BAB III GAMBARAN SEJARAH KONFLIK KEPULAUAN SPRATLY
A. Sejarah Dan Faktor – Faktor Yang Menjadi Penyebab Konflik
Kepulauan Spratly
Kepulauan Spratly merupakan sebuah kumpulan kepulauan yang terdiri daripada 750 terumbu, islet, atol, pulau karang yang terletak di Laut China
Selatan. Kepulauan ini terletak di kawasan perairan di Filipina dan Malaysia Sabah. Kepulauan Spratly mengandungi kurang daripada 4 kilometer persegi
kawasan tanah di dalam kawasan laut yang luasnya lebih daripada 425,000 kilometer persegi. Kepulauan Spratly adalah salah satu daripada tiga kepulauan di
Asia Tenggara yang mempunyai lebih daripada 30,000 buah pulau dan terumbu. Oleh itu, ia menyebabkan banyak kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan
territorial dan ekonomi di kawasan itu.
Kira-kira 45 pulau diduduki oleh bilangan yang agak kecil angkatan tentara dari Vietnam, Republik Rakyat China, Republik China Taiwan, Malaysia
dan Filipina. Negara Brunei juga menuntut Zon Ekonomi Eksklusif EEZ di bagian tenggara dari kepulauan spratly tersebut yang merangkumi hanya satu
kepulauan kecil di atas minimal ketinggian air di Terumbu Semarang Barat Kecil.
Kepulauan ini menjadi puncak sengketa yang terbaru antara negara-negara yang bertetanggaan dan yang wilayahnya dekat dengan kepulauan spratly.
Kepulauan spratly ini dikatakan berada di atas pentas benua yang mengandungi petroleum dan gas asli dalam jumlah yang relative sangat banyak. Wilayah negara
merupakan sebuah kata yang sangat sensitif terdengar dalam wilayah hukum Internasional. Wilayah negara merupakan sesuatu yang paling urgen dan sangat
dipertahankan oleh semua negara bahkan hingga harus mengorbankan nyawa. Dapat dikatakan bahwa diantara semua unsur negara, teritorial merupakan harga
diri dari sebuah negara sehingga harus dipertahankan meskipun harus dengan berperang.
Hal ini yang kemudian banyak menimbulkan permasalahan di kalangan Internasional. Sebut saja kasus antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia
mengenai sengketa pulau sipadan dan ligitan yang kemudian dibawa ke Mahkamah Internasional. Hal ini membuat hubungan antara Negara Indonesia dan
Negara Malaysia sebagai negara tetangga makin menegang dan memanas, walaupun setelah itu Malaysia dinyatakan sebagai pemenang sengketa tersebut.
Sebenarnya sudah sejak Indonesia merdeka perseteruan ini muncul, dan hanya disebabkan oleh wilayah negara. Ini merupakan salah satu bukti bahwa wilayah
kedaulatan menjadi salah satu unsur yang sangat dipertahankan oleh negara.
Ada pula kasus yang cukup rumit yang terjadi belakangan ini mengenai wilayah negara yaitu sengketa kepulauan Spratly. Lain halnya dengan kasus
diatas, sengketa kepulauan Spratly ini mempunyai cerita panjang yang melatarbelakangi sengketa tersebut. Sengketa ini melibatkan banyak negara
sehingga penyelesaiannya yang sangat rumit dan berlarut-larut. Sengketa ini juga mempunyai latar belakang yang cukup rumit sehingga belum terjadi kesepakatan
diantara negara-negara bersengketa.
Rumitnya medan wilayah persengketaan menambah semakin sulitnya penyelesaian diantara semua pihak. Kepulauan Spratly berada diantara beberapa
negara yaitu, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Brunei Darussalam, Cina, Taiwan, dan Filipina. Kepulauan Spratly pada awalnya tidak berpenghuni. Hal ini
disebabkan kebanyakan pulau ini berupa gugusan karang. Namun klaim terhadap kepulauan Spratly dilancarkan karena kepulauan Spratly mempunyai banyak
kelebihan misalnya kekayaan kandungan minyak dan letaknya yang strategis. Kawasan Laut Cina Selatan bila dilihat dalam tata Lautan Internasional,
merupakan kawasan yang memiliki nilai ekonomis, politis, dan strategis. Sehingga menjadikan kawasan ini mengandung potensi konflik serkaligus potensi
kerja sama. Dengan kata lain, kawasan Laut Cina Selatan yang memiliki kandungan minyak bumi dan gas alam yang terdapat didalamnya, serta
peranannya yang sangat penting sebagai jalur perdagangan dan distribusi minyak dunia, menjadikan kawasan Laut Cina Selatan sebagai objek perdebatan regional
selama bertahun-tahun.
Hal ini dapat diketahui sejak tahun 1947 hingga saat ini tahun 2011.
18
18
KOMPAS edisi, selasa 21 juni 2011 Singapura Desak Cina Jelaskan Klaim. Diakses pada 10
Desember 2012
Dimana terdapat pertikaian atau saling klaim antara negara yang mengaku memiliki dasar
kepemilikan berdasarkan batas wilayah laut atau perairan, seperti Republik Rakyat Cina RRC, Vietnam, Filiphina, Malaysia, Taiwan, dan Brunei
Darussalam. Selain saling klaim di antara negara-negara yang berlokasi di perairan Laut Cina Selatan tersebut, juga terdapat kepentingan-kepentingan
negara-negara besar seperti : Amerika Serikat, Rusia, negara-negara Eropa Barat, Jepang, Korea, Taiwan dalam hal keperluan pelayaran dan keperluan kandungan-
kandungan sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi yang terkandung di
dalam wilayah Laut Cina Selatan tersebut.
Laut Cina Selatan terbentuk sebagai sebuah kepulauan. Dimana, benih-benih perselisihan yang terdapat di Lautan itu, banyak di sebabkan oleh latar belakang
historis, baik dari segi penamaan terhadap lautan itu maupun batas-batas kepemilikannya. Dalam hal penamaan misalnya, Republik Rakyat China RRC,
menyebutnya dengan nama Laut Selatan saja. Filipina, menyebutnya dengan nama Laut Luzón Laut Filiphina Barat, karena keberatan dengan nama Laut Cina
Selatan, sebab seolah-olah kawasan itu milik Republik Rakyat Cina RRC. Sedangkan Vietnam menyebutnya dengan nama Laut Timur. Dari beberapa
negara yang mengklaim Laut Cina Selatan, diketahui Republik Rakyat Cina RRC dan Vietnam adalah yang begitu gencar dalam mempertahankan kawasan
ini.
Perairan Laut Cina Selatan, di klaim oleh sejumlah negara. Republik Rakyat Cina RRC berebut kepulauan Spartly dengan Brunei, Filiphina, Malaysia,
Vietnam, dan Taiwan. Sementara itu, kepulauan Paracel di klaim oleh Republik Rakyat Cina RRC, Taiwan, dan Vietnam. Ditelusuri dari akar permasalahannya,
konflik yang sebenarnya adalah mengenai klaim-klaim di wilayah perairan dan kepulauan di kawasan Laut Cina Selatan yang terjadi mulai sejak Desember tahun
1947 dan terus berlanjut hingga saat ini tahun 2011.
19
19
“Mencermati Sengketa Teritorial Laut Cina Selatan”
Di dalam kawasan Laut Cina Selatan terdapat kepulauan Spartly dan Paracel yang tergolong titik rawan
titik rawan dalam soal klaim teritorial. Kepulauan Spartly dan kepulauan Paracel
http:judiono.wordpress.com20090105mencermati- sengketa-teritorial-laut-cina-selatanhtm
, diakses pada 10 Desember 2012
adalah yang menjadi fokus perebutan antara negara-negara pengklaim claimantans. Tetapi yang lebih di sorot adalah kepulauan Spartly yang kemudian
menjadi isu dominan Internasional.
20
Pada Desember 1947 Pemerintah Republik Rakyat Cina RRC mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan dengan menerbitkan peta yang tidak
hanya memuat kepulauan-kepulauan uatama di wlayah Laut Cina Selatan, tetapi juga memberi tanda sebelas garis putus-putus yang juga di sebut garis-garis
berbentuk huruf U di seputar wilayah perairan Laut Cina Selatan. Pihak Republik Rakyat Cina RRC mengklaim saat peta tersebut diterbitkan pertama kali tidak
ada satupun negara yang menyampaikan protes diplomatik, sehingga terus digunakan pemerintah Republik Rakyat Cina RRC, sejak setelah kemenangan
Partai Komunis 1949. Meski demikian, Republik Rakyat Cina RRC tidak pernah secara terbuka menyatakan detail klaimnya tersebut. Pada tahun 1976 pemerintah
Republik Rakyat Cina RRC secara paksa mengambil alih dan menguasai kepulauan Paracel dari Vietnam. Kepulauan itu berada di sebelah Utara kepulauan
Spartly. Keduanya sama-sama di yakini kaya akan sumber daya alam gas dan minyak bumi.
21
Sengketa teritorial di Laut Cina Selatan, khususnya sengketa atas kepemilikan kepulauan Spratly dan kepulauan Paracel mempunyai riwayat yang panjang.
Berawal dari konflik yang disebabkan oleh klaim-klaim mengenai perbatasan di wilayah perairan dan kepulauan di Laut Cina Selatan. Sejarah menunjukan bahwa,
penguasaan kepulauan ini telah melibatkan banyak negara di antaranya Ingris,
20
Ibid.
21
KOMPAS edisi, selasa 21 juni 2011.Op. cit
Perancis, Jepang, Republik Rakyat Cina RRC, Vietnam, yang kemudian
melibatkan pula Malaysia, Brunei Darussalam, Filiphina,dan Taiwan.
Sengketa teritorial dan penguasaan kepulauan di Laut Cina Selatan. Diawali oleh tuntutan Republik Rakyat Cina RRC atas seluruh pulau-pulau di kawasan
Laut Cina Selatan yang mengacu kepada catatan sejarah, penemuan situs, dokumen-dokumen kuno, peta-peta dan penggunaan gugus-gugus pulau oleh
nelayannya. Menurut Republik Rakyat Cina RRC sejak 2000 tahun yang lalu, Laut Cina Selatan telah menjadi jalur pelayaran bagi mereka. Namun Vietnam
membantahnya dan menganggap kepulauan Spratly dan Paracel adalah bagian dari wilayah kedaulatannya. Vietnam menyebutkan kepulauan Spratly dan Paracel
secara efektif di dudukinya sejak abad ke-17 ketika kedua kepulauan itu tidak
berada dalam penguasaan suatu negara.
Dalam perkembangannya, Vietnam tidak mengakui wilayah kedaulatan Republik Rakyat Cina RRC di kawasan tersebut, sehingga pada saat perang
dunia II berakhir Vietnam Selatan menduduki kepulauan Paracel, termasuk beberapa gugus di kepulauan Spartly. Selain Vietnam Selatan kepulauan Spratly
juga diduduki oleh Taiwan sejak perang dunia II dan Filiphina tahun 1971, alasan Filiphina menduduki kepulauan tersebut karena kawasan itu merupakan tanah
yang sedang tidak dimiliki oleh negara manapun. Filiphina juga menunjuk perjanjian San-Fransisco 1951, yang antara lain menyatakan, Jepang telah
melepas haknya terhadap kepulauan Spratly. Malaysia juga menduduki beberapa gugus kepulauan Spratly yang di namai terumbu layang. Menurut Malaysia,
langkah itu di ambil berdasarkan peta batas landasan kontinen Malaysia tahun 1979, yang mencakup sebagian dari kepulauan Spratly. Sementara Brunei yang
memperoleh kemerdekaan secara penuh dari Ingris juga 1 januari 1984 kemudian juga ikut mengklaim, namun Brunei hanya mengklaim perairan dan bukan gugus
pulau. Sampai saat ini negara yang aktif menduduki di sekitar kawasan ini adalah Taiwan, Vietnam, Filiphina dan Malaysia. Dengan kondisi seperti ini, masalah
penyelesaian sengketa teritorial di Laut Cina Selatan tampaknya akan menjadi semakin rumit dan membutuhkan mekanisme pengolaan yang lebih berhati-hati.
22
Dimulai pada tahun 1988 ketegangan terjadi di kepulauan Spratly, Vietnam dan Republik Rakyat Cina RRC berperang di Lautan memperebutkan gugusan
batu karang Johnson Johnson South Reef. Saat itu Angkatan Laut Vietnam di halang-halangi oleh dua puluh kapal perang milik Republik Rakyat Cina RRC
yang sedang berlayar di Laut Cina Selatan, sehingga terjadi bentrokan yang mengakibatkan kurang lebih sebanyak 70 prajurit Angkatan Laut Vietnam tewas.
Sengketa perbatasan yang memicu perang besar juga terjadi di perbatasan darat kedua negara pada tahun 1979 dan 1984. Selain itu juga seperti yang terjadi antara
Republik Rakyat Cina RRC dan Vietnam yakni pendudukan Republik Rakyat Cina RRC atas Karang Mischief 1995, dan baku tembak antara kapal perang
Republik Rakyat Cina RRC dan Filiphina didekat pulau Campones 1996, menunjukan sengketa tersebut bisa tersulut menjadi konflik terbuka sewaktu-
waktu.
23
Sampai saat ini konflik klaim tumpang tindih yang terjadi di wilayah Laut Cina Selatan masih terus berlangsung dan menjadi perdebatan antara beberapa
negara di kawasan ASEAN melalui perundingan diplomasi. Diketahui pada
22
“Konflik Laut Cina Selatan” Johnpau.com2010110991htm diakses pada
14 Desember 2012
23
KOMPAS edisi, selasa 21 juni 2011.Op.Cit
tanggal 15 juni 2011, kapal patroli maritim milik Republik Rakyat Cina RRC, Haixun 31, berlabuh di Singapura setelah berangkat dari Republik Rakyat Cina
RRC. Dalam perjalanannya diketahui kapal itu telah melewati perairan di sekitar kepulauan Paracel dan Spartly, yang menjadi sumber sengketa di Laut Cina
Selatan.
24
Namun sebelumnya pekan lalu Vietnam juga telah menggelar latihan perang amunisi tajam selama beberapa jam di perairan Laut Cina Selatan, yang juga di
klaim oleh Republik Rakyat Cina RRC. Latihan ini sudah direncanakan menyusul konflik terbaru dengan Republik Rakyat Cina RRC terkait sengketa di
Spartly dan Paracel, pihak Vietnam menegaskan bahwa latihan ini hanya latihan rutin tahunan. Latihan ini berlangsung selama sembilan jam di sekitar Hon Ong,
pulau tak berpenghuni, terletak sekitar 250 km dari Paracel dan hampir 1.000 kilometer dari Spartly. Sengketa dan perseturuan antara negara pengklaim
semakin ramai dengan aksi saling unjuk kebolehan dan kemampuan. Bulan depan Vietnam dijadwalkan kembali akan berlatih perang, kali ini bersama Angkatan
Laut Amerika Serikat. Seolah tidak mau kalah, militer Republik Rakyat Cina RRC juga telah mengumumkan rencana rangkaian latihan perang lepas
pantainya.
25
Republik Rakyat Cina RRC menantang Vietnam untuk perang, hal ini di latar belakangi atas kemarahan Republik Rakyat Cina RRC dengan sikap
Vietnam yang menyambut baik keterlibatan Amerika Serikat dalam Sengketa Laut Cina Selatan. Republik Rakyat Cina RRC dipastikan akan menguji coba kapal
induk buatannya, yang akan berlayar mulai 1 juli, bersamaan dengan peringatan
24
Ibid.
25
Ibid
90 tahun Partai Komunis. Militer Republik Rakyat Cina RRC mengakui uji coba itu sekaligus menjadi efek penggetar dengan menunjukan kemampuan dan
kekuatan Angkatan Laut Republik Rakyat Cina RRC. Amerika Serikat juga getol ingin terlibat dalam sengketa Laut Cina Selatan dengan alasan ingin
menjamin kebebasan navigasi di perairan itu. Menurut McCain, yang adalah mantan perwira menengah Angkatan Laut Amerika Serikat, Washington harus
memperluas dukungan politik dan militernya ke negara-negara Asia Tenggara serta memperkuat barisan menghadapi Republik Rakyat Cina RRC. Menurutnya
Republik Rakyat Cina RRC selalu mencari dan mencoba mengeksploitasi perpeacahan yang memang sudah ada di dalam ASEAN. Mereka mempermainkan
kondisi itu untuk kemudian menekan negara-negara terkait demi agenda
kepentingan dan keuntungan Republik Rakyat Cina RRC sendiri.
Amerika Serikat dan Vietnam mengeluarkan seruan bersama tentang resolusi damai dalam penuntasan sengketa di Laut Cina Selatan. Namun, Amerika Serikat
menegaskan tidak akan mengambil posisi tertentu dalam sengketa Laut Cina Selatan. McCain menegaskan, Amerika Serikat selama ini menyambut baik
hubungan kerja sama dengan Republik Rakyat Cina RRC dan sama sekali tidak ingin mencari konflik. Akan tetapi Amerika Serikat juga mempertanyakan
perilaku agresif Republik Rakyat Cina RRC dan klaim teritorialnya yang tidak bisa dibenarkan.
26
Melihat situasi yang semakin rumit, maka ASEAN mulai bertindak dan ikut turun tangan menanggapi persoalan klaim teritorial yang terjadi di wilayah Laut
Cina Selatan. Karena jika konflik ini tidak ditanggapi dengan serius dan dibiarkan
26
KOMPAS edisi, Rabu 22 Juni 2011 Cina Tantang Vietnam Perang. Diakses pada 16 Desember
2012
begitu saja maka segala bentuk kerjasama di kawasan Laut Cina Selatan bisa kehilangan daya dukung dan tidak berkelanjutan selain itu juga dapat megancam
keaman negara-negara ASEAN, dan sekitarnya.
27
Sepuluh negara anggota ASEAN sepakat mempercepat proses implementasi perilaku yang harus menjadi
pegangan sejumlah negara yang terlibat sengketa Laut Cina Selatan. Yakni dengan diadakannya Declaration on the Conduct of Parties DOC yaitu hukum
yang mengikat pihak-pihak yang bertikai. ASEAN juga menunjukkan keinginan untuk memulai penyusunan dan pembahasan kode etik DOC, yang kemudian akan
dibahas dengan Republik Rakyat Cina RRC dan diterapkan di wilayah perairan itu.
28
Aktor yang berperan didalamnya tidak hanya Vietnam dan Republik Rakyat Cina RRC, tetapi juga melibatkan beberapa negara anggota ASEAN, yaitu
Malaysia dan Filiphina, serta Taiwan. Klaim-klaim tersebut bisa berdasarkan klaim atas sejarah yang beraneka ragam, konsiderasi ekonomi, serta pertimbangan
geostrategis negara-negara yang terlibat. Selain itu Zona Ekonomi Ekslusif ZEE dari hampir semua negara yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan, saling
tumpang tindih, sehingga menimbulkan masalah dalam penentuan batas. Kenyataannya terjadi perang klaim dan upaya-upaya penguasaan atas kawasan
Laut Cina Selatan. Kepemilikan sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Cina Selatan memperbesar masalah ini sehingga menimbulkan ketegangan tentang hak atas
Laut Teritorial atau Landasan Kontinen. Persoalannya menjadi semakin kursial karena klaim-klaim tersebut saling tumpang tindih yang disebabkan karena
27
KOMPAS edisi, Rabu 1 juni 2011 Isu Laut Cina Selatan Harus Dituntaskan,
Diakses pada 16 Desember 2012
28
KOMPAS edisi, Kamis 9 juni 2011 Laut Cina Selatan Dibahas.Diakses pada 16 Desember 2012
masing-masing negara mengklaim kepemilikannya yang berdasarkan versinya sendiri, baik secara historis maupun secara legal formal tertulis, demi
kepentingan masing-masing negara. Kawasan Laut Cina Selatan sepanjang dekade 90-an menjadi primadona isu
keamanan dalam hubungan internasional di ASEAN paska Perang Dingin. Kawasan ini merupakan wilayah cekungan laut yang dibatasi oleh negara-negara
besar dan kecil seperti Republik Rakyat Cina RRC, Vietnam, Philipina, Malaysia, Burma, dan Taiwan. Dalam cekungan laut ini terdapat kepulauan
Spartly dan kepulauan Paracel. Pada berbagai kajian tentang konflik di Laut Cina Selatan kepulauan Spartly lebih mengemuka karena melibatkan beberapa negara
ASEAN sekaligus, sementara kepulauan Paracel hanya melibatkan Vietnam dan Cina.
29
Konflik di Laut Cina Selatan telah dimulai sejak akhir abad ke-19 ketika Inggris mengklaim kepulauan Spartly, diikuti oleh Cina pada awal abad ke-20 dan
Prancis sekitar tahun 1930-an. Disaat berkecamuknya Perang Dunia kedua Jepang mengusir Perancis dan menggunakan Kepulauan Spartly sebagai basis kapal
selam.
30
Dengan berakhirnya Perang Dunia II Republik Rakyat Cina RRC, Perancis kembali mengklaim kawasan tersebut dan diikuti oleh Philipina yang
membutuhkan sebagian kawasan tersebut sebagai bagian dari kepentingan keamanan nasionalnya.
31
29
Dr Bambang Cipto, MA. Hubungan Internasional Di Asia Tenggara. Yogyakarta: PT. Pustaka
Pelajar.2007.hal.204-205
30
Soedjati Djiwandono Berbagai Dimensi Konflik Centre for Strategic and International Studies
CSIS Jakarta 1988.hal.309
31
Ibid
Konflik yang berkembang antara Republik Rakyat Cina RRC dan negara- negara ASEAN lebih banyak melibatkan Philipina dan Vietnam. Kedua negara ini
terlibat konflik dengan Republik Rakyat Cina RRC karena Republik Rakyat Cina RRC dengan sengaja menampakkan diri dalam perairan atau kawasan Laut
Cina Selatan khususnya pada Kepulauan Spratly yang di klaim oleh Filiphina maupun Vietnam. Sementara itu, konflik Cina-Vietnam telah berlangsung sejak
Republik Rakyat Cina RRC menyebut invasinya ke Vietnam tahun 1979 sebagai “pelajaran“ yang diberikannya kepada Vietnam. Brunei, Indonesia, dan Malaysia
memilih perluasan kerjasama ekonomi daripada mempersoalkan klaim wilayah masing-masing negara dengan Republik Rakyat Cina RRC. Akan tetapi pada
saat yang sama Malaysia dan Indonesia memberi tempat bagi militer Amerika berupa fasilitas terbatas bagi transportasi udara dan Laut Amerika.
32
Republik Rakyat Cina RRC pada saat itu tidak segera menyerang dan menunda penyerbuannya ke kepulauan Spratly dan baru tahun 1988
melaksanakannya, hal ini disebabkan karena beberapa hal. Beberapa faktor yang mungkin menjadi pertimbangan Republik Rakyat Cina RRC dalam menunda
niatnya untuk menyerang wilayah itu yang pertama adalah, sejak akhir dasawarsa 1960-an setelah dibubarkannya gerakan Revolusi Kebudayaan Republik Rakyat
Cina RRC mulai merintis jalan untuk memperbaiki citranya dalam masyarakat internasional, khususnya dalam hubungannnya dengan negara-negara barat, dan
karena hubungannya yang semakin memburuk dengan Uni Soviet, terutama setelah terjadi perang perbatasan tahun 1969. Perbaikan hubungan dengan
Amerika Serikat ditandai oleh komunike Shanghai tahun 1972 dan kemudian
32
Ibid
diikuti oleh normalisasi hubungan dengan jepang pada bulan September 1972. Sejak itu Republik Rakyat Cina RRC membuka hubungan diplomatik dengan
banyak negara barat.
33
Sementara itu hubungannya dengan negara-negara ASEAN juga meningkat. Pada tanggal 2 juni 1974 hubungan diplomatik antara Republik Rakyat Cina
RRC dan Malaysia diresmikan. Kemudian menyusul hubungan diplomatik dengan Filiphina pada tanggal 11 Juni 1975 dan dengan Muangthai tanggal 1 Juli
1975. Perubahan kebijakan luar negeri Cina ini tampaknya menjadi pertimbangan dalam menyelesaikan sengketa Kepulauan Spratly.
Kedua, setelah Republik Rakyat Cina RRC mengalami pergolakan politik di
dalam negeri dan memuncak pada revolusi Kebudayaan 1966-1968 kondisi Angkatan Laut Cina sangat memperihatinkan. Hal ini rupanya juga
mempengaruhi niatnya untuk melakukan penyerangan ke kepulauan Spratly. Serangannya ke pulau Paracel tahun 1974 memang dilakukan tetapi hal itu tidak
berarti Angkatan Laut Cina sudah cukup kuat. Serbuan Republik Rakyat Cina RRC itu memanfaatkan situasi rezim Saigon Vietnam Selatan yang dapat
dikatan sudah hancur. Untuk menyerbu kepualan Spratly waktu itu, jelas Republik Rakyat Cina RRC harus berfikir dua kali mengingat kekuatan Laut negara-
negara yang juga mengklaim wilayah kepulauan Spratly seperti Taiwan, Malaysia dan Filiphina, yang cukup kuat menghadapi serangan dari Republik Rakyat Cina
RRC, terlebih-lebih kalau negara-negara itu dibantu oleh negara-negara barat sekutu mereka.
33
Soedjati Djiwandono.Op.cit.hal 312
Ketiga, setelah tahun 1975 hubungan anatara Republik Rakyat Cina RRC
dan Vietnam dapat dikatan masih baik, sampai pada tahun 1978 ketika timbul masalah-masalah bilateral seperti pengusiran penduduk keturunan Republik
Rakyat Cina RRC, masalah perbatasan, dan invasi pasukan Vietnam ke Kampuchea yang berhasil mendepak rezim Khmer Merah dukungan Bejing.
Hubungan kedua negara di perburuk dengan terjadinya invasi sekejap pasukan Republik Rakyat Cina RRC pada bulan maret 1979 dengan dalih memberi
pelajaran. Tetapi buruknya hubungan itu ternyata tidak mendorong Republik Rakyat Cina RRC melakukan serbuan ke wialyah kepulauan Spratly yang
diklaim Vietnam. Mungkin waktu itu dukungan Uni Soviet kepada Vietnam masih menjadi pertimbangan Republik Rakyat Cina RRC, terutama setelah
Vietnam dan Uni Soviet menandatangani Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama pada tahun 1978, yang salah pasalnya Pasal 6 menyebutkan bahwa: “apabila
salah satu pihak diserang atau diancam serangan, maka pihak-pihak yang menandatangani perjanjian akan segera berkonsultasi dengan maksud untuk
menyingkirkan ancaman itu dan mengambil langkah-langkah perdakah yang efektif dan tepat guna menjamin perdamaian dan keamanan.”
Sementara itu perkembangan baru terjadi seperti membaiknya hubungan antara Republik Rakyat Cina RRC dan Uni Soviet . Saat ini dengan
meningkatnya hubungan bilateral kedua negara rupanya Republik Rakyat Cina RRC ingin memanfaatkan situasi untuk melaksanakan niatnya. Ternyata setelah
Republik Rakyat Cina RRC berhasil menduduki beberapa pulau “milik Vietnam” di kepulauan Spratly pada pertengahan bulan Maret 1988, Uni Soviet
mengambil sikap tidak mendukung Vietnam, tetapi menyerukan agar keduanya
mau berunding untuk menyelesaikan konflik teritorial itu. Hal ini dinyatakan pula oleh Wakil Menlu Uni Soviet, Igor Rogachev, di Manila Tanggal 25 Maret 1988.
Setelah sekitar sepuluh tahun memebenahi Angkatan Lautnya, saat itu Cina baru mulai yakin akan kemampuannya. Menurut data The Military Balance 1985-1986
yang di terbitkan oleh IISS, cina sekarang ini telah menempatkan armada khusus yang ditugaskan di Laut Cina Selatan yang disebut Armada Laut Selatan
disamping dua Armada lainnya yaitu Armada Utara dan Armada Timur. Kekeuatan Armada Laut Selatan ini berkekuatan 600 kapal perang termasuk 25
kapal selam, 200 kapal amphibi dan beberapa jenis kapal perang lainnya. Dengan dua perkembangan itu, Republik Rakyat Cina RRC tampaknya
merasa mantap untuk melaksanakan niatnya merebut wilayah yang di klaimnya di Kepulauan Spratly, yaitu rencana pemerintah Filipina untuk membuat suatu
undang-undang yang akan menegaskan haknya atas Kepulauan Spratly pada akhir bulan November 1987. Hal ini segera mengundang reaksi Republik Rakyat Cina
RRC. Sejak itu Republik Rakyat Cina RRC mengadakan manuver Angkatan Lautnya ke kepulauan itu dan bahkan mengadakan latihan perang disana.
Tindakan Republik Rakyat Cina RRC ini dianggap sebagai sebagai provokasi oleh Vietnam yang kemudian juga memperkuat Angkatan Lautnya sehingga
terjadi insiden tanggal 14 Maret 1988. Saat itu Vietnam tidak hanya kehilangan pasukan dan kapal, tetapi juga beberapa pulau.
34
Konflik di Kepulauan Spratly yang melibatkan banyak negara itu jelas mempunyai implikasi bagi keamanan regional di Asia Tenggara. Dua hal perlu
diperhatikan dalam kaitan ini, yaitu: Pertama, sengketa itu melibatkan beberapa
34
Soedjati Djiwandono.Op.cit.hal.313-314
negara ASEAN, termasuk di dalamnya Filiphina, dan malaysia dan negara Asia Tenggara lainnya, yaitu Republik Rakyat Cina RRC dan Vietnam. Dengan
demikian mau tidak mau negara-negara ASEAN juga akan ikut terkena dampaknya bila konflik tersebut tidak dapat diselesaikan secara damai, hal kedua
adalah pentingnya kawasan Laut Cina Selatan yang bersambungan langsung dengan perairan Asia Tenggara tidak saja bagi negara-negara ASEAN, tetapi juga
bagi negara-negara besar. Jalur laut di kawasan tersebut secara ekonomi sangat penting bagi negara-negara Asia Tenggara, terutama negara-negara ASEAN
mengingat semakin meningkatnya hubungan dagang negara-negara ASEAN dengan Jepang, Korea Selatan, Republik Rakyat Cina Hongkong dan Taiwan.
Ketidakamanan wilayah itu akan mempengaruhi angkutan laut baik yang datang dari negara-negara tersebut di atas ke negara-negara ASEAN ataupun
sebaliknya.
35
Dalam perkembangannya hingga saat ini tahun 2011, Republik Rakyat Cina RRC terlihat bertindak sangat agresif dalam mempertahankan Laut Cina Selatan.
Salah satu contoh, yakni pelanggaran yang dilakukan Republik Rakyat Cina RRC pada tanggal 25 februari 2011, Kejadiannya sekitar 222,24 km dari pantai
pulau palawan, di luar Spratly. saat itu Republik Rakyat Cina RRC menyerang nelayan Filiphina dengan tembakan. Selain itu diketahui Republik Rakyat Cina
RRC juga telah mendirikan sejumlah pos terapung di wilayah yang diklaim Filiphina. tindakan Republik Rakyat Cina RRC ini sudah menyeleweng dari
perjanjian yang disepakati di Manila tahun 2002, yang isinya menyatakan
35
Ibid.
“meminta semua pihak menahan diri dan tidak menduduki area baru di kawasan yang dalam sengketa beberapa negara”.
36
Kejadian lain dialami oleh Vietnam, Vietnam berang setelah kapal nelayan Republik Rakyat China RRC mengganggu dan merusak kabel uji seismik kapal
eksplorasi minyak Vietnam, Binh Minh Hanoi 2. Hanoi menyebut insiden tersebut sengaja dilakukan oleh Republik Rakyat Cina RRC. Kecaman Vietnam justru
dibalas oleh pihak Republik Rakyat China RRC, pemerintah Republik Rakyat China RRC justru balik menuduh Vietnam berupaya meningkatkan eskalasi
ketegangan di kawasan perairan sengketa itu. Lewat juru bicara kementrian Luar Negeri China, Hong Lei Vietnam justru di persalahkan menjadi biang keladi
ketegangan, katanya justru kapal nelayan milik Republik Rakyat Cina RRC yang menjadi korban dalam insiden ini. Mereka terjerat kabel kapal milik
Vietnam dan terseret selama lebih satu jam, kapal Vietnam membahayakan keselamatan kapal dan nyawa awak kapal nelayan Republik Rakyat China RRC.
Kondisi di lapangan makin memanas diantara sejumlah negara yang mengklaim Laut Cina Selatan. Angkatan bersenjata Vietnam mengumumkan
rencana mereka menggelar latihan perang dengan amunisi hidup disekitar kawasan sengketa mulai pekan depan.
37
36
KOMPAS edisi, Sabtu 4 Juni 2011 Filiphina: Cina Melanggar Wilayah. Diakses pada 16
Desember 2012
Senin 13 juni 2011 lalu, angkatan laut Vietnam menggelar latihan perang menggunakan peluru tajam berlangsung
sembilan jam di sekitar Hong On pulau tidak berpenghuni terletak sekitar 250 kilometer dari Paracel dan hampir 1000 kilometer dari Spratly. Sementara itu
dipihak lain Filiphina mengusulkan penggatian nama Laut Cina Selatan dengan
37
KOMPAS edisi, sabtu 11 juni 2011 Warga Vietnam Juluki China sebagai Perompak.
Diakses pada 16 Desember 2012
Laut Filiphina Barat, Filiphina secara resmi menggunakan nama ini sejak 1 juni. Vietnam sendiri menyebutnya dengan nama Laut Timur.
38
Seolah menjadi pemilik wialyah yang sah, sebuah kapal milik Republik Rakyat China RCC merampas dan menyita ikan tangkapan serta perlengkapan
milik nelayan Vietnam. Insiden itu terjadi hari selasa 14 juni 2011 didekat kepulauan Paracel, Laut Cina Selatan. Akibat insiden tersebut para nelayan
kehilangan 500 kilogram ikan tangkapan. Dengan sejumlah peralatan nelayan yang ikut disita, kerugian diperkirakan mencapai 2.600 dollar AS. Selain itu
Republik Rakyat China RRC juga bermasalah dengan sejumlah negara lain, yakni Brunei Darussalam, Malaysia, dan Taiwan.
Tindakan agresiv Republik Rakyat China RRC juga tampak, saat beijing menyatakan akan memperkuat armada perang angkatan laut. Selain itu Republik
Rakyat Cina RRC juga menyebutkan akan memberangkatkan kapal patroli terbesar yang mereka miliki yakni Haixun 31 yang akan memantau kondisi Laut
Cina Selatan sembari melaju ke Singapura. Diproyeksikan hingga tahun 2015 Republik Rakyat Cina RRC akan menggelar sedikitnya 350 kapal patroli
maritim dan 16 pesawat tempur. Sementara hingga tahun 2020 jumlah kapal laut akan meningkat menjadi 520 unit. Seiring dengan meningkatnya
perekonomiannya, Republik Rakyat Cina RRC semakin agresif mengklaim dalam wilayah Laut China Selatan walaupun berbenturan dengan sejumlah negara
tetangga.
39
38
KOMPAS edisi, selasa 14 juni 2011 Vietnam Gelar Latihan, China Marah.
Diakses pada 16 Desember 2012
39
KOMPAS edisi, sabtu 18 juni 2011 China Makin Galak.Diakses pada 17 Desember 2012
Seperti yang sudah direncanakan oleh Republik Rakyat Cina RRC sebelumnya, Republik Rakyat Cina akhirnya memberangkatkan kapal patroli
terbesar, yang mereka miliki saat ini dengan tujuan melayari dan “memantau” perairan Laut Cina Selatan sembari melaju menuju Singapura. Tidak lama setelah
keluarnya kabar tersebut pada tanggal 15 juni 2011, kapal patroli maritim milik Cina, Haixun 31, berlabuh di Singapura setelah berangkat dari Cina. Dalam
perjalanannya diketahui kapal itu telah melewati perairan di sekitar kepulauan Paracel dan Spartly, yang menjadi sumber sengketa di Laut Cina Selatan.
Langkah seperti itu dikhawatirkan akan memperbesar potensi benturan antara negara pengklaim terutama antara Republik Rakyat Cina RRC dan Vietnam.
Namun Republik Rakyat Cina RRC pekan ini menyatakan tidak akan menggunakan kekuatan militer untuk menyelesaikan sengketa wilayah.
Sengketa dan perseteruan antara negara pengklaim menjadi semakin ramai dengan aksi saling unjuk kebolehan dan kemampuan. Berikutnya Vietnam
dijadwalkan akan kembali berlatih perang, kali ini bersama Angkatan Laut Amerika Serikat. Seolah tidak mau kalah, militer Republik Rakyat Cina RRC
juga telah mengumumkan rencana rangkaian perang lepas pantainya.
40
Melihat situasi yang semakin rumit, maka ASEAN mulai ikut turun tangan dalam menanggapi persoalan klaim teritorial yang terjadi di Laut Cina Selatan.
Karena jika konflik ini tidak ditanggapi secara serius dan dibiarkan begitu saja maka segala bentuk kerjasama di kawasan Laut Cina Selatan bisa kehilangan daya
dukung dan tidak berkelanjutan, selain itu juga dapat mengancam keamanan
40
KOMPAS edisi, selasa 21 juni 2011.Loc.cit
negara-negara ASEAN dan sekitarnya.
41
Saat itu sepuluh negara anggota ASEAN sepakat mempercepat proses implementasi perilaku yang harus menjadi pegangan
sejumlah negara yang terlibat sengketa Laut Cina Selatan. Yakni dengan diadakannya Declaration on the Conduct of Parties DOC yaitu hukum yang
mengikat pihak-pihak yang bertikai. ASEAN juga menunjukkan keinginan untuk memulai penyusunan dan pembahasan kode etik DOC, yang kemudian akan
dibahas dan diterapkan di wilayah perairan itu.
42
Mengingat persoalan sesungguhnya menyangkut isu yang sangat peka maka rangkaian workshop ini lebih difokuskan pada upaya untuk membangun
kepercayaan bersama confidence building measure. Oleh karena itu, pembicaraan diararahkan untuk menciptakan kerjasama dalam menagani
persoalan-persoalan kolektif. Segera berakhirnya perang dingin Indonesia memprakarsai serangkaian
workshop tentang konflik di Laut Cina Selatan. Pada awal workshop ASEAN yang berpartisipasi mengingat singgungan beberapa negara ASEAN dengan
negara non-ASEAN. Pada tahapan awal ini Republik Rakyat Cina RRC memang tidak dilibatkan walaupun semua peserta menyadari bahwa Republik
Rakyat Cina RRC paling berpotensi dalam perkembangan konflik dikawasan tersebut. Namun pembicaraan isu yang sedemikian peka nyaris tidak mungkin
berkembang tanpa melibatkan negara lain yang terlibat dalam konflik Laut Cina Selatan. Sehingga pada workshop berikutnya Republik Rakyat Cina RRC,
Taiwan, dan Vietnam dilibatkan dengan harapan akan mempermudah pencarian
41
KOMPAS edisi, Rabu 1 juni 2011 Isu Laut Cina Selatan Harus Dituntaskan.
Diakses pada 16 Desember 2012
42
KOMPAS edisi, Kamis 9 juni 2011.Loc.cit
titik temu dari perbedaan pendapat di antara para claimant di Laut Cina Selatan. Sehingga prakarsa ndonesia ini kemudian disempurnakan dengan pernyataan
resmi ASEAN tahun 1992 di Manila berkaitan dengan potensi konflik laut Cina Selatan.
Dalam pertemuan Manila 1992, ASEAN mengeluarakan pernyataan yang bertujuan untuk membantu mengendalikan instabilitas kawasan tersebut. Dalam
pernyataan tersebut dikatakan bahwa masing-masing negara yang terlibat diharapkan untuk menahan diri dan mengutamakan cara-cara damai dalam
menyelesaikan persoalan yang ada. Dalam perkembangannya ASEAN juga berhasil membujuk Republik Rakyat Cina RRC untuk menempatkan Konflik
Laut Cina Selatan dalam agenda ARF ASEAN Regional Forum dan menyelenggarakan konsultasi multilateral tahunan berkaitan dengan isu-isu
keamanan termasuk Konflik Laut Cina Selatan. ARF ASEAN Regional Forum merupakan forum pertemuan para menteri
luar negeri dari 2 negara yang terdiri dari 10 negara anggota ASEAN plus mitra dialog baik negara besar maupun negara menengah. ARF bertujuan untuk
menciptakan ruang dialog dan konsultasi konstruksif bagi para partisipan masing- masing. Sesuai dengan tujuan tersebut keagiatan utama ARF adalah
pengembangan tradisi confidence-building measure CBM, yang diikuti dengan preventive diplomacy
PD, dan diharapkan kelak akan mampu mengembangkan kapasitas conflict resulution. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa ASEAN Regional
Forum ARF adalah tanggapan ASEAN terhadap situasi keamanan Asia Tenggara paska-Perang Dingin.
43
43
Dr Bambang Cipto, MA.Loc.cit. hal.208-2010
Bagi Republik Rakyat Cina RRC penyelesaian damai atas konflik di Laut Cina Selatan sangat berguna, terutama bila negara itu menghendaki suatu
hubungan yang tetap baik dengan negara-negara Asia Tenggara. Sikap agresif Republik Rakyat Cina RRC hanya akan membuat negara-negara Asia Tenggara
meninjau kembali usaha peningkatan hubungannya dengan Republik Rakyat Cina RRC yang selama ini dilakukan.
Namun selama ini Vietnam sudah beberapa kali menawarkan perundingan damai kepada Republik Rakyat Cina RRC, tetapi belum ada tanggapan positif
dari pihak Republik Rakyat Cina RRC. Mungkin invasinya ke kepulauan Spratly itu untuk menekan Vietnam dalam masalah khampuchea. Tetapi di kepulauan
spratly Republik Rakyat Cina RRC tidak saja berhadapan dengan Vietnam, melainkan juga Malaysia dan Filiphina, dan yang perlu mendapat perhatian adalah
bahwa hadirnya Republik Rakyat Cina RRC di Kepulauan Spratly itu berarti secara fisik militer Republik Rakyat Cina RRC hadir di kawasan Asia Tenggara.
Bagi ASEAN perkembangan ini cukup memperihatinkan. Konflik Kepulauan Spratly itu memang tidak melibatkan Indonesia secara
langsung. Tetapi dapat dikhawatirkan konflik itu menjalar ke wilayah Indonesia karena Indonesia sekarang ini juga menguasai beberapa kepulauan di Laut Cina
Selatan seperti Kepulauan Badas, Kepulauan Tambelan, Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas, yang letaknya berdekatan dengan Kepulauan Spratly.
Sekarang hal itu memang belum menjadi sumber konflik. Tetapi mungkin konflik akan terjadi di masa mendatang terutama karena adanya pengaturan baru dalam
Konvensi Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh banyak negara pada bulan Oktober 1982.
44
Konflik di Laut Cina Selatan khususnya di kepulauan Spratly yang melibatkan banyak negara itu jelas mempunyai implikasi bagi keamanan regional
di Asia Tenggara. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan ini, yaitu: Pertama, sengketa itu melibatkan beberapa negara ASEAN yaitu, Filiphina,
Malaysia, Taiwan, dan Brunei darussalam, dan termasuk juga negara Asia Tenggara yaitu cina dan Vietnam. Dengan demikian mau tidak mau negara-negara
ASEAN juga akan ikut terkena dampaknya bila sengketa itu tidak dapat diselesaikan secara damai. Hal kedua adalah pentingnya kawasan Laut Cina
Selatan yang bersambungan langsung dengan perairan Asia Tenggara tidak saja bagi negara-negara ASEAN, tetapi juga bagi negara-negara besar. Jalur laut di
kawasan itu secara ekonomi sangat penting bagi negara-negara Asia Tenggara, terutama negara-negara ASEAN mengingat semakin meningkatnya hubungan
dagang negara-negara ASEAN dengan Jepang, Korea Selatan, Cina Hongkong dan Taiwan. Ketidakamanan wilayah itu akan mempengaruhi angkutan laut baik
yang datang dari negara-negara tersebut di atas ke negara-negara ASEAN atau sebaliknya.
45
Upaya damai dalam penanggulangan konflik di Laut Cina Selatan ini harus segera dilakukan mengingat banyaknya negara yang membutuhkan stabilitas
keamanan Laut Cina Selatan, bagi pertumbuhan ekonomi, dan kelancaran militenya. Dan juga peranan Laut Cina Selatan sebagai jalur pelayaran dan
44
Soedjati Djiwandono.Loc.cit..hal.321
45
Ibid.
komunikasi internasional dimana kawasan ini juga banyak dilalui oleh kapal-kapal milik negara maju, sebagai jalur lalu lintas perdagangannya.
B. Dasar-dasar para pihak yang bersengketa melakukan klaim tentang