Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2

b. Gejala lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritas vulvae pada wanita.

2.2.4 Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2

Diagnosis diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan hasil identifikasi adanya hiperglikemia kronik. World Health Organization WHO dan American Diabetes Association ADA telah menetapkan bahwa diabetes diindikasikan bila nilai glukosa plasma puasa fasting plasma glucose, FPG lebih atau sama dengan 7 mmolL. Hal ini berawal dari hasil studi epidemiologi tahun 1990-an yang menunjukkan bahwa risiko komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati meningkat secara drastis dengan nilai ambang FPG 7 mmolL. Satu bukti bahwa diagnostik diabetes ditegakkan dari nilai HbAIC 6,5 48 mmolmol dapat dilihat dari retinopati moderat, yang dalam penelitian terkini angkanya jarang berada dibawah nilai ambang tersebut Bilous dan Richard, 2014. Menurut American Diabetes Association 2015 terdapat beberapa cara untuk mendiagnosis diabetes, yaitu: a. HbA1C ≥6,5 b. Kadar glukosa puasa plasma acak sewaktu- waktu ≥200 mgdL pada individu yang memiliki gejala khas diabetes c. Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mgdL d. Kadar glukosa plasma ≥200 mgdL 2 jam setelah glukosa diberikan sebanyak 75 g per oral oral glucosa tolerance test, OGTT. Universitas Sumatera Utara Glukosa darah diikat pada molekul hemoglobin Hb. Ini disebut HbA1c, yang merupakan singkatan dari Glycolated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin dan sering juga disebut Glycohemoglobin atau A1c. Manfaat HbA1c selama ini lebih banyak dikenal untuk menilai kualitas pengendalian glikemik jangka panjang dan menilai efektivitas terapi, namun beberapa studi terbaru mendukung pemanfaatan HbA1c yang lebih luas, bukan hanya untuk pemantauan, tetapi juga bermanfaat dalam diagnosis ataupun skrining diabetes melitus tipe 2. Hemoglobin A1c telah digunakan secara luas sebagai indikator kontrol glikemik, karena mencerminkan konsentrasi glukosa darah 1-2 bulan sebelum pemeriksaan dan tidak dipengaruhi oleh diet sebelum pengambilan sampel darah Paputungan dan Harsinen, 2014 Pada beberapa keadaan, HbA1c tidak dapat mencerminkan kontrol glukosa darah. Hal ini penting diketahui karena dapat menyebabkan under atau over treatment. Yang dapat meningkatkan kadar HbA1c dari nilai sebenarnya adalah: anemia defisiensi besi, usia, polisitemia rubra vera, kehamilan trimester kedua, kadar ureum darah yang tinggi, HbF atau HbG, hipertrigliseridemia berat, hiperbilirubinemia, konsumsi alkohol berlebihan, splenektomi, anemia aplastik, penggunaan salisilat dosis tinggi dalam jangka panjang Paputungan dan Harsinen, 2014. Kebanyakan negara tidak mempunyai kebijakan skrining yang sistematik untuk diabetes sehingga diperkirakan hingga 50 pasien diabetes tidak terdiagnosis. Skrining sewaktu-waktu terhadap kelompok risiko tinggi menjadi lebih sering dilakukan. Pengukuran glukosa plasma puasa atau FPG murah dan Universitas Sumatera Utara cepat, namun tidak dapat digunakan untuk penderita hiperglikemia pascaterapi yang diisolasi. Nantinya, HbA1C akan semakin banyak digunakan untuk skrining dan diagnosis. Kebijakan skrining sebaiknya ditargetkan untuk kelompok risioko tinggi Bilous dan Richard, 2014. Pasien risiko tinggi yang sebaiknya di skrining per tahun untuk diabetes tipe 2 yaitu: a. Sindrom metabolik b. Pasien berusia lebih dari 45 tahun, terutama pasien obesitas c. Pasien yang memiliki orang tua atau saudara kandung yang menderita diabetes tipe 2 d. Pasien yang mempunyai faktor risiko kardiovaskuler, seperti hipertensi atau dislipedemia, dan pasien penyakit aterosklerosis e. Wanita yang pernah menderita diabetes gestasional f. Wanita yang menderita sindrom ovarium polikistik g. Pasien IFG Impaired Fasting Glicaemia atau IGT Impaired Glucose Tolerance

2.2.5 Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2