BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku, baik itu merupakan infeksi primer
ataupun infeksi sekunder yang mengenai kuku yang sudah terinfeksi ataupun mengalami trauma sebelumnya.
1-4
Onikomikosis dapat disebabkan oleh jamur dermatofita 90 , jamur non dermatofita 4 ataupun Candida sp 6.
5
Di Indonesia onikomikosis pada umumnya disebabkan oleh golongan jamur kandida terutama Candida albicans. Hal ini terlihat
dari hasil penelitan pada tahun 1994 pada pusat-pusat pendidikan di Medan, Jakarta, Surabaya dan Bandung.
6
Istilah tinea ungium hanya dipergunakan pada onikomikosis yang disebabkan oleh jamur dermatofita.
7-9
Jamur dermatofita yang paling sering menyebabkan onikomikosis adalah Trichophyton rubrum,
Trichophyton mentagrophytes varian interdigitale varian mentagrophytes, Epidermophyton
floccosum, Trichophyton violaceum, Microsporum gypseum, Trichophyton tonsurans, Trichophyton soudanacea dan Trichophyton verrucosum, sedang jamur non
dermatofita adalah Cladiosporium, Alternaria, Aspergillus, Fusarium dan Epiccocum.
10,11
Onikomikosis merupakan kasus infeksi jamur yang sering dijumpai, dimana prevalensinya diperkirakan berkisar antara 2-8 pada laki-laki dan 2-6 pada
perempuan di Inggris. Roberts 1999 dalam studi epidemiologinya di Inggris yang melibatkan 9332 populasi onikomikosis pada orang dewasa menyatakan bahwa
prevalensi onikomikosis pada pria 2,8 dan pada wanita 2,6.
11
Sementara itu survei
Universitas Sumatera Utara
di Kanada pada tahun 2000 melaporkan bahwa prevalensi onikomikosis berkisar 6,5.
12
Sedangkan prevalensi pasien onikomikosis pada tahun 2009 berkisar 0,9 dari total 3450 pasien yang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin rumah sakit H.
Adam Malik Medan.
Data tidak dipublikasikan
Pada survei Medicare di United Kingdom UK menunjukkan dari total 662.000 pasien, didapati sebanyak 1,3 juta kali kunjungan ke dokter dalam 1 tahun
akibat onikomikosis, yang menghabiskan biaya pengobatan sebesar 43 juta dollar Amerika setiap tahunnya.
13
Ketika kuku mengalami onikomikosis, maka fungsi rangsangan taktil akan hilang atau terganggu dan pasien juga akan mengalami
perasaan nyeri atau tidak nyaman. Distrofi kuku jari kaki akan mengganggu aktivitas sehari-hari seperti berjalan, berdiri, olahraga dan kenyamanan dalam memakai sepatu,
sementara distrofi kuku jari tangan akan mengganggu aktivitas sehari-hari seperti mengetik, menulis, bermain musik dan kegiatan sosial lainnya. Onikomikosis juga
dapat menimbulkan efek psikososial yang negatif terhadap pasien akibat rasa malu, rendah diri dan dapat berujung pada penurunan kualitas hidup pasien secara
umum.
14,15
Mengingat prevalensi onikomikosis di dunia yang cukup besar dan efek yang dapat ditimbulkan secara psikososioekonomi maka pengobatan terhadap onikomikosis
memerlukan pendekatan yang serius. Food and Drug Administration FDA telah menyetujui pemakaian beberapa obat oral dan satu macam obat topikal untuk
pengobatan onikomikosis. Adapun obat oral sistemik yang telah mendapatkan persetujuan FDA adalah terbinafin, itrakonazol dan griseofulvin. Sementara satu-
satunya obat topikal yang mendapat persetujuan FDA adalah ciclopirox.
16
Meskipun obat-obatan tersebut mempunyai efikasi yang cukup baik, namun pemakaiannya membutuhkan diagnosis yang akurat terlebih dahulu karena
Universitas Sumatera Utara
pengobatan onikomikosis membutuhkan waktu yang lama sehingga sangat potensial menimbulkan efek samping akibat interaksi obat dan juga akan membutuhkan biaya
pengobatan yang besar. Di Amerika Serikat, perusahaan asuransi kesehatan hanya bersedia menanggung klaim biaya pengobatan onikomikosis bila diagnosis
onikomikosis ditegakkan oleh dokter dengan berdasarkan data klinis dan didukung oleh pemeriksaan penunjang.
16
Pemeriksaan klinis untuk onikomikosis tidak dapat dijadikan pegangan untuk diagnosis mengingat banyak penyakit kuku lain yang tampilan klinisnya mirip dengan
onikomikosis. Beberapa kelainan yang dapat menyerupai onikomikosis antara lain seperti trauma, onychogryphosis, liken planus, psoriasis, infeksi bakteri di kuku,
twenty nail dystrophy, leuconychia dan yellow nail syndrome.
17
Selain sulit untuk menjadi pegangan diagnosis, pemeriksaan klinis tidak dapat dijadikan sebagai standar untuk evaluasi pengobatan. Beberapa standar telah
diperkenalkan dan dipergunakan untuk mendefinisikan kesembuhan pada kasus onikomikosis yaitu clinical cure, micological cure dan complete cure. Namun yang
paling baik dijadikan sebagai standar kesembuhan dari onikomikosis adalah complete cure, yang mutlak membutuhkan suatu standar pemeriksaan klinis dan penunjang
diagnosis di awal pengobatan dan di akhir masa pengobatan.
18,19
Karena alasan tersebut diatas, maka pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis onikomikosis sebelum memulai pengobatan anti jamur.
Saat ini dikenal beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis antara lain pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20, pemeriksaan
histopatologi dengan pewarnaan PAS Periodic acid schiff, pemeriksaan mikroskopik imunoflouresens dengan pewarnaan calcoflour, pemeriksaan PCR
Polimerase Chain Reaction dan metode kultur. Namun pemeriksaan yang biasanya
Universitas Sumatera Utara
tersedia dalam praktik klinis sehari-hari adalah pemeriksaan KOH 20, metode pewarnaan PAS dan kultur. Metode lainnya biasa dipakai hanya dalam kepentingan
riset klinis ilmu pengetahuan.
18,20
Secara umum, dua metode yang paling penting dalam menegakkan diagnosis infeksi jamur adalah metode pemeriksaan KOH 20 dan kultur jamur. Namun kedua
metode ini, mempunyai nilai sensitivitas pemeriksaan yang tidak konsisten dan khusus untuk metode kultur membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu hampir
sekitar 4 minggu untuk dapat mengidentifikasi jamur penyebab onikomikosis.
21
Yang dkk 2006 dalam penelitiannya melaporkan sensitivitas pemeriksaan KOH 20
dalam diagnosis onikomikosis bervariasi dari 44 - 97.
22,24
Sementara Reisberger dkk 2002 menyebutkan nilai sensitivitas metode kultur untuk diagnosis
onikomikosis berkisar 25 - 80.
23
Nilai sensitivitas dari kedua metode ini mempunyai rentang variasi nilai yang cukup lebar sehingga nilai hasil pemeriksaan tidak dapat diandalkan sepenuhnya.
Akurasi hasil pemeriksaan KOH 20 sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu tempat pengambilan spesimen, faktor matriks kuku, gelembung udara maupun bintik
lemak yang dapat menyerupai bentuk materi jamur yang bisa menimbulkan kesalahan interpretasi pada saat pemeriksaan.
23
Metode kultur sendiri menunjukkan sensitivitas yang bervariasi dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu metode dan tempat pengambilan sampel yang berbeda-
beda, faktor pengaturan jenis medium kultur dan temperatur kultur, dan adanya kemungkinan kontaminasi oleh bakteri atau mold yang menghambat pertumbuhan
jamur.
24
Metode pemeriksaan dengan pewarnaan PAS merupakan metode yang dilaporkan mempunyai sensitivitas yang cukup baik untuk diagnosis onikomikosis.
Universitas Sumatera Utara
Weinberg dkk 2003 melaporkan angka sensitivitas untuk pemeriksaan PAS sebesar 92.
25
Karena nilai sensitivitasnya yang cukup tinggi, maka metode ini dapat dijadikan suatu alternatif sebagai pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis
onikomikosis. Meskipun demikian, metode PAS ini juga mempunyai beberapa potensi kelemahan yaitu prosedur pemeriksaan yang lebih bersifat invasif,
membutuhkan klinisi pemeriksa yang terlatih untuk memeriksa jaringan histopatologis, serta biaya pemeriksaan yang relatif lebih mahal dibandingkan
pemeriksaan KOH 20 dan kultur.
23,26
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga diperlukan suatu
penelitian untuk mengetahui metode mana yang sebenarnya paling baik untuk mendiagnosis onikomikosis. Informasi ini akan sangat membantu bagi para klinisi
dalam hal menentukan jenis pemeriksaan penunjang onikomikosis yang tepat dan efisien.
Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk melakukan suatu penelitian yang membandingkan uji diagnostik pemeriksaan PAS dan kultur untuk diagnosis
onikomikosis. Hingga saat ini belum ada penelitian sejenis yang membandingkan pemeriksaan PAS dan kultur untuk diagnosis onikomikosis di Indonesia.
1.2 Rumusan masalah