PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN DAN IMPLIKATUR DALAM ACARA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7 SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

(1)

commit to user

i

PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN

DAN IMPLIKATUR

DALAM ACARA

OPERA VAN JAVA

DI TRANS 7

:

SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

DWI ARIYANI

C0206002

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN

DAN IMPLIKATUR

DALAM ACARA

OPERA VAN JAVA

DI TRANS 7

:

SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

Disusun oleh DWI ARIYANI

C0206002

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Miftah Nugroho, S.S., M.Hum. NIP 197707252005011002

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. NIP 196206101989031001


(3)

commit to user

iii

PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN

DAN IMPLIKATUR

DALAM ACARA

OPERA VAN JAVA

DI TRANS 7

:

SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

Disusun oleh DWI ARIYANI

C0206002

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal 27 Desember 2010

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum.

NIP 196412311994032005 ...

Sekretaris Drs. Kaswan Darmadi, M.Hum.

NIP 196203031989031005 ...

Penguji I Miftah Nugroho, S.S., M.Hum.

NIP 197707252005011002 ...

Penguji II Dr. Dwi Purnanto, M. Hum.

NIP 196111111986011002 ...

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A. NIP 195303141985061001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Dwi Ariyani NIM : C0206002

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah

Kajian Pragmatik adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak

dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 14 Desember 2010 Yang membuat pernyataan,


(5)

commit to user

v

MOTTO

“Perjalanan ratusan mil diawali dengan satu langkah.“ (Lao Tzu)

Jangan pernah menyerah dengan apa yang sedang kau perjuangkan. Jika tidak, semua yang telah kau lakukan akan menjadi sia-sia. (Penulis)

“Pikiran yang bagus dan hati yang bagus adalah kombinasi yang hebat.” (Nelson Mandela)

“Orang mungkin ragu pada apa yang kau katakan, tapi mereka akan percaya dengan apa yang kau lakukan.”


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini Penulis persembahkan kepada: Bapak Ibu tercinta yang selalu memberi dukungan dan doa Kakakku satu-satunya, yang selalu memberi semangat Almamater Universitas Sebelas Maret Surakarta


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera

Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik dengan lancar. Skripsi ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberi izin dalam penulisan skripsi ini.

3. Rianna Wati, S.S. selaku pembimbing akademis penulis selama masa kuliah. 4. Miftah Nugroho, S.S., M.Hum. selaku pembimbing penulis yang dengan

penuh kesabaran membimbing dan memberi petunjuk pada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

5. Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum. selaku penelaah penulis yang bersedia memberi petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf pengajar Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu dan fasilitas yang telah penulis terima.


(8)

commit to user

viii

7. Staf UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret dan staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan kemudahan dalam mendapatkan sumber data dan buku-buku referensi untuk penyelesaian skripsi ini.

8. Bapak dan ibu tercinta, Hyongnim, dan seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang selalu tercurah.

9. Mas Bayu yang selalu mengingatkan untuk mengerjakan skripsi.

10.Okky dan teman-teman rumah yang telah memberikan hiburan dan kebersamaan yang menyenangkan. Sahabat-sahabatku yang setia.

11.Teman-teman Sasindo ‟06 atas kebersamaan dan bantuannya selama ini. 12.Kakak-kakak tingkat angkatan berapa pun yang telah membantu penulis. 13.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

ikut serta dalam melancarkan proses penulisan ini.

Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah Swt. Karya tulis ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sumbangan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, 14 Desember 2010 Penulis,


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

B. Landasan Teori ... 10


(10)

commit to user

x

2. Pragmatik Humor ... 11

3. Situasi Tutur ... 12

4. Tindak Tutur... 13

5. Kesantunan Berbahasa ... 16

6. Teori Kesantunan Brown dan Levinson ... 17

7. Prinsip Kesantunan Leech ... 19

8. Prinsip Ironi ... 25

9. Implikatur Percakapan ... 25

10.Humor ... 26

C. Kerangka Pikir ... 28

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Sampel ... 30

C. Data dan Sumber Data ... 31

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Klasifikasi Data ... 32

F. Teknik Analisis Data ... 33

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 34

BAB IV ANALISIS DATA ... 35

A. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan ... 35

1. Maksim Kearifan ... 35

2. Maksim Kedermawanan... 43

3. Maksim Pujian ... 46


(11)

commit to user

xi

5. Maksim Kesepakatan ... 55

6. Maksim Simpati ... 58

7. Maksim Pertimbangan ... 62

B. Prinsip Ironi dalam Acara OVJ ... 67

C. Implikatur yang Muncul dalam Acara OVJ ... 70

1. Implikatur Menghina ... 71

2. Implikatur Memancing Amarah ... 72

3. Implikatur Tidak Suka dengan Kedatangan Orang Lain ... 73

4. Implikatur Mempengaruhi ... 74

5. Implikatur Tidak Suka... 75

6. Implikatur Ingin Menyiksa ... 77

7. Implikatur Tidak Sayang kepada Istri ... 78

8. Implikatur Menyuruh ... 79

9. Implikatur Merayu ... 80

BAB V PENUTUP ... 82

A. Simpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Lima Fungsi Umum Tindak Tutur... 15

Tabel 2. Pelanggaran Prinsip Kesantunan ... 66

Tabel 3. Penerapan Prinsip Ironi ... 70


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR SINGKATAN

CP : Cooperative Principle (Prinsip Kerja Sama)

OVJ : Opera Van Java

PP : Politeness Principle (Prinsip Kesantunan)


(14)

commit to user

xiv

ABSTRAK

Dwi Ariyani. C0206002. 2010. Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur

dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik. Skripsi:

Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam OVJ?, (2) Bagaimana prinsip ironi dalam

OVJ?, dan (3) Bagaimana implikatur yang muncul dalam OVJ?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam OVJ, (2) Mendeskripsikan prinsip ironi dalam OVJ, dan (3) Mendeskripsikan implikatur yang muncul dalam OVJ.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik. Sumber data yang digunakan adalah percakapan atau dialog dalam tayangan OVJ di Trans 7 episode 1-7 Februari 2010. Data dalam penilitian ini adalah tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung penerapan prinsip ironi dalam acara OVJ di Trans 7, yang ditayangkan pada 1-7 Februari 2010. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak, sedangkan teknik untuk pengumpulan data menggunakan teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis heuristik. Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah penyajian secara informal dan formal.

Berdasarkan analisis dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, ditemukan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan ditemukan pada banyak data dan meliputi semua maksimnya (tujuh maksim). Pelanggaran paling banyak ialah terhadap maksim pujian, yang diikuti oleh maksim kearifan, simpati, kesepakatan, pertimbangan, kerendahan hati, dan terakhir maksim kedermawanan. Kedua, terdapat prinsip ironi dalam acara OVJ. Hanya terdapat sedikit data yang mengandung penerapan prinsip ironi. Hal tersebut karena kemungkinan para pemain OVJ akan merasa lebih puas jika menghina/mengecam orang lain secara terang-terangan. Pemain OVJ kelihatan bahagia jika berhasil menghina orang lain, hal itu dapat dilihat dari raut muka mereka yang tersenyum. Ketiga, ditemukan beberapa implikatur percakapan dalam acara OVJ. Implikatur tersebut terdiri dari sembilan (9) macam implikatur yang berbeda. Kesembilan macam implikatur tersebut ialah implikatur menghina, memancing amarah, tidak suka dengan kedatangan orang lain, mempengaruhi, tidak suka, ingin menyiksa, tidak sayang kepada istri, menyuruh, dan merayu. Dalam acara OVJ implikatur yang terjadi didominasi oleh implikatur menghina.


(15)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa sebagai alat komunikasi manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan, dan sebagainya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia akan kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai penyampai pesan seseorang kepada orang lain. Berbahasa dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam berbahasa, terkadang seseorang tidak menyatakannya secara langsung, melainkan melalui maksud yang tersembunyi di balik tuturannya. Selain itu, dalam memahami sebuah tuturan mitra tutur tidak dapat hanya mengandalkan kata-kata yang menyusunnya saja, melainkan harus memperhatikan juga fenomena yang ada di luar bahasa.

Ketidakmampuan linguistik struktural untuk menjelaskan fenomena yang ada di luar kalimat serta kejenuhan para linguis terhadap linguistik struktural yang mengkaji bahasa dalam batasan kalimat saja memicu lahirnya cabang ilmu

linguistik yang disebut „pragmatik‟ di awal tahun 1960-an. Pragmatik berisi

hal-hal tentang penggunaan bahasa yang tidak dapat dijelaskan dari sudut pandang linguistik struktural (Jumanto, 2009: 83). Tidak semua tuturan mempunyai makna sesuai dengan kata-kata yang menyusunnya, terkadang ada maksud yang tersembunyi di belakangnya. Pragmatiklah yang dapat mengkaji hal ini. Menurut Gunarwan (dalam Rustono, 1999: 4), pragmatik adalah bidang linguistik yang


(16)

commit to user

mengkaji hubungan (timbal balik) fungsi ujaran dan bentuk (struktur) kalimat yang mengungkapkan ujaran.

Penelitian terhadap pragmatik dapat dilakukan pada segala macam tuturan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik tuturan yang terdapat di masyarakat maupun tuturan di tayangan televisi. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk meneliti tuturan dalam acara humor Opera Van Java (yang selanjutnya akan disebut OVJ). OVJ menggunakan ragam tutur nonformal. OVJ

merupakan sebuah acara humor yang unik, karena tidak sama dengan acara humor seperti biasanya yang dikemas dengan cerita yang rapi. Di sini, ceritanya sering tidak sesuai dengan jalan cerita yang seharusnya. Akan tetapi, justru inilah yang menjadikannya lucu. Selain itu, OVJ menggunakan konsep wayang yang juga lain dari yang lain. Konsep tersebut ialah bahwa wayang-wayangnya dapat berkomunikasi dengan dalang dan dapat mengadu argumentasi mereka. Hal menarik lainnya dalam OVJ adalah bahwa wayang dapat berbicara dengan wayang yang lain sebagai pemeran (pemeran yang sebenarnya), bukan sebagai tokoh yang sedang dimainkan.

Sebagai sebuah acara humor, tentu saja tuturan yang terdapat di dalamnya bertujuan untuk menimbulkan efek lucu. Dalam OVJ tidak jarang ditemukan tuturan yang merendahkan orang lain, atau bahkan diri sendiri. Misalnya ialah tuturan Sule “Walaupun muka gua jelek, tapi pesek.” Tuturan tersebut berarti bahwa Sule telah merendahkan dirinya sendiri, yaitu dengan mengatakan bahwa dia jelek. Tuturan dalang Parto “Sek, saya lagi mo nutup Sek.” (ditujukan kepada

Sule) berarti merendahkan mitra tuturnya, yaitu Sule. „Sek‟ ialah kependekan dari


(17)

commit to user

Tuturan-tuturan yang digunakan dalam OVJ menarik untuk diteliti. Meskipun dalam OVJ terdapat tuturan yang mematuhi dan melanggar prinsip kesantunan, yang akan diteliti ialah tuturan yang menunjukkan ketidaksantunan kepada orang lain. Hal tersebut karena, jika merendahkan diri sendiri berarti hanya akan menyakiti diri sendiri, bukan orang lain, dan hal itu sudah biasa karena tidak akan berdampak negatif pada orang lain. Bertutur yang menyakiti atau merugikan orang lain merupakan tindakan yang tidak sopan, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari tentu saja semua orang lebih menyukai tuturan yang ditujukan kepadanya itu sopan. Akan tetapi, bagaimana dalam sebuah acara humor? Atas dasar apa para pemain menuturkan tuturan yang melanggar prinsip kesantunan? Dalam acara humor mungkin tidak seperti dalam kehidupan nyata. Sebuah acara humor tidak mempermasalahkan mengenai sopan santun kepada mitra tuturnya, karena jika tuturannya sopan akan terdengar sangat „datar‟ dan tidak menarik untuk ditonton. Selain itu mungkin juga ada implikatur di balik ketidaksantunan tuturan dalam sebuah acara humor.

Mampu bertutur secara halus dan isi tutur katanya memiliki maksud yang jelas dapat menyejukkan hati dan membuat orang lain berkenan. Seandainya perilaku bahasa setiap orang seperti itu, rasa kebencian, rasa curiga, sikap berprasangka buruk terhadap orang lain tidak perlu ada (Pranowo, 2009: 1).

Kesantunan seseorang dapat dilihat dari tuturannya, karena bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang. Artinya, melalui bahasa yang digunakan seseorang dapat diketahui kepribadiannya (Pranowo, 2009: 3). Seseorang akan merasa senang jika mitra tuturnya berbicara dengan santun. Pemakaian bahasa secara santun belum banyak mendapat perhatian. Oleh karena


(18)

commit to user

itu, sangat wajar jika sering ditemukan pemakaian bahasa yang baik ragam bahasanya, tetapi nilai rasa yang terkandung di dalamnya menyakitkan hati pembaca atau pendengarnya. Hal ini terjadi karena pemakai bahasa belum mengetahui bahwa di dalam suatu struktur bahasa (yang terlihat melalui ragam dan tata bahasa) terdapat struktur kesantunan. Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca (Pranowo, 2009: 4).

Berdasarkan uraian tersebut, kesantunan mempunyai arti penting dalam berbahasa. Dalam pragmatik terdapat banyak prinsip mengenai kesantunan yang dapat digunakan untuk menganalisis tuturan. Prinsip mengenai kesantunan tersebut antara lain dikemukakan oleh Brown dan Levinson, Leech, Lakoff, Yueguo Gu, dan sebagainya (Asim Gunarwan, 2007: 102). Prinsip kesantunan Leech (selanjutnya akan disebut prinsip kesantunan saja) menjelaskan bagaimana bertutur secara santun dengan membagi menjadi tujuh macam maksim. Ketujuh maksim tersebut dijelaskan dengan masing-masing dua submaksim yang lebih terperinci.

Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Setiap maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan untuk menganalisis tuturan dalam OVJ apakah termasuk sopan atau tidak.

Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Selain itu, dalam prinsip kesantunan tersebut disertai pula dengan tiga skala kesantunan.


(19)

commit to user

Setiap maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan untuk menganalisis tuturan dalam OVJ apakah termasuk sopan atau tidak. Dengan skala kesantunan pula, dapat diketahui peringkat kesantunan sebuah tuturan.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian lebih terarah dan mempermudah penulis dalam menentukan data yang diperlukan. Penelitian ini dibatasi pada tuturan dalam acara OVJ yang melanggar prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung prinsip ironi. Tuturan-tuturan tersebut juga dibatasi pada penayangan OVJ episode 1 sampai 7 Februari 2010.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah-masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ? 2. Bagaimana prinsip ironi dalam acara OVJ?

3. Bagaimana implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ?

D. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga hasil penelitiannya dapat diketahui. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.


(20)

commit to user

1. Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ. 2. Mendeskripsikan prinsip ironi dalam acara OVJ.

3. Mendeskripsikan implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ.

E. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoretis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi perkembangan studi tentang prinsip kesantunan, ironi, dan implikatur khususnya dalam tuturan yang bersifat humor.

2. Manfaat Praktis. Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam hal pemahaman wacana dialog humor, terutama dalam hal memahami pelanggaran prinsip kesantunan, penerapan prinsip ironi, serta implikatur yang muncul dari pelanggaran tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk landasan kajian penelitian sejenis selanjutnya.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian masalah dalam suatu penelitian, karena cara kerja penelitian lebih terarah, runtut, dan jelas. Penulisan yang sistematis banyak membantu pembaca dalam


(21)

commit to user

memahami hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut.

Bab pertama pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua landasan teori. Bab ini terdiri atas tinjauan studi terdahulu, landasan teori, dan kerangka pikir. Tinjauan studi terdahulu merupakan tinjauan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis, sedangkan landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti. Kerangka pikir berisi gambaran secara jelas kerangka yang digunakan penulis untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti.

Bab ketiga metode penelitian. Bab ini akan memberikan gambaran proses penelitian yang terdiri atas metode penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

Bab keempat analisis data. Bab ini merupakan inti dari penelitian yang berisikan analisis data yang sesuai dengan tujuan penelitian.


(22)

commit to user

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Bagian ini akan memaparkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang sejenis dan relevan dengan penelitian ini.

Erfan Rony Hadmoko (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Tindak Tutur Ilokusioner dalam Rubrik Konsultasi pada Surat Kabar” memaparkan tiga masalah dalam penelitiannya. Ketiga masalah tersebut ialah 1) Bagaimanakah wujud tindak tutur ilokusioner berdasarkan skala kesantunan pragmatik dalam rubrik konsultasi, 2) bagaimanakah strategi tutur penanya dalam menuturkan pertanyaan pada rubrik konsultasi, dan 3) bagaimanakah wujud ungkapan penanda kesantunan dalam rubrik konsultasi. Berdasarkan hasil analisis data yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan skala kesantunan pragmatik wujud tindak tutur ilokusioner yang diutarakan penanya maupun pengasuh rubrik mengandung skala kerugian dan keuntungan, skala pilihan, skala ketidaklangsungan, dan skala keotoritasan. Dalam penelitian ini dideskripsikan juga mengenai wujud kesantunan strategi tutur penanya dalam menuturkan pertanyaan kepada rubrik konsultasi, yang mencakup hal-hal: (1) panjang pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) langsung – tak langsung tuturan, dan (4) kata sapaan. Keempat hal tersebut dipandang sebagai faktor strategi tutur penanya dalam menuturkan pertanyaan kepada rubrik konsultasi. Secara linguistik, kesantunan dalam pemakaian tindak tutur ilokusioner dalam rubrik dalam rubrik konsultasi sangat ditentukan oleh muncul atau tidaknya ungkapan


(23)

commit to user

penanda kesantunan. Penanda kesantunan itu dapat disebutkan, yaitu tolong,

mohon, cobalah, dan hendaknya.

Skripsi Bambang Pamuji Rahardjo yang berjudul “Implikatur Tuturan Humor Politik dalam Acara NewsDotCom di Metro TV: Pendekatan Pragmatik”

membahasa tiga permasalahan, yaitu (1) Bagaimanakah tindak tutur dari tinjauan pragmatik dalam acara News Dot Com (NDC) di Metro TV? (2) Bagaimanakah bentuk pelanggaran prinsip kerjasama dan kesopanan yang terjadi dalam acara

NDC di Metro TV? (3) Bagaimanakah maksud implikatur percakapan yang terdapat dalam NDC di Metro TV? Berdasarkan hasil analisis data, penelitian tersebut mendeskripsikan (1) tindak tutur yang digunakan adalah tindak tutur asertif atau representatif untuk melaporkan dan menyombongkan diri, tindak tutur direktif yang berfungsi untuk menyarankan dan menolak, tindak tutur komisif berfungsi untuk menawarkan dan menjajikan. Tindak tutur ekspresif berfungsi untuk mengkritik, menyindir, mengejek, dan menyatakan keluhan. (2) Tindak tutur berimplikatur terjadi karena adanya pelanggaran terhadap prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan. (3) Implikatur yang terkandung dalam acara NDC

bermaksud untuk menyindir pemerintah, mengingatkan pemerintah, menawarkan kepada penonton, mengejek kepada tokoh NDC, melaporkan kepada pemerintah, menolak atau menyatakan ketidaksetujuan, menyombongkan diri sendiri, dan mengkritik kepada pemerintah.

Penelitian ini hampir sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang juga meneliti tentang prinsip kesantunan. Dalam penelitian ini dibahas mengenai pelanggaran terhadap maksim-maksim dalam prinsip kesantunan dan implikatur yang muncul akibat pelanggaran tersebut. Selain itu, dalam penelitian ini juga


(24)

commit to user

terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu memasukkan prinsip ironi dalam analisis penelitian. Dalam penelitian ini dimasukkan juga prinsip ironi, karena prinsip tersebut berhubungan dengan prinsip kesantunan dan juga dapat digunakan untuk mengetahui kesantunan orang lain.

B. Landasan Teori 1. Pragmatik

Levinson membatasi pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasi, atau terkodifikasi dalam struktur bahasa (1985: 9). Sementara itu, Thomas mendefinisikan pragmatik sebagai makna dalam interaksi. Menurutnya suatu makna bukanlah yang melekat pada suatu kata, tetapi merupakan proses dinamis yang melibatkan penutur dan petutur, konteks tuturan, dan makna potensial dari suatu tuturan (1996: 22).

Yule mendefinisikan pragmatik ke dalam 4 (empat) definisi (dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 3-4). Pertama, menurutnya pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Hal tersebut karena pragmatik mempelajari makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh petutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang diajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa.

Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan. Tipe studi ini menggali betapa


(25)

commit to user

banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang disampaikan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan. Keakraban, baik secara fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang seberapa dekat atau jauh jarak petutur, penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan.

Analisis pragmatik berupaya menemukan maksud penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat di balik tuturan. Maksud tuturan, terutama yang implikatif, hanya dapat dikenali melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan mempertimbangkan komponen situasi tutur (Rustono, 1999: 17).

2. Teori Pragmatik Humor

Di tingkat wacana, komunikasi serius mengenal beberapa aturan

komunikasi, seperti disebut oleh H.P. Grice dalam “Theory of Implicature”.

Menurut Grice (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 76) ada dua jenis implikatur, yaitu konvensional dan tindak ujaran. Dalam implikatur yang konvensional makna ditentukan oleh bentuk linguistik, sedangkan dalam prinsip tindak ujaran (co-operative principle = CP) makna ditentukan oleh sejumlah elemen wacana. Leech mengatakan bahwa Maksim Cara sebetulnya tidak terbatas untuk CP, tetapi juga untuk retorika tekstual. Komunikasi menurut Leech, tidak selalu harus mengikuti CP. Dalam pragmatik, komunikasi merupakan gabungan antara fungsi ilokusi dan fungsi sosial. Dengan kata lain komunikasi tidak hanya harus lancar dan jelas, tetapi memenuhi tuntutan sosial juga.


(26)

commit to user

Leech membagi retorika menjadi dua (1) retorika antar-pribadi, dan (2) retorika tekstual. Dalam retorika antar pribadi ditambahkan Politeness

Principle = PP (Prinsip sopan-santun), dan Ironical Principle yang seringkali

harus berlawanan dengan CP. Humor di tingkat wacana justru memanfaatkan penyimpangan terhadap CP dan PP (Wuri Soedjatmiko, 1992:78).

3. Situasi Tutur

Pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi tutur. Leech menyatakan aspek-aspek dalam situasi tutur (1993: 19-21).

a. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)

Orang yang menyapa disebut dengan „penutur‟ dan orang yang disapa disebut „petutur‟. Petutur selalu menjadi sasaran tuturan dari penutur.

b. Konteks sebuah tuturan

Konteks ialah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur, dan yang membantu petutur menafsirkan makna tuturan.

c. Tujuan sebuah tuturan

Istilah tujuan lebih netral daripada maksud, karena tidak membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar, sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan yang berorientasi tujuan.

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar

Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performansi-performansi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan


(27)

commit to user

demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa.

e. Tuturan sebagai produk tindak verbal

Sebuah tuturan dapat merupakan suatu contoh kalimat (

sentence-instance) atau tanda kalimat (sentence-stoken), tetapi bukanlah sebuah

kalimat. Tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji dalam pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan sebagai suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan.

4. Tindak Tutur

Pada suatu saat, tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan menghasilkan tiga tindak yang saling berhubungan. Pertama, tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kebanyakan penutur tidak hanya menghasilkan tuturan yang tersusun dengan baik tanpa suatu tujuan. Penutur membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di dalam pikiran. Ini adalah dimensi ke dua, yaitu tindak ilokusi. Tindak ilokusi ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 83-84).

Tentu penutur tidak secara sederhana membuat tuturan yang memiliki fungsi tanpa mempunyai maksud bahwa tuturan itu memiliki akibat. Hal ini merupakan dimensi ke tiga, tindak perlokusi. Dengan bergantung pada keadaan, penutur akan menuturkan sesuatu dengan asumsi bahwa petutur akan mengenali akibat yang ditimbulkan. Biasanya dikenal juga sebagai akibat perlokusi (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 84).


(28)

commit to user

Di antara ketiga dimensi tersebut, yang paling banyak dibahas ialah tekanan ilokusi. Istilah ‘tindak tutur” biasanya diterjemahkan secara sempit dengan hanya diartikan sebagai tekanan ilokusi suatu tuturan. Tekanan tutur

ilokusi ialah „apa yang diperhitungkan tekanan itu‟ (Yule, dalam Indah Fajar

Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 84).

Ada beberapa klasifikasi jenis tindak tutur umum yang biasanya digunakan. Sistem klasifikasi umum mencantumkan 5 jenis fungsi umum yang ditunjukkan oleh tindak tutur; deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 91-92). Searle (dalam Leech, 1993: 163) mengklasifikasikan tindakan ilokusi berdasarkan pada berbagai kriteria. Secara garis besar, kategori Searle (dalam Leech, 1993: 164-165) ialah sebagai berikut.

a. Asertif

Pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran tuturan yang diujarkan. Tuturan ilokusi ini misalnya, menyatakan, mengusulkan,

membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan.

b. Direktif

Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh petutur. Ilokusi ini misalnya, memesan, memerintah,

memohon, menuntut, memberi nasehat.

c. Komisif

Pada ilokusi ini penutur (sedikit banyak) terikat pada suatu tindakan di masa depan. Ilokusi ini misalnya, menjajikan, menawarkan,


(29)

commit to user

berkaul. Jenis ilokusi ini tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi

pada kepentingan petutur. d. Ekspresif

Ilokusi ini berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Ilokusi ini misalnya,

mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf,

mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya.

e. Deklarasi

Jika pelaksanaan ilokusi ini berhasil, maka akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi tuturan dengan kenyataan. Ilokusi ini misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama,

menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai),

dan sebagainya.

Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya terangkum dalam tabel berikut (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 94-95).

Tabel 1

Lima Fungsi Umum Tindak Tutur

Tipe tindak tutur Arah penyesuaian P = penutur X = situasi Deklarasi

Representatif/Asertif Ekspresif

Direktif Komisif

Kata mengubah dunia

Kata disesuaikan dengan dunia Kata disesuaikan dengan dunia Dunia disesuaikan dengan kata Dunia disesuaikan dengan kata

P menyebabkan X P meyakini X P merasakan X P menginginkan X P memaksudkan X Sumber: Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab. 2006: 95.

Tindak tutur langsung dan tidak langsung

Pendekatan berbeda terhadap pengkategorian tipe tindak tutur dapat dilakukan berdasarkan strukturnya. Dalam bahasa Inggris terdapat pemisahan


(30)

commit to user

struktural yang sederhana, yaitu menjadi 3 kalimat dasar. Terdapat hubungan antara 3 bentuk struktural (deklaratif, interogratif, imperatif) dan tiga fungsi komunikasi umum (pernyataan, pertanyaan, perintah/permohonan (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 95).

Apabila ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur langsung. Sebaliknya, jika ada hubungan tidak langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur tidak langsung (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 95-96). Bentuk interogatif yang digunakan untuk membuat suatu pertanyaan disebut tindak tutur langsung, sedangkan bentuk interogatif yang digunakan untuk membuat suatu perintah disebut tindak tutur tidak langsung. Tuturan „Apa kau bisa mengerjakannya?‟, digunakan untuk menanyakan kemampuan seseorang dalam mengerjakan sesuatu, merupakan tindak tutur langsung. Akan tetapi, jika tuturan tersebut ditanyakan ibu kepada anaknya, misalnya dalam hal membuang sampah, maka merupakan tindak tutur tidak langsung. Hal tersebut karena sebenarnya sang ibu ingin menyuruh anaknya untuk membuang sampah, tetapi dengan tuturan yang berbentuk interogatif.

5. Kesantunan Berbahasa

Dalam pertukaran tuturan peserta tutur tidak hanya menghormati prinsip-prinsip kerja sama sebagaimana diajukan oleh Grice (1975) tetapi juga mengindahkan prinsip-prinsip kesopanan (Nadar, 2008:28). Leech (dalam Nadar, 2008: 28) berpendapat bahwa prinsip kerja sama yang ditawarkan ol;eh Grice (1975) tidak selalu dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam suatu pertuturan peserta tutur cenderung menggunakan cara yang tidak langsung


(31)

commit to user

untuk menyatakan apa yang mereka maksudkan, sehingga tidak mengindahkan maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice tersebut. Linguis-linguis yang berteori tentang ilokusi tidak langsung adalah Gordon dan Lakoff (1971) (dengan Conversational Postulates) dan Sadock (1974) (dengan Extended Performative Hypothesis) (Asim Gunarwan, 1992: 183). Mereka menelaah, tetapi tidak berteori, tentang ilokusi tidak langsung itu dalam kaitannya dengan kesantunan berbahasa. Linguis yang mengaitkan dan berteori tentang kedua hal itu adalah Brown dan Levinson (1978) dan Leech (1983) (Asim Gunarwan, 1992: 183).

6. Teori Kesantunan Brown dan Levinson

Teori kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson (1978) berkisar atas nosi muka (face). Semua orang yang rasional mempunyai muka (tentunya dalam arti kiasan) dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dihormati, dan sebagainya (Asim Gunarwan, 1992: 184). Muka di dalam pengertian kiasan ini dikatakan terdiri atas dua wujud, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif mengacu ke citra diri seseorang bahwa segala yang berkaitan dengan dirinya itu patut dihargai (yang kalau tidak dihargai, orang yang bersangkutan dapat kehilangan mukanya). Muka negatif merujuk ke citra diri seseorang yang berkaitan dengan kebebasan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemauannya (yang kalau dihalangi, orang yang bersangkutan dapat kehilangan muka) (Asim Gunarwan, 2007: 105).

Kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut kesantunan positif (kesantunan afirmatif) dan kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka negatif disebut kesantunan negatif (kesantunan


(32)

commit to user

deferensial). Kesantunan positif mengacu ke strategi bertutur dengan cara menonjolkan kedekatan, keakraban, hubungan baik diantara penutur dan petutur. Kesantunan negatif merujuk ke strategi bertutur yang menunjukkan adanya jarak sosial antara penutur dan petutur (Asim Gunarwan, 2007: 105).

Menurut Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 2007: 106), muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak tutur tertentu. Artinya, ada tindak tutur, yang karena isi dan atau cara mengungkapkannya, menyebabkan muka terancam, apakah itu muka penutur atau petutur. Brown dan Levinson menyebut tindak tutur pengancaman muka itu face-threatening act (FTA), yang menyebabkan penutur (yang normal, rasional dan sehat pikiran) harus memilih strategi dengan mempertimbangkan situasi atau peristiwa tuturnya, yaitu kepada siapa dia bertutur, di mana, tentang apa, untuk apa, dan sebagainya. Penutur menentukan strategi ini dengan “menghitung” tingkat keterancaman muka berdasarkan jarak sosial penutur-petutur, besarnya perbedaan kekuasaan antara keduanya, serta status relative jenis tindak tutur yang diujarkan penutur di dalam budaya yang bersangkutan.

Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 2007: 106) mengatakan bahwa ada empat strategi utama untuk mengutarakan maksud itu, ditambah satu strategi, yaitu strategi lebih baik tidak bertutur. Tergantung pada derajat keterancamannya, kelima strategi itu berturut-turut adalah: (1) bertutur secara terus terang tanpa basa-basi (bald on record); (2) bertutur dengan menggunakan kesantunan positif; (3) bertutur dengan menggunakan kesantunan negatif; (4) bertutur dengan cara samar-samar atau tidak


(33)

commit to user

transparan (off record) ; dan (5) bertutur “di dalam hati” dalam arti penutur

tidak mengujarkan maksud hatinya.

7. Prinsip Kesantunan Leech

Sopan santun merupakan mata rantai yang hilang antara prinsip kerja sama dengan masalah bagaimana mengaitkan daya dengan makna. Leech (1993: 161) melihat sopan santun dari sudut pandang petutur dan bukan dari sudut pandang penutur. Leech (1993: 166) menyatakan bahwa tuturan yang sopan bagi petutur atau pihak ketiga bukan merupakan tuturan yang sopan bagi penutur, begitu pula sebaliknya. Prinsip kesantunan Leech berhubungan dengan dua pihak, yaitu diri dan lain. Diri ialah penutur dan lain adalah petutur, dalam hal ini lain juga dapat menunjuk kepada pihak ketiga baik yang hadir maupun yang tidak hadir dalam situasi tutur Leech, 1993: 206). Leech (1993: 206) merumuskan prinsip kesantunannya ke dalam tujuh maksim. Ketujuh maksim tersebut ialah sebagai berikut.

a. Maksim Kearifan (Tact Maxim) (dalam ilokusi direktif dan komisif) 1) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin

2) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin

b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) (dalam ilokusi direktif dan komisif)

1) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin 2) Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin

c. Maksim Pujian (Approbation Maxim) (dalam ilokusi ekspresif dan asertif) 1) Kecamlah orang lain sesedikit mungkin


(34)

commit to user

d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) (dalam ilokusi ekspresif dan asertif)

1) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin 2) Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin)

e. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim) (dalam ilokusi asertif)

1) Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin

2) Usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak mungkin

f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim) (dalam ilokusi asertif)

1) Kurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin 2) Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain

g. Maksim pertimbangan (Consideration Maxim) (dalam ilokusi asertif dan ekspresif)

1) Minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur 2) Maksimalkan rasa senang pada mitra tutur

a. Maksim Kearifan (Tact Maxim)

Maksim kearifan berorientasi pada petutur (Cruse, 2000: 363). Maksim kearifan memiliki dua segi, yaitu segi negatif dan segi positif. Segi negatif ialah „buatlah kerugian petutur sekecil mungkin‟ dan segi positif „buatlah keuntungan petutur sebesar mungkin‟. Segi yang kedua (segi positif) merupakan akibat yang wajar dari segi pertama. Dapat dijelaskan bahwa jika penutur ingin melakukan sesuatu yang


(35)

commit to user

menguntungkan petutur maka harus memperkecil kemungkinan bagi

petutur untuk mengatakan „tidak‟. Dalam konteks informal, sebuah

imperatif di mana penutur tidak memberi kesempatan kepada petutur untuk mengatakan tidak merupakan suatu tindakan yang sopan. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan, „Ambillah sandwich sepotong lagi‟ lebih santun daripada „Maukah anda mengambil sandwich sepotong lagi?‟ (Leech, 1993: 170-171).

Dalam konteks yang berbeda, misalnya ingin menyuruh petutur untuk mencuci piring, tuturan yang tidak langsung lebih sopan daripada tuturan langsung. Tuturan „Bisakah kamu mencuci piring?‟ lebih sopan

daripada „Cuci piring!‟ (Cruse, 2000: 363).

b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Maksim kedermawanan memiliki orientasi untung rugi kepada penutur. Berdasarkan maksim ini, tuturan „Biar saya yang mencuci piring.‟ lebih santun daripada „Saya ragu apakah saya bisa mencuci piring‟ (Cruse, 2000: 364). Dapat dikatakan bahwa penutur harus mengutarakan dengan tuturan yang bersifat langsung jika bermaksud memberi „biaya‟ bagi diri sendiri. Hal tersebut agar tidak menciptakan kemungkinan bahwa petutur yang akan melakukan „biaya‟ yang seharusnya dilakukan penutur.

c. Maksim Pujian (Approbation Maxim)

Pada maksim ini, submaksim pertama lebih penting, yaitu „jangan mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai orang lain, terutama bagi petutur‟. Berdasarkan maksim ini tuturan „Masakanmu enak


(36)

commit to user

sekali‟ lebih santun daripada tuturan „Masakanmu sangat tidak enak‟ (Leech, 1993: 211-212).

d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)

Maksim kerendahan hati berorientasi kepada penutur. Memuji diri sendiri merupakan tuturan yang tidak santun. Jika seseorang dipuji dengan tuturan „Kamu melakukannya dengan sangat bagus‟, akan lebih santun bila menjawab „Ya, yang saya lakukan tidak terlalu buruk‟ daripada „Ya, saya melakukannya dengan baik‟ (Cruse, 2000: 365).

e. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim)

Kesepakatan merupakan hubungan antara opini penutur dengan petutur (Cruse, 2000: 365). Orang cenderung melebih-lebihkan kesepakatannya dengan orang lain, juga mengurangi ketidaksepakatannya melalui ungkapan penyesalan, kesepakatan sebagian, dan sebagainya (Leech, 1993: 217). Berdasarkan maksim ini, pertanyaan „Apakah pamerannya menyenangkan?‟ akan terdengar sopan jika dijawab dengan „Iya, pamerannya menarik‟ daripada dijawab dengan „Pamerannya sangat tidak menarik‟. Contoh lain ialah jika ada pertanyaan „Apakah kamu

menyukai kopi?‟, maka jawaban „Saya lebih suka teh daripada kopi‟

terdengar lebih santun daripada „Saya tidak suka kopi‟. f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim)

Maksim simpati menjelaskan bahwa ucapan selamat dan belasungkawa merupakan tindak tutur yang santun, walaupun ucapan belasungkawa mengungkapkan keyakinan penutur tentang keyakinan negatif bagi petutur (Leech, 1993: 218). Tuturan „Saya sangat menyesal


(37)

commit to user

mendengar bahwa kucingmu mati‟ merupakan tuturan yang santun daripada „Saya sangat senang mendengar bahwa kucingmu mati‟. Akan tetapi, ada sesuatu yang berat dalam mengutarakan belasungkawa, karena dengan demikian berarti penutur meyakini sesuatu yang tidak sopan, yaitu keyakinan yang merugikan petutur (Leech, 1993: 218).

g. Maksim Pertimbangan (Consideration Maxim)

Inti pematuhan maksim ini adalah bahwa penutur perlu mempertimbangkan perasaan petutur, jangan sampai petutur merasa lebih tidak senang dalam suasana yang tidak menyenangkan; kalau dapat, rasa tidak senang itu dapat berkurang (Asim Gunarwan, 2005: 10). Cruse (2000: 366) mencontohkan, lebih sopan untuk mengutarakan „Saya turut sedih mendengar kabar tentang suami anda daripada „Saya turut sedih mendengar tentang kematian suami anda‟. Pengungkapan secara rinci berpotensi menambah rasa tidak senang petutur karena ia diingatkan kepada hal-hal yang menyedihkan (Asim Gunarwan, 2005: 11).

Skala kesantunan Leech

Leech (1993: 194) mengidentifikasi tiga skala yang menunjukkan tingkat kearifan suatu situasi percakapan tertentu. Skala-skala tersebut ialah sebagai berikut .

a. Skala untung-rugi

Skala ini memperkirakan keuntungan atau kerugian suatu tindakan bagi penutur atau petutur (Leech, 1993: 194). Leech (1993: 166-167) menjelaskan peringkat kesantunan berdasarkan skala untung-rugi.


(38)

commit to user

merugikan t kurang sopan [1] Kupas kentang ini.

[2] Berikan saya koran itu. [3] Duduk.

[4] Lihatlah itu.

[5] Nikmatilah liburanmu. [6] Makanlah, sepotong lagi.

menguntungkan t lebih sopan b. Skala keopsionalan

Skala ini memperhitungkan jumlah pilihan yang diberikan penutur kepada petutur (Leech, 1993: 195). Semakin besar jumlah pilihan yang diberikan oleh penutur maka semakin santun tuturan itu (Asim, 1994: 92). Berdasarkan skala ini, tuturan „Kalau tidak lelah, pindahkan kotak itu.‟ lebih santun daripada „Pindahkan kotak ini‟.

c. Skala ketaklangsungan

Skala ini mengukur panjang jalan yang menghubungkan tindak ilokusi dengan tujuan ilokusi, sesuai dengan analisis cara-tujuan (Leech, 1993: 195). Skala ketaklangsungan dapat dirmuskan dari sudut pandang petutur, yaitu sesuai dengan panjangnya jalan inferensial yang perlukan oleh makna untuk sampai ke daya (Leech, 1993: 195). Tuturan „Saya ada acara lain‟ lebih santun daripada „tidak bisa‟ untuk menolak ajakan orang lain.


(39)

commit to user

8. Prinsip Ironi

Prinsip ironi memungkinkan seseorang bertindak tidak santun, tetapi dengan tuturan yang seolah-olah santun. Dengan menerapkan prinsip ironi berarti penutur bersikap santun, tetapi tidak tulus. Hal tersebut dilakukan sebagai pengganti sikap tidak santun, dan melalui perilaku ini penutur mempunyai tujuan untuk merugikan dan menyudutkan orang lain (Leech, 1993: 224-225).

Dapat dikatakan bahwa dengan menerapkan prinsip ironi, penutur mengungkapkan daya ilokusi yang tidak santun secara santun. Bila seseorang mengatakan „Terima kasih banyak atas perhatian anda mengembalikan buku saya dalam keadaan baik‟ – padahal buku yang dikembalikan itu robek-robek dan kotor – orang itu sebenarnya mencemooh si peminjam buku itu. Dalam prinsip ironi, struktur luar tuturannya santun, tetapi implikaturnya terasa tidak santun (Asim, 2005: 12).

9. Implikatur Percakapan

Dalam rangka memahami apa yang dimaksudkan oleh seorang penutur, lawan tutur harus selalu melakukan interpretasi pada

tuturan-tuturannya. Jika dibedakan antara “apa yang dikatakan” (what is said) dan

“apa yang dikomunikasikan” (what is communicated), implikatur termasuk

yang dikomunikasikan (Pranowo, 2009: 102).

Grice (dalam Thomas, 1996: 57) membagi implikatur menjadi dua macam, yaitu implikatur konvensional (conventional implicature) dan implikatur percakapan (conversational implicature). Implikatur konvensional


(40)

commit to user

tidak memperhatikan/menghiraukan konteks. Dalam implikatur percakapan, apa yang diimplikasikan tergantung pada konteks tuturan (Thomas, 1996: 57). Implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim, dan tidak harus terjadi dalam percakapan. Selain itu, implikatur konvensional juga tidak bergantung pada konteks khusus untuk menginterpretasikannya. Implikatur konvensional diasosiasikan dengan kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan. Contoh kata-kata-kata-kata khusus tersebut dalam bahasa Inggris, misalnya kata penghubung „tetapi‟ (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 78). Tuturan „Mary menyarankan warna hitam, tetapi saya pilih warna putih.‟, menunjukkan bahwa saran Mary (hitam) bertolak belakang dengan pilihan saya (putih).

Implikatur percakapan ialah implikatur yang muncul berdasarkan konteks. Sebuah tuturan bisa saja memiliki implikatur yang berbeda, jika

konteksnya berbeda. Tuturan „Great, that’s really great! That’s made my

Chrismas!‟ bisa memiliki implikatur yang berbeda dalam konteks yang

berbeda. Pertama, tuturan tersebut mengandung implikatur „sangat marah‟, jika konteksnya seseorang telah muntah ke badannya. Kedua, menunjukkan

implikatur „bersedih‟, jika konteksnya seekor anjing telah memakan

kalkunnya (Thomas, 1996: 58).

10.Humor

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 512), humor adalah sesuatu yang lucu, keadaan (dalam cerita dan sebagainya) yang menggelikan hati, kejenakaan, kelucuan. Menurut Ensiklopedi Indonesia (dalam Chattri, 2003: 137), kata humor berasal dari Yunani, yang berarti getah. Menurut


(41)

commit to user

kepercayaan bangsa Yunani pada zaman dahulu, tubuh manusia mengandung semacam getah yang dapat menentukan temperamen seseorang. Perbedaan temperamen dalam diri manusia, menurut kepercayaan orang Yunani, disebabkan perbedaan kadar campuran getah dalam tubuh manusia itu. Kalau campuran itu seimbang, maka dikatakan orang tersbut mempunyai humor, tidak marah, tidak sedih, dan sebagainya.

Di samping humor, terdapat juga kata jenaka, yang menurut R.J. Wilkinson (dalam Chattri, 2003: 137) berarti a farce, a practical, joke, atau

farcical, willing. Cerita yang beraspek humor, pada umumnya mengisahkan

kejenakaan atau kelucuan akibat kecerdikan, kebodohan, kemalangan, dan keberuntungan tokoh utamanya. Tokoh ceritanya kadang-kadang sangat bodoh dan tidak dapat menangkap maksud orang lain, sehingga menimbulkan kesalahpahaman yang tidak perlu.

Freud (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 71) mengatakan bahwa humor merupakan penyimpangan dari pikiran wajar dan diekspresikan secara ekonomis dalam kata-kata dan waktu. Humor oleh Freud (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 80) dapat diklasifikasikan menurut motivasinya, yaitu humor yang dibuat tanpa motivasi (komik) dan humor yang secara sengaja “mencapai kesenangan melalui penderitaan orang lain” seperti agresi, satire,


(42)

commit to user

C. Kerangka Pikir

Tuturan dalam Acara OVJ

Banyak tuturan yang bermaksud merendahkan orang lain

Prinsip Kesantunan Prinsip Ironi

1. Maksim Kearifan 2. Maksim Kedermawanan 3. Maksim Pujian

4. Maksim Kerendahan Hati 5. Maksim Kesepakatan 6. Maksim Simpati 7. Maksim Pertimbangan

Implikatur

Tingkat kesantunan tuturan dalam acara OVJ


(43)

commit to user

Banyak tuturan dalam acara OVJ yang diujarkan untuk merendahkan orang lain/mitra tuturnya. Tuturan-tuturan dalam acara OVJ tersebut akan dicoba untuk dibedah dengan menggunakan prinsip kesantunan (khususnya pelangaran) dan prinsip ironi. Kemudian dari pelanggaran terhadap prinsip kesantunan, dapat dilihat suatu implikatur dalam tuturan tersebut. Berdasarkan analisis pelanggaran prinsip kesantunan, prinsip ironi, dan implikatur dapat dilihat atau diketahui bagaimana kesantunan tuturan yang terdapat dalam acara OVJ.


(44)

commit to user

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif, yang bersifat deskriptif. Metode kualitatif menjadi titik tolak penelitian kualitatif, yang menekankan kualitas (ciri-ciri data yang alami) sesuai dengan pemahaman deskriptif data alamiah itu sendiri (Fatimah Djadjasudarma, 1993: 13). Secara umum dinyatakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik (Edi Subroto, 2007: 5). Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik.

B. Sampel

Penelitian kualitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak

(random sampling) yang merupakan teknik sampling yang paling kuat digunakan

dalam penelitian kuantitatif. Teknik cuplikannya cenderung bersifat „purposive

karena dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data. Dalam penelitian ini, pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel bertujuan (purposive sample), dalam artian pengambilan sampel yang diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data penting dan juga berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti (Sutopo, 2002: 36). Adapun sampel dalam penelitian ini berupa tuturan yang melanggar prinsip kesantunan, serta prinsip ironi dalam acara komedi OVJ yang ditayangkan di Trans 7 pada 1 sampai


(45)

commit to user

7 Februari 2010. Penelitian dimaksudkan diambil dari tujuh episode OVJ, karena dari tujuh episode tersebut sudah terdapat data yang mencukupi untuk dilakukan penelitian.

C. Data dan Sumber Data 1. Data

Secara umum dapat dinyatakan bahwa data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 2007: 38). Data merupakan bahan jadi penelitian. Data, pada hakikatnya adalah objek penelitian beserta dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud, baik lingual maupun nonlingual, dapat dipandang sebagai realitas lain yang menentukan identitas objek penelitian (Sudaryanto dalam Tri Mastoyo, 2007: 25). Objek dalam penelitian ini adalah tuturan yang melanggar prinsip kesantunan dan menerapkan prisip ironi. Adapun data dalam penelitian ini adalah tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung penerapan prinsip ironi dalam acara OVJ di Trans 7, yang ditayangkan pada 1-7 Februari 2010.

2. Sumber data

Sumber data merupakan asal muasal data penelitian itu diperoleh. Dari sumber itu penulis dapat memperoleh data yang dimaksud dan yang diinginkan. Adapun sumber data penelitian ini adalah percakapan atau dialog dalam tayangan acara OVJ di Trans 7 episode 1-7 Februari 2010.


(46)

commit to user

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data kebahasaan adalah konteks kebahasaan (dan bahkan juga konteks situasi) yang dapat berwujud wacana atau kalimat atau klausa atau frase atau kata (tunggal atau kompleks) atau morfem yang di dalamnya terdapat segi-segi tertentu yang diteliti.

Dalam penelitian ini digunakan metode simak. Metode simak dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Adapun teknik dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, serta teknik catat. Teknik simak bebas libat cakap ialah bahwa peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi, atau imbal wicara; atau dengan kata lain tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang saling berbicara (Sudaryanto, 1993: 134). Teknik rekam ialah perekaman terhadap tuturan dengan menggunakan alat rekam tertentu (Sudaryanto, 1993: 135). Teknik catat yaitu dilakukan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi (Sudaryanto, 1993: 135).

E. Klasifikasi Data

Klasifikasi data dilakukan sesuai dengan pokok persoalan yang diteliti. Hasil klasifikasi data harus memberikan manfaat dan kemudahan dalam pelaksanaan analisis data (Tri Mastoyo, 2007: 47). Klasifikasi berarti penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan (KBBI, 2008: 706). Teknik klasifikasi data dilakukan setelah semua data yang diperoleh telah terkumpul. Klasifikasi data pada penelitian ini dilakukan


(47)

commit to user

dengan cara penyimakan terhadap pelanggaran-pelanggaran prinsip kesantunan dan penerapan prinsip ironi.

Adanya pengurutan data bermanfaat untuk mencocokkan data-data dengan analisisnya, yaitu memberikan syarat tambahan apa yang akan dikerjakan berikutnya dan bagaimana tahapan ini dilakukan dengan mengurutkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun penomoran data disesuaikan menurut nomor urut contoh, judul acara, sumber, tanggal, bulan, dan tahun. Contoh: (9/OVJ/Trans 7/1 Februari 2010).

9: nomor urut data OVJ: Opera Van Java Trans 7: Sumber

1 Februari 2010: tanggal, bulan, dan tahun (waktu penayangan)

F. Teknik Analisis Data

Menganalisis berarti mengurai atau memilah-bedakan unsur-unsur yang membentuk suatu satuan lingual, atau mengurai suatu satuan lingual ke dalam komponen-komponennya (Edi Subroto, 2007: 59). Jenis tugas pemecahan masalah yang dihadapi petutur dalam menginterpretasi sebuah tuturan dapat disebut tugas heuristik (Leech, 1993: 61). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teknik analisis heuristik.

Strategi heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan (Leech, 1993: 61). Hal yang penting dalam teknik analisis heuristik ialah masalah interpretasi tuturan. Berdasarkan makna tuturan, informasi mengenai


(48)

commit to user

latar belakang konteks, dan asumsi-asumsi dasar, petutur membuat hipotesis mengenai tujuan-tujuan tuturan (Leech. 1993: 62).

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Sudaryanto (1993: 144) menyatakan bahwa metode penyajian hasil analisis data ada dua macam, yaitu yang bersifat informal dan yang bersifat formal. Dalam penelitian ini digunakan metode penyajian hasil analisis data secara informal dan formal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa-walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya, sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993: 145).

Tri Mastoyo (2007: 73) menyatakan penyajian hasil analisis data secara formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah. Kaidah itu dapat berbentuk rumus, bagan/diagram, tabel, dan gambar. Akan tetapi, demi kemudahan pemahaman, penyajian kaidah tersebut biasanya didahului dan/atau diikuti oleh penyajian yang bersifat informal. Rumus dapat berarti (i) ringkasan yang dilambangkan oleh huruf, angka, atau tanda dan (ii) pernyataan atau simpulan tentang asas, pendirian, ketetapan, dan sebagainya yang disebutkan dengan kalimat yang ringkas dan tepat (Alwi dkk., dalam Tri Mastoyo, 2007: 74).


(49)

commit to user

35

BAB IV ANALISIS DATA

Deskripsi dalam analisis data ini meliputi tiga bagian, yaitu pelanggaran terhadap prinsip kesantunan dalam acara OVJ, prinsip ironi dalam acara OVJ, dan implikatur dalam OVJ.

A. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Acara OVJ

Prinsip kesantunan berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur (Grice, dalam Rustono,1999: 61). Prinsip kesantunan terdiri dari tujuh maksim, yaitu maksim kearifan, kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, simpati, dan pertimbangan. Dalam acara OVJ, setiap peserta tutur tidak berusaha untuk membuat orang lain senang, akan tetapi justru banyak melanggar maksim-maksim dalam prinsip kesantunan.

1. Maksim Kearifan

Maksim kearifan berisi dua submaksim, yaitu a) buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan b) buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Berdasarkan pengamatan, dalam acara OVJ terdapat banyak pelanggaran terhadap maksim kearifan. Hal tersebut dapat dilihat pada percakapan berikut.

[1] Latar : Sebuah kebun (ada sumurnya) Peserta : Kenji dan Kok Rata (serta Sadako)

Tujuan : Meminta Sadako yang sedang mandi untuk membuka bajunya

Kunci : Santai

Percakapan:

Kenji : Mau mandi juga.


(50)

commit to user

Kamu masak nggak liat sih?

(10/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) Pada percakapan [1] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan, khususnya submaksim pertama karena membuat kerugian orang lain sebesar mungkin. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kok Rata, “Mbak, kalo mandi buka dong.”, yang ditujukan kepada Sadako. Tuturan tersebut termasuk

dalam tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan menyuruh. Kok Rata melanggar maksim kearifan karena memberikan kerugian pada orang lain, yaitu Sadako. Kerugian itu adalah bahwa Sadako akan merasa malu jika dia benar-benar membuka bajunya.

Tuturan “Mbak, kalo mandi buka dong.” melanggar maksim kearifan karena memberi kerugian kepada Sadako dan bukan memberi keuntungan. Jika dilihat dari skala untung-rugi, tuturan tersebut merugikan bagi Sadako dan menguntungkan bagi Kok Rata. Kerugian Sadako adalah dia akan merasa malu, dan keuntungan bagi Kok Rata adalah dia akan marasa senang karena keinginannya tercapai. Tuturan yang memberi kerugian kepada orang lain, berdasarkan skala untung-rugi termasuk tindak tutur yang tidak santun. Berdasarkan skala ketaklangsungan, tuturan tersebut dituturkan secara langsung, yaitu tuturan yang bertujuan memerintah diujarkan dengan tindak tutur imperatif. Sesuai dengan skala ketaklangsungan, maka tuturan yang bersifat langsung seperti tuturan tersebut termasuk tindak tutur yang tidak santun. Dilihat dari skala keopsionalan, tuturan tersebut tidak memberikan pilihan kepada petutur, sehingga petutur tidak mempunyai pilihan dari tuturan direktif penutur. Tuturan yang tidak memberikan kesempatan memilih bagi petutur termasuk tindak tutur yang tidak santun.


(51)

commit to user

Contoh lain percakapan yang melanggar maksin kearifan ialah sebagai berikut.

[2] Latar : Sebuah ruangan

Peserta : Koichi, Kok Rata, dan Takeshi (serta Dalang, yang merusak mainan)

Tujuan : Meminta pertanggujawaban dari Dalang (bagi Kenji) Kunci : Santai

Percakapan:

Koichi : Bapak memutilasi pak. Kok Rata : Bapak memutilasi. Takeshi : Aa papah, a dirusakin.

Kenji : Mainan anak saya dirusakin. Ganti! Ganti!

(12/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) Pada percakapan [2] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan, terutama terhadap submaksim pertama, karena penutur memaksimalkan kerugian orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kenji, “Ganti! Ganti!”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan memerintah.

Dalang merusakkan mainan Takeshi, anak Kenji. Kemudian Kenji

menuturkan “Ganti! Ganti!” kepada Dalang. Tuturan Kenji tersebut

merupakan tuturan menyuruh kepada Dalang agar mengganti mainan anaknya yang telah rusak. Tuturan tersebut merugikan Dalang, karena harus mengganti mainan Takeshi. Untuk mengganti mainan tersebut tentu Dalang harus berusaha, entah dengan cara membeli atau apa pun. Hal tersebut memberikan kerugian bagi Dalang, yang harus mencari mainan pengganti.

Berdasarkan skala untung-rugi, tuturan tersebut jelas memberikan kerugian bagi Dalang karena harus melakukan usaha untuk mengganti mainan yang rusak. Tuturan yang memberi kerugian bagi petuturnya termasuk tindak tutur yang tidak santun. Selain itu, tuturan tersebut juga dapat dikaitkan


(52)

commit to user

dengan skala keopsionalan. Berdasarkan skala keopsionalan, tuturan Kenji tersebut tidak memberi pilihan kepada Dalang. Kenji tidak memikirkan apakah Dalang menyanggupi atau tidak, penutur hanya memerintah Dalang untuk mengganti. Tuturan semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun, karena tidak memberi kesempatan memilih bagi petuturnya. Kemudian, dilihat dari skala ketaklangsungan tuturan tersebut termasuk tuturan yang bersifat langsung. Tuturan Kenji, “Ganti! Ganti!” merupakan tuturan imperatif, yang

juga ditujukan untuk memerintah Dalang. Berdasarkan skala ini, tuturan yang bersifat langsung merupakan tuturan yang tidak santun.

Contoh lain pelanggaran terhadap maksim kearifan ialah percakapan berikut ini.

[3] Latar : Depan rumah Ghozali Peserta : Jalaludin dan Hartinah

Tujuan : Merebut tanah (bagi Jalaludin) Kunci : Santai

Percakapan:

Jalaludin : Saya mau untuk memperluas daerah Madura. Dan kalian semua harus enyah dari tanah Madura ini. Karna ini daerah kekuasaan saya.

Hartinah : Saya orang Madura kok disuruh enyah dari tanah ini. Nggak bisa.

(73/OVJ/Trans7/4 Februari 2010)) Pada percakapan [3] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan, terutama terhadap submaksim pertama karena memaksimalkan kerugian orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Jalaludin, “Dan kalian semua harus enyah dari tanah Madura ini”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan memerintah.

Jalaludin memerintah Hartinah (beserta suaminya) melalui tuturan “Dan kalian semua harus enyah dari tanah Madura ini.”. Tuturan tersebut


(53)

commit to user

memberi kerugian bagi petuturnya, yaitu Hartinah. Hartinah tinggal dan memiliki rumah di Madura, tetapi diperintah untuk meninggalkan Madura. Hal tersebut sangat merugikan Hartinah, karena berarti dia harus meninggalkan rumahnya dan mencari rumah baru. Hal itu tidak mudah dan tentu sangat merepotkan bagi Hartinah.

Jika dikaitan dengan skala untung-rugi, tuturan Jalaludin tersebut jelas merugikan petuturnya. Hal tersebut karena Jalaludin memerintahkan kepada Hartinah untuk meninggalkan rumahnya sendiri. Tuturan yang merugikan petuturanya termasuk tuturan yang tidak santun. Kemudian, berdasarkan skala keopsionalan, tuturan Jalaludin tersebut tidak memberikan kesempatan kepada Hartinah untuk memilih. Jalaludin hanya memerintah dan tidak mau tahu dengan apa yang dirasakan Hartinah. Tuturan yang tidak memberikan kesempatan bagi petuturnya untuk memilih semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun. Selain itu, tuturan Jalaludin tersebut dapat dikaitkan dengan skala ketaklangsungan. Berdasarkan skala ketaklangsungan, tuturan tersebut termasuk tuturan yang bersifat langsung. Tuturan tersebut bersifat langsung, karena untuk memerintah petuturnya, penutur menggunakan tuturan imperatif. Tuturan yang bersifat langsung semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun.

Pelanggaran terhadap maksim kearifan juga terdapat pada percakapan berikut ini.

[4] Latar : Panggung hiburan Peserta : Dalang, Yudis, dan Rudi Tujuan : Mencoba mic (bagi Dalang) Kunci : Santai

Percakapan:


(54)

commit to user

tes, Sule jelek, Sule jelek. Yudis : Anak RW, biasa.

Rudi : Nggak pa-pa, biarain aja nggak pa-pa. Dalang : Azis pacaran ama Nunung, tes tes tes. Yudis : Eh, lu bawa bensin nggak? Bensin, bensin. Rudi : Ada.

Yudis : Bakar ni orang ni.

(102/OVJ/Trans7/6 Februari 2010) Pada percakapan [4] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan, terutama terhadap submaksim pertama karena memberikan kerugian kepada orang lain. Dalam hal ini kerugian diberikan kepada pihak ketiga, yaitu Dalang. Pelanggaran dilakukan oleh Yudis, yang terlihat pada tuturan “Bakar ni orang ni.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu.

Yudis menuturkan “Bakar ni orang ni.” kepada Rudi, yaitu

dimaksudkan untuk membakar Dalang. Tuturan Yudis tersebut memberi kerugian kepada pihak ketiga, yaitu Dalang. Yudis menyuruh Rudi untuk membakar Dalang, yang berarti Dalang akan tersakiti. Apa yang dilakukan Yudis bukan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin, tetapi justru membuat kerugian orang lain sebesar mungkin.

Bila dilihat dari skala untung-rugi, tuturan Yudis tersebut memberi kerugian kepada petuturnya, yaitu Dalang. Hal tersebut karena tuturan Yudis memerintahkan kepada Rudi untuk membakar Dalang. Tuturan yang memberikan kerugian kepada petuturnya semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun. Berdasarkan skala keopsionalan, tuturan Yudis tersebut tidak memberikan kesempatan kepada petutur untuk memilih. Dalam tuturan Yudis tersebut tidak mengandung unsur bagi petutur untuk memilih. Tuturan Yudis tersebut tidak memberi kesempatan petutur untuk memilih, sehingga termasuk


(55)

commit to user

tuturan yang tidak santun. Dilihat dari skala ketaklangsungan, tuturan Yudis tersebut termasuk tuturan yang bersifat langsung. Tuturan Yudis tersebut merupakan tuturan imperatif, yang memang digunakan untuk tujuan menyuruh. Tuturan yang bersifat langsung semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun.

Pelanggaran terhadap maksim kearifan yang lain dapat dilihat pada percakapan berikut ini.

[5] Latar : Depan rumah

Peserta : Herman, Dalang, dan Tasya Tujuan : Menyuruh berantem (bagi Tasya) Kunci : Santai

Percakapan:

Herman : Kamu memilih siapa? Tarno? Ini ngapain krasak kresek? Dalang : Dio sama Herman.

Herman : O Dio. Silahkan.

Tasya : Ayo tanding. Udah pokoknya tanding aja deh. Pokoknya mana yang paling kuat, yang paling pinter itu yang menang. Dah gitu aja. Pake otot ya.

(120/OVJ/Trans7/7 Februari 2010) Pada percakapan [5] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan, khususnya terhadap submaksim pertama karena memberi kerugian kepada orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Tasya, “Ayo tanding” dan

“Pake otot ya”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena

menyuruh petutur untuk melakukan sesuatu.

Tasya sedang diperebutkan oleh Dio dan Herman. Untuk memilih salah satu dari mereka, Tasya menyuruh mereka untuk bertanding dengan

tuturan “Ayo tanding” dan “Pake otot ya”. Tuturan Tasya tersebut menyuruh

Dio dan Herman, dan dengan tuturan tersebut berarti Tasya merugikan mereka. Berdasarkan tuturan Tasya, Dio dan Herman harus bertanding dengan menggunakan otot, yang berarti harus bertarung dengan sekuat tenaga. Jika


(56)

commit to user

bertarung dengan sekuat tenaga pasti akan melukai lawannnya. Oleh karena itu, tuturan Tasya tersebut jelas memberi kerugian kepada petuturnya, yaitu Dio dan Herman.

Jika dikaitkan dengan skala untung-rugi, tuturan Tasya tersebut memberikan kerugian kepada petuturnya. Tuturan Tasya menyuruh petuturnya untuk bertanding, yang berarti akan saling menyakiti. Tuturan yang memberikan kerugian kepada petuturnya seperti tuturan Tasya tersebut termasuk tuturan yang tidak santun. Selain itu, jika dilihat dari skala keopsionalan, tuturan tersebut tidak memberikan pilihan kepada petuturnya. Dio dan Herman sebagai petutur tidak diberi kesempatan untuk memilih oleh Tasya. Tuturan semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun. Kemudian, bila dikaitkan dengan skala ketaklangsungan, tuturan Tasya tersebut termasuk tuturan yang bersifat langsung. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturannya, yaitu untuk menyuruh petuturnya, Tasya menggunakan tuturan imperatif. Tuturan yang bersifat langsung semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun.

Terdapat tuturan-tuturan lain yang juga mengandung pelanggaran terhadap maksim kearifan. Data yang menunjukkan pelanggaran terhadap submaksim pertama maksim kearifan ialah data nomor 10, 12, 14, 17, 19, 43, 45, 50, 53, 55, 59, 65, 67, 68, 70, 71, 72, 73, 82, 83, 84, 88, 90, 100, 102, 111, 113, dan 120. Dari kesemua data tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penutur memperbanyak kerugian kepada orang kedua dan penutur memperbanyak kerugian kepada orang ketiga. Data yang menunjukkan penutur memberi kerugian kepada orang kedua adalah data nomor 10, 12, 17, 19, 50, 70, 71, 72, 73, 82, 83, 88, 90, 100, 111, dan 120.


(57)

commit to user

Tuturan yang memberikan kerugian kepada orang ketiga, yaitu orang yang tidak ikut dalam percakapan tetapi dibicarakan dalam percakapan tersebut, terdapat pada data nomor 14, 43, 45, 59, 65, 67, 68, 84, 102, dan 113.

Selain pelanggaran terhadap submaksim pertama, ditemukan juga pelanggaran terhadap submaksim kedua, yaitu terlihat pada data nomor 32, 47, dan 58. Pelanggaran terhadap submaksim kedua maksim kearifan tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama, yaitu bahwa penutur berusaha untuk mengurangi keuntungan orang kedua.

2. MaksimKedermawanan

Maksim kedermawanan berisi dua submaksim, yaitu a) buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan b) buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap data yang digunakan, terlihat hanya ada dua tuturan yang melanggar maksim kedermawanan. Tuturan tersebut terlihat pada percakapan berikut ini.

[6] Latar : Sebuah warung

Peserta : Amel, Madun, dan Miun

Tujuan : Berjualan jagung (bagi Amel) dan minta berkenalan (bagi Madun)

Kunci : Santai

Percakapan:

Amel : Kalo mau kenalan syaratnya harus beli jagung bakar lima. Madun : Gampang. Ini jagung saya borong semua. Nggak tau? Miun : Nggak tau dia.

Madun : Ya. Ini saya borong, yang bayar dia.

(79/OVJ/Trans7/5 Februari 2010) Pada percakapan [6] terdapat pelanggaran terhadap maksim kedermawanan, terutama terhadap submaksim pertama karena memperbanyak keuntungan untuk diri sendiri. Pelanggaran terlihat pada tuturan Madun, “Ini saya borong, yang bayar dia.”. Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur


(1)

commit to user

jika yang menjadi tanah adalah Dalang, maka di balik tuturan tersebut terdapat maksud lain. Maksud lain tersebut ialah bahwa Jalaludin ingin menyiksa Dalang. Apabila Jalaludin diperbolehkan mengecek tanah dengan menginjak-injaknya, maka dia akan menginjak-injak tubuh Dalang.

7. Implikatur Tidak Sayang kepada Istri

Implikatur tidak sayang kepada istri adalah tuturan yang mempunyai maksud lain yaitu bahwa penutur tidak sayang kepada istrinya.

[34] Latar : Rumah Ghozali

Peserta : Hartinah, Jalaludin, dan Ghozali

Tujuan : Merampas tanah (bagi Jalaludin)

Kunci : Santai

Percakapan:

Hartinah : Jangan tuan. Ini tanah cuman satu-satunya milik saya. Jalaludin : Sini kau. Kamu tidak menyerahkan tanah itu,

Ghozali : Mau kamu apakan dia?

Jalaludin : Aku gigit istri kamu.

Ghozali : Silakan.

(68/OVJ/Trans7/4 Februari 2010) Pada percakapan [34] terdapat tuturan yang mengandung implikatur tidak

sayang kepada istri. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Ghozali “Silakan”.

Tuturan tersebut melanggar maksim kearifan, terutama terhadap submaksim pertama karena memaksimalkan kerugian orang lain. Tuturan Ghozali tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan menyuruh.

Ghozali mempersilakan Jalaludin yang akan menggigit Hartinah (istri

Ghozali), dengan tuturan “Silakan”. Tuturan Ghozali tersebut bukan hanya

setuju dan mempersilakan Jalaludin untuk menggigit istrinya, tetapi juga menunjukkan sesuatu yang lain. Di balik tuturan tersebut masuh terkandung satu maksud lain. Maksud lain dalam tuturan Ghozali tersebut ialah bahwa sebenarnya dia tidak sayang kepada istrinya. Jika Ghozali sayang kepada


(2)

79

istrinya maka dia tidak akan membiarkan Jalaludin menggigitnya. Akan tetapi, Ghozali justru mempersilakan Jalaludin yang akan menggigit istrinya, dan hal itu menunjukkan bahwa Ghozali tidak sayang kepada Hartinah.

8. Implikatur Menyuruh

Implikatur menyuruh ialah tuturan yang mempunyai maksud lain untuk menyuruh petuturnya. Hal tersebut tampak pada percakapan berikut.

[35] Latar : Sebuah warung

Peserta : Amel, Madun, dan Miun

Tujuan : Berjualan jagung (bagi Amel) dan minta kenalan (bagi


(3)

lain kepada Miun.

9. Implikatur Merayu

Implikatur merayu adalah tuturan yang mempunyai maksud lain untuk merayu petuturnya. Hal tersebut dapat dilihat pada percakapan berikut.

[36] Latar : Depan rumah

Peserta : Dio dan Tasya Tujuan : Menghibur (bagi Dio)

Kunci : Santai

Percakapan:

Dio : Adinda.

Tasya : Iya kakanda.

Dio : Sudahlah, kamu nggak usah bersedih begitu. Untuk apa

diharapkan seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu.

(118/OVJ/Trans7/7 Februari 2010) Pada percakapan [36] terdapat tuturan yang mengandung implikatur

merayu. Hal tersebut terlihat pada tuturan Dio “Untuk apa diharapkan

seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu.”. Tuturan tersebut melanggar maksim pertimbangan, terutama submaksim pertama karena tidak meminimalkan rasa tidak senang kepada mitra tutur. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, kerena penutur menyatakan sesuatu.

Dio menuturkan “Untuk apa diharapkan seorang laki-laki yang

ternyata mengkhianati kamu.” untuk menyadarkan Tasya agar tidak

mengharapkan mantan pacarnya lagi. Selain untun menghibur dan menyadarkan Tasya, tuturan tersebut juga memiliki maksud lain. Maksud lain Dio adalah untuk merayu Tasya. Pada saat itu Tasya tidak mempunyai pacar lagi, maka Dio memiliki kesempatan untuk merayunya. Dio menuturkan rayuannya dengan cara mengingatkan Tasya untuk tidak mengharapkan lagi mantan pacarnya.


(4)

81

Adapun implikatur percakapan dalam tuturan yang lain dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4

Implikatur Percakapan

No. Implikatur Percakapan Nomor Data

1. 2. 3.

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Menghina

Memancing Amarah

Tidak Suka dengan Kedatangan Orang Lain

Mempengaruhi Tidak Suka

Ingin Menyiksa Dalang Tidak Sayang kepada Istri Menyuruh

Merayu

1, 11, 42, 54, 99, 119 2

9

13

19, 43, 87 65

68 79 118


(5)

82

A. SIMPULAN

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan tiga hal yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut merupakan simpulan dari penelitian ini.

1. Dari analisis yang dilakukan pada acara OVJ didapatkan pelanggaran terhadap

prinsip kesantunan. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan meliputi semua maksimnya (tujuh maksim). Pelanggaran paling banyak ialah terhadap maksim pujian, yang diikuti oleh maksim kearifan, simpati, kesepakatan, pertimbangan, kerendahan hati, dan terakhir maksim kedermawanan. Diketahui bahwa pelanggaran paling banyak dilakukan terhadap maksim pujian, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar humor dalam acara OVJ dimunculkan dengan cara menghina orang lain.

2. Terdapat pula prinsip ironi dalam acara OVJ. Prinsip ironi hanya ditemukan

pada sedikit data, yaitu sebanyak empat data. Hanya ditemukan sedikit penggunaan prinsip ironi, karena kemungkinan para pemain OVJ akan merasa lebih puas jika menghina/mengecam orang lain secara terang-terangan. Hal tersebut terlihat dari raut wajah mereka yang terlihat bahagia jika berhasil menghina orang lain secara langsung. Akan tetapi, penggunaan prinsip ironi juga dapat menimbulkan efek lucu pada sebuah tuturan. Sebuah tuturan yang tidak tulus, yang terdengar memuji tetapi tujuan sebenarnya mengecam, dapat menimbulkan minat seseorang untuk tertawa.


(6)

83

3. Ditemukan beberapa implikatur percakapan dalam acara OVJ. Implikatur

tersebut terdiri dari sembilan (9) macam implikatur yang berbeda. Kesembilan macam implikatur tersebut ialah implikatur menghina, memancing amarah, tidak suka dengan kedatangan orang lain, mempengaruhi, tidak suka, ingin menyiksa, tidak sayang kepada istri, menyuruh, dan merayu. Implikatur yang muncul bedasarkan pelanggaran prinsip kesantunan tersebut mempunyai tujuan untuk menimbulkan efek lucu dalam sebuah percakapan.

B. SARAN

Dalam penelitian mengenai kesantunan dalam acara OVJ ini masih terbatas pada tujuh maksim kesantunan Leech dan prinsip ironi saja. Penelitian ini belum lengkap dan hanya sebagian kecil saja tentang kesantunan, karena banyak sekali teori kesantunan yang dapat membedah lebih dalam lagi mengenai kesantunan dalam sebuah acara humor.

Penulis berharap agar penelitian mendatang lebih mendalam dan berkualitas demi diperoleh hasil yang lebih memuaskan. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari penjelasan yang mendalam secara pragmatik. Pembelajaran akan terus berproses dan tidak akan berhenti sampai di sini. Penulis berharap agar penelitian selanjutnya dapat mengambil pelajaran dari penelitian yang belum sempurna ini.