Pengaruh Wudu bagi kesehatan perspektif Hadis

(1)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (SI) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari karya saya ini terbukti bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4 Juni 2010


(2)

Bismillahirrahmannirrahim

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan oleh-Nya kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Amin.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaiakn skripsi ini.Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Bustamin, M.S.i., dan Bapak Rifki Muhammad Fathi, M.A., selaku Ketua dan Sekretraris Jurusan Tafsir Hadis.

3. Bapak Drs. Harun Rasyid, M.A., selaku dosen pembimbing skripsi, terima kasih atas bimbingan, saran, dan pengarahannya yang diberikan kepada penulis.

4. Kedua orang tua saya (Ayah dan Ibu) yang selalu mendoakan saya, serta ketiga kakak dan kedua adik saya (Ijum, Hafiz, Roza, Irfan, Fauzan), terima kasih atas dukungan serta bantuannya.

5. Bapak Saifudin Ashrori (bang Ipud) yang selalu memberikan motifasi kepada penulis hingga detik-detik akhir.


(3)

ii kekosongan.

7. Segenap jajaran dosen serta pengurus Akademik yang telah membantu memberikan masukan kepada penulis.

8. Orang-orang terdekat yang selalu memberikan bantuan (Shasha Nur, Ay Shm, Obi, Cici) serta adik-adik penulis di Fakultas Ushuluddin (Usep, Dany, Dimas, dll).

9. HMI yang telah banyak memberikan ilmu bermanfaat yang tidak penulis dapatkan pada bangku perkuliahan.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan balasan yang lebih banyak lagi. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Jakarta, Juni 2010


(4)

LEMBAR PERNYATAAN... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI...iv

PEDOMAN TRANSLITERASI... vi

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah……….……… 1

B. Identifikasi Masalah………….……….. 5

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah…………..…………. 6

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian……..………... 6

E. Metodologi Penelitian……… 6

F. Sistematika Penulisan……….………... 8

BAB II SEKILAS TENTANG WUDHU DAN KESEHATAN...10

A. Pengertian Wudhu……… 10

B. Pengertian Kesehatan... 18

BAB III FUNGSI AIR DALAM WUDHU... 28

A. Air Sebagai Sarana Berwudhu... 28

B. Ketentuan Air Dalam Berwudhu... 32

BAB IV PENGARUH WUDHU BAGI KESEHATAN... 38

A. Teks Hadis Dan Asbabul Wurud... 38

B. Analisa Pengaruh Wudhu Bagi Kesehatan... 44

1.Pengaruh Wudhu Bagi Kesehatan Menurut Muhadditsin... 45


(5)

v

Kesehatan... 47

BAB V PENUTUP... 68

A. Kesimpulan... 69

B. Saran-Saran... 69 DAFTAR PUSTAKA


(6)

A. Padanan Aksara Huruf Arab

Huruf Keterangan Latin

ا

Tidak dilambangkan

ب

b be

ت

t te

ث

ts te dan es

ج

j je

ح

h h dengan garis bawah

خ

kh ka dan ha

د

d de

ذ

dz de dan zet

ر

r er

ز

z zet

س

s es

ش

sy es dan ye

ص

s es dengan garis bawah

ض

d de dengan garis bawah

ط

t te dengan garis bawah

ظ

z zet dengan garis bawah

ع

‘ koma terbalik di atas hadap kanan

غ

gh ge dan ha

ف

f ef

ق

q ki

ك

k ka

ل

l el

م

m em

ن

n en

و

w we

ه

h ha

ء

` apostrof


(7)

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

_

_

a fathah

i kasrah

_

_

u dammah

ي

_

_

ai a dan i

و

_

_

au a dan u

-ﺎ

â a dengan topi di atas

ﻰــ î i dengan topi di atas


(8)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam Islam, Salat merupakan kunci surga. Salat seorang muslim tidak sah selama ia tidak menghilangkan hadas kecil dengan wudu dan hadas besar dengan mandi. Dalam sehari, wudu dilakukan lima kali dengan maksud untuk membersihkan anggota tubuh yang terkena kotoran, keringat dan debu; misalnya wajah, mulut, hidung dan kepala, serta kedua tangan, kaki dan telinga.1 Seperti yang diperintahkan Allah dalam surat al-Maidah ayat 6:

☺ ☺

ُﷲ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu

1

Al-Qardhawi, ‘Fiqh Peradaban 'Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan'. h. 361


(9)

Dan Rasulullah Saw. bersabda:

لﺎ

ْﻋ

ﷲا

ﻰ ر

ةﺮْﺮه

أ

ْﻦﻋ

:

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﷲا

لْﻮ ر

لﺎ

ﱠ و

ْ ﻋ

) :

ﺄﱠ

ﻰﱠ

ثﺪْ أ

ْﻦ

ة ﺻ

ْ

.(

ٌ ﺟر

لﺎ

تْﻮ

ﺮْ

ْﻦ

:

لﺎ

؟ةﺮْﺮهﺎ أ

ثﺪ ا

:

ٌطاﺮ

ْوأ

ٌءﺎ ﻓ

)

يرﺎﺨ ا

اور

(

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: Rasulullah Saw, telah bersabda, “Salat orang yang berhadas tidak diterima sebelum dia berwudu”. Seorang laki-laki dari Hadramaut bertanya, : Hai Abu Hurairah! Apa hadas itu?” Abu Hurairah menjawab, “Kentut, bersuara atau tidak.” (H.R. Bukhari)

Jelas bahwa al-Quran dan hadis memiliki penekanan terhadap pentingnya berwudu sebelum mengerjakan Salat seperti yang tertera pada surat al-Maidah serta diperkuat oleh hadis Nabi tersebut.

Imam al-Ghazali dalam kitab Al-Ihya' seperti yang dikutip oleh Hamka dalam tafsir Al-Azhar menuliskan hikmah wudu dengan indah. Bahwasanya membasuh muka, ialah karena di wajah itu terletak mata, telinga, mulut dan hidung yang setiap waktunya giat menghubungkan diri dengan kehidupan duniawi; seperti melihat, mendengar, menghirup dan bercakap. Oleh karenanya sebelum menghadap Allah, panca indera yang telah disebut tadi harus dibasuh terlebih dahulu untuk menghilangkan pengaruh keduniawian yang banyak sedikitnya membawa kesan kepada jiwa kita. Begitupun dengan membasuh tangan, menyapu sebagian kepala dan kaki.2

2


(10)

Selain merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh ummat Islam, ternyata air yang digunakan untuk berwudu juga memiliki pengaruh terhadap kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan seorang peneliti Jepang, Dr. Masaru Emoto berhasil membuktikan bahwa air sanggup membawa pesan atau informasi dari apa yang diberikan kepadanya. Bahkan air yang diberi respon positif, misalkan doa, akan menghasilkan bentuk kristal heksagonal yang indah.3

Seperti yang tertera di atas, air yang diberi kata-kata yang positif akan menyusun kristal-kristal yang indah. Dalam hal ini air memberikan pesan yang mengagumkan kepada kita bahwa seharusnya menjalani hidup ini dengan hal-hal yang positif, serta tetap menjaga kondisi pikiran dan tubuh dan berikanlah kata (informsi) yang positif kepada manusia yang di dalam tubuhnya terdiri dari 70% air. Berdasarkan penelitian di atas bahwa sesungguhnya air memiliki peran penting dalam kelancaran metabolisme dalam tubuh kita. Seperti dalam pepatah Arab "Zamzam lima syuriba lahu", yang artinya: Air zamzam akan melaksanakan pesan dan niat yang meminumnya.

Jauh sebelum penelitian yang dilakukan oleh peneliti Jepang tersebut, al-Quran pun telah menyampaikan pesan akan pentingnya air dalam kehidupan, seperti yang termaktub dalam berbagai ayat-ayat al-Quran dan menggunakan terminologi yang berbeda-beda.

Dalam bahasa Arab “air” berpadanan dengan “ma” (

ءﺎﻣ

), dan dalam

bentuk jamaknya “miyah” dan “amwah”. Dalam kitab Mu’jam al-Mufahras li

3


(11)

Kata ini termasuk lafal yang mempunyai lebih dari satu makna (lafaz

musytarak), maka dalam al-Quran pun lafal ini digunakan untuk menunjukan

berbagai macam makna. Di antaranya kata ma (

ءﺎﻣ

) digunakan untuk sperma laki-laki, seperti pada surat at-Thariq ayat 5-7, dan untuk zat nuklir atau semacamnya, seperti pada surat al-Kahfi ayat 29. bagaimanapun juga kata ma (

ءﺎﻣ

) pada umumnya digunakan dalam al-Quran untuk berupa zat cair yang dikenal, baik air yang berada di langit berupa hujan, ataupun yang berada di bumi.5

Dalam al-Quran air diungkapkan dalam beberapa kosa kata: yang pertama adalah ma (

ءﺎﻣ

), yang muncul sebanyak 63 kali yang tersebar pada 60 ayat. Kedua adalah bahr, ditemukan sebanyak 42 kali dalam 41 ayat yang terdiri dari 33 kali dalam bentuk mufrad (tunggal), 5 kali dalam bentuk musanna (dualis) dan 3 kali dalam bentuk jama.6 Ketiga adalah nahr, ditemukan sebanyak 54 kali dalam 51 ayat.7 Keempat adalah matar, ditemukan sebanyak 15 kali dalam 8 ayat.8 Kelima adalah nutfah, ditemukan sebanyak 12 kali dalam 12 ayat.9 Dan yang ke enam adalah ‘ain, ditemukan sebanyak 24 kali dalam 24 ayat.10

Wudu merupakan suatu persiapan mental untuk mengerjakan Salat. Kesucian dan kesejukan yang ditimbulkan oleh wudu dapat membangkitkan

4

Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam Mufahras li Alfaz al-Quran, (kairo: dar al-hadis, 2001), h. 779

5

Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta, Tema-Tema Pokok Al-Quran, (Jakarta: Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta, 1998), h.130

6

Bina Mental Spiritual DKI Jakarta, Tema-Tema Pokok Al-Quran, h. 133

7

‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras, h. 812-813

8

‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras, h. 765

9

‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras, h. 798

10


(12)

konsentrasi dalam pelaksanaan Salat, karena wudu dapat menstimulir enam organ panca indera, yaitu mata, telinga, hidung, mulut, tangan dan kaki. Para pakar

syaraf (neurologists) telah membuktikan bahwa dengan air wudu yang

mendinginkan ujung-ujung syaraf jari-jari tangan dan jari-jari kaki, berguna untuk memantapkan konsentrasi pikiran. Terlebih lagi secara keseluruhan dengan ujung-ujung syaraf seluruh anggota wudu. Pada anggota tubuh yang terkena rukun wudu, terdapat ratusan titik akupunktur yang bersifat reseptor terhadap stimulus

berupa basuhan, gosokan, usapan, dan tekanan ketika melakukan wudu. Stimulus

tersebut akan dihantarkan meridian ke sel, jaringan, organ dan sistem organ yang bersifat terapi. Hal ini terjadi karena adanya sistem regulasi, yaitu sistem syaraf dan hormon yang bekerja untuk mengadakan hemoestasis (keseimbangan).11

Mengaca pada argumen di atas, tidak diragukan lagi bahwa muka, tangan dan telapak kaki adalah beberapa diantara organ tubuh yang memiliki daya sensitivitas yang lebih bila terkontaminasi kuman-kuman dan virus.12 Dan Allah telah memberikan kita jalan dalam menjaga kesehatan tubuh kita dengan cara mewajibkan hamba-Nya melakukan wudu paling tidak setiap kali kita ingin menunaikan Salat, yaitu sebanyak lima kali dalam sehari.

B. Identifikasi Masalah

Dalam kajian ilmu Ushul Fiqh terdapat pembahasan mengenai Maqashid

al-Syari’ah (tujuan syara’), yakni maksud-maksud yang terkandung di balik

pensyari’atan suatu ajaran. Maksudnya adalah, setiap ajaran Islam itu pasti ada maksud kenapa ia ditetapkan dan disyari’atkan, sebab tak mungkin ada pembebanan suatu ajaran oleh Allah tanpa ada maksud yang hendak dituju oleh

11

Ian Scheideman, Medical Acupuncture, (Australia: Myfair Medical Supplies Ltd, 1988), h. 99

12


(13)

pembebanan itu. Maqashid al-Syari’ah secara global dalam menetapkan hukum-hukumnya adalah untuk kemaslahatan hidup manusia.13

Tiap ajaran yang didatangkan Allah, di dalamnya terdapat hal yang hendak dituju, di samping terdapat manfaat, tidak ada satu ajaran Islam dalam aspek amaliah yang kosong dari maksud-maksud yang diinginkan Allah, sebab tidak ada suatu perintah atau larangan, kecuali di dalamnya termuat nilai yang ingin diwujudkan Allah. Umpamanya wudhu, adalah serangkaian perilaku mensucikan diri secara lahiriah yang diperintahkan Allah dan Nabi, yang harus dilakukan apabila seseorang ingin melakukan ibadah Salat. Namun wudhu tidaklah sebatas hal yang diwajibkan sebelum melakukan ibadah Salat. Lebih dari itu, banyak manfaat yang didapat tiap kali kita melakukan ritual tersebut.

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Agar dalam penulisan dan pembahasannya dapat lebih terarah dan terfokus, maka penulis merasa perlu membatasi masalah dalam penulisan ini hanya pada hadis-hadis wudhu dan hadis-hadis kesehatan. Sedangkan dalam merumuskan masalahnya adalah bagaimana pengaruh wudhu bagi kesehatan menurut hadis.

D. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengetahui sejauh mana pengaruh wudhu bagi kesehatan. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh wudhu bagi kesehatan.

2. Untuk memberikan sumbangsih pikiran bagi khazanah ilmu

pengetahuan agama Islam, khususnya dalam bidang hadis.

13

Al-Saitibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Alamiyah), Jilid-1. hal. 7


(14)

3. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodologi Penelitian

Metode dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai cara atau jalan yang sistematis dan terpikir secara baik untuk mencapai tujuan yang

dimaksud.14 Dalam sebuah penulisan, metode merupakan hal yang penting guna

mendapatkan hasil penulisan yang terstruktur dan mudah untuk dipahami.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah cara memahami sebuah fenomena sebagai keunikan yang khas dalam situasi tertentu dengan berbagai kompleksitas interaksi yang terjadi di dalamnya. Menurut Neuman (1984), pendekatan kualitatif memfokuskan pada telaah makna-makna subjektif, pengertian-pengertian, metafor-metafor, simbol-simbol, dan deskripsi-deskripsi,15 dengan menempatkan peneliti sebagai instrumen penting untuk pengumpulan dan analisa data serta proses secara induktif, diharapkan mampu menghasilkan gambaran tentang fenomena tertentu yang diteliti.

Sedangkan data yang diperoleh dari penelitian ini bersifat dinamis yang berwujud kata-kata, ekspresi, sikap dan tindakan yang dilakukan para tokoh agama dan para pakar kesehatan.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus (case study) yang pada hakikatnya adalah bentuk gambaran yang intensif dengan menganalisis suatu fenomena atau

14

Indrawan WS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jombang: Lintas Media, t.t). h. 338

15

Lawrance W Neuman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, (Boston: Ally and Bacon, 1984), 318


(15)

unit sosial seperti individu, institusi atau komunitas. Sedangkan kasus yang diteliti adalah pengaruh wudhu bagi kesehatan.

3. Proses Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, peneliti mengunakan Studi Dokumen. Studi dokumen dilakukan pada dokumen yang tercatat tulisan-tulisan (jurnal, media, laporan penelitian, makalah-makalah) yang dibuat oleh subjek penelitian. Dokumen tersebut, diharapkan mampu menjelaskan fenomena yang tidak dapat ditangkap dalam wawancara.

Sedangkan dalam pengumpulan hadis-hadis yang di gunakan dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan Mu’jam al-Mufahras yang kemudian merujuk kepada kitab-kitab hadis yang yang berkaitan.

4. Proses Analisis Data

Dengan didapatkannya data-data penelitian, maka dilakukan analisa data mulai dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pertama-tama adalah merumuskan konsep-konsep yang dipergunakan dalam studi ini. Kemudian, data-data yang didapat disortir dan direduksi sehingga didapatkan kategorisasi-kategorisasi yang dibutuhkan dalam studi ini.

Setelah melakukan kategorisasi, kemudian menginterpretasikan data meliputi: deskripsi hikmah wudhu dan pengaruhnya bagi kesehatan. Kemudian deskripsi tersebut dianalisis dengan menggunakan kerangka hadis-hadis sebagai tujuan dari studi ini. Selain itu juga dianalisis faktor-faktor yang menguatkan bahwa wudhu memiliki pengaruh bagi kesehatan.


(16)

Sistematika penulisan pada skripsi ini penulis akan membagi dalam beberapa bagian BAB yang perinciannya sebagai berikut:

Bab I (satu) pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

perumusan dan pembatasan masalah, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II (dua) landasan teori yang terdiri dari fungsi wudhu, yang memuat tentang pengertian wudhu, ritual wudhu, dan wudhu dalam perspektif hadis. Selain itu juga memuat tentang kesehatan, yang di dalamnya memuat tentang prinsip-prinsip kesehatan dan kesehatan dalam perspektif hadis.

Bab III (tiga) fungsi air dalam wudhu, yang membahas tentang air sebagai sarana berwudhu dan ketentuan air dalam berwudhu.

Bab IV (empat) pengaruh wudhu bagi kesehatan yang memuat tentang pengaruh air wudhu bagi kesehatan dan pengaruh ritual wudhu bagi kesehatan.


(17)

SEKILAS TENTANG WUDU DAN KESEHATAN A. PENGERTIAN WUDU

Thaharah atau bersuci, satu hal yang teramat penting dalam kaitannya

dengan ibadah yang akan dilakukan, dan juga karena bersuci itu salah satu syarat sahnya salat dilakukan. Kata thaharah sendiri adalah ism mashdar dari fi’il madliy thahhara yuthahhiru tathhi-ran dan thaharatan. Hakikat pengertiannya adalah penggunaan alat yang menyucikan yaitu air atau tanah (debu) atau salah satu dari keduanya menurut cara yang disyari’atkan oleh agama dalam menghilangkan najis atau hadas.1

Secara bahasa, wudu berasal dari kata wadaa, yang memiliki arti bersih yang mensucikan. Dalam kitab al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, wudu adalah mempergunakan air pada anggota tubuh tertentu dengan maksud untuk membersihkan dan menyucikan.2 Di dalam kamus, kata al-wudu dengan dommah, berarti pekerjaan bersuci dengam fatah huruf waw-nya (wudlu’).3 Menurut al-Fayumi Ahmad ibn Muhammad al-Marghi, dalam kitab al-Misbah al-Munir kata wudu merupakan bentuk mashdar yang berarti bagus dan bersih, dan mempunyai bentuk kata yang berbeda-beda.4

Kata wudu merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang sudah lazim di ucapakan secara fasih oleh kalangan muslim khususnya di Indonesia. Sedang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata wudu memiliki arti mensucikan diri

1

Abubakar Muhammad, terjemahan Subulus Salam, (Surabaya: al Ikhlas), h. 19 2

Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Mesir: Daar al-Fikr), h. 359-360 3

Abubakar Muhammad, terjemahan Subulus Salam, (Surabaya: al Ikhlas), h. 95 4

Al-Fayumi, Ahmad ibn Muhammad Ali al-Margi, Misbah Munir Fi Gharib al-Syarh al-Kabir Li al-Rafi’i, (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1994), h. 663


(18)

(sebelum salat) dengan membasuh muka, tangan, kepala, dan kaki.5 Sedangkan pengertian wudu menurut syara’ adalah membersihkan anggota tubuh tertentu dengan air dan dengan cara tertentu yang diawali dengan niat.6 Batasan anggota tubuh tertentu dan niat dimaksudkan untuk membedakan dengan mandi yang membersihkan keseluruhan tubuh. Dan niat merupakan salah satu syarat sahnya wudu itu sendiri.

Dalam bahasa Arab, kata wudu merupakan turunan dari kata kerja (fi’il),

wudhu’a yadha’u yang artinya bersih. Kemudian, ketika kata ini menjadi istilah dalam fikih (hukum Islam), arti kata wudu adalah perbuatan mengambil wudu, yang menggunakan air yang suci lagi mensucikan untuk meratakannya pada anggota-anggota tubuh tertentu sebagaimana yang dijelaskan dan disyariatkan oleh Allah dan diajarkan oleh Rasulullah.7

Wudu adalah cara untuk mensucikan diri dari hadas kecil seperti buang air kecil, buang air besar, keluar angin dari dubur (kentut), dan tidur selain dalam posisi duduk.

Adapun yang menjadi landasan hukum wudu menurut Sayyid Sabiq berdasarkan kepada tiga landasan, yaitu:8

1. Berdasarkan firman Allah SWT yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 6:

5

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi III, Cet. Ke-2, h. 1275

6

Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Depag RI, 1987), Jilid I, h. 113 7

Anis Maftukhin, Rahasia-rahasia Besar di Balik Perintah Wudhu, (Jakarta: Rabitha Press, 2006), Cet. Ke-2. h. 18

8

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Gema Insani Press, 1996), Jilid I, Cet. Ke-3, h. 113


(19)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

2. Dan juga sabda Nabi:

َلﺎَ

ُلﻮُ َر

ﷲا

ﻰ َ

ُﷲا

ََْ

َ َ َو

ﺎَ

ُ َْ ُ

ُةﺎََ

ْ َﻣ

َثَﺪْ َأ

ﻰ َ

َﺄﺿَﻮََ

Artinya: Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan diterima salat seseorang apabila ia berhadas, hingga ia berwudu.

1. Ritual Wudu

Wudu sama halnya dengan ibadah-ibadah yang lain, memiliki syarat, rukun (fardhu), sunnah, hingga hal-hal yang membatalkan wudu itu sendiri.


(20)

Semua itu harus diperhatikan dengan baik dan diterapkan sebagaimana mestinya, agar wudu yang dikerjakan sah sebagaimana hukumnya. Adapun syarat-syarat wudu itu menurut Aliy As’ad dalam buku Fathul Mu’in yang diterjemahkan oleh Moh. Tolhah Mansoer ada lima, yaitu:9

1. Air mutlak, yaitu air yang suci mensucikan, bukan air yang kurang dari dua kulah yang telah digunakan untuk thaharah. Selain air mutlak tidak dapat digunakan untuk menghilangkan hadas, dan tidak dapat digunakan untuk thaharah yang lain.

2. Mengalirkan air pada anggota wudu karena pada anggota tubuh harus dibasahi, karena tidak cukup hanya dengan mengusap dengan air yang tidak mengalir, sebab hal tersebut tidak dapat dikatakan membasuh. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Anfaal ayat 11:

☯ ⌧

Artinya: (ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu).

3. Pada anggota wudu tidak terdapat sesuatu yang membahayakan karena berubahnya air.

4. Tiada pembatas antara anggota tubuh dengan yang dibasuh dengan air.

9

Aliy As’ad, Fathul Mu’in, terj. Moh Talhah Mansoer, (Kudus: Menara Kudus, 1990), jilid I, h. 26


(21)

5. Masuk waktu. Dalam hal ini khusus bagi orang yang selalu berhadas, seperti orang yang selalu buang air kecil dan wanita istihadah.

Sebagaimana ibadah yang lain, wudu juga memiliki rukun wudu, dan bila salah satu rukun tersebut tidak terlaksana, maka tidak akan sah wudu tersebut menurut agama. Adapun rincian dari rukun tersebut adalah sebagai berikut:

1. Niat, adalah maksud hati terhadap sesuatu yang disertakan dengan pelaksanaannya.10 Adapun niat wudu adalah suatu ketetapan hati untuk melakukan wudu sebagai pelaksanaan dari perintah Allah.11 Dalam Islam, niat merupakan faktor utama penentu ibadah seseorang. Yakni untuk membedakan untuk apa dan mengapa suatu perbuatan tersebut dilakukan. Adapun niat yang dituntut dalam Islam adalah kesadaran dari hati tanpa adanya tuntutan dari luar terhadap apa yang akan dilakukannya, tidak hanya sekedar ucapan atau kata-kata yang keluar dari mulut, maksudnya adalah kemauan yang direalisasikan dalam bentuk suatu perbuatan, demi mengharap keridhaan Allah dan mematuhi perintah-Nya. Sebagaimana Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis:12

َلﺎَ

ُ ْ َ

َلﻮُ َر

ﷲا

ﻰ َ

ُﷲا

ََْ

َ َ َو

ُلﻮَُ

ﺎَ إ

ُلﺎَ ْ َﺄْا

تﺎ

ﺎَ إَو

ُﻜ

ئﺮْﻣا

ﺎَﻣ

ىَﻮَ

ْ َ َ

ْ َﺎَآ

ُ َُﺮْ ه

ﻰَإ

ﺎَُْد

ﺎَﻬُ ُ

ْوَأ

ﻰَإ

ةَأَﺮْﻣا

ﺎَﻬُ ﻜَْ

ُ َُﺮْ ﻬَ

ﻰَإ

ﺎَﻣ

َﺮَ ﺎَه

َْإ

Diriwayatkan oleh ‘Umar ibn Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, ia telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Segala bentuk kegiatan itu harus dibarengi dengan niat, karena setiap perbuatan itu tergantung dengan niatnya, maka siapapun berniat hijrahnya itu hanya

10

Hamzah An-Nasrati, Syekh Abd. Hafiz Farghali, Abdul Hamir Mustafa, Silsilah Fiqh Islam ‘Ala Mazahibil Arba’ah, (Mesir: Al-Maktabah al-Qayyimah), Jilid 1, h. 211

11

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Minhaj Al-Shahih Muslim, (Beirut: Daar Al-Fikr, 1995), h. 167

12

Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Gema Insani Press, 1996), Cet. Ke-3, Jilid I, h. 118


(22)

untuk mengejar dunia atau untuk menikahi seorang wanita, maka hijrahnya itu sesuai dengan apa yang ia niati.” (H.R Bukhary)

Yang dimaksudkan dengan niat menurut syara adalah, kehendak (keinginan) melakukan pekerjaan atau amal karena tunduk kepada hukum Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Bayyinah ayat 5:

☺ ⌧

Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

2. Membasuh muka, yaitu dimulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala hingga bagian bawah dagu dan dimulai dari sentil (tempat anting-anting) telinga yang kiri hingga telinga yang kanan.13 Muka (wajhum) diambil dari lafadz al-muwajjahah, yaitu anggota tubuh yang memiliki tinggi (panjang) dan lebar.14

3. Membasuh kedua tangan hingga siku. Siku adalah sendi yang terletak antara pangkal lengan dengan pergelangan tangan. Oleh sebab itu membasuh kedua siku adalah wajib hukumnya.15

4. Mengusap kepala. Menurut Imam Abu Umar: mengusap kepala disini bisa berupa mengelapkan sesuatu yang basah. Karena hal itu dalam mengusap tidaklah harus dengan tangan, akan tetapi boleh dengan kain yang basah.16 Dalam mengusap kepala di sini ada beberapa pendapat yang berbeda:

13

Imran Abu Amar, Terjemah Fathul Qarib, (Kudus: Menara Kudus, 1982), Jilid I, h. 13 14

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurtuby, Al-Jaami’ li Ahkamil Quran, (Beirut: daar al-kutb al-ilmiyah, 1993), Jilid 3, h. 56

15

Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah, (Mesir: Daar al-Fath), Jilid 1, h. 53 16


(23)

Menurut mazhab Maliki dan Hambal, wajib menyapu seluruh kepala, dimulai dari tempat tumbuhnya rambut hingga ke kuduk. Sedang menurut mazhab Hanafi, wajib menyapu sebagian kepala sekurang-kurangnya dalam batasan tiga jari, ada yang menyebut hingga seperempat kepala. Dan menurut mazhab Syafi’i, wajib menyapu sebagian kepala sekurang-kurangnya sehelai rambut yang ada dikepala.17 Hal ini disebabkan adanya banyak dalil yang berlainan.

a. Mengusap seluruh bagian kepala. Rasulullah bersabda.18

ﺎََﺪَ

ُﺪ َ ُﻣ

ُ ْ

ﻰَ

ٌدﺪَ ُﻣَو

َﺎَ

ﺎََﺪَ

ُﺪَْ

ثراَﻮْا

ْ َ

َْ

ْ َ

َﺔَ َْ

ْ

فﺮَ ُﻣ

ْ َ

َأ

ْ َ

ﺪَ

َلﺎَ

ُ َْأَر

َلﻮُ َر

ﷲا

ﻰ َ

ُﷲا

ََْ

َ َ َو

ُ َ ْ َ

ُ َ ْأَر

ةﺮَﻣ

ةَﺪ اَو

ﻰ َ

َﻎََ

َلاَﺬَْا

َﻮُهَو

ُلوَأ

ﺎََْا

َلﺎََو

َ ُﻣ

ٌدﺪ

َ َ َﻣ

ُ َ ْأَر

ْ ﻣ

ﻣﺪَُﻣ

ﻰَإ

ﺮ َﺆُﻣ

ﻰ َ

َجَﺮْ َأ

َْﺪَ

ْ ﻣ

ْ َ

َُْذُأ

Dari Muhammad ibn ‘isa dan Musaddad, mereka berkata, Abd al-warits telah menceritakan kepada kami (meriwayatkan) dari lays, dari Thalhah ibn Musharrif, dari Ayahnya, dari kakeknya berkata, “aku melihat Rasulullah saw. mengusap kepalanya (ketika berwudu) sampai bagian belakang kepala (antara dua telinga) sebanyak satu kali”. Musaddad berkata (dalam redaksinya): “rasulullah mengusap kepalanya ketika berwudu dari bagian depan kepala sampai bagian belakang kepala, sampai-sampai beliau mengeluarkkan kedua tangannya dari bawah telinganya.” (H.R Abu Dawud)

b. Mengusap sebagian kepala, berdasarkan hadis dari Mughirah bin Syu’bah:19

ﺎََﺪَ

وُﺮْ َ

ُ ْ

َ

َلﺎَ

ﺎََﺪَ

ُﺪَْ

بﺎهَﻮْا

َلﺎَ

ُ ْ َ

ﻰَْ َ

َ ْ

ﺪ َ

َلﺎَ

َﺮَْ َأ

ُﺪْ َ

ُ ْ

َ هاَﺮْإ

نَأ

َ ﺎَ

َ ْ

ﺮَُْ

ْ

ْ ُﻣ

ُ َﺮَْ َأ

ُ َأ

َ َ

َةَوْﺮُ

َ ْ

ةَﺮ ﻐُ ْا

ْ

َﺔَْ ُﺷ

ُثﺪَ ُ

ْ َ

ةَﺮ ﻐُ ْا

ْ

َﺔَْ ُﺷ

ُ َأ

َنﺎَآ

َ َﻣ

لﻮُ َر

ﷲا

ﻰ َ

ُﷲا

ََْ

َ َ َو

17

Syekh H. Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. Ke-1. h. 362-363

18

Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Gema Insani Press, 1996), Cet. Ke-3, Jilid I, h. 119

19

Zainudin Hamidy, et, al., Terjemah Shahih Bukhari, (Jakarta: Wijaya, 1969), Jilid I, h. 96


(24)

Diriwayatkan dari ‘amr ibn ‘Ali, dia berkata, ‘Abd al-Wahhab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, saya mendengar Yahya ibn Sa’id berkata, Sa’ad ibn Ibrahim telah memberitakan kepada saya bahwasannya Nafi’ ibn Jubair ibn Mut’im memberitakan kepadanya (Sa’ad ibn Ibrahim), bahwa ia mendengar ‘Urwah ibn al-Mughirah ibn Syu’bah berbicara dengan al-Mughirah ibn Syu’bah bahwasannya ia pernah bersama-sama rasulullah saw. dalam sebuah perjalanan, kemudian Nabi pergi untuk buang hajat, maka pada saat itu Mughirah mulai untuk menuangkan air kepada kanjeng Nabi, dan Nabi pun mulai berwudu dengan membasuh muka kemudian kedua tangannya, dilanjutkan dengan mengusap kepalanya, lalu mengusap kedua khuff-nya.” (H.R Bukhari) 5. Membasuh kedua kaki hingga mata kaki. Dua mata kaki adalah dua tulang

yang menonjol di samping, tepatnya di persendian betis dengan telapak kaki. Membasuh kaki adalah wajib sesuai dengan kesepakatan umat berdasarkan nash al-Quran dan hadis serta pekerjaan sahabat dan tabi’in.20 Bagi orang yang ketika berwudu menggunakan sepatu boleh baginya hanya membasuh atas sepatunya tersebut, dengan syarat kakinya harus suci dikala memakainya. Sebagaimana sabda Rasul:21

ﺎََﺪَ

ﻮَُأ

َْ ُ

َلﺎَ

ﺎََﺪَ

ُءﺎ ﺮَآَز

ْ َ

ﺮﻣﺎَ

ْ َ

َةَوْﺮُ

ْ

ةَﺮ ﻐُ ْا

ْ َ

َأ

َلﺎَ

ُ ُْآ

َ َﻣ

ا

ﻰ َ

ُﷲا

ََْ

َ َ َو

ﺮََ

ُ َْﻮْهَﺄَ

َعﺰَْﺄ

ْ ُ

َلﺎََ

ﺎَ ُﻬْ َد

ﺈَ

ﺎَ ُﻬَُْ ْدَأ

ﺎَ

ََْﺮه

َ َ َ َ

ﺎَ ﻬََْ

Diriwayatkan dari Abu Nu’aim, dia berkata, Zakariyya telah menceritakan (meriwayatkan) kepada kami dari ‘âmir, dari ‘urwah ibn al-Mughirah, dari ayahnya berkata: “saya pernah bersama kanjeng Nabi dalam sebuah perjalanan, kemudian saya ingin melepas kedua khuff saya, dan Nabi berkata: jangan lakukan itu, karena sesungguhnya aku (kata nabi) memakai kedua khuff itu dalam keadaan suci, dan kemudian Nabi mengusap kedua khuff-nya.” (H.R. Bukhari)

20

Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Mesir: Daar ak-Fikr), h. 375 21

Zainudin Hamidy, et, al., Terjemah Shahih Bukhari, (Jakarta: Wijaya, 1969), Jilid I, h. 91


(25)

6. Tertib, berurutan. Yaitu mengerjakan rukun wudu tersebut diatas secara berurutan. Dan jika mendahulukan sebagian anggota dan mengakhirkan yang lain yang bukan menurut urutan sebagaimana yang disebutkan oleh nash, maka batalah wudunya atau tidak sah.22 Kecuali apabila menyelam di dalam air yang banyak, lalu berniat melakukan wudu, maka seketika itu pula telah sempurna wudunya.23

B. PENGERTIAN KESEHATAN

Kesehatan sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Karena itu hak kesehatan manusia termasuk dalam hak asasi yang dijamin oleh Kovenan Internasional tentang Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya.24 Karena kesehatan merupakan kebutuhan yang mutlak bagi manusia agar dapat menikmati hidup dan menjalani segala aktifitasnya.

Kesehatan adalah hal yang sangat vital bagi manusia disamping kebuthan sandang, pangan dan papan. Karena kesehatan merupakan sarana yang tepat bagi seseorang guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Apapun hal yang tersedia dalam kehidupan kita, hanyalah sia-sia belaka jika kita tidak memiliki kesehatan. Banyak orang yang salah paham terhadap identitas Islam, kesalah pahaman tersebut berdasarkan pada pandangan yang salah, menurut mereka seorang muslim yang baik adalah mereka yang lamban dalam berjalan, menundukan kepala ketika berjalan dihadapan publik, tidak melakukan aktifitas olah raga. Pandangan seperti ini justru merupakan pandangan sepihak, Islam datang untuk urusan dunia dan akhirat secara bersamaan. Islam datang untuk

22

Hamzah An-Nasrati, Syekh Abd. Hafiz Farghali, Abdul Hamir Mustafa, Silsilah Fiqh Islam ‘Ala Mazahibil Arba’ah, (Mesir: Al-Maktabah al-Qayyimah), Jilid 1, h. 217

23

Muhammad Bagir al-Habsyi, Fiqih Praktis: Menurut al-Quran. as-Sunnah, Dan Pendapat Para Ulama, (Bandung: Mizan, 2001), Cet. Ke-3, h. 72

24


(26)

kehidupan dan kematian, segala aktifitas bahkan olah raga, dan bahkan Islam datang dengan syariat dan orientasi yang melindungi kekuatan dan kesempurnaan jasmani, tidak hanya rohani.

Para ulama Islam sepakat bahwa ajaran Islam bertujuan untuk memelihara lima hal pokok, yaitu: agama, jiwa, akal, kehormatan (keturunan), dan kesehatan. Setiap usaha yang dapat mendukung tercapainya salah satu usaha dari tujuan tersebut walaupun belum dapat ditemukan dalam al-Quran ataupun Sunnah mendapat dukungan penuh dari ajaran Islam.25

Banyak ungkapan yang menyatakan bahwa bersih itu sebagian dari iman, bersih itu sehat, karena dalam kebersihan terdapat keimanan, kesehatan dan keindahan. Pengertian sebaliknya adalah bahwa orang yang tidak peduli terhadap kebersihan adalah kurang iman, kurang sehat, dan tidak tahu keindahan. Menjaga kebersihan diri serta lingkungan berarti memelihara kesehatan diri dan bersama.26

Banyak tuntutan al-Quran dan Sunnah Rasul tentang kebersihan dan menjaga kesehatan, tuntutan tersebut meliputi kesehatan jasmani, kesehatan rohani, kesehatan nutrisi, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan dan lain sebagainya.27 Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Muddattsir ayat 4:

Artinya: Dan Pakaianmu Bersihkanlah.

Prinsip, nilai dan pengertian yang diperlihatikan oleh hadis Nabi SAW. ialah menganggap keselamatan dan kesehatan sebagai nikmat Allah yang terbesar

25

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), cet. Ke-2, h. 286 26

Hario Tilarso dkk, Panduan Peningkatan Kesehatan Santri, (Jakarta: Cv. Kutaboloh Manunggal, 2005), h. 27

27

Rifyal Ka’bah, Sakit, Obat, Kesembuhan, dan Kesehatan Dalam Islam, (Jakarta: Crescent Press, 1995), h. 2


(27)

⌧ ⌧

Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Salah satu bentuk syukur terhadap nikmat kesehatan ini ialah dengan senantiasa menjaga kesehatan sesuai dengan sunnatullah yang berkaitan dengan segala sebab dan akibat, dan mengikuti Nabi mengenai cara menjaga kesehatan karena petunjuk nabi itu adalah sebaik-baiknya petunjuk dan yang paling sempurna.28

Kesehatan merupakan kebutuhan manusia agar dapat menikmati kehidupan yang penuh dengan warna. Oleh karena itu, manusia harus dapat menjaga kondisi tubuhnya, sebab kesehatan bukanlah hal yang datang dengan sendirinya. Dan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia selain kebutuhan sandang, pangan dan papan, karena kesehatan merupakan sarana bagi manusia guna mencapai kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Meskipun segala kebutuhan hidup berlimpah, akan tetapi jika tanpa adanya kesehatan segala sesuatunya akan sia-sia belaka dan tidak berguna bagi kehidupan.

Ada beberapa definisi dan pengertian dari kesehatan, antara lain:

1. Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1984 adalah: Sehat tidak hanya terbatas pada kondisi fisiknya saja, akan tetapi 28

Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Peradaban 'Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu


(28)

haruslah mengikut sertakan segenap unsur yang mendukungnya, baik fisik, psikologi, intelektual, sosial dan spiritual (agama).29

2. Kesehatan menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI). Misalnya dalam Musyawarah Nasional Ulama Indonesia pada tahun 1983 yang merumuskan kesehatan sebagai “kesehatan jasmani, rohani dan sosial yang dimiliki oleh manusia, sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya dan memelihara serta mengembangkannya”.30

3. Kesehatan pada mahluk hidup adalah, dimana semua organ tubuhnya berfungsi secara harmonis, kesehatan dapat diartikan: kesempurnaan keadaan jasmani, rohani dan kemasyarakatan.31 Dan belum tentu manusia yang terlihat memiliki tubuh yang sehat itu memiliki keharmonisan pada organ-organ tubuhnya.

4. Menurut Undang-undang No. 9 tentang Pokok-pokok Kesehatan, dalam Bab I pasal 2: Yang dimaksud dengan kesehatan adalah yang meliputi kesehatan jasmani, rohani (mental) dan sosial, dan tidak hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.32

5. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 28 tahun 1992 tentang kesehatan Bab I pasal 1 sebagai berikut: Kesehatan adalah keadaan

29

H. Dadang Hawari, al-Quran: Ilmu kedokteran jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h. 13

30

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan, 1996), Cet. 1, h. 182 31

Van Hoeve, Ensiklopedia Indonesia (edisi khusus), (Jakarta: PT. Icktiar Baru), Jilid 3, h. 1762

32

Ihdan Entjang, Ilmu Kesehatan Masyarakat, (Bandung: Citra Aditya Bakti), cet. X, h. 13


(29)

sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara ekonomis.33

Selain itu terdapat pula yang disebut dengan kesehatan holistik. Pengertian

holistik adalah memikirkan manusia sebagai kesatuan fungsional atau

berhubungan dengan konsep manusia sebagai kesatuan fungsional.34 Dalam kaitannya dengan kesehatan disebut kesehatan holistik (holistic health), yaitu sistem kedokteran yang mempertimbangkan individu secara keseluruhan, tanggung jawabnya atas kesejahteraannya sendiri dan keseluruhan pengaruh sosial, psikologis, lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan, termasuk nutrisi, olahraga dan relaksasi mental.35

Meskipun terdapat perbedaan definisi tentang kesehatan, namun jelas semua mengatakan bahwa kesehatan adalah hal yang sangat penting bagi terciptanya insan yang mampu menciptakan kebahagian baik di dunia maupun di akhirat.

Pada dasarnya manusia tersusun dari dua unsur, yaitu unsur roh (jiwa, psikis) dan jasad (fisik). Manusia dapat dikatakan hidup apabila kedua unsur tersebut masih terintegrasi.36 Dengan kata lain, manusia merupakan satu kesatuan antara jasmani dan rohani. Keselarasan kedua unsur tersebut melahirkan keseimbangan atau homeostasis. Gangguan homeostasis karena berbaga sebab dapat menibmbulkan penyakit, baik penyakit fisik maupun psikis.37 Dalam ilmu

patologi (ilmu penyakit) dan eitiologi (penyebab penyakit) ada yang dinamakan 33

Juli Soemirat Slamet, Kesehatan Lingkungan, (Yogyakarta: UGM Press, 1996), cet. I, h. 4

34

Tim Penerjemah EGC, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 26, (Jakarta: 1996), h. 858 35

Tim Penerjemah EGC, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 26, (Jakarta: 1996), h. 818 36

Maftuh A., Filsafat Manusia, (Bandung: CV Bintang Pelajar), h. 13 37

Meridian, Indonesian Journal of Acupunture, Vol. IV, No. 1, (Surabaya: PAKSI DPD Jawa Timur, 1997), h. 69


(30)

somatopsikis (penyakit fisik yang disebabkan oleh kejiwaan), dan ada pula

psikosomatis (penyakit kejiwaan yang disebabkan oleh penyakit fisik). Keduanya bisa terjadi bolak-balik karena saling mempengaruhi. Oleh karena itu, apabila seseorang sehat fisiknya bisa mempengaruhi terhadap kesehatan rohaninya, atau seseorang yang sehat rohaninya dapat mempengaruhi kesehatan fisiknya. Demikian sebaliknya, seseorang yang sakit fisiknya dapat mempengaruhi rohaninya atau seseorang yang sakit rohaninya akan mempengaruhi kesehatan fisiknya.38

Prinsip-prinsip pendidikan di bidang kesehatan tidak pernah lebih dibutuhkan daripada sekarang. Tanpa mengabaikan kemajuan yang luar biasa dalam banyak hal yang berkaitan dengan kenyamanan dan kemudahan hidup, bahkan untuk masalah-masalah sanitasi dan pengobatan penyakit, penurunan kekuatan fisik dan kekuatan daya tahan yang mengkhawatirkan. Ini menuntut perhatian semua orang yang memiliki kepedulian kepada sesama manusia.

Peradaban yang telah dibangun oleh manusia telah mendorong kejahatan merusak prinsip-prinsip hidup. Kebanyakan dari kita hanya peduli dengan penampilan luarnya saja, tanpa mempedulikan kesehatan tubuh kita. Tujuh dari sepuluh penyakit adalah pengaruh dari pola hidup yang salah. Segala sesuatu yang kita lakukan, atau memilih untuk tidak melakukan, entah akan membawa kita kepada kesehatan atau penyakit. Dan apa yang membuat lebih buruk, adalah bahwa ketika kita sadar bahwa kita sakit, sebagian dari kita tidak akan repot-repot mencari penyebab dari penyakit yang kita derita. Kecemasan utama kita adalah untuk membebaskan diri dari rasa sakit dan ketidaknyamanan. Jadi, kita pergi ke

38


(31)

dokter untuk beberapa pil untuk melawan hasil dari kelakuan buruk yang kita perbuat, dengan sedikit atau tanpa berpikir untuk membuat perubahan dalam kebiasaan yang tidak sehat. Satu-satunya harapan untuk hal yang lebih baik adalah membiasakan diri kita hidup dengan prinsip-prinsip kesehatan. Kita harus menyadari bahwa kekuasaan restoratif di alam. Penyakit adalah upaya alam untuk membebaskan sistem dari kondisi yang merupakan hasil dari sebuah pelanggaran terhadap hukum kesehatan.

Dalam kasus penyakit, penyebabnya harus dipastikan. Kondisi tidak sehat harus diubah, kebiasaan yang salah dikoreksi. Kemudian alam dengan usahanya membantu untuk mengusir kotoran dan mengembalikan kondisi tubuh kita. Ada delapan prinsip untuk mendapatkan kesehatan yang baik, prinsip-prinsip alam murni yang ditemukan pada udara, sinar matahari, kesederhanaan, istirahat, olahraga, gizi yang cukup dan penggunaan air yang baik. Kita semua harus memiliki pengetahuan tentang alam, pemulihan kondisi tubuh dan bagaimana menerapkannya. Pada umumnya terlalu sedikit dari kita yang sadar untuk menjaga kesehatan. Pada kenyataannya hal ini jauh lebih baik dari pada kita berusaha mengobatinya ketika sudah menderita suatu penyakit. Hal ini adalah suatu keharusan bagi setiap orang, demi dirinya dan demi hidup orang disekitarnya. Mereka harus memahami fungsi dari berbagai organ dan ketergantungan satu sama lain untuk menjaga kesehatannya. Mereka harus mempelajari pengaruh pikiran terhadap tubuh, dan tubuh atas pikiran, dan dengan hukum hidup mereka diatur.39

39 http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.lightministries.com/id189.htm&ei=U6-aSqq9E9jIkAXflLSrAg&sa=X&oi=translate&resnum=2&ct=result&prev=/search%3Fq%3Dhealth%2Bprinciple%26hl%3 Did%26sa%3DG


(32)

Islam pun mengajarkan ummatnya untuk menjaga individu dan masyarakat terhadap normalitas kesehatannya dan terhindar dari berbagai penyakit sebelum dihinggapi atau upaya preventif meluasnya wabah penyakit menular. Disamping itu untuk memperpanjang umur manusia dengan meningkatkan aspek-aspek kehidupan serta mencegah sebab-sebab terjadinya ketegangan syaraf. Berikut adalah hal-hal pokok yang terkandung dalam syariat Islam tentang kesehatan40:

1. Sanitation and Personal Hygiene (Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan

Perorangan)

Yang meliputi kebersihan badan, tangan, gigi, kuku dan rambut. Demikian juga kebersihan lingkungan, jalan, rumah, tata kota, saluran irigasi, sumur serta tebing-tebingnya.

2. Epidemiologi (Preventif Penyakit Menular)

Melalui karantina, preventif kesehatan, tidak memasuki suatu daerah yang terjangkit wabah penyakit, tidak lari dari tempat tersebut, mencuci tangan sebelum menjenguk dan sesudahnya, berobat ke dokter dan mengikuti semua petunjuk preventif dan terapinya.

3. Memerangi Binatang Melata, Serangga dan Hewan yang Menularkan

Penyakit

Oleh karena itu diperintahkan untuk membunuh tikus, kalajengking dan musang serta membunuh serangga yang berbahaya seperti catak, kutu, lalat dan makruh untuk memelihara anjing di dalam rumah, menajiskan air liurnya, diperintahkan membunuh anjing liar dan gila. Sedangkan babi secara mutlak dimasukan sebagai binatang yang haram.

4. Nutrion (Kesehatan Makanan)

Masalah ini terbagi kepada tiga bagian, yaitu:

a. Menu makanan yang berfaedah terhadap kesehatan jasmani, seperti tumbuh-tumbuhan, daging binatang darat, daging binatang laut, serta segala sesuatu yang dihasilkan dari daging, madu, kurma, susu, dan semua yang bergizi.

b. Tata makanan. Islam melarang berlebihan dalam makan, makan bukan karena lapar hingga kekenyangan, diet ketika sakit, memerintahkan berpuasa agar usus dan perut besarnya dapat beristirahat dan tidak berbuka dengan berlebih-lebihan dan melampaui batas.

c. Mengharamkan segala sesuatu yang berbahaya bagi kesehatan, seperti bangkai, darah dan daging babi.

40

Ahamad Syauqi al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 5-8


(33)

5. Sex Hygiene (Kesehatan Seks)

Yakni meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seks, embrio dan perkembangannya, pendidikan seks, cara memilih iseri bahkan program pendidikan tentang hubungan seks yang aman. Demikian juga tentang kebersihan seks, seperti mandi setelah bersetubuh, istinja setelah buang air, tidak menggauki isteri ketika haid, diharamkan zina, homo seks atau onani. Diperbolehkan talak dan poligami dalam perspektif kesehatan bagi yang mampu.

6. Mental and Psychic Hygiene (Kesehatan Mental dan Jasmani)

Yakni ajaran-ajaran untuk mencegah sebab terjadinya stres. Untuk itu Islam mengajarkan percaya kepada Allah dan bersabar dalam menghadapi berbagai penyakit yang kritis, tidak putus asa atau bahkan bunuh diri, kehilangan kepercayaan atau zalim. Saling tolong-menolong, saling kasih-mengasihi untuk meringankan beban hidup. Islam melarang segala sesuatu yang dapat merusak tatanan hidup masyarakat seperti judi, riba dan yang menimbulkan keributan. Islam juga melarang senua benda yang dapat menghilangkan kesadaran dan melemahkan intuisi seperti khamar, tipsi dan lain-lain

7. Body Built (Bina Raga)

Islam mendorong kita untuk memiliki keterampilan dan olahraga, seperti menunggang kuda, renang, memanah, gulat dan perlombaan dengan segala macam olahraga yang bermanfaat. Sebaliknya Islam melarang fitness, shrivel dan indolence.

8. Occupational Medicine (Kesehatan Kerja)

Yakni jaminan untuk menjaga upah pekerja, petani atau pembantu rumah tangga, menjaga buruh dari hal-hal yang membahayakan dalam bekerja, mengganti kerugian terhadap musibah (kecelakaan) kerja, termasuk proses pengobatan, penyembuhan, tempat tinggal yang sehat, batas jam kerja, uang lembur pada setiap penambahan jam kerja dan memberikan upah sebelum kering keringatnya.

9. Geriatris (Memelihara Manula)

Geriatris merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran modern.

Kedokteran Islam sebenarnya yang pertama kali mempromosikannya. Banyak ayat-ayat Quran dan hadis yang memerintahkan agar memelihara ayah, ibu, nenek, kakek dan orang yang telah lanjut usianya, menghormati kekurangannya, sabar terhadap mereka terlebih jika dalam keadaan sakit. Orang pertama yang menulis masalah ini adalah Ibnu Sina dalam karyanya

Al Qanun” di bawah sub bab “Thibul Musinin was Syuyukh

(Pemeliharaan Orang-orang Manula dan Orang Jompo). 10.Maternal and Child Health (Kesehatan Ibu dan Anak)

Yang dikehendaki dalam Maternal and Child Health adalah pemeliharaan kesehatan ibu secara umum, ibu yang sedang hamil atau ibu yang sedang menyusui khususnya, tidak membenaninya dengan tugas-tugas yang berat sebagaimana laki-laki. Islam menganggap bahwa menyusui anak merupakan suatu perjuangan, sama halnya dengan jihad kaum pria, sedangkan mati ketika menyusui anak sama dengan mati syahid di medan pertempuran. Demi kesehatan anak dan untuk menjarangkan kelahiran, biasanya menyusui dilakukan sepanjang dua tahun penuh.


(34)

11.Peraturan-Peraturan Untuk Melayani Kesehatan dan Dispensasi Pelayanan

Islam adalah agama pertama yang memerintahkan agar tidak menyerahkan perawatan kesehatannya kecuali kepada yang ahli (professional). Barang siapa yang merawat kesehatan sedang itu bukan ahlinya (tidak menguasai ilmunya) maka ia disalhakan dan harus bertanggung jawab terhadap kesalahannya. Islam menghendaki keahlian, mendorong untuk mengutamakan ilmu medis, pengobatan dan dokter, serta tidak membatasi dengan doa dan mantera untuk menyembuhkan penyakit.

12.Metode Teologis Untuk Menciptakan Masyarakat Yang Sehat

Islam adalah agama pertama yang menciptakan dan yang pertama pula menggunakan metode ini, tetapi kemudian diambil alih oleh masyarakat Cina dan dianggap khazanah budayanya. Dengan metode ini Cina berhasil menjadi negara pertama dalam kemajuan kebersihan dan kesehatan di dunia. Ini merupakan metode yang menghubungkan antara pendidikan kesehatan dengan akidah umat, memanfaatkan pengaruh akidah dan ketaatan seseorang serta mengharap pengorbanan mereka untuk tetap konsisten mengikuti perintah kesehatan.


(35)

FUNGSI AIR DALAM WUDU A. Air Sebagai Sarana Berwudu

Dalam bahasa Arab “air” berpadanan dengan “ma” (

ٌءﺎَﻣ

), dan dalam bentuk jamaknya “miyah” dan “amwah”. Dalam kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Quran, kata ma disebut sebanyak 63 kali yang tersebar dalam 60 ayat.1 Kata ini termasuk lafal yang mempunyai lebih dari satu makna (lafaz musytarak), maka dalam al-Quran pun lafal ini digunakan untuk menunjukan berbagai macam makna. Diantaranya kata ma digunakan untuk sperma laki-laki, seperti pada surat Thariq ayat 5-7, dan untuk zat nuklir atau semacamnya, seperti pada surat al-Kahfi ayat 29. bagaimanapun juga kata ma (

ٌءﺎَﻣ

) pada umumnya digunakan dalam al-Quran untuk berupa zat cair yang dikenal, baik air yang berada di langit berupa hujan, ataupun yang berada di bumi.2

Kehidupan di dunia ini tidak akan terjadi tanpa eksistensi air yang merupakan salah satu rahasia dan unsur utama asal mula pembentukan makhluk hidup. Pentingnya air bagi manusia, dapat dilihat pada konsep terbentuknya manusia, telur yang dibuahi 96%-nya adalah air. Setelah lahir, 80% tubuh seorang bayi adalah air. Semakin tumbuh manusia berkembang, persentase air berkurang dan menetap hingga batas 70% ketika manusia mencapai usia dewasa.3

Selain itu, bumi sebagai planet yang paling kaya akan air sejauh yang dikenal oleh ummat manusia. Sebab sekitar 71% permukaan bumi ini dipenuhi air,

1

Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam Mufahras li Alfaz al-Quran, (kairo: dar al-hadis, 2001), h. 779

2

Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta, Tema-Tema Pokok Al-Quran, (Jakarta: Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta, 1998), h.130

3

Masaru Emoto, The True Power of Water, (Bandung: MQ Publishing, 2006), h. 7


(36)

dengan ukuran sekitar 510 juta Km2, dengan rincian 97,6% pada lautan dan samudra yang diperkirakan berukuran 1375 juta Km3 air asin, semuanya menutup permukaan bumi seluas 392 Km2. 1,9% dalam bentuk gumpalan es dan salju yang terletak di dua kutub dan di puncak gunung yang berukuran 28 juta Km3, dan tebal yang mencapai 4 Km di Kutub Selatan dan 3,8 Km di Kutub Utara. 0,48% air tersimpan di bawah permukaan tanah berukuran 6,72 juta Km2. 0.01% air yang memenuhi sungai, saluran air dan danau. 0,0099% melembabkan tanah. 0,0001% melembabkan udara.4 Bumi juga menerima limpahan air hujan dari langit yang setiap tahunnya sebanyak 380.0003, 284.0003 terbuang di lautan samudra, dan 69.0003 di daratan.5

Menurut teori yang pertama kali diajukan oleh Luis Frank dari Ohio State University, dan dikukuhkan oleh Nasa serta University of Hawaii, air tiba di bumi setelah berkelana melalui luar angkasa. Dalam setiap menit dalam sehari, sekitar dua belas komet–beberapa diantaranya beratnya mencapai 100 ton, jatuh ke bumi. Komponen utama komet-komet ini adalah es. Ketika mencapai atmosfir, es-es ini membentuk awan dan akhirnya jatuh ke bumi dalam bentuk hujan untuk mengisi lautan.6

Ilmu biokimia menyimpulkan, bahwa unsur air harus selalu ada pada setiap proses interaksi dan peralihan dalam tiap tubuh makhluk hidup, baik sebagai mediator, faktor pendukung, faktor internal interaksi, atau sebagai hasil dari interaksi. Selain itu, dalam fisiologi dikatakan bahwa air berperan besar

4

Mahir Hasan Mahmud, Terapi Air, (Jakarta: Qultum Media, 2007), h. 16-17 5

Mahir Hasan Mahmud, Terapi Air, (Jakarta: Qultum Media, 2007), h. xii 6

Masaru Emoto, The Secret Life of Water, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 54


(37)

dalam menggerakkan fungsi-fungsi anggota tubuh agar dapat bekerja selaras dalam dinamika hidup. 7

Rasulullah SAW diutus dengan membawa ajaran kepada manusia untuk menjaga kebersihan dan kesucian. Kesucian di sini meliputi kesucian hati dan anggota tubuh lainnya. Islam menaruh perhatian besar terhadap kebersihan dan hal-hal yang berkaitan dengan bersuci. Perhatian khusus yang sangat besar itu meliputi kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, makanan dan minuman, tempat tinggal, tempat ibadah, dan lingkungan sekitar kita.

Islam adalah agama yang agung dan sangat memperhatikan kebersihan umatnya. Petunjuk tentang kebersihan telah menjadi ajaran dan syarat utama yang harus dilakukan untuk menegakan akidah. Terlebih ketika kita akan melakukan suatu ibadah, wajib hukumnya seperti apa yang telah tertera pada ayat diatas. Hakikat pengertiannya adalah penggunaan alat yang mensucikan yaitu air atau tanah sesuai dengan yang disyari’atkan oleh agama dalam menghilangkan najis atau hadas, kemudian karena air adalah zat yang diperintahkan untuk dipergunakan sebagai alat bersuci, mengingat air dapat mensucikan hingga ke dasarnya.8

Mengenai keutamaan air wudu itu banyak sekali. Diantaranya hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Malik: apa bila seorang hamba yang muslim atau mu’min mengambil air wudu, di saat dia mencuci mukanya, keluarlah dari mukanya itu setiap dosa yang dipandang oleh kedua matanya bersamaan dengan tetesan air yang terakhir; apabila dia mencuci kedua tangannya, maka keluarlah dari kedua tangannya itu setiap dosa yang dilakukan oleh kedua

7

Mahir Hasan Mahmud, Terapi Air, (Jakarta: Qultum Media, 2007), h. xi 8


(38)

tangannya itu bersamaan dengan tetesan air yang terakhir; apabila dia mencuci kedua kakinya, maka keluarlah setiap dosa yang pernah dilakukan oleh kedua kakinya bersamaan dengan tetesan air terakhirnya itu sehingga keluar semua sisa dosa-dosanya itu.9

Keutamaan air wudu tidak hanya pada hadis tersebut, penelitian yang dilakukan seorang peneliti yang berasal dari Jepang Masaru Emoto telah berhasil melakukan peneliatian pada air yang jika kita mengucapkan kata-kata yang baik maka baik pula air tersebut, begitupun sebaliknya, jika kita mengucapkan kata-kata yang buruk, maka buruk pula air tersebut. Selama proses pengambilan

sample dan gambar beberapa jenis air, akhirnya saya sampai pada sebuah

hipotesis: “air dapat menyusun krtistal dalam bentuk yang berbeda-beda bergantung informasi yang diterimanya.”10 Jika air mengumpulkan informasi dan kristalnya merefleksikan huruf-huruf yang ada pada informasi tersebut, berarti kualitas air berubah tergantung dengan informasi yang diperolehnya. Dengan kata lain, informasi yang kita berikan ke air akan mengubah kualitas air.11

Itulah alasan mengapa air dijadikan sarana untuk berwudu, selain karena mampu membantu kita dalam membersihkan anggota tubuh kita, ternyata air juga dapat menerima informasi dari apa yang kita lafadzkan ketika berhadapan dengan air tersebut.

Sungguh jika seluruh air di dunia ini dijadikan tinta, tidak akan cukup untuk untuk menuliskan ilmu Allah, juga tidak akan pernah selesai menuliskan nikmat yang diberikan-Nya kepada manusia. Manusia hidup telah berabad-abad

9

Abubakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam, (Surabaya: Al Ikhlas), h. 96 10

Masaru Emoto, The True Power of Water, (Bandung: MQ Publishing, 2006), h. 13 11


(39)

lamanya, berganti generasi dan berganti zaman. Penemuan baru akan hakikat ilmu pun sungguh mencengangkan.

B. Ketentuan Air Dalam Berwudu

Pada dasarnya thaharah tidak terlepas dari air, sebagaimana firman Allah:

Artinya: (ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu).

Thaharah dari hadas maknawi itu tidak akan sempurna kecuali dengan niat taqarrub dan taat kepada Allah. Adapun thaharah dari najis pada tangan, pakaian, atau bejana, maka kesempurnaannya bukanlah dengan niat. Bahkan jika secarik kain terkena najis lalu ditiup angin dan jatuh ke dalam air yang banyak, maka kain itu dengan sendirinya menjadi suci.12 Thaharah dari hadas dan najis itu menggunakan air, sebagaimana seperti yang telah diungkapkan diatas.

Pada dasarnya para ulama telah membagi ke dalam beberapa bagian tentang air berdasarkan banyak sedikitnya atau berdasarkan keadannya:

Air Mutlak

12

Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2005), Cet. Ke-15, h. 3


(40)

Hukumnya ialah bahwa ia suci lagi mensucikan, artinya ia suci bagi dirinya dan mensucikan bagi yang lainnya.13 Menurut kesepakatan para ulama, air mutlak itu suci dan menyucikan.14dalam hal ini, air mutlak meliputi air hujan, air laut, air sungai, air telaga, dan setiap air yang keluar dari bumi, salju atau air beku yang mencair.

Air Musta’mal

Yaitu air yang telah terpisah dari anggota-anggota orang yang berwudu dan mandi. Hukumnya suci lagi mensucikan sebagai halnya air mutlak tanpa berbeda sedikitpun. Hal itu mengingat asalnya yang suci, sedangkan tiada dijumpai suatu alasan apapun yang mengeluarkannya dari kesucian.15

Namun para ulama memiliki pendapat yang sedikit berbeda, menurut mereka apabila air berpisah dari tempat yang dibasuh bersama najis, maka air itu hukumnya menjadi najis. Namun bila air itu berpisah tidak bersama najis, maka hukumnya bergantung pada tempat yang di basuh.16

Air Mudhaf

Ialah air perahan dari suatu benda seperti limau, tebu, anggur atau air yang mutlak pada asalnya, kemudian bercampur dengan benda-benda lain misalnya air bunga. Air semacam itu suci, namun tidak dapat menyucikan najis dan kotoran. Pendapat ini merupakan kesepakatan semua mazhab kecuali Hanafi yang membolehkan bersuci dari najis dengan semua cairan selain dari minyak, tetapi bukan sesuatu yang berubah karena dimasak.

13

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Alma’arif,1997), Cet. Ke-19, h. 34 14

Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2005), Cet. Ke-15, h. 4

15

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Alma’arif,1997), Cet. Ke-19, h. 36 16

Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2005), Cet. Ke-15, h. 4


(41)

Air Yang Bercampur Dengan Barang Yang Suci

Maksudnya adalah jika air bercampur dengan barang atau benda-benda suci semisal sabun, kiambang, tepung dan lain sebagainya yang biasanya terpisah dari air. Hukumnya tetap suci mensucikan selama kemutlakannya masih terpelihara. Jika sudah tidak, hingga ia tidak dapat lagi dikatakan air mutlak, maka hukumnya ialah suci pada dirinya, namun tidak mensucikan bagi yang lainnya.

Air Dua Kullah

Semua mazhab sepakat, bahwa apabila air berubah warna, rasa dan baunya karena bersentuhan dengan najis, maka air itu menjadi najis, baik sedikit ataupun banyak, bermata air ataupun tidak bermata air. Mutlak atapun mudhaf. Apabila air itu berubah karena melewati bau-bauan tanpa bersentuhan dengan najis, semisal air tersebut berada di samping bangkai lalu udara dari bangkai itu bertiup membawa bau kepada air itu, maka air itu tetap suci.Apabila air bercampur dengan najis, sedangkan air itu tidak berubah sifatnya, maka Imam Malik berkata berdasarkan suatu riwayat: air itu bersih sedikit atau banyak. Hal ini berlandaskan pada satu riwayat: “air itu pada dasarnya suci. Ia tidak menjadi najis oleh sesuatu kecuali berubah warna, rasa dan baunya. Sedang mazhab yang lain berpendapat: jika air itu sedikit menjadi najis, dan jika banyak tetap suci. Meskipun demikian, mereka berbeda pendapat dengan ukuran banyak sedikitnya.

Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa yang digolongkan banyak itu adalah dua kullah, seperti yang diriwayatkan dalam sebuah riwayat: “apabila air sampai dua kullah, maka ia tidak najis.”

Yang disebut dua kullah sama dengan 500 kati iraq. Menurut sebagian Syaikh Azhar, dua kullah ialah dua belas tankah. Imamiyah berkata: yang di sebut


(42)

banyak itu jika sampai satu karra, sebagaimana yang diriwayatkan sebuah riwayat: “apabila air itu mencapai satu karra, maka ia tidak menjadi najis.”Satu karra sama dengan 1200 kati iraq. Kira-kira 27 tankah. Hanafi berkata: yang disebut banyak ialah jika air itu digerakan di satu bagian, maka bagian yang lain tidak ikut bergerak.

Imam Hanafi juga tidak memberikan ukuran dengan dua kullah atau karra, tetapi di ukur dengan system gerakan sebagaimana yang dijelaskan di atas.

Ada beberapa pendapat yang menjelaskan air dua kullah jika dihitung dengan satuan liter:17

a. Menurut al-Nawawi, dua kullah itu sama dengan 174,676 liter (55,9 cm kubik = 55,9 x 55,9 x 55,9).

b. Menurut al-Rafi'i, dua kullah itu sama dengan 176,558 liter (56,1 cm kubik = 56,1 x 56,1 x 56,1).

c. Menurut al-Bagdadi, dua kullah itu sama dengan 242,97 liter (62,4 cm kubik = 62,4 x 62,4 x 62,4).

Air Mengalir Dan Air Tenang

Mazhab-mazhab berbeda pendapat tentang air yang mengalir, Hanafi berkata: setiap air mengalir, sedikit atau banyak, berhubungan dengan benda atau tidak, tidaklah menjadi najis hanya karena bersentuhan dengan najis. Malah, jika ada air najis dalam sebuah bejana dan air bersih dalam bejana yang lain, kemudian kedua jenis itu dicurahkan dari tempat yang tinggi sehingga keduanya bercampur dan jatuh ke bawah, maka campuran kedua jenis air itu hukumnya suci. Sedang mazhab Syafi’i berpendapat: jika air yang mengalir itu cukup dua kullah dan tidak berubah walaupun bercampur barang najis, maka semua air itu suci. Jika air yang mengalir itu tidak sampai dua kullah, maka yang mengalir (bersama najis) itu hukumnya najis, sedangkan yang mengalir sebelum dan sesudahnya hukumnya

17


(43)

suci. Mazhab Hanbali berpendapat: air yang tenang bila kurang dari dua kullah menjadi najis walaupun hanya bersentuhan dengan najis, baik memancar ataupun tidak. Sedangkan air yang mengalir tidak menjadi najis jika bercampur dengan benda najis, kecuali berubah. Adapun Maliki berpendapat: air yang sedikit tidak menjadi najis dengan hanya bersentuhan dengan najis, dan tidak ada beda antara air yang mengalir dan air yang tenang. Dan Imamiyah berpendapat: tidak ada tanda untuk menentukan air itu mengalir atau banyak. Jika air itu berhubungan dengan air pancaran (mata air) walaupun perlahan maka dianggap air itu sama hukumnya seperti air banyak. Ia tidak menjadi najis walaupun bersentuhan dengan najis, walaupun jumlah air itu sedikit dan berhenti. Sebab pada mata air itu ada kekuatan pusat air dan air yang banyak.

Air Menyucikan Najis

Apabila ada air yang sedikit menjadi najis dengan bersentuhan dengan najis, tetapi tidak mengalami perubahan sifat apapun, Imam Syafi’i berpendapat: jika air itu dikumpulkan sampai cukup dua kullah, ia menjadi suci dan menyucikan najis, baik cukupnya itu karena bercampur dengan air suci maupun dengan air najis, dan jika air itu dipisahkan maka tetap suci hukumnya. Hanbali dan kebanyakan Fuqaha Imamiyah berpendapat: air yang sedikit itu tidak menjadi bersih dengan mencukupkannya menjadi dua kullah, baik dengan air bersih maupun dengan air najis. Maliki berpendapat: menyucikan air yang terkena najis itu dapat dengan cara mencurahkan air mutlak di atasnya hingga hilang sifat najis itu. Hanafi berpendapat: air yang najis itu menjadi bersih dengan cara mengalirkannya. Jika ada air yang najis di dalam bejana, kemudian dicurahkan air


(44)

ke atasnya hingga mengalir keluar dari tepi-tepinya, maka menjadi sucilah air itu. Begitu juga jika ada air najis di kolam atau di lubang, kemudian digali lubang lain meskipun jaraknya dekat, dan dialirkan air najis pada saluran diantara kedua lubang itu sehingga semua air itu berkumpul pada satu lubang, maka semuanya menjadi suci.


(45)

PENGARUH WUDU BAGI KESEHATAN A. TEKS HADIS DAN ASBABUL WURUD

1. Hadis-hadis Tentang Perintah Bersuci Sebelum Salat

ﺎََﺪَ

ُقﺎَ ْ إ

ُ ْ

َ هاَﺮْإ

َ َْ ْا

َلﺎَ

ﺎََﺮَْ َأ

ُﺪَْ

قازﺮ ا

َلﺎَ

ﺎََﺮَْ َأ

ٌﺮَ ْ َﻣ

ْ َ

مﺎ َه

ْ

َُﻣ

ُ َأ

َ َ

ﺎََأ

َةَﺮَْﺮُه

ُلﻮَُ

َلﺎَ

ُلﻮُ َر

ﷲا

ﻰ َ

ُﷲا

ََْ

َ َ َو

ﺎَ

ُ َْ ُ

ُةﺎََ

ْ َﻣ

َثَﺪْ َأ

ﻰ َ

َﺄﺿَﻮََ

َلﺎَ

ٌ ُ َر

ْ ﻣ

َتْﻮَﻣَﺮْ َ

ﺎَﻣ

ُثَﺪَ ْا

ﺎَ

ﺎََأ

َةَﺮَْﺮُه

َلﺎَ

ٌءﺎَ ُ

ْوَأ

ٌطاَﺮُﺿ

Artinya: Diriwayatkan dari Ishaq ibn Ibrahim al-Khanzaly, dia berkata, ‘Abd al-Razaq telah memberitahukan kepada kami dan berkata, Ma’mar memberitahukan kami (meriwayatkan) dari Hammam ibn Munabbih, bahwa ia telah mendengar Abu Huairah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “salatnya orang yang berhadats tidak akan diterima sampai ia berwudu (kembali)”. Kemudain seorang laki-laki dari Hadramaut bertanya: “apakah yang dimaksud dengan hadats itu wahai Abu Hurairah?,” Abu Hurairah menjawab: “(diantaranya) buang gas (kentut) yang mendesis maupun yang keluar dengan suara keras.” (H.R. Bukhari)

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sanad dan matan yang berbeda:

ﺎََﺪَ

ُﺪَ ْ َأ

ُ ْ

ََْ

ﺎََﺪَ

ُﺪَْ

قازﺮ ا

ﺎََﺮَْ َأ

ٌﺮَ ْ َﻣ

ْ َ

مﺎ َه

ْ

َُﻣ

ْ َ

َأ

َةَﺮَْﺮُه

َلﺎَ

َلﺎَ

ُلﻮُ َر

ﷲا

ﻰ َ

ُﷲا

ََْ

َ َ َو

ﺎَ

ُ َْ َ

ُﷲا

َةﺎََ

ْ ُآﺪَ َأ

اَذإ

َثَﺪْ َأ

ﻰ َ

َﺄﺿَﻮََ

Artinya: Ahmad ibn Hanbal meriwayatkan kepada kami dari ‘Abd al-Razaq, ia berkata: Ma’mar meriwayatkan kepada kami dari Hammam ibn Munabbih, dari Abi Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Allah tidak menerima salat salah seorang diantara kalian apabila ia berhadats (tidak mempunyai wudu) sampai dia berwudu.” (H.R. Abu Daud)

Asbabul wurud hadis diatas adaalah: Menurut Ibn Daqieqil ‘Ied: Segolongan Mutaqaddimin mengambil dalil dengan “tiada menerima” untuk menentapkan tidak sah, sebagaimana sabda Nabi SAW. tersebut.1

Abu Daud juga meriwayatkan hadis ini dalam sanad dan riwayat yang berbeda:

1

M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Mutiara Hadiets, (Jakarta: Bulan Bintang, 1961), Cet. Ke-3. h. 436


(46)

ﺎََﺪَ

ُ ْ ُﻣ

ُ ْ

َ هاَﺮْإ

ﺎََﺪَ

ُﺔَْ ُﺷ

ْ َ

َةَدﺎََ

ْ َ

َأ

َ ْا

ْ َ

َأ

ْ َ

ا

ﻰ َ

ُﷲا

ََْ

َو

َ َ

َلﺎَ

ﺎَ

ُ َْ َ

ُﷲا

ﺰَ

َ َو

ﺔََﺪَ

ْ ﻣ

لﻮُُ

ﺎََو

ةﺎََ

ﺮَْﻐ

رﻮُﻬُ

Artinya: Muslim ibn Ibrahim meriwayatkan kepada kami dari Syu’bah, dari Qatadah, dari Abi al-Malih, dari ayahnya, dari kanjeng Nabi saw. bersbda: “Allah tidak menerima sedekah seseorang dari hasil korupsi (barang yang haram) dan salat seseorang tanpa bersuci terlebih dahulu.” (H.R. Abu Daud)

Asbabul wurud hadis diatas adalah: Bahwa Ibn Umar masuk ke rumah Ibnu Amir, dia mendoakan Ibn Amir yang sedang sakit. Kata Ibnu Amir: “Apakah engkau berdoa kepada Allah untukku wahai Ibnu Umar? Ibnu Umar menjawab: aku mendengar Rasulullah bersabda . . .(sebagaimana hadis diatas). Hadis ini diriwayatkan pula oleh enam Mukharrij dari jalur Ibnu Umar selain Bukhari.2

2. Hadis-hadis Tentang Keutamaan Berwudu

ﺎََﺪَ

ﻰَْ َ

ُ ْ

ﺮَْﻜُ

َلﺎَ

ﺎََﺪَ

ُ ْ ا

ْ َ

ﺪ ﺎَ

ْ َ

ﺪ َ

ْ

َأ

لﺎَه

ْ َ

َْ ُ

ﺮ ْ ُ ْا

َلﺎَ

ُ َر

َ َﻣ

َأ

َةَﺮَْﺮُه

ﻰََ

ﺮْﻬَ

ﺪ ْ َ ْا

َﺄﺿَﻮََ

َلﺎََ

إ

ُ ْ َ

ا

ﻰ َ

ُﷲا

ََْ

َ َ َو

ُلﻮَُ

نإ

ﻣُأ

َنْﻮَ ْﺪُ

َمْﻮَ

ﺔَﻣﺎَ ْا

اًﺮُ

َ

َ ُﻣ

ْ ﻣ

رﺎَ

ُﻮْا

ءﻮُﺿ

ْ َ َ

َعﺎَ َْ ا

ْ ُﻜْﻣ

ْنَأ

َ ُ

ُ َﺮُ

ْ َ ْ ََْ

Artinya: Diriwayatkan dari Yahya ibn Bukair, dari al-Layts, dari Khalid, dari Sa’id ibn Abi Hilal, dari Nu’aim al-Mujmir, ia berkata: saya naik bersama Abu Hurairah ke atas masjid, kemudian ia (Abu Hurairah) berwudu dan setelah itu ia berkata: sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda “Pada hari kiamat nanti umatku akan dipanggil dengan keadaan bersinar-sinar karena bekas wudu pada anggota tubuh mereka. Maka siapapun yang mampu melebihkan basuhan wudu dari batasannya, maka lakukanlah (yakni tidak hanya membasuh hingga pada batas minimal, tetapi dilebihkan sedikit agar lebih sempurna).” (H.R. Bukhary)

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Muslim:

ﺎََﺪَ

اﻮُﺎَ

ﺪَْ ُ

ُ ْ

ُﺪَْ َو

رﺎَ د

ْ

َءﺎ ﺮَآَز

ُ ْ

ُ ﺎَْاَو

ءﺎََ ْا

ُ ْ

ُﺪ َ ُﻣ

َْﺮُآ

ﻮَُأ

َﺪَ

َﺪَ

لﺎَ

ْ

َنﺎَ َُْ

ْ َ

ﺪَْ َﻣ

ُ ْ

ُﺪ ﺎَ

ﺪَْ

ْ

َْ ُ

ْ َ

يرﺎَ َْﺄْا

َﺔ ﺰَ

ُ ْ

ُةَرﺎَ ُ

ﷲا

2

Ibn Hamzah, Al-Bayan Wa Al-Ta’rif Fi Asbab Wurud Al-Hadits Al-Syarif, (Beirut: Maktabah Al-Ilmiah), h. 224


(47)

Artinya: Diriwayatkan oleh Abu Kuraib Muhammad bin ‘Alama dan Qasim bin Zakaria bin Dinar dan Abdu bin Humaid, mereka berkata: Diriwayatkan oleh Khalid bin Makhlad dari Sulaiman bin Bilal, diriwayatkan dari ‘Umarah bin Ghaziah dari Nu’aim bin Abdillah Mujmir, ia berkata: Aku melihat abu hurairah berwudu, maka ia membasuh tangan kanannya hingga hampir mencapai bahunya. Kemudian membasuh tangan kirinya hingga hampir mencapai bahunya. Kemudian dia mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai ke betisnya, lalu membasuh kaki kirinya sampai ke betisnya. Kemudian dia berkata: Seperti inilah aku melihat Rasulullah saw berwudu. Kemudian Rasulullah saw bersabda: Kalian akan dipanggil dalam keadaan bersinar pada hari kiamat nanti dari bekas wudu. Maka siapapun yang mampu melebihkan basuhan wudu dari batasannya, maka lakukanlah (yakni tidak hanya membasuh hingga pada batas minimal, tetapi dilebihkan sedikit agar lebih sempurna).” (H.R. Muslim)

Asbabul wurud hadis diatas adalah: Sebagaimana tercantum dalam Sahih Muslim, bahwa Nu’aim bin Abdullah melihat Abu Hurairah sedang wudu, maka dia membasuh wajah dan kedua tangannya sehingga hampir kepundaknya. Kemudian dia membasuh kedua kakinya sampai ke lutut, kemudian dia berkata: Aku mendengar Rasulullah berkata…(sebagaimana hadis diatas). Dalam hadis Muslim lafadz ya’tuuna (mereka datang) menggantikan yud’auna (mereka dipanggil) seperti bunyi hadis di atas.3

Imam Muslim juga meriwayatkan hadis tersebut dengan matan dan sanad yang berbeda:

و

َﺪَ

ُنوُرﺎَه

ُ ْ

ﺪ َ

َْﺄْا

َﺪَ

ُ ْا

ْهَو

َﺮَْ َأ

وُﺮْ َ

ُ ْ

ثرﺎَ ْا

ْ َ

ﺪ َ

ْ

َأ

لﺎَه

ْ َ

َْ ُ

ْ

ﺪَْ

ﷲا

ُ َأ

ىَأَر

ﺎََأ

َةَﺮَْﺮُه

ُﺄﺿَﻮََ

َ َ َﻐَ

ُ َﻬْ َو

َْﺪََو

ﻰ َ

َدﺎَآ

ُﻎَُْ

َْﻜَْ ْا

ُ

َ َ َ

َْْ ر

ﻰ َ

َ ََر

ﻰَإ

َْﺎ ا

ُ

َلﺎَ

ُ ْ َ

َلﻮُ َر

ﷲا

ﻰ َ

ُﷲا

ََْ

3

Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi Ad Damsyiqi, Asbabul Wurud 2 Latar Belakang Timbulnya Hadis-Hadis Rasul, (Jakarta: Kalam Mulia 2004), Cet. ke.5. h. 49-50


(1)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan penulisan pada skripsi ini dapat diambil kesimpulan sebagaimana berikut:

Wudu merupakan suatu persiapan mental untuk mengerjakan salat. Kesucian dan kesejukan yang ditimbulkan oleh wudu dapat membangkitkan konsentrasi dalam pelaksanaan salat. Karena wudu dapat menstimulir lima organ pancaindera. Para pakar syaraf (neurologists) telah membuktikan bahwa dengan air wudu yang mendinginkan ujung-ujung syaraf jari tangan dan kaki, berguna untuk memantapkan konsentasi pikiran. Usapan pada bagian wudu memberikan efek terapi kepada seluruh organ dan sistem organ tubuh, karena pada anggota bagian tubuh yang terkena rukun wudu, terdapat ratusan titik akupunktur yang bersifat reseptor terhadap stimulus berupa basuhan, gosokan, usapan, dan tekanan ketika melakukan wudu.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas penulis memberikan saran agar dapat mengembangkan tulisan ini.

1. Agar kita memperlakukan wudu tidak hanya sebatas ritual yang dilakukan sebelum melakukan salat, karena banyak manfaat dibalik ritual tersebut jika kita melakukannya dengan benar.

2. Agar kita dapat terus mengembangkan Khazanah ke-Islaman khususnya interdisipliner antara studi Islam dan studi ilmiah lainnya.


(2)

70 3. Agar pihak Fakultas dapat menambah koleksi bacaan yang

berkaitan dengan pengaruh wudu bagi kesehatan.

Hanya inilah yang dapat penulis susun, dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang penulis miliki. Semoga skripsi ini dapat menambah sumber kepustakaan, terutama mengenai pengaruh yang didapat dalam melakukan ritual wudu.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amar, Imran Abu. Terjemah Fathul Qarib, Kudus: Menara Kudus, 1982, Jilid I As’ad, Aliy. Fathul Mu’in, terj. Moh Talhah Mansoer, Kudus: Menara Kudus,

1990, jilid I

Binjai, Syekh H. Abdul Halim Hasan. Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006 Baqi, Muhammad Fuad ‘Abd al-. al-Mu’jam Mufahras li Alfaz al-Quran, Kairo:

Dar al-Hadis, 2001

Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta. Tema-Tema Pokok Al-Quran, Jakarta: Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta, 1998

Calehr, Hallym. Pedoman Akupunktur Medis, Jakarta: Gramedia, 1986, Jilid 1 Damsyiqi, Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi Ad. Asbabul Wurud 2 Latar

Belakang Timbulnya Hadis-Hadis Rasul, Jakarta: Kalam Mulia 2004 Damasyqi, Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi Ad-. Mau ‘Izaatul Al Mu’minin

Min Ihyai ‘Ulumi Al-Din Beirut: Darul Fikr, t.t

Departemen Agama RI. Ensiklopedi Islam, Jakarta: Depag RI, 1987, Jilid I

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002

Emoto, Masaru. The Secret Life of Water, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006

Emoto, Masaru. The True Power of Water, Bandung: MQ Publishing, 2006 Entjang, Dr. Ihdan. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung: Citra Aditya Bakti, t.t Fanjari, Ahamad Syauqi al-. Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, Jakarta: Bumi

Aksara, 1996

Fayumi, Ahmad ibn Muhammad Ali al-Margi al-. al-Misbah al-Munir Fi Gharib al-Syarh al-Kabir Li al-Rafi’i, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1994

Habsyi, Muhammad Bagir al-. Fiqih Praktis: Menurut al-Quran. as-Sunnah, Dan Pendapat Para Ulama, Bandung: Mizan, 2001

Hamidy, Zainudin. et, al. Terjemah Shahih Bukhari, Jakarta: Wijaya, 1969, Jilid I Hamka. Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1993, juz VI


(4)

Hamzah, Ibn. Al-Bayan Wa Al-Ta’rif Fi Asbab Wurud Al-Hadits Al-Syarif, Beirut: Maktabah Al-Ilmiah, t.t

Hasanuddin, Oan. Mukjizat Berwudhu, Jakarta: Qultum Media, 2007

Hawari, H. Dadang, al-Quran: Ilmu kedokteran jiwa dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996

Hoeve, Van. Ensiklopedia Indonesia (edisi khusus), Jakarta: PT. Icktiar Baru, Jilid 3

Indrawan WS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jombang: Lintas Media, t.t

Isran,A.M. Pedoman Sehat Tanpa Obat Dengan Shalat Dan Pijat, Bandung: tanpa nama penerbit, 2002

Jarjawi, ‘Ali Ahmad al-. Hikmat al-Tasyri’ wa Falsafatahu, Beirut: Dar al-Fikr, 1994, juz 1

Jawziyyah, Ibn Qayyim al-. al-Thib al-Nabawi, terjemahan Mudzakir AS, Pengobatan Cara Nabi, Bandung: Pustaka, 1992

Jazairi, Abu Bakar Jabir Al-. Minhaj Al-Shahih Muslim, Beirut: Daar Al-Fikr, 1995

Jie, Sim Kie. Dasar Teori Ilmu Akupuntur, Identifikasi Dan Klarifikasi Penyakit, Jakarta: Grasindo, t.t

Ka’bah, Rifyal, M.A. Sakit, Obat, Kesembuhan, dan Kesehatan Dalam Islam, Jakarta: Crescent Press, 1995

Khatib,Muhammad al-. Al-Islam wa ‘Ilmu Nadzaraa tun Mu’jizatun, Terjemahan Umar Sitanggal, Anshari, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1988

Kusuma, Hadi dan Kiswoyo. Teori dan Praktek Ilmu Akupuntur, Jakarta: Gramedia, 1983

Maftuh A. Filsafat Manusia, Bandung: CV Bintang Pelajar, t.t

Maftukhin, Anis. Rahasia-rahasia Besar di Balik Perintah Wudhu, Jakarta: Rabitha Press, 2006

Mahmud, Mahir Hasan. Terapi Air, Jakarta: Qultum Media, 2007

Meridian, Indonesian Journal of Acupunture, Surabaya: PAKSI DPD Jawa Timur, 1997, Vol. IV, No. 1


(5)

Muhammad, Abubakar. terjemahan Subulus Salam, Surabaya: al Ikhlas, t.t

Nasrati, Hamzah An-. dkk. Silsilah Fiqh Islam ‘Ala Mazahibil Arba’ah, Mesir: Al-Maktabah al-Qayyimah, Jilid 1

Neuman, Lawrance W. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, Boston: Ally and Bacon, 1984

Pearce, Evelyn C. Anatomy & Physiology for Nurses, Terjemahan Sri Yuliani Handoyo, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: Gramedia, 1982

Permadi D, Pong. Pedoman Praktis Belajar Akupunktur dan Perawatan Kecantikan, Bandung: Alumni, 1982

Qardhawi, Dr Yusuf al-. Fiqh Peradaban 'Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan', Surabaya: Dunia Ilmu,1997

Qurtuby, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-. Al-Jaami’ li Ahkamil Quran, Beirut: daar al-kutb al-ilmiyah, 1993, Jilid 3

Razzaq,Abdul Syukur Abdul. Faedah Shalat Bagi Kesehatan Jasmani Dan Ruhani Dan Msyarakat, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005

Ruwaihah, Amin. Al-Tadaawi bi al-Maa, terjemahan Abu Maftuh Gherry, Pengobatan Dengan Air, Surabaya: Duta Media, 1997

Sabiq, Sayid. Fikih Sunnah, Bandung: Gema Insani Press, 1996, Jilid I

Saitibi, Al-. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Alamiyah Scheideman, Ian. Medical Acupuncture, Australia: Myfair Medical Supplies Ltd,

1988

Shiddieqy, M. Hasbi Ash-. Mutiara Hadiets, Jakarta: Bulan Bintang, 1961

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992

Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Quran, Bandung: Mizan, 1996

Slamet, Juli Soemirat. Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: UGM Press, 1996 Soetopo, Y.R.W. Akupuntur Telinga, Jakarta: Yayasan Pengembangan Akupuntur


(6)

Sunarto,Achamad. Terapi penyakit dengan Al-Qur’an dan Sunnah, Jakarta: Pustaka Amani, 1999

Tairas, J.H. Tarumetor. Refleksologi: Penyembuhan Penyakit dengan Pijat Pembuluh Darah dan Pusat Saraf, Jakarta: Rineka Citra, 2000

Teba, Sudirman. Sehat Lahir Batin, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005 Tilarso, Hario. Dkk. Panduan Peningkatan Kesehatan Santri, Jakarta: Cv.

Kutaboloh Manunggal, 2005

Tim Penerjemah EGC. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 26, Jakarta: 1996 Werner, David. Where There Is No Doctor, terjemahan Dr. Januar Achmad, Apa

Yang Anda Kerjakan Bila Tidak Ada Dokter, Yogyakarta: Yayasan Essential Medica dan Andi Offset, 1999

Wratsongko,Madyo dan Sagiran, Mukjizat Gerakan Shalat Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit, Jakarta: Qultum Media, 2006