36 surfaktan meningkatkan solubilisasi dari komponen organik hidrofobik dengan
meningkatkan kelarutan kontaminan melalui solubilisasi micelle. Hal ini dikarenakan bahwa dibawah nilai CMC, sifat fisika-kimia surfaktan anionik
seperti sodium dodecyl sulfate SDS sifat konduktif, daya elektromotif mengalami gaya elektrolit yang kuat. Diatas nilai CMC sifat-sifat ini menurun
secara drastic [35]. Oleh karena itu, surfaktan pada konsentrasi rendah terutama menumpuk di
padat-cair atau cairan-cairan antarmuka dalam bentuk monomer. Dengan konsentrasi meningkat, molekul surfaktan secara bertahap menggantikan pelarut
antarmuka seperti air, sehingga menghasilkan kepolaran fasa cair yang lebih rendah dan menurunkan tegangan permukaan [36].
4.4 Penentuan Kinetika Desorpsi pada Konsentrasi Surfaktan SDS 2 CMC 100 Rpm
Gambar 4.7 Grafik Kinetik Desorpsi pada 2 CMC 100 Rpm
Pada gambar 4.7 dilihat bahwa pada 5 menit pertama sampai 20 menit mengalami kenaikan removal efisiensi hingga akhirnya konstan setelah menit ke
40 hingga menit ke 180. Semakin surfaktan teradsorpsi, semakin sedikit pula polutan yang
terlarutkan. Dengan adanya perlakuan shaking, ion kadmium akan meresap tidak Waktu
menit
Universitas Sumatera Utara
37 hanya dalam zona permukaan pasir, namun juga masuk kedalam pori-pori pasir,
inilah yang membuat adanya peningkatan drastis removal efisiensi pada menit 5- 40. Setelah itu nilai removal akan konstan dikarenakan ion kadmium sudah habis
teradsorpsi ke dalam pasir saat mencapai keadaan setimbang [37]. Selain itu, hidrofobisitas tanah akan meningkat karena surfaktan teradsorbsi
ke partikel tanah. Akibatnya, penghilangan terlarut organik akan kembali teradsorpsi-di permukaan tanah. Oleh karena itu, karakteristik adsorpsi dari
surfaktan ke partikel tanah merupakan masalah penting untuk memilih surfaktan yang sesuai. Kapasitas solubilisasi surfaktan merupakan faktor yang sangat
penting untuk keberhasilan penerapan dari proses surfaktan ditingkatkan. Karakteristik penyerapan surfaktan harus juga dipertimbangkan karena jumlah
surfaktan teradsorpsi dapat mengurangi kemampuan pelarutan dan menyebabkan kontaminasi sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa penghilangan kadmium tidak
terpengaruh oleh aktivitas surfaktan. Konsentrasi surfaktan merupakan faktor
penting yang mempengaruhi efisiensi desorpsi cadmium [34].
Universitas Sumatera Utara
38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh antara lain sebagai berikut : 1.
Pada proses pencucian adsorben pasir putih dibutuhkan 3 kali pencucian hingga pH konstan sedangkan batang jagung bentuk serbuk 50 mesh dan
70 mesh membutuhkan 4 kali pencucian. 2.
Pada proses pengeringan dibutuhkan waktu 4 jam. 3.
Pada penentuan removal efisiensi dengan variasi konsentrasi surfaktan SDS, hasil removal efisiensi terbesar yaitu 1,3906 ppm dengan persen
removal 10,01005 pada konsentrasi 2 CMC dengan pengadukan shaker 100 Rpm dan removal efisiensi terkecil dengan konsentrasi 0 CMC
dengan pengadukan 0 Rpm dengan persen removal 3,462414 . 4.
Nilai removal efisiensi mulai konstan pada menit ke-60 hingga 180 pada penentuan konetika desorpsi 2 CMC 100 Rpm.
5.2 SARAN
Adapun saran yang perlu dilakukan penelitian lanjutan seperti: 1.
Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dua jenis pasir yang berbeda sebagai adsorbennya, contohnya pasir hitam dan pasir putih.
2. Mekanisme pengadukan pada proses adsorpsi menggunakan alat stirrer.
3. Digunakan alat atau media pengering pasir yang berbeda, misalnya
dengan menghantarkan gas N
2
. 4.
Digunakan jenis surfaktan yang lain, contohnya biosurfaktan.
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Logam Berat Logam berat merujuk pada elemen metal yang memiliki massa jenis tinggi dan
beracun bahkan pada konsentrasi rendah. Logam berat adalah istilah umum, yang mengacu pada kelompok logam dan metalloid dengan massa jenis atom lebih besar
dari 4 gcm
3
atau 5x lebih besar dibandingkan air. Bagaimanapun, logam berat tidak terlalu berpengaruh pada massa jenis namun pada sifat kimia nya. Logam berat
mencakupi timbal Pb, kadmium Cd, seng Zn, merkuri Hg, arsenik As, perak Ag, kromium, Cr, tembaga Cu, besi Fe, dan senyawa kelompok platinum [9].
Meskipun logam berat merupakan senyawa alami yang ditemukan di seluruh kerak bumi, pencemaran lingkungan lebih berpotensi disebabkan dari hasil paparan
aktivitas antropogenik seperti operasi pertambangan dan peleburan, produksi industri dan penggunaan, dan penggunaan domestik dari logam. Pencemaran lingkungan juga
dapat terjadi melalui korosi logam, deposisi atmosfer, erosi tanah, ion logam dan pencucian logam berat, sedimen suspensi ulang dan penguapan logam dari sumber
air. Fenomena alam seperti pelapukan dan letusan gunung berapi juga berkontribusi terhadap polusi logam berat [10].
Dalam sistem biologis, logam berat telah dilaporkan mempengaruhi organel sel dan komponen seperti membran sel, mitokondria, lisosom, retikulum endoplasma,
inti, dan beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme, detoksifikasi, dan memperbaiki kerusakan. Ion logam yang berinteraksi dengan komponen sel seperti
protein DNA dan nuklir, menyebabkan kerusakan DNA dan perubahan konformasi yang dapat menyebabkan modulasi siklus sel, karsinogenesis atau apoptosis.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa spesies oksigen reaktif ROS produksi dan stres oksidatif memainkan peran kunci dalam toksisitas dan
karsinogenisitas dari logam seperti arsenik, kadmium, kromium, timbal, dan merkuri. Logam ini merupakan racun sistemik yang dikenal untuk menginduksi kerusakan
multiorgan, bahkan pada tingkat yang lebih rendah dari paparan. Menurut Badan Amerika Serikat Environmental Protection US EPA, dan Badan Internasional untuk
Universitas Sumatera Utara
7
Penelitian Kanker IARC, logam ini juga diklasifikasikan sebagai dikenal atau kemungkinan karsinogen manusia berdasarkan studi epidemiologi dan
eksperimental yang menunjukkan hubungan antara paparan dan kejadian kanker pada manusia dan hewan [10].
2.2 Logam Kadmium Cd