32 lamanya, berganti generasi dan berganti zaman. Penemuan baru akan hakikat ilmu
pun sungguh mencengangkan.
B. Ketentuan Air Dalam Berwudu
Pada dasarnya thaharah tidak terlepas dari air, sebagaimana firman Allah:
☺ ☯
⌧
Artinya: ingatlah, ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari
langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh
dengannya telapak kaki mu.
Thaharah dari hadas maknawi itu tidak akan sempurna kecuali dengan niat
taqarrub dan taat kepada Allah. Adapun thaharah dari najis pada tangan, pakaian, atau bejana, maka kesempurnaannya bukanlah dengan niat. Bahkan jika secarik
kain terkena najis lalu ditiup angin dan jatuh ke dalam air yang banyak, maka kain itu dengan sendirinya menjadi suci.
12
Thaharah dari hadas dan najis itu menggunakan air, sebagaimana seperti yang telah diungkapkan diatas.
Pada dasarnya para ulama telah membagi ke dalam beberapa bagian tentang air berdasarkan banyak sedikitnya atau berdasarkan keadannya:
Air Mutlak
12
Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2005, Cet. Ke- 15, h. 3
33 Hukumnya ialah bahwa ia suci lagi mensucikan, artinya ia suci bagi
dirinya dan mensucikan bagi yang lainnya.
13
Menurut kesepakatan para ulama, air mutlak itu suci dan menyucikan.
14
dalam hal ini, air mutlak meliputi air hujan, air laut, air sungai, air telaga, dan setiap air yang keluar dari bumi, salju atau air beku
yang mencair.
Air Musta’mal
Yaitu air yang telah terpisah dari anggota-anggota orang yang berwudu dan mandi. Hukumnya suci lagi mensucikan sebagai halnya air mutlak tanpa
berbeda sedikitpun. Hal itu mengingat asalnya yang suci, sedangkan tiada dijumpai suatu alasan apapun yang mengeluarkannya dari kesucian.
15
Namun para ulama memiliki pendapat yang sedikit berbeda, menurut mereka apabila air berpisah dari tempat yang dibasuh bersama najis, maka air itu
hukumnya menjadi najis. Namun bila air itu berpisah tidak bersama najis, maka hukumnya bergantung pada tempat yang di basuh.
16
Air Mudhaf
Ialah air perahan dari suatu benda seperti limau, tebu, anggur atau air yang mutlak pada asalnya, kemudian bercampur dengan benda-benda lain misalnya air
bunga. Air semacam itu suci, namun tidak dapat menyucikan najis dan kotoran. Pendapat ini merupakan kesepakatan semua mazhab kecuali Hanafi yang
membolehkan bersuci dari najis dengan semua cairan selain dari minyak, tetapi bukan sesuatu yang berubah karena dimasak.
13
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Bandung: Alma’arif,1997, Cet. Ke-19, h. 34
14
Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2005, Cet. Ke- 15, h. 4
15
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Bandung: Alma’arif,1997, Cet. Ke-19, h. 36
16
Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2005, Cet. Ke- 15, h. 4
34
Air Yang Bercampur Dengan Barang Yang Suci
Maksudnya adalah jika air bercampur dengan barang atau benda-benda suci semisal sabun, kiambang, tepung dan lain sebagainya yang biasanya terpisah
dari air. Hukumnya tetap suci mensucikan selama kemutlakannya masih terpelihara. Jika sudah tidak, hingga ia tidak dapat lagi dikatakan air mutlak, maka
hukumnya ialah suci pada dirinya, namun tidak mensucikan bagi yang lainnya.
Air Dua Kullah
Semua mazhab sepakat, bahwa apabila air berubah warna, rasa dan baunya karena bersentuhan dengan najis, maka air itu menjadi najis, baik sedikit ataupun
banyak, bermata air ataupun tidak bermata air. Mutlak atapun mudhaf. Apabila air itu berubah karena melewati bau-bauan tanpa bersentuhan dengan najis, semisal
air tersebut berada di samping bangkai lalu udara dari bangkai itu bertiup membawa bau kepada air itu, maka air itu tetap suci.Apabila air bercampur
dengan najis, sedangkan air itu tidak berubah sifatnya, maka Imam Malik berkata berdasarkan suatu riwayat: air itu bersih sedikit atau banyak. Hal ini berlandaskan
pada satu riwayat: “air itu pada dasarnya suci. Ia tidak menjadi najis oleh sesuatu kecuali berubah warna, rasa dan baunya. Sedang mazhab yang lain berpendapat:
jika air itu sedikit menjadi najis, dan jika banyak tetap suci. Meskipun demikian, mereka berbeda pendapat dengan ukuran banyak sedikitnya.
Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa yang digolongkan banyak itu adalah dua kullah, seperti yang diriwayatkan dalam sebuah riwayat: “apabila air
sampai dua kullah, maka ia tidak najis.” Yang disebut dua kullah sama dengan 500 kati iraq. Menurut sebagian
Syaikh Azhar, dua kullah ialah dua belas tankah. Imamiyah berkata: yang di sebut
35 banyak itu jika sampai satu karra, sebagaimana yang diriwayatkan sebuah riwayat:
“apabila air itu mencapai satu karra, maka ia tidak menjadi najis.”Satu karra sama dengan 1200 kati iraq. Kira-kira 27 tankah. Hanafi berkata: yang disebut banyak
ialah jika air itu digerakan di satu bagian, maka bagian yang lain tidak ikut bergerak.
Imam Hanafi juga tidak memberikan ukuran dengan dua kullah atau karra, tetapi di ukur dengan system gerakan sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan air dua kullah jika dihitung dengan satuan liter:
17
a. Menurut al-Nawawi, dua kullah itu sama dengan 174,676 liter 55,9 cm kubik = 55,9 x 55,9 x 55,9.
b. Menurut al-Rafii, dua kullah itu sama dengan 176,558 liter 56,1 cm kubik = 56,1 x 56,1 x 56,1.
c. Menurut al-Bagdadi, dua kullah itu sama dengan 242,97 liter 62,4 cm kubik = 62,4 x 62,4 x 62,4.
Air Mengalir Dan Air Tenang
Mazhab-mazhab berbeda pendapat tentang air yang mengalir, Hanafi berkata: setiap air mengalir, sedikit atau banyak, berhubungan dengan benda atau
tidak, tidaklah menjadi najis hanya karena bersentuhan dengan najis. Malah, jika ada air najis dalam sebuah bejana dan air bersih dalam bejana yang lain, kemudian
kedua jenis itu dicurahkan dari tempat yang tinggi sehingga keduanya bercampur dan jatuh ke bawah, maka campuran kedua jenis air itu hukumnya suci. Sedang
mazhab Syafi’i berpendapat: jika air yang mengalir itu cukup dua kullah dan tidak berubah walaupun bercampur barang najis, maka semua air itu suci. Jika air yang
mengalir itu tidak sampai dua kullah, maka yang mengalir bersama najis itu hukumnya najis, sedangkan yang mengalir sebelum dan sesudahnya hukumnya
17
http:
key_key rikpam ail at au j am pangcicadas
36 suci. Mazhab Hanbali berpendapat: air yang tenang bila kurang dari dua kullah
menjadi najis walaupun hanya bersentuhan dengan najis, baik memancar ataupun tidak. Sedangkan air yang mengalir tidak menjadi najis jika bercampur dengan
benda najis, kecuali berubah. Adapun Maliki berpendapat: air yang sedikit tidak menjadi najis dengan hanya bersentuhan dengan najis, dan tidak ada beda antara
air yang mengalir dan air yang tenang. Dan Imamiyah berpendapat: tidak ada tanda untuk menentukan air itu mengalir atau banyak. Jika air itu berhubungan
dengan air pancaran mata air walaupun perlahan maka dianggap air itu sama hukumnya seperti air banyak. Ia tidak menjadi najis walaupun bersentuhan dengan
najis, walaupun jumlah air itu sedikit dan berhenti. Sebab pada mata air itu ada kekuatan pusat air dan air yang banyak.
Air Menyucikan Najis
Apabila ada air yang sedikit menjadi najis dengan bersentuhan dengan najis, tetapi tidak mengalami perubahan sifat apapun, Imam Syafi’i berpendapat:
jika air itu dikumpulkan sampai cukup dua kullah, ia menjadi suci dan menyucikan najis, baik cukupnya itu karena bercampur dengan air suci maupun
dengan air najis, dan jika air itu dipisahkan maka tetap suci hukumnya. Hanbali dan kebanyakan Fuqaha Imamiyah berpendapat: air yang sedikit itu tidak menjadi
bersih dengan mencukupkannya menjadi dua kullah, baik dengan air bersih maupun dengan air najis. Maliki berpendapat: menyucikan air yang terkena najis
itu dapat dengan cara mencurahkan air mutlak di atasnya hingga hilang sifat najis itu. Hanafi berpendapat: air yang najis itu menjadi bersih dengan cara
mengalirkannya. Jika ada air yang najis di dalam bejana, kemudian dicurahkan air
37 ke atasnya hingga mengalir keluar dari tepi-tepinya, maka menjadi sucilah air itu.
Begitu juga jika ada air najis di kolam atau di lubang, kemudian digali lubang lain meskipun jaraknya dekat, dan dialirkan air najis pada saluran diantara kedua
lubang itu sehingga semua air itu berkumpul pada satu lubang, maka semuanya menjadi suci.
BAB IV PENGARUH WUDU BAGI KESEHATAN