Pengaruh angkatan kerja yang berkerja, investasi PMA, investasi PMDN pendapatan asli daerah terhadap pertumbuhan ekonomi sosial ; studi kasus; Provinsi DKI Jakarta tahun 1987-2007
PENGARUH ANGKATAN KERJA YANG BERKERJA, INVESTASI PMA, INVESTASI PMDN DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL Studi Kasus : Provinsi DKI Jakarta
Tahun 1987– 2007
( Sebelum Krisis dan Sesudah Krisis Ekonomi )
SKIRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
Oleh :
Siti Fadhilah Wahdah NIM : 106084002763
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H/2011 M
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Siti Fadhilah Wahdah
NIM : 106084002763
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 8 April 1988 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Sekarang : Jl. Pertanian II no.17 Rt 05/004 Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, 12440
Alamat Asal : Jl. Pertanian II no.17 Rt 05/004 Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, 12440
No.Tlp : 021-7661429
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. MI AL-HUSNA ;
1994-2000
2. MTS 3 PONDOK PINANG ;
2000-2003
3. SMAN 66 JAKARTA ;
2003-2006
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(7)
ii ABSTRACT
Development is a continous process change strived to improve the welfare of the people. An important benchmark in determining the success of economic development is its growth. Economic growth indicators not only measure the level of output growth in an economy, but in fact also give an indication to the extent to which economic activity occurs in a certain period.
This research used secondary data from 1987 to 2007. The dependent variable in this study is the Gross Regional Domestic Product, while the independent variables are the partiapation, foreign investment, domestic investment, regional income and dummy economic crisis. Inavoid to the problem and hypotheses, this study used multiple linear regression equation and transformed into linear form.
Based on the regression results, variable labor participation, foreign investment, domestic investment, regional income and economic crisis dummy have positive and significant apart at = 5%, in DKI Jakarta Province. Calculated F value of 107.8819 with probability 0.00000000 is smaler than α = 5%, thus concluded that the four independent variables of the labor participation, foreign investment, domestic investment, regional income (PAD) and crisis dummy investaneously have effect to regional economic growth in DKI Jakarta Province. R2 value of 0.972944 indicates that 97.29% variation of the Gross Regional Domestic Product in DKI Jakarta Province can be explained from the variation of four independent variables.
Keywords: Regional Economic Growth, Gross Regional Domestic Product (GRDP), Labor Participation, Foreign Direct Investment, Domestic Investment, Regional Income and Economic Crisis.
(8)
iii ABSTRAK
Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Indikator pertumbuhan ekonomi tidak hanya mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun sesungguhnya juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomomian yang terjadi pada suatu periode tertentu.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari data tahun 1987 sampai dengan tahun 2007. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto, sedangkan variabel bebasnya adalah angkatan kerja yang berkerja, investasi PMA, investasi PMDN, Pendapatan Asli Daerah dan dummy krisis ekonomi,. Sejalan dengan masalah dan hipotesis dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan metode statistika dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda dan ditransformasikan dalam bentuk linier.
Berdasarkan hasil regresi, variabel angkatan kerja yang berkerja, investasi PMA, investasi PMDN, Pendapatan Asli Daerah dan dummy krisis ekonomi berpengaruh positif dan signifikan pada = 5 %, di Provinsi DKI Jakarta. Nilai F hitung sebesar107,8819 dengan probabilitas 0,00000000 lebih kecil dari = 5 %, sehingga disimpulkan bahwa keempat variabel independen yaitu angkatan kerja yang berkerja, investasi PMA, investasi PMDN, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dummy krisis secara bersama-sama berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta. Nilai R2 sebesar 0.972944 menandai bahwa 97,29% variasi Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi DKI Jakarta dapat dijelaskan dari variasi ke empat variabel independen.
Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi Regional, PDRB, Angkatan Kerja yang bekerja, Investasi PMA, Investasi PMDN, PAD dan Krisis Ekonomi.
(9)
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “ Pengaruh Angkatan Kerja Yang Berkerja, Investasi PMA, Investasi PMDN, dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-2007 ( Sebelum Krisis dan Sesudah Krisis Ekonomi)”.
Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan.
Dalam hal ini penulis sangat menyadari atas keterbatasan kemampuan yang dimiliki, sehingga penulis juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih sangat banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis dengan kerendahan hati sangat mengharapkan kritik dan saran guna mengoreksi dan memperbaiki atas kekurangan yang ada sehingga mencapai hasil yang lebih baik. Dengan berbagai keterbatasan itulah, maka penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan semata-mata disusun berdasarkan kemampuan penulis sendiri, melainkan karena mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga penyusunan ini bisa terselesaikan dengan baik. Sehingga pada kesempatan yang baik ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid. MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Lukman M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang telah memberikan nasehat dan motivasi.
3. Ibu Utami Baroroh, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang telah memberikan nasehat, motivasi, perhatian dan mendengarkan keluh-kesah penulis.
(10)
v
4. Bapak Pheni Chalid, SF, MA, Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi nasehat, motivasi, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak M. Hartana I Putra, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi nasehat, motivasi, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. khususnya jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, terima kasih atas segala ilmu, nasehat, dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama belajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak dan Mama tercinta yang telah mendidik, memberi nasehat, semangat dan memberikan yang terbaik serta tempat berbagi dalam cinta dan kasih sayang. 8. Kakaku dan Adikku yang selalu memberikan semangat dengan canda tawa dan
motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Radieza Satrya yang selalu menemani dan memberikan semangat, masukan, serta motivasi terutama ketika penulis sedang jatuh bangun dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman IESP angkatan 2006 yang telah memberikan warna kehidupan selama menjalani kuliah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta menambah pengetahuan bagi semua pembaca dan memberikan sumbangsih kepada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Februari 2011 Penulis
(11)
vi DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... i
ABSTRACT... ii
ABSTRAK... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah... 17
C. Tujuan dan Manfaat ... 18
BAB II TINJAUN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 21
A. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi... 21
B. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 25
1. Pertumbuhan Ekonomi Klasik... 25
2. Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik ... 26
3. Teori Pertumbuhan Baru ... 27
C. PDRB ... 28
D. Investasi PMA dan PMDN... 29
(12)
vii
F. PAD... 33
G. Dummy Krisis Ekonomi... 39
H. Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 39
I. Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 43
J. PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 45
K. Penelitian Terdahulu... 47
L. Kerangka Pemikiran... 53
M. Hipotesis... 54
BAB III METODE PENELITIAN... 56
A. Ruang Lingkup Penelitian... 56
B. Metode Penentuan Sampel... 57
C. Metode Pengumpulan Data ... 58
D. Metode Analisis Data... 58
E. Pengujian Asumsi Klasik ... 59
1. Multikolinearitas ... 59
2. Heteroskedastisitas... 61
3. Autokorelasi ... 62
4. Uji Normalitas... 63
5. Uji Linearitas... 63
6. Uji Chow (Chow Test) ... 64
F. Uji Statistik... 65
1. Koefisien Determinasi (R2) ... 65
(13)
viii
3. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)... 66
G. Operasional Variabel Penelitian... 67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 70
A. Deskripsi Objek Penelitian... 70
1. Keadaan Geografis DKI Jakarta... 70
2. Perkembangan Penduduk DKI Jakarta... 72
3. Perkembangan PDRB DKI Jakarta ... 74
4. Perkembangan Investasi PMA dan PMDN... 76
5. Perkembangan Angkatan Kerja... 79
6. Perkembangan PAD ... 81
B. Pengujian Asumsi Klasik... 83
1. Uji Multikolinearitas... 83
2. Uji Autokorelasi... 85
3. Uji Heteroskedastisitas ... 87
4. Uji Normalitas... 89
5. Uji Linearitas... 90
6. Uji Chow... 91
C. Pengujian Statistik... 92
1. Uji t-hitung... 92
2. Pengujian F-statistik... 95
(14)
ix
D. Analisis Hasil Estimasi... 97
1. Hasil Regresi Utama... 97
E. Interpretasi dan Pembahasan... 97
BAB V PENUTUP ... 102
A. Kesimpulan... 102
B. Implikasi... 103
DAFTAR PUSTAKA ... 105
(15)
x
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Pertumbuhan PDRB Tahun 1987-2007 Atas Dasar
Harga Konstan 2000 di ProvinsiDKI Jakarta (Jutaan Rupiah) ... 4 1.2 PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi
di Pulau Jawa Tahun 2003-2007 (Milyar Rupiah)... 5 1.3 Tingkat Pertumbuhan Penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta
pada Periode Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Tahun
1987-2007 ... 9 1.4 Perkembangan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi
DKI Jakarta Periode 1987-2007... 13 1.5 Perkembangan Angkatan Kerja di Provinsi DKI
Jakarta Tahun 1987-2007... 15 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 48 4.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 1987-2007... 73 4.2 Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tahun 1987- 2007
(Dalam Persen) ... 74 4.3 Perkembangan Investasi PMDN dan Investasi PMA
di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-2007... 77 4.4 Rata– rata Nilai Investasi dan Pertumbuhan Investasi
PMA, PMDN di Provinsi DKI Jakarta Periode 1987-1996
(16)
xi
4.5 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja di DKI
Jakarta Tahun 1987-2007... 80
4.6 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran 1987-2007 (Juta Rupiah)... 82
4.7 Perkembangan PAD di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-1999 (Sebelum Otonomi Daerah) dan tahun 2000-2007 (Otonomi Daerah) ... 83
4.8 Regresi Auxiliary ... 84
4.9 Koefisien Korelasi antar Variabel Independent... 85
4.10 Uji Autokorelasi dengan Uji Langrange Multilier (LM) ... 86
4.11 Uji Heterokedastisitas dengan Uji White... 88
4.12 Uji Linearitas dengan Uji Ramsey Reset Test... 91
4.13 Uji Chow... 92
4.14 Hasil Regresi Utama antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen ... 93
4.15 Hasil Uji-t... 95
4.16 Hasil Uji-F... 96
4.17 Hasil Regresi Utama antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen ... 97
(17)
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Harga Konstan di Pulau Jawa
Tahun 2003-2007... 6 2.1 Skema Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Regional (PDRB)
dan Variabel-variabel Yang Mempengaruhi... 54 4.1 PDRB di DKI Jakarta Tahun 1987-2007... 75 4.2 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Berra... 89
(18)
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1. Data PDRB, AK, PMA, PMDN, PAD,Dt... 109
2. Hasil Regresi Utama Variabel Dependen dengan Variabel Independen... 110
3. Hasil Uji Asumsi Klasik... 111
3.1 Uji Multikolinearitas... 111
3.2 Uji Autokorelasi... 116
3.3 Uji Heteroskedastisits... 117
3.4 Uji Normalitas... 118
3.5 Uji Linearitas... 119
(19)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan terus menerus untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik secara bersama-sama dan berkesinambungan. Dalam kerangka itu, pembangunan ekonomi juga untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.
Salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang dilaksanakan. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Menurut Djojohadikusumo (1994:110) dalam pertumbuhan ekonomi biasanya ditelaah proses produksi yang melibatkan sejumlah jenis produk dengan menggunakan sarana dan prasarana produksi.
Menurut Schumpeter dalam Boediono (1992:115) pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya faktor produksi yang dipergunakan dalam proses produksi tanpa ada perubahan cara-cara atau teknologi itu sendiri. Indikator pertumbuhan ekonomi tidak hanya mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun sesungguhnya juga memberikan indikasi tentang sejauh
(20)
mana aktivitas perekonomomian yang terjadi pada suatu periode tertentu telah menghasilkan pendapatan bagi masyarakat.
Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pelimpahan sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dalam rangka pembangunan nasional negara Republik Indonesia dan pemberlakuan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, diharapkan bisa memotifasi peningkatan kreatifitas dan inisiatif untuk lebih menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah, dan dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan terarah agar pembangunan disetiap daerah dapat benar-benar sesuai dengan prioritas dan potensi daerah. Kegiatan pembangunan nasional tidak lepas dari peran seluruh Pemerintah Daerah yang telah berhasil memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah masing-masing. Sebagai upaya memperbesar peran dan kemampuan daerah dalam pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai kegiatan operasional rumah tangga pemerintah daerah.
Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, pemerintah daerah tingkat dua memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah itu dan dituntut untuk bisa lebih mandiri. Terlebih dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka pemerintah daerah tingkat dua harus bisa mengoptimalkan pemberdayaan semua potensi yang dimiliki dan perlu diingat bahwa pemerintah daerah tingkat dua tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan dari pemerintah pusat seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
(21)
Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan tingginya nilai PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami kemajuan dalam perekonomian (Zaris,1987:82). Provinsi-provinsi yang berada di pulau Jawa ternyata mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tergolong rendah. Ini dikarenakan sedikitnya sumber daya alam yang pemanfaatanya belum tepat yang terdapat di provinsi-provinsi yang berada di pulau Jawa. Sumber daya alam ini merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan daerah, selain pola investasi ,teknologi dan perkembangan prasarana transportasi (Zaris,1987:86). Pembangunan daerah diharapkan akan membawa dampak positif pula terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dicerminkan dari perubahan PDRB dalam suatu wilayah. Perkembangan pertumbuhan PDRB di Provinsi DKI Jakarta.
Tabel 1.1
Pertumbuhan PDRB Tahun 1987-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Provinsi DKI Jakarta (Jutaan Rupiah)
No. Tahun PDRB Tingkat Pertumbuhan
1 1987 107.599.284,00
-2 1988 115.115.165,00 7,0
3 1989 125.886.202,00 9,4
4 1990 136.676.610,00 8,6
5 1991 147.335.207,00 7,8
6 1992 160.050.023,00 8,6
7 1993 173.540.509,00 8,4
8 1994 211.929.189,00 22,1
9 1995 231.567.708,00 9,3
10 1996 252.629.225,00 9,1
11 1997 265.529.501,00 5,1
12 1998 219.089.230,00 -17,5
13 1999 218.458.107,00 -0,3
14 2000 227.924.124,00 4,3
15 2001 238.637.940,00 4,7
(22)
17 2003 263.624.242,00 5,3
18 2004 278.524.822,00 5,7
19 2005 295.270.319,00 6,0
20 2006 312.826.713,00 5,9
21 2007 332.971.255,00 6,4
Sumber :DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah
Pada Tabel 1.1 terlihat terjadi kenaikan yang berfluktuatif dari tahun ke tahun, ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di provinsi DKI Jakarta mengalami kenaikan. Kenaikan yang sangat signifikan terjadi ditahun 1994 dimana tingkat pertumbuhan sebesar 22,1%, sebaliknya ditahun 1998 terjadi penurunan tingkat pertumbuhan sebesar -17,5% dikarenakan terjadi puncak krisis ekonomi yang melanda Indonesia. DKI Jakarta merupakan wilayah yang memiliki tingkat potensi kemakmuran di Pulau Jawa. Dari Tabel 1.2 dan Gambar 1.2 dapat dilihat bahwa setiap provinsi pada Pulau Jawa memiliki tingkat potensi kemakmuran yang berbeda-beda. Pertumbuhan PDRB Provinsi di Pulau Jawa mengalami pertumbuhan yang cenderung meningkat. Dari 6 Provinsi di Pulau Jawa DKI Jakarta memiliki pertumbuhan PDRB yang paling tinggi, kemudian kedua adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah dan terendah adalah DI Yogyakarta. Tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan meningkat serta didukung posisinya sebagai Ibukota Negara, telah membuat DKI Jakarta memiliki bergaining posisition yang cukup tinggi khususnya di Pulau Jawa. DKI Jakarta yang merupakan Kota Megapolitan memberikan ketertarikan sendiri tidak hanya bagi Provinsi-Provinsi lain tetapi juga bagi masyarakat DKI Jakarta sendiri untuk dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(23)
Tabel 1.2
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2003-2007 (Miliar Rupiah)
Provinsi
Tahun DKI
Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Yogyakarta
Jawa
Timur Banten
2003 263.624 219.525 129.166 15.360 228.884 51.957
2004 278.525 230.003 135.790 16.146 242.229 54.880
2005 295.271 242.884 143.051 16.911 256.375 58.107
2006 312.827 257.499 150.683 17.536 271.249 61.342
2007 332.971 274.180 159.110 18.292 287.814 65.047
Sumber : BPS, Berbagai Tahun Terbitan, Jakarta
Sumber : Badan Pusat Statistik, Berbagai Tahun Terbitan, Jakarta Gambar 1.1
Laju Pertumbuhan PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2003-2007
Menurut Todaro (2004,124-130) ada tiga faktor atau komponen utama yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah, ketiganya adalah akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Akumulasi modal (capital accumulation) meliputi semua jenis investasi baru baik yang
(24)
dilakukan oleh pemerintah ataupun swasta yang ditanamkan dengan bentuk tanah, peralatan fisik, dan modal sumber daya. Akumulasi modal akan terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabungkan (diinvestasikan) kembali dengan tujuan untuk memperbesaroutputatau pendapatan di kemudian hari.
Akumulasi modal yang dilakukan oleh pemerintah menggambarkan seberapa besar peran pemerintah dalam sistem perekonomian suatu daerah. Samuelson dan Nordhous (1996,49-50) menyebutkan bahwa perekonomian yang ideal adalah perekonomian yang menerapkan mekanisme pasar, artinya bahwa jalannya perekonomian sepenuhnya menjadi wewenang pasar karena hanya mekanisme pasar yang mampu mengalokasikan sumber daya secara efisien. Namun dalam hal-hal tertentu menunjukan bahwa mekanisme pasar memiliki kelemahan yaitu gagal mencapai alokasi yang efisien disebabkan oleh adanya common goods, unsur ketidaksempurnaan pasar, barang publik, ekternalitas, incomplete market, kegagalan informasi, unemployment dan uncertainty. Untuk menghindari hal tersebut, maka diperlukan campur tangan pemerintah dalam perekonomian agar alokasi sumber ekonomi dapat tercapai secara efisien.
Pentingnya peran pemerintah dalam suatu sistem perekonomian telah banyak dibahas dalam teori ekonomi publik. Selama ini banyak diperdebatkan mengenai seberapa jauh peranan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan setiap orang berbeda dalam penilaian mengenai biaya keuntungan yang diperoleh dari program yang dibuat oleh pemerintah. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan masyarakat selama ini sangat bergantung kepada jasa yang disediakan oleh pemerintah. Todaro (2004:18) menyebutkan pemerintah
(25)
harus diakui dan dipercaya untuk memikul peranan lebih besar dan yang lebih menentukan di dalam upaya pengelolaan perekonomian nasional atau daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan di daerah selanjutnya akan lebih memilih mengadopsi kebijakan pembangunan yang disesuaikan dengan karakteristik potensi daerah itu sendiri, tentunya tuntutan pengenalan potensi daerah dapat dijadikan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi pembangunan daerahnya.
Menurut Mangkoesoebroto (1998,4-10) Peranan pemerintah yang harus dijalankan adalah :
1. Peranan alokasi yaitu pemerintah mengusahakan agar alokasi sumber-sumber ekonomi dilaksanakan secara efisien terutama dalam menyediakan barang dan jasa yang pihak swasta tidak dapat memproduksinya.
2. Peranan distribusi yaitu pemerintah melalui kebijaksanaan fiskal merubah keadaan masyarakat sehingga sesuai dengan distribusi pendapatan yang diharapkan melalui pengenaan pajak progresif yaitu relatif beban pajak yang lebih besar bagi yang mampu dan meredistribusikan bagi yang kurang mampu.
3. Peranan stabilisasi yaitu pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengendalikan goncangan ekonomi yang berlebihan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan bentuk dari akumulasi modal pemerintah yang digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Peranan strategis dari investasi pemerintah ini sasaran penggunaannya untuk membiayai pembangunan di bidang sarana dan prasarana yang dapat
(26)
menunjang. Perkembangan Pendapatan Asli Derah (PAD) di DKI Jakarta sebelum dan setelah otonomi daerah tahun 1987- 2007 dapat dilihat dalam Tabel 1.3
Tabel 1.3
Tingkat Pertumbuhan Penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta, Pada Periode Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Tahun 1987- 2007
No Tahun PAD Tingkat Pertumbuhan
PAD ( % )
1 1987 276.898,34
-2 1988 286.446,87 3,4
3 1989 429.660,93 50,0
4 1990 567.315,63 32,0
5 1991 682.731,43 20,3
6 1992 789.524,35 15,6
7 1993 993.655,81 25,9
8 1994 1.337.993,45 34,7
9 1995 1.441.579,41 7,7
10 1996 1.787.375,78 24,0
11 1997 1.830.739,09 2,4
12 1998 1.240.402,06 -32,2
13 1999 1.692.928,30 36,5
Rata-rata 18,4
Setelah Otonomi Daerah
14 2000 2.439.285,10 44,1
15 2001 3.644.150,89 49,4
16 2002 3.546.415,49 -2,7
17 2003 4.928.704,55 39,0
18 2004 5.642.664,00 14,5
19 2005 5.931.247,40 5,1
20 2006 6.219.830,80 4,9
21 2007 6.508.414,20 4,6
Rata-rata 19,9
Sumber : Dispeda Provinsi DKI Jakarta, data dari tahun 1987 s/d 2007 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1.3 nilai penerimaan Pendapatan Asli Daerah Provinsi DKI Jakarta dari tahun 1987 - 2007 di bagi menjadi dua periode, dalam periode “ sebelum Otonomi Daerah “ diketahui bahwa dari tahun 1987-1999, nilai penerimaan PAD terus menerus mengalami peningkatan yang signifikan dari
(27)
tahun ke tahun. Akan tetapi nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta pada tahun 1998 mengalami penurunan dari nilai penerimaan PAD tahun 1997 sebelumnya tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta pada tahun 1998 tersebut tercatat “ merosot sangat besar “ atau “ negatif ” yaitu sebesar -32,2%, kemerosotan yang cukup tajam pada penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 1998 tersebut disebabkan karena adanya dampak krisis ekonomi yang melanda indonesia yang diawalin dengan krisis moneter pada tahun 1997. Dampak krisis ekonomi tampaknya mempengaruhi merosotnya nilai penerimaan dari sumber-sumber penerimaan PAD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 1998 tersebut.
Akan tetapi menginjak tahun 1999, seiring dengan mulai pulihnya perekonomian regional DKI Jakarta dari dampak krisis ekonomi yang melanda, nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan dari PAD tahun 1998. Sebelumnya meskipun tercatat nilai penerimaan PAD pada tahun 1998 tersebut masih tercatat “lebih rendah” dari nilai penerimaan PAD pada tahun 1996. Akan tetapi di sisi lain tingkat pertumbuhan penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta tahun 1999 mengalami pertumbuhan yang “cukup tinggi” yaitu mencapai angka 36,5%.
Nilai rata-rata tingkat pertumbuhan penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta dari tahun 1987-1999 dalam periode “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah” tersebut adalah sebesar 18,4%. Tingkat pertumbuhan penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta dalam periode “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah ” tersebut tercatat “paling tinggi” pada tahun 1989, yaitu sebesar 50,0%. Sementara itu
(28)
tingkat pertumbuhan penerimaan PAD “paling rendah” pada tahun 1998 saat krisis ekonomi mencapai puncaknya yaitu sebesar -32,2%. Pada periode setelah pelaksanaan Otonomi Daerah tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta tahun 2000-2007. Tercatat pada periode tersebut nilai penerimaan PAD setelah pelaksanaan Otonomi Daerah “lebih besar” dari penerimaan PAD dalam periode “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah”, atau dalam periode tahun 1987-1999.
Angka rata-rata tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta “setelah pelaksanaan Otonomi Daerah” adalah sebesar 19,9%. Sementara angka rata-rata tingkat penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta “sebelum pelaksanaan Otonomi Daerah” adalah sebesar 18,4%. Nilai PAD provinsi DKI Jakarta pada tahun 2002, tercatat “ menurun” atau lebih rendah dari pada nilai penerimaan PAD pada tahun 2001. Tingkat penurunan ini tercatat sebesar -2,68%, dengan demikian dalam periode tahun 2000 -2002 “ setelah pelaksanaan Otonomi Daerah”, tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta tercatat “paling rendah”.
Sementara itu nilai tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD provinsi DKI Jakarta pada tahun 2000, 2001, 2003 dan 2004 berada “diatas nilai rata-rata” tingkat pertumbuhan nilai penerimaan PAD dalam periode tahun 2000-2007 tersebut. Ini menunjukkan pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta melalui sumber daya asli daerah dapat termanfaatkan dengan maksimal. Meningkatnya PAD diharapkan dapat menjadi sinyal bagi kemampuan daerah provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan pembangunan daerah diperiode Otonomi Daerah.
(29)
Pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan akan lebih sulit dilakukan pemerintah daerah apabila tanpa adanya dukungan dari pihak swasta. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah daerah perlu membuat kebijakan yang mendukung penanaman modal yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah daerah, pihak swasta maupun terhadap masyarakat daerah. Tumbuhnya iklim investasi yang sehat dan kompetitif diharapkan akan memacu perkembangan investasi yang saling menguntungkan dalam pembangunan daerah. Perkembangan investasi di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4
Perkembangan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Periode 1987-2007
PMA (US $) PMDN (Juta Rp)
No Tahun Proyek Investasi Proyek Investasi
1 1987 65 530.550,00 38 1.225.525,00
2 1988 51 790.758,00 32 1.130.197,00
3 1989 79 757.307,00 41 1.436.324,00
4 1990 108 825.079,00 34 1.193.451,00
5 1991 79 959.770,00 53 2.678.556,00
6 1992 83 1.090.996,00 56 2.524.649,00
7 1993 76 1.166.727,00 82 3.453.764,00
8 1994 123 1.355.937,00 121 4.231.539,00
9 1995 203 4.046.441,00 165 9.760.943,00
10 1996 294 4.399.299,00 185 10.177.787,00
11 1997 246 6.122.951,00 157 8.457.448,00
12 1998 329 1.721.367,00 99 3.991.251,00
13 1999 434 1.788.185,00 47 2.129.547,00
14 2000 774 3.323.997,00 94 3.822.862,00
15 2001 604 1.200.620,00 144 7.911.308,00
16 2002 786 3.456.015,00 86 3.784.071,00
17 2003 582 5.938.845,00 58 2.749.976,00
18 2004 492 3.733.498,00 89 3.710.793,00
19 2005 722 5.206.190,00 119 4.097.855,00
20 2006 801 5.938.845,00 122 4.218.004,00
21 2007 916 6.733.498,00 139 5.638.339,00
(30)
Berdasarkan Tabel 1.4. di atas terlihat bahwa perkembangan nilai investasi sangat berfluktuatif. Kenaikan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi), dari 185 proyek PMDN yang ditanam investor dalam negeri tersebut bernilai 10.177.787,00 (dalam juta rupiah). Sedangkan untuk PMA nilainya sangat fantastik, yaitu mencapai 4.399.299,00 (dalam ribu US $). Dengan total proyek mencapai 294 proyek. Sebaliknya terlihat bahwa pada tahun 1997-1999 (saat terjadinya krisis ekonomi dan setelahnya) terjadi penurunan yang signifikan dari proyek 157 proyek PMDN menjadi 99 dan 49 proyek yang di tanam investor dalam negeri tersebut. Nilai PMDN juga mengalami penurunan dari yang bernilai 8.457.484,00 (dalam juta rupiah) ,di tahun 1997 menjadi semakin menurun ditahun 1998-1999 dengan nilai 3.991.251,00 menjadi 2.129.547,00 (dalam juta rupiah). Sedangkan untuk PMA juga mengalami penurunan meskipun terlihat kenaikan pada jumlah proyek dari tahun 1997 yang hanya 246 proyek menjadi 329.434,00 proyek yang ditanam investor luar negeri di tahun 1998- 1999, terjadi penurunan pada nilai PMA dari 847.169 (dalam ribu US$) ditahun 1997 menjadi 703.916 dan 777.547 (dalam ribu US$) ditahun 1998-1999.
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi. Namun di sisi lain, akibat buruk dari pertambahan penduduk
(31)
kepada pertumbuhan ekonomi dihadapi oleh masyarakat yang tingkat pertumbuhan ekonominya masih rendah. Hal ini berarti bahwa kelebihan jumlah penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang tersedia dimana penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi. Gambaran mengenai jumlah angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1.5
Tabel 1.5
Perkembangan Angkatan Kerja Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987- 2007
No Tahun Bekerja Angkatan Kerja
1 1987 1.551.663,00 1.697.213,00
2 1988 1.732.077,00 1.910.967,00
3 1989 1.866.665,00 2.072.319,00
4 1990 2.113.619,00 2.344.289,00
5 1991 2.435.977,00 2.796.427,00
6 1992 2.745.045,00 3.033.595,00
7 1993 3.151.665,00 3.462.115,00
8 1994 3.366.619,00 3.717.259,00
9 1995 3.452.299,00 3.832.822,00
10 1996 3.545.230,00 3.950.580,00
11 1997 2.609.457,00 3.052.809,00
12 1998 2.933.845,00 3.454.515,00
13 1999 3.780.278,00 4.448.623,00
14 2000 3.920.235,00 4.390.884,00
15 2001 3.815.000,00 4.421.326,00
16 2002 3.207.522,00 3.775.187,00
17 2003 3.379.252,00 3.968.957,00
18 2004 3.847.359,00 4.450.100,00
19 2005 3.265.331,00 3.881.248,00
20 2006 3.931.799,00 4.521.821,00
21 2007 4.243.000,00 4.795.380,00
Sumber : DKI Jakarta dalam angka, BPS,Berbagai Tahun Terbitan, diolah.
Pembangunan daerah diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan baru yang sesuai dengan kemampuan daerah untuk menyerap tenaga kerja lokal untuk
(32)
kepentingan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari Tabel 1.5 terlihat bahwa jumlah angkatan kerja yang bekerja mengalami peningkatan yang cukup signifikan di setiap tahunnya. Pada tahun sebelum terjadinya krisis ekonomi (1987-1996), persentase pertumbuhan jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan jumlah angkatan yang bekerja berarti pada tahun sebelum krisis ekonomi penyerepan angkatan kerja di DKI Jakarta terjadi kenaikan yang cukup signifikan dan ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran yang ada sedikit dan juga lapangan perkerjaan yang ada dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
Namun dengan dampak terjadinya krisis ekonomi di tahun 1997 penurunan terlihat dari jumlah angkatan yang bekerja sebesar 3.545.230,00 menurun menjadi 2.609.457,00. Hal ini terjadi karena krisis menciptakan mutidimensial mengakibatkan daya beli masyarakat relatif tetap bahkan cenderung turun. Keadaan ini ditunjukkan dengan dengan menurunnya permintaan atas barang dan jasa yang diproduksi, sehingga perusahaan cenderung mempertahankan kapasitas produksinya atau bahkan menurunkannya. Untuk menjaga tingkat keuntungan yang diperoleh maka perusahaan melakukan rasionalisasi jumlah tenaga kerjanya sehingga penyerapan akan tenaga kerja tidak terserap sehingga terjadi penurunan yang signifikan.
Penggalian pendapatan daerah, peningkatan peran serta swasta dan peningkatan partisipasi angkatan kerja lokal sebagai modal pembangunan daerah diharapkan menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan daerah. Pemerintah daerah harus melaksanakan pendekatan perencanaan pembangunan daerah dari
(33)
bawah ke atas (bottom up) agar pembangunan yang dilaksanakan daerah merupakan keinginan bersama dan sesuai dengan potensi yang ada agar kesinambungan pembangunan dapat tercapai. Terlihat bahwa tingkat investasi baik PMA dan PMDN, angkatan kerja yang berkerja,pendapatan asli daerah dan krisis ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta. Apabila nilai dari masing-masing variabel meningkat maka peningkatan juga terjadi pada pertumbuhan ekonomi dalam hal ini adalah PDRB. Apabila terjadi penurunan dari variabel tersebut penurunan juga terjadi terhadap PDRB, dari fenomena tersebut di atas maka perlu adanya suatu penelitian yang diharapkan dapat memberikan rekomendasi demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta. Hal ini yang melatarbelakangi penelitian dengan judul “Pengaruh Angkatan Kerja yang Berkerja, Investasi PMA, Investasi PMDN dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional. Studi Kasus : Provinsi DKI Jakarta Tahun 1987-2007 ( Sebelum Krisis dan Sesudah Krisis Ekonomi ).
B. Perumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah. Apabila pertumbuhan ekonomi suatu daerah meningkat diharapkan pertumbuhan tersebut dapat dinikmati merata oleh seluruh masyarakat. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 untuk periode pengamatan tahun 1987 -2007 ternyata menunjukkan tingkat fluktuatif (lihat Tabel 1.1). Variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah antara lain akumulasi modal dalam
(34)
hal ini besar kecil PMA maupun PMDN dalam menanamkan modal, angkatan kerja yang berkerja yang dapat diserap dalam pasar kerja serta penerimaan daerah dari Pendapatan Asli Daerah. Peranan pemerintah daerah dalam pertumbuhan ekonomi dimaksudkan agar dapat mempengaruhi jalannya perekonomian, dengan demikian dapat diusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaan yang tidak diinginkan.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh angkatan kerja yang bekerja terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta?
2. Bagaimana pengaruh investasi Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di DKI Provinsi Jakarta? 3. Bagaimana pengaruh investasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di DKI Provinsi Jakarta?
4. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta?
5. Bagaimana pengaruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis besarnya pengaruh angkatan kerja yang bekerja terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta.
(35)
2. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta.
3. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta.
4. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta.
5. Untuk menganalisis besarnya pengaruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi DKI Jakarta.
Adapun manfaat penelitian ini di harapkan mampu memberikan kontribusi kepada :
1. Bagi Pengambil kebijakan, penelitian ini diharapan dapat memberikan gambaran atau informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi regional, sehingga dapat memahami lebih jauh untuk pengambilan kebijakan selanjutnya guna menyelesaikan permasalahan ini.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan di bidang ilmu ekonomi khususnya ilmu ekonomi regional.
(36)
3. Peneliti di bidang ilmu ekonomi yang akan melakukan penelitian pada tema yang sama, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan.
(37)
21 BAB II
TINJAUN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Pembagunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 1994:10). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian. Dari periode ke periode lainya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga makin berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk seiring dengan meningkatya pendidikan dan keterampilan mereka.
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya (Suryana, 2000: 5). Menurut Zaris, (1987:82) pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto perkapita (PDRB per kapita). Samuelson (1995: 436) mendefinisikan bahwa pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya perluasan atau peningkatan dari Gross Domestic
(38)
22 Productpotensial atau outputdari suatu negara. Ada 4 faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi :
1. Sumber Daya Manusia
Kualitas input tenaga kerja atau sumber daya manusia merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Hampir semua faktor produksi yang lainya, yakni barang modal, bahan mentah, serta teknologi bisa dibeli atau dipinjamkan dari negara lain. Tetapi penerapan teknik-teknik produktivitas tinggi atas kondisi-kondisi lokal hampir selalu menuntut tersedianya manajemen, keterampilan produksi, keahlianyang hanya bisa diperoleh melalui angkatan kerja terampil yang terdidik.
2. Sumber Daya Alam
Faktor produksi kedua adalah tanah. Tanah yang dapat ditanami merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam yang penting antara lain minyak-minyak dan gas, hutan, air, dan bahan-bahan mineral lainya.
3. Pembentukan Modal
Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Pembentukan modal dan investasi ini sebenarnya sangat dibutuhkan untuk kemajuan cepat dibidang ekonomi.
4. Perubahan Teknologi dan Inovasi.
Salah satu tugas kunci pembangunan ekonomi adalah memacu semangat kewiraswastaan. Perokonomian akan sulit untuk maju apabila tidak memiliki para
(39)
23 wiraswastawan yang bersedia menanggung resiko usaha dengan mendirikan berbagai pabrik atau fasilitas produksi, menerapkan teknologi baru, mengadapi berbagai hambatan usaha, hingga mengimpor berbagai cara dan teknik usaha yang lebih maju (Samuelson,1995:436-439).
Menurut Sukirno, (1994:415) bahwa istilah pertumbuhan ekonomi menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan dari suatu perekonomian, sedangkan dalam analisis makro ekonomi tingkat pertumbuhan berbagai hambatan usaha, hingga mengimpor berbagai teknik usaha yang lebih maju. ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara. Menurut Boediono, (1992:9) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi 3 aspek yaitu :
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu.
2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting yaitu output total dan jumlah penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. 3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang.
Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama (5 tahun) mengalami kenaikan output.
Para ahli ekonomi menyatakan bahwa istilah pertumbuhan ekonomi berbeda dengan istilah pembangunan ekonomi. Menurut Suryana, (2000:3) menerangkan bahwa pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang
(40)
24 menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari definisi ini mengandung tiga unsur yaitu :
1. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang terus-menerus yang didalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi baru.
2. Usaha meningkatkan pendapatan perkapita
3. Kenaikan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang. Sumitro Djojohadikusuma (Sanusi,2004:8) pembangunan ekonomi mengandung arti yang lebih luar serta mencakup perubahan pada susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi tersebut jelas bahwa pembangunan ekonomi mempuyai pengertian :
1. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara terus-menerus. 2. Usaha untuk menaikan pendapatan perkapita.
3. Kenaikan pendapatan perkapita harus teru berlangsung dalam jangka panjang.
4. Perbaikan sistem kelembagaan disegala bidang (misalanya ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya). Sistem ini bisa ditinjau dari dua aspek yaitu: aspek perbaikan di bidang organisasi (institusi) dan perbaikan dibidang regulasi (baik legal formal maupun informal) (Arsyad, 1999:11-12).
(41)
25 B. Toeri-Teori pertumbuhan Ekonomi
1. Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Menurut ekonom klasik, Adam Smith, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni pertumbuhan outpu total dan pertumbuhan penduduk (Arsyad,1999:51-52). Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga :
a. Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat dimana jumlah sumber daya alam yang tersedia mempunyai batas maksimum bagi pertumbuhan suatu perekonomian.
b. Sumber daya insani (jumlah penduduk) merupakan peran pasif dalam proses pertumbuhan output, maksudnya jumlah penduduk akan menyesuaikan dengan kebutuhan akan tenaga kerja.
c. Stok modal merupakan unsur produksi yang sangat menentukan tingkat pertumbuhan output.
Laju pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas sektor-sektor dalam menggunkan faktor-faktor produksinya. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui berbagai sarana pendidikan, pelatihan dan manajemen yang lebih baik.
Menurut teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, pertumbuhan ekonomi bergantung pada faktor-faktor produksi (Sukirno, 1994:150).
(42)
26 Persamaannya adalah :
Y = f (K,L,T)
Y = tingkat pertumbuhan ekonomi K = tingakat pertumbuhan barang modal L = tingakt pertambahan tenaga kerja T = tingkat pertambahan teknologi 2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik
Dalam model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow Neo Classical Growth Model) maka fungsi produksi agregat standar adalah sama seperti yang digunakan dalam persamaan sektor modern Lewis yakni :
Y = Aeµt. K. L1-...(1) Y = Produk Domestik Bruto
K = stok modal fisik dan modal manusia L = tenaga kerja non terampil
A = konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar eµt = melambangkan tingkat kemajuan teknologi
= melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni persentase kenaikan PDB yang bersumber dar 1% penambahan modal fisik dan modal manusia.
Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas
(43)
27 dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investas) dan penyempurnaan teknologi (Todaro, 2004:112)
Harrod Domar menganalisis tentang syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang dengan mantap (steady growth). Menurut Harrod Domar investasi memberikan peranan kunci dalam prosers pertumbuhan yang disebabkan karena :
1. Investasi dapat menciptakan pendapatan yang merupakan dampak dari penawaran.
2. Investasi dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stock modal yang merupakan dampak dari penawaran. 3. Teori Pertumbuhan Baru
Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan yang bersifat endogen, Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem ekonomi. Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar sistem. Kemajuan teknologi merupakan hal yang endogen, pertumbuhan merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku ekonomi untuk berinvestasi dalam pengetahuan. Peran modal lebih besar dari sekedar bagian dari pendapatan apabila modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal manusia.
Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi. Definisi modal atau kapital diperluas dengan memasukkan model ilmu pengetahuan dan modal sumber daya manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu
(44)
28 yang berasal dari luar model atau eksogen tapi teknologi merupakan bagian dari proses pertumbuhan ekonomi.
Dalam teori pertumbuhan endogen, peran investasi dalam modal fisik dan modal manusia turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Tabungan dan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan ( Mankiw, 2000:165).
C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan penjumlahan dari semua barang dan jasa akhir atau semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun). Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan. Ketiga cara tersebut adalah :
1. Cara Pengeluaran
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah pengeluaran ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut. Menurut cara ini pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran rumah tangga konsumsi, rumah tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta pendapatan ekspor dikurangi dengan pengeluaran untuk barang-barang impor.
2. Cara Produksi atau cara produk netto
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan usaha) dalam perekonomian. Dalam menghitung pendapatan nasional dengan cara
(45)
29 produksi yang dijumlahkan hanyalah produksi tambahan atau value added yang diciptakan.
3. Cara pendapatan
Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. (Sukirno, 1994:32)
Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah :
1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian. Dari perhitungan PDRB dapat diketahui apaka suatu daerah termasuk daerah industri, pertanian atau jasa dan berapakah besar sumbangan masing-masing sektornya.
2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. Oleh karena nilai PDRB dicatat tiap tahun, maka akan didapat catatan angka dari tahun ke tahun. Dengan demikian diharapakan dapat diperoleh keterangan kenaikan atau penurunan apakah ada perubahan atau pengurangan kemakmuran material atau tidak.
D. Investasi PMA dan PMDN
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 1994: 107). Investasi tidak hanya untuk memaksimalkan output, tetapi untuk
(46)
30 menentukan distribusi tenaga kerja dan distribusi pendapatan, pertumbuhan dan kualitas penduduk serta teknologi.
Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri, yang kemudian dilengkapi dan disempurnakan dengan Undang-undang No. 11 tahun 1970 tentang penanaman modal asing dan Undang-undang No. 12 tahun 1970 tentang penanaman modal dalam negeri. Berdasarkan dari sumber kepemilikan modal, maka investasi swasta dapat di bagi menjadi penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Penanaman modal asing adalah penanaman modal asing yang dilakukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dan menanggung segala resiko penanaman modal tersebut secara langsung. (Pasal 1). Sedangkan modal asing itu sendiri adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak berasal dari kekayaan devisa Indonesia. Termasuk alat-alat perusahaan dan penemuan baru milik orang asing yang diimpor. (Pasal 2)
Penanaman Modal Dalam Negeri adalah Penggunaaan modal dalam negeri baik secara langsung atau tidak, untuk menjalankan usaha. (Pasal 2). Modal dalam negeri adalah Modal yang berasal dari kekayaan masyarakat Indonesia baik yang dimiliki oleh negara, swasta nasional, atau swasta asing. Pihak swasta yang dimaksud dapat berupa perorangan atau badan hukum. (Pasal 1). Investasi atau pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan mengganti dan untuk menambah barang-barang modal
(47)
31 dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan.
Investasi atau pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi dibedakan menjadi investasi perusahaan swasta, perubahan inventaris perusahaan dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah. Investasi perusahaan merupakan komponen yang terbesar dari investasi dalam suatu negara. Pengeluaran investasi tersebut terutama meliputi mendirikan bangunan industri, membeli mesin-mesin dan peralatan produksi lain dan pengeluaran untuk menyediakan bahan mentah. Investasi yang dilakukan di masa kini sangat erat hubungannya dengan prospek memperoleh keuntungan di masa depan.
Harorld dan Dommar memberikan peranan kunci kepada investasi terhadap peranannya dalam proses pertumbuhan ekonomi khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, investasi memiliki peran ganda dimana dapat menciptakan pendapatan, dan kedua, investasi memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal (Jhingan, 1999:291)
E. Angkatan Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk pada usia kerja yaitu antara 15-64 tahun. Penduduk dalam usia kerja ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. (Suparmoko, 2002: 114). Secara ringkas, tenaga kerja terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang terlibat atau masih berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yang menghasilkan barang dan jasa.
(48)
32 Menurut Suparmoko (2002:114) angkatan kerja adalah penduduk yang belum bekerja namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan (Simanjuntak, 1985:3).
Sedangkan yang dimaksud dengan bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih sekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan (Simanjuntak, 1985:3). Jika yang digunakan sebagai satuan hitung tenaga kerja adalah orang, maka disini dianggap bahwa semua orang mempunyai kemampuan dan produktifitas kerja yang sama dan lama waktu kerja yang dianggap sama. Penggunaan tenaga kerja hanya bisa diwujudkan kalau tersedia dua unsur pokok, yang pertama adalah adanya kesempatan kerja yang cukup banyak, yang produktif dan memberikan imbalan yang baik. Dan yang kedua, adalah tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan semangat kerja yang cukup tinggi.
Kesempatan kerja dapat tercipta jika terjadi permintaan akan tenaga kerja di pasar kerja. Besarnya tenaga kerja dalam jangka pendek tergantung dari besarnya efektifitas permintaan untuk tenaga kerja yang dipengaruhi oleh kemampuan-kemampuan substitusi antara tenaga kerja dan faktor produksi yang lain, elastisitas permintaan akan hasil produksi, dan elastisitas penyediaan faktor-faktor pelengkap lainnya. Dalam statistik ketenagakerjaan di Indonesia kesempatan kerja merupakan terjemahan bagi employment yang berarti sebagai jumlah orang yang bekerja tanpa memperhitungkan berapa banyak pekerjaan yang dimiliki tiap orang, pendapatan dan jam kerja mereka.
(49)
33 F. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah untuk mngumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang sah (BPS, 2003:112). Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Sutrino (1984:200) pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usah-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Menurut pasal 6 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pendapatan asli daerah berasal dari :
1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
4. Penerimaan dari dinas dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pasal 6 Undang-Undang tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
(50)
34 1. Pajak Daerah
Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada pokoknya pajak memilki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi regulator) (Suparmoko, 2002: 135). Mardiasmo (1997:51) mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiyaan rumah tangga daerah tersebut.
Menurut Undang-Undang NO. 34 tahun 2000 pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perunadang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adala pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa yang secara langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 1997:277). Dari batasan atau definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah:
1. Iuran masyarakat kepada negara 2. berdasarkan Undang-Undang 3. Tanpa balas jasa secara langsung
(51)
35 Berdasarkan kewenangan memungut pajak digolongkan menjadi dua yaitu pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama dengan pajak negara, perbedaannya terletak pada :
a. Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak).
b. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah atau pajak negara yang pengelolaan dan penggunaanya diserahkan kepada daerah (Sutrisno, 1984:203).
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang pemerintah yang langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984:202). Peraturan pemerintah No.16 tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal 1, menyebutkan bahwa retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Menurut undang-undang No. 34 tahun 2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas atau pemberian ijin tertentu yang
(52)
36 khusus disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus, karena ciri-ciri atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi (Sutrisno, 1984:139). Syarat-syarat tertentu antara lain, berdasarkan undang-undang atau peraturan sederajat, harus disetor ke kas negara atau daerah dan tidak dapat dipaksakan. Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah karena seseorang dan badan hukum menggunakan barang dan jasa pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari definisi diatas bahwa ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah adalah :
a. retribusi dipungut oleh daerah
b. dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk
c. retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan barang atau jasa yang disediakan oleh daerah.
3. Bagian Laba Perusahaan Derah
Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbanganya yaitu fungsi ekonomi. Pemerintah daerah mendirikan perusahaan daerah atas dasar berbagai pertimbangan yaitu, menjalankan ideologi yang
(53)
37 dianutnya bahwa sarana produksi milik masyarakat, untuk melindungi konsumen dalam hal ada monopoli alami, seperti angkutan umum atau telepon, dalam rangka mengambil alih perusahaan asing, untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah, dianggap cara yang efisien untuk menyediakan layanan masyarakat serta untuk menghasilkan penerimaan daerah.
Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu, laba dari perusahaan daerah. Karena terbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah :
1. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya perekonomian daerah.
2. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat diserahkan ke kas daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah. Sifat utama perusahaan daerah berorientasi pada keuntungan, dapat memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum atau dengan kata lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Artinya pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah dapat berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi
(54)
38 ekonomi sebagai badan hukum yang bertujuan mendapatkan laba. Sedangkan lapangan hasil perusahaan daerah adalah sebagian dari perusahaan daerah yang bergerak di bidang produksi jasa dan perdagangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4. Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan
Penerimaan dinas-dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha dinas-dinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan pajak, retribusi ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari penerimaan dinas-dinas daerah (kecuali dinas-dinas pendapatan daerah) pada umumnya adalah bukan mencari pendapatan daerah, tetapi melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah yang bersifat pembinaan atau bimbingan kepada masyarakat. Penerimaan lain-lain, di lain pihak adalah penerimaan pemerintah daerah di luar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah (Hirawan, 1987: 204).
Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa.
Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut
(55)
39 untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu. Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di lain pihak lebih mengarah kepada publik service dan bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil keuntungan, melainkan hanya sekedar untuk menutup resiko biaya administrasi yang dikeluarkan.
G.Dummy Krisis Ekonomi
Variabel dummy adalah variabel bebas berukuran kategori atau dikotomi. (Imam Ghozali, 2001:49). Setiap variabel dummy menyatakan satu kategori variabel bebas non-metrik, cara pemberian kode dummy umumnya menggunakan kategori yang dinyatakan dengan angka 1 atau 0. Kelompok yang diberi nilai dummy 0 (nol) disebut excluded group, sedangkan kelompok yang diberi nilai dummy 1 (satu) disebut included group. Jadi dalam hal ini dummy 0 adalah sebelum krisis dan dummy 1 adalah sesudah krisis.
H. Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai “pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan” . Menurut Boediono (1992:55) investasi adalah pengeluaran oleh sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan
(56)
40 pabrik. Investasi adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa mendatang Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro (1981:140-141) adalah:
1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia;
2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja dan keahliannya;
3. Kemajuan teknologi.
Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memengalihkan sumber-sumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya untuk investasi dalam bentuk ”capital formation” untuk mencapai tingkat produksi yang lebih besar. Investasi di bidang pengembangan sumberdaya manusia akan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia,sehingga menjadi tenaga ahli yang terampil yang dapat memperlancar kegiatan produktif.
Menurut Sukirno (2000:121) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni : a. investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja. b. pertambahan barang modal sebagai akibat
(57)
41 investasi akan menambah kapasitas produksi. c. investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi.
Suryana (2000: 135) menyatakan bahwa kekurangan modal dalam negara berkembang dapat dilihat dari beberapa sudut:
1. Kecilnya jumlah mutlak kapita material; 2. Terbatasnya kapasitas dan keahlian penduduk; 3. Rendahnya investasi netto.
Akibat keterbatasan tersebut, negara-negara berkembang mempunyai sumber alam yang belum dikembangkan dan sumber daya manusia yang masih potensial. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas maka perlu memperbesar produk (output) dan pendapatan dikemudian hari. Untuk membangun itu seyogyanya mempercepat investasi baru dalam barang-barang modal fisik dan pengembangan sumberdaya manusia melalui investasi di bidang pendidikan dan pelatihan. Hal ini sejalan dengan teori perangkap kemiskinan (vicious circle) yang berpendapat bahwa: a. ketidakmampuan untuk mengarahkan tabungan yang cukup. b. kurangnya perangsang untuk melakukan penanaman modal. c. taraf pendidikan, pengetahuan dan kemahiran yang relatif rendah merupakan tiga faktor utama yang menghambat terciptanya pembentukan modal di negara berkembang.
Teori Harrod-Domar mengemukakan bahwa model pertumbuhan ekonomi yang merupakan pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan pada peranan tabungan dan industri sangat menentukan dalam pertumbuhan
(58)
42 ekonomi daerah (Arsyad, 1997:59). Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa:
1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) danbarang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh. 2. Dalam perekonomian dua sektor (Rumah Tangga dan Perusahaan)
berartisektor pemerintah dan perdagangan tidak ada.
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnyapendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol).
4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save =MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antar modal dan output (Capital OutputRatio= COR) dan rasio penambahan modal-output (Incremental Capital Output Ratio).
Teori ini memiliki kelemahan yakni kecendrungan menabung dan ratio pertambahan modal-output dalam kenyataannya selalu berubah dalam jangka panjang. Demikian pula proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak konstan, harga selalu berubah dan suku bunga dapat berubah akan mempengaruhi investasi. Dalam model pertumbuhan endogen dikatakan bahwa hasil investasi akan semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar. Dengan diasumsikan bahwa investasi swasta dan publik di bidang sumberdaya atau modal manusia dapat menciptakan ekonomi eksternal (eksternalitas positif) dan memacu produktivitas yang mampu mengimbangi kecenderungan ilmiah penurunan skala hasil. Meskipun teknologi tetap diakui memainkan peranan yang sangat penting,
(59)
43 namun model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa teknologi tersebut tidak perlu ditonjolkan untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Implikasi yang menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi keuntungan dari investasi komplementer (complementary investment) dalam modal atau sumberdaya manusia, sarana prasarana infrastruktur atau kegiatan penelitian. Mengingat investasi komplementer akan menghasilkan manfaat personal maupun sosial, maka pemerintah berpeluang untuk memperbaiki efisiensi alokasi sumber daya domestik dengan cara menyediakan berbagai macam barang publik (sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta dalam industri padat teknologi dimana sumberdaya manusia diakumulasikannya. Dengan demikian model ini menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan investasi baik langsung maupun tidak langsung.
I. Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro (2000:142) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan Angkatan Kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yangmemacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berartiakan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari pembangunan ekonominya.
(60)
44 Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti segi manajerial dan administrasi.
Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada umumnya pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen. Menurut Lewis, angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan demikian penawaran tenaga kerja mengandung elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja.
Menurut Nicholson W. (1991:120) bahwa suatu fungsi produksi suatu barang atau jasa tertentu (q) adalah q = f (K, L) dimana K merupakan modal dan L adalah tenaga kerja yang memperlihatkan jumlah maksimal suatu barang atau jasa yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara K dan L maka apabila salah satu masukan ditambah satu unit tambahan dan masukan lainnya dianggap tetap akan menyebabkan tambahan keluaran yang dapat diproduksi. Tambahan keluaran yang diproduksi inilah yang disebut dengan produk fisik marjinal (Marginal Physcal Product).
(61)
45 Selanjutnya dikatakan bahwa apabila jumlah tenaga kerja ditambah terus menerus sedang faktor produksi lain dipertahankan konstan, maka pada awalnya akan menunjukkan peningkatan produktivitas namun pada suatu tingkat tertentu akan memperlihatkan penurunan produktivitasnya serta setelah mencapai tingkat keluaran maksimal setiap penambahan tenaga kerja akan mengurangi pengeluaran. Payaman J. Simanjuntak (1985 :123) menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
Menurut BPS (2003:135) penduduk berumur 10 tahun ke atas terbagi sebagai angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan Kerja dikatakan bekerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontinu selama seminggu yang lalu. Sedangkan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur. Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia maka akan menyebabkan semakin meningkatkan total produksi di suatu daerah.
J. PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Apabila kita membicarakan tentang pertumbuhan dan pembangunan darah maka akan erat kaitannya dengan apa yang disebut Pendapatan daerah. Dan Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan elemen yang cukup penting peranannya baik untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan
(62)
46 maupun pemberian pelayanan kepada publik. Apabila dikaitkan dengan pembiayaan, maka pendapatan daerah masih merupakan alternatif pilihan utama dalam mendukung program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan, yaitu untuk pembangunan daerah.
Untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah tersebut tentu diperlukan dana tidak sedikit. Suatu daerah yang tidak memiliki dana yang cukup atau memadai tentu memerlukan tambahan dari pihak lain, agar program pembangunan yang telah direncanakan tersebut dapat terlaksana. Pihak lain yang dimaksud tersebut adalah lembaga perbankan, pemerintah pusat, atau pihak asing yang peduli dengan program pembangunan suatu daerah, dan tentu saja masyarakat di suatu daerah itu sendiri.
Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.
Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah
(63)
47 Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jadi disini peranan pajak adalah untuk mengoptimalkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan nantinya akan digunakan untuk pembangunan Daerah.
K. Penelitian Terdahulu
Studi mengenai pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya telah banyak dilakukan oleh banyak peneliti. Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara umumnya perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan (growth). Hal ini bisa dimengerti mengingat penghalang utama bagi pembangunan negara sedang berkembang adalah terjadinya kekurangan modal Dengan menggunakan angka-angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai bahan penelitian, analisis pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan. Secara ringkas dalam Tabel 2.1 disajikan ringkasan penelitian-penelitian sejenis yang menjadi referensi dalam penelitian ini.
(64)
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
45 Variable
No Peneliti Judul penelitian
Terikat Bebas Alat Analisis Hasil Penelitian 1. Marganda Simamora dan Sirojozilam (2008: 94-101). Determinasi
Pertumbuhan Ekonomi Regional Sumatera Utara.
Pertumbuhan
Ekonomi Regional (PDRB) Periode Tahun 1994-2006.
Nilai Tambah Industri Daerah. Pengeluaran Pemerintah Daerah. Kepadatan Penduduk Daerah. GLS (Data Panel)
– Variable yang
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi: nilai tambah industri, pengeluaran pemerintah.
– Sedangkan
kepadatan
penduduk daerah memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regioanal. 2. Yoenanto Sinung
Noegroho dan Lana
Soelistianingsih (2007: 1-30).
Analisis Disparitas Pendapatan Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Tengah dan
Faktor-Faktor yang
Pertumbuhan Ekonomi.
Disparitas pendapatan.
Inflasi regional.
Imigrasi keluar.
Konsumsi.
GLS.
Indeks Theil.
– Variabel yang
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional :
(1)
(PAD)=ƒ(AK,PMA,PMDN,DT)
Dependent Variable: PAD Method: Least Squares Date: 02/14/11 Time: 21:30 Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
AK 1.152774 0.420434 2.741864 0.0145
PMA 0.586349 0.147806 3.967006 0.0011
PMDN -0.258379 0.107794 -2.396968 0.0291
DT 808136.8 638268.7 1.266139 0.2236
C -2090016. 1005770. -2.078026 0.0542
R-squared 0.827132 Mean dependent var 2486570.
Adjusted R-squared 0.783915 S.D. dependent var 2143384. S.E. of regression 996350.1 Akaike info criterion 30.66584 Sum squared resid 1.59E+13 Schwarz criterion 30.91454
Log likelihood -316.9913 F-statistic 19.13909
(2)
Dependent Variable: DT Method: Least Squares Date: 02/14/11 Time: 21:31 Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable
Coefficien
t Std. Error t-Statistic Prob.
AK 1.86E-07 1.85E-07 1.008436 0.3283
PMA 3.11E-08 7.73E-08 0.402068 0.6930
PMDN -2.94E-08 4.63E-08 -0.634199 0.5349
PAD 1.13E-07 8.90E-08 1.266139 0.2236
C -0.296920 0.416676 -0.712592 0.4864
R-squared 0.577162 Mean dependent var 0.523810
Adjusted R-squared 0.471452 S.D. dependent var 0.511766 S.E. of regression 0.372061 Akaike info criterion 1.064737 Sum squared resid 2.214866 Schwarz criterion 1.313433
Log likelihood -6.179740 F-statistic 5.459885
Durbin-Watson stat 0.622496 Prob(F-statistic) 0.005740
Koefisien Korelasi antar Variabel Independen
AK PMA PMDN PAD DT
AK 1 0.555507243
785 0.493501502 131 0.707677367 574 0.615259049 106 PMA 0.555507243 785 1 0.512565026 334 0.768856435 757 0.572778452 439 PMDN 0.493501502 131 0.512565026 334 1 0.212964507 189 0.152382234 29 PAD 0.707677367 574 0.768856435 757 0.212964507 189 1 0.741742078 895 DT 0.615259049 106 0.572778452 439 0.152382234 29 0.741742078 895 1 Sumber : Olah data Eviews 4.0.
(3)
3.2 Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.399951 Probability 0.678325
Obs*R-squared 1.217251 Probability 0.544098
Test Equation:
Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:43
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
AK 2.722265 8.780424 0.310038 0.7614
PMDN 0.277810 1.931407 0.143838 0.8878
PMA -0.468713 3.546715 -0.132154 0.8969
PAD -0.258420 4.230875 -0.061079 0.9522
DT -1269115. 8937731. -0.141995 0.8893
C -6998491. 19643710 -0.356271 0.7274
RESID(-1) 0.028395 0.365210 0.077749 0.9392
RESID(-2) -0.299889 0.340819 -0.879908 0.3949
R-squared 0.057964 Mean dependent var 6.47E-08
Adjusted R-squared -0.449286 S.D. dependent var 10871699 S.E. of regression 13088034 Akaike info criterion 35.89463 Sum squared resid 2.23E+15 Schwarz criterion 36.29254
Log likelihood -368.8936 F-statistic 0.114272
Durbin-Watson stat 1.965999 Prob(F-statistic) 0.996052 Sumber : Olah data Eviews 4.0.
(4)
3.3 Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 1.194214 Probability 0.384224
Obs*R-squared 10.37830 Probability 0.320737
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares
Date: 01/21/11 Time: 15:44 Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 6.93E+14 6.64E+14 1.044638 0.3186
AK -8.18E+08 5.73E+08 -1.427030 0.1813
AK^2 140.9318 92.79431 1.518755 0.1570
PMDN 1.86E+08 1.06E+08 1.746189 0.1086
PMDN^2 -18.18281 9.049361 -2.009292 0.0697
PMA 73944176 1.19E+08 0.620791 0.5474
PMA^2 -7.255761 16.06908 -0.451536 0.6604
PAD 2.13E+08 1.92E+08 1.108769 0.2912
PAD^2 -37.78801 25.18763 -1.500261 0.1617
DT -1.19E+14 1.61E+14 -0.739875 0.4749
R-squared 0.494205 Mean dependent var 1.13E+14
Adjusted R-squared 0.080372 S.D. dependent var 1.67E+14 S.E. of regression 1.60E+14 Akaike info criterion 68.56075 Sum squared resid 2.83E+29 Schwarz criterion 69.05814
Log likelihood -709.8879 F-statistic 1.194214
Durbin-Watson stat 2.885760 Prob(F-statistic) 0.384224 Sumber : Olah data Eviews 4.0.
(5)
3.4 Uji Normalitas
0 1 2 3 4 5 6
-2 .0 E + 0 7 0 .0 0 0 0 0 2 .0 E + 0 7
S e rie s : R e s id u a ls S a m p le 1 9 8 7 2 0 0 7 O b s e rva tio n s 2 1
M e a n 6 .4 7 E -0 8 M e d ia n 5 5 7 8 2 8 .3 M a xim u m 2 3 4 0 1 9 8 4 M in im u m -2 3 2 4 8 5 8 4 S td . D e v. 1 0 8 7 1 6 9 9 S k e w n e s s -0 .0 3 1 1 2 0 K u rto s is 3 .1 0 2 2 3 7 J a rq u e -B e ra 0 .0 1 2 5 3 5 P ro b a b ility 0 .9 9 3 7 5 2
(6)
3.5 Uji Linearitas
Ramsey RESET Test:F-statistic 0.886269 Probability 0.362452
Log likelihood ratio 1.289020 Probability 0.256229
Test Equation:
Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 01/21/11 Time: 15:52 Sample: 1987 2007
Included observations: 21
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
AK 32.79866 10.89276 3.011053 0.0093
PMDN 5.384076 2.183825 2.465434 0.0272
PMA 14.51111 5.800353 2.501764 0.0254
PAD 13.74123 6.767630 2.030435 0.0618
DT 29360465 10982807 2.673312 0.0182
C 57950458 16267259 3.562398 0.0031
FITTED^2 -1.08E-09 1.15E-09 -0.941418 0.3625
R-squared 0.974555 Mean dependent var 2.17E+08
Adjusted R-squared 0.963650 S.D. dependent var 66094785
S.E. of regression 12601420 Akaike info criterion 35.79772
Sum squared resid 2.22E+15 Schwarz criterion 36.14589
Log likelihood -368.8760 F-statistic 89.36769
Durbin-Watson stat 1.836922 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Olah data Eviews 4.0
.
3.6 Uji Chow
Chow Breakpoint Test: 1997
F-statistic 4.199265 Probability 0.022177