghasilan utama
responden adalah hasil dari pertanian kemenyan. Apabila hal ini terus berlanjut mereka khawatir akan masa depan mereka dan anak cucu mereka.
Tabel 3.34 Menjelaskan bahwa terjadi peningkatan kemiskinan di Desa Pandumaan, karena jumlah responden terbanyak adalah jumlah yang menunjukkan angka pendapatan
rendah dan tergolong miskin. Sebelum terjadi konversi lahan, hanya 20.3 reponden yang memiliki pendapatan
rendah yaitu 100.000-500.000, namun setelah terjadi konversi lahan, jumlah responden yang memiliki pendapatan rendah semakin meningkat yaitu 45.9 dan hanya ada 1.4
responden yang memiliki pendapatan 1.500.001-2.000.000 rupiah.
TABEL 3.35
Pengeluaran Responden Selama Sebulan
No Jumlah Pengeluaran Responden
Sebelum Konversi Sesudah Konversi
F F
1 100.000 - 500.000
23 31.1
13 17.6
2 500.001 - 1.000.000
49 62.2
46 62.2
3 1.000.001
– 1.500.00 2
2.7 15
20.3 4
1.500.001 – 2.000.000
5 2.000.000
Total 74
100 74
100
Sumber : Data Hasil Penelitian Lapangan 2013 Berdasarkan tabel 3.35, diatas dapat dilihat bahwa pengeluaran sebelum terjadi
konversi lahan, tidak terlalu tinggi dibanding dengan pendapatan saat itu. Artinya, beberapa responden masih dapat menabungkan sedikit pendapatan mereka.
Universitas Sumatera Utara
73
Sebelum terjadi konversi lahan pendapatan masyarakat cukup untuk mencukupi pengeluaran yang tidak begitu tinggi sehingga responden memilih untuk menabung dalam
bentuk uang, emas dan bentuk lainnya seperti sepeda motor, ternak dan tanah. Bersadasarkan hasil temuan lapangan, seperti yang disajikan dalam tabel 3.35 bahwa
pengeluaran semakin meningkat saat ini. Harga bahan pokok dan seluruh aspek kebutuhan ekonomi mengalami peningkatan, biaya sekolah dan biaya tidak terduga lainnya yang tidak
sebanding dengan pendapatan. Setelah terjadi konversi lahan tidak ada responden yang mampu menyisihkan
pendapatannya untuk ditabung. Sebelum terjadi konversi lahan hanya 2.7 responden yang memiliki pengeluaran 1.000.000
– 1.500.000, namun stelah terjadi konversi lahan meningkat menjadi 20.3.
Sebelum terjadi konversi lahan terdapat 31.1 responden yang memiliki pengeluaran rendah yaitu 100.000
– 500.000, setelah terjadi konversi lahan berubah menjadi 17.6 hal ini menunjukkan jumlah pengeluaran semakin meningkat setelah terjadi konversi lahan.
TABEL 3.36
Pendidikan Terakhir Responden
No Tingkat Pendidikan
F
1 SD
25 33.8
2 SMP
17 23.0
3 SMA
9 12.2
4 Perguruan Tinggi
1 1.3
5 Lainnya
22 29.7
Total 74
100
Sumber ; Data Hasil Penelitian Lapangan 2013
Universitas Sumatera Utara
74
Pendidikan juga marupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kemiskinan suatu masyarakat. Berdasarkan data BPS jika pendidikan terakhir kepala keluarga adalah SD, maka
dikatakan masyarakat miskin. Berdasarkan tabel 3.36 jumlah responden yang mengecap pendidikan hanya sampai
tingkat SD lebih unggul di banding responden yang mengecap pendidikan lebih tinggi, yaitu 33.8 . Sementara responden yang tidak sekolah berjumlah 29.7. Jika diakumulasikan
jumlah responden yang mengecap pendidikan hanya sampai SD dan responden yang tidak bersekolah maka masyarakat digolongkan kedalam masyarakat miskin.
3.5 Analisis Tabel Silang TABEL 3.37