Latar Belakang Masalah Akuntansi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan Medan Denai

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pajak menurut Rochmat Sumitro adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus“- nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama dalam membiayai public investment.Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan Negara, seperti menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain – lain. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura,maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan – pekerjaan demi kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun. Orang – orang yang memiliki status social yang tinggi termasuk orang – orang yang kaya,dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum tadi, dengan cara membayar uang ganti rugi. Setelah terbentuknya negara – negara nasional dan tercapainya pemisah antara rumah tangga negara dan rumah tangga pribadi raja pada akhir abad pertengahan, pajak mendapatkan tempat yang lebih mantap di antara berbagai pendapatan negara. Dengan bertambah luasnya tugas – tugas negara, maka dengan sendirinya negara memerlukan biaya yang cukup besar. Sehubungan dengan itu maka pembayaran pajak yang tadinyabersifat Universitas Sumatera Utara sukarela berubah menjadi pembayaran yang ditetapkan secara sepihak oleh negara dalam bentuk undang – undang dan dapat dipaksakan. Disebut PPh pasal 21 karena ketentuan perpajakan berkenaan dengan penghasilan karyawan yang diatur dalam Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008. Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan salah satu pajak langsung yang dipunguti pemerintah pusat atau merupan pajak negara yang berasal dari pendapatan rakyat. Kebijakan pemerintah dalam mengatur Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 antara lain dengan dikeluarkannya Undang – undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah di ubah dnegan Undang – undang Nomor 10 Tahun 1994, kemudian di ubah kembali dalam Undang – undang Nomor 17 Tahun 2000. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak atau pengeluaran yang berasal dari APBN APBD adalah bendahara pemerintah. Sebagai pihak yang melakukan pemotongan pemungutan pajak, bendahara pemerintah harus mengetahui aspek – aspek perpajakan terutama yang berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan serta Pajak Pertambahan Nilai. Salah satu kewajiban bendahara pemerintah sehubungan dengan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai antara lain adalah pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21. Universitas Sumatera Utara

B. Rumusan Masalah