Green Marketing Green Consumer

11 peningkatan kegiatan kota dengan tetap memperhatikan tata ruang kota dan daya dukung lingkungan kota . 5. Meningkatkan kinerja pemerintah kota secara professional, efektif, efisien akuntabel dan transparan, yang mencakup pemberdayaan aparatur pemerintah dan masyarakat. 6. Mengembangkan sistem keuangan kota, mencakup sistem pembiayaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, swasta dan masyarakat.

2.2. Green Marketing

Green marketing Pemasaran Hijau merupakan pemasaran yang mengedepankan Green-Input, Green-Process maupun Green-Output serta segala hal yang berhubungan dengan penyelamatan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan. Seperti yang diketahui, proses produksi barang atau jasa yang kemudian dijual kepada konsumen mempunyai 3 tahap secara garis besar : input - process - output. Marketing berusaha menjual produk perusahaan dengan berbagai strategi untuk mencapai tujuan perusahaan.

a. Green Consumer

Green Consumerism didefinisikan sebagai “the use of individual consumer preference to promote less enviromentally damaging products and services ” Smith, 1998. Dengan kata lain Green consumer merupakan konsumen yang peduli lingkungan hidup. Sebagai contoh : konsumen yang peduli akan 12 lingkungan hidup akan lebih menyukai pembelian minyak yang bebas dari campuran timah. Green consumers memiliki keyakinan bahwa: 1 ada problem lingkungan yang nyata, 2 problem tersebut harus ditangani dengan serius dan disikapi dengan cara yang aktif, 3 mereka merasa mendapatkan informasi yang cukup dalam keseharian hidup mereka, 4 setiap individu dapat dan harus memberikan kontribusi dalam menyelamatkan bumi dari bencana lingkungan yang menakutkan Smith, 1998. b. Green Product Green Product produk yang berwawasan lingkungan merupakan produk yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek-efek yang dapat mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan pengkonsumsiannya. Hal ini dapat dikaitkan dengan pemakaian bahan baku yang dapat didaur ulang. Sayuran Organik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1993 istilah sayur diartikan sebagai daun-daunan seperti sawi, tumbuh-tumbuhan taoge, polong atau bijian kapri, buncis yang dapat dimasak seperti bayam, kubis atau masakan yang berkuah seperti gulai, sop. Sayuran organik adalah sayuran yang ditanam secara alami tidak mengandung sembarang pestisida kimia, bahan kimia, antibiotik, dan hormon buatan. 13 Sayuran organik aman untuk dikonsumsi karena tidak mengandung residu pestisida kimia. Selain itu sayuran organik mengandung zat anti oksidan 10-50 dibandingkan dengan sayuran non-organik. Sayuran organik juga mengandung vitamin C dan mineral pokok seperti kalium, fosfor, magnesium, zat besi dan krom yang lebih tinggi Saptono, 2005. Secara fisik, sayuran non-organik cenderung cepat busuk dibandingkan dengan sayuran organik. Sayuran ini juga sangat mungkin terkontaminasi insektisida dan pestisida yang digunakan pada proses produksi atau penanaman. Bukan hanya sayuran, tanah sebagai media tanam juga bisa cepat rusak karena sayuran non-organik harus diberi pupuk kimia. Selain itu penggunaan insektisida untuk mengusir hama dan mempercepat sistem produksi dapat menghadirkan penyakit baru yang merupakan efek dari insektisida dan pestisida. Sayuran organik berbeda dengan sayuran non organik, salah satunya dalam segi kemasan. Sayuran organik memerlukan sertifikasi atau penjaminan suatu produk oleh suatu lembaga yang kompeten untuk memberikan pengesahan keorganikan dari suatu usaha tani melalui mekanisme uji standar lapangan dan laboratorium. Jika suatu usaha tani lolos uji tersebut maka dia boleh menggunakan label organik pada kemasan produknya. Dalam hal ini lembaga sertifikasi menjadi penjamin mutu produk. Sertifikasi pula yang menjadi salah satu faktor mengapa harga sayuran organik lebih mahal dibanding dengan sayuran non-organik. Penjaminan produk sayuran organik oleh lembaga yang kompeten melalui sebuah standar yang merupakan instrumen kesepakatan bersama berdasarkan 14 prinsip ekologi, bisa lokal, nasional maupun internasional. Di tingkat lokal, dibuat standar lokal yang sesuai dengan kondisi dan pengetahuan lokal. Di tingkat nasional terdapat Standar Nasional Indonesia SNI, sementara di tingkat internasional terdapat IFOAM Basic Standard IBS atau Codex Alimentarius Commission CAC. Standar lokal dan nasional sebaiknya harmonis dengan standar internasional Biocert, 2007.

2.3. Perilaku Konsumen