Maksim Pelaksanaan The Maxim of Manner
wacana yang melanggar maksim ini seperti memberikan kontribusi yang kurang memadai dari apa yang dibutuhkan oleh mitra tutur sehingga kelancaran
komunikasi menjadi terganggu. Untuk itu dapat diperhatikan wacana di bawah ini: Contoh: 8
A: “Siapa nama istri Mas Koki?” B: “Mbakyu.”
Pada tuturan 8 dalam wacana tersebut, memang memungkinkan B memanggil istri Mas Koki dengan Mbakyu, tetapi untuk menjawab pertanyaan
A tidak memadai atau tidak informatif. Tokoh A dalam hal ini tidak menanyakan panggilan sapaan yang umum digunakan untuk memanggil seorang
perempuan yang berusia lebih tua dalam bahasa Jawa, tetapi nama perempuan itu. Bila B menyebutkan nama perempuan itu, wacana tersebut menjadi wacana
yang wajar. Bentuk penyimpangan maksim kuantitas yang lain adalah pemberian
informasi yang sifatnya berlebihan. Bila penutur mengetahui mitra bicaranya memberikan kontribusi semacam itu tentu ia tidak akan bertanya. Untuk lebih
jelasnya dapat perhatikan wacana di bawah ini. Contoh: 9
A: “Mobilku ringsek ketabrak kereta... Kau bisa ngetok sampai kelihatan baru lagi?”
B: “Bisa Tuan, tapi waktunya kira-kira 16 tahun.” Bila diperhatikan secara seksama, kontribusi tokoh B dalam wacana
tersebut sifatnya berlebihan dan menyesatkan mitra bicaranya. Dikatakan berlebihan karena bila hanya demikian jawabannya, maka tokoh A tentu tidak
akan bertanya. Setiap orang tentu mengetahui bahwa mengetok mobil selama 16 tahun berarti sama saja bahwa mobil itu tidak dapat diperbaiki lagi.