3. Cara grafis adalah penggabungan fraksi Agregat yang dilakukan dengan menggambarkan grafik hubungan antara prosentase butir-butir lolos
saringan dari setiap agregat yang digunakan dengan prosentase lolos saringan spesifikasi limit.
4. Cara proporsi agregat, untuk memperoleh proporsi campuran agregat yang diinginkan, selain dengan cara mencampur agregat dapat juga dengan cara
memproporsikan agregat sesuai dengan gradasi suatu spesifikasi yang diinginkan.
2.3.4 Aspal
Aspal merupakan material perekat comentitious berwarna hitam atau cokelat tua dengan unsur utamanya bitumen. Bitumen adalah zat perekat
comentitious berwarna hitam atau gelap, yang dapat diperoleh di alam maupun sebagai hasil produksi. Pada temperatur ruang berbentuk padat, sampai agak padat
dan bersifat termoplastis. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran
perkerasan dapat mempengaruhi karakteristik marshall campuran. Hasil pengujian karakteristik marshall pada kadar aspal optimum KAO 6,85 terhadap berat
campuran laston AC-WC yang menggunakan aspal BNA Blend 7525 sebesar 1.088,621Kg Leily Fatmawati, 2012. Pada umunya aspal dihasilkan dari
penyulingan minyak bumi. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan yang berpungsi antara lain sebagai bahan
pengikat yaitu memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat serta antara
aspal itu sendiri dan sekaligus sebagai pengisi antara rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.
2.3.4.1 Jenis aspal A. Berdasarkan cara memperolehnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu aspal
alam, dan aspal buatan, dengan pengertian sebagai berikut: 1. Aspal alam
Aspal alam merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan, karena dapat di alam biasanya kadar
bitumennya sangat berpariasi dari rendah sampai tinggi. Aspal ini dapat dibedakan menjadi:
a. Aspal gunung rock aspalt, seperti aspal di Pulau Buton. Aspal Asbuton merupakan aspal alam yang banyak dimiliki oleh
Indonesia yang terletak di pulau Buton, Sulawesi Tenggara di pegunungan Lawele dengan deposit aspal 100.000.000 m3. Asbuton
terbentuk dari proses aspal alam melalui minyak mentah dalam perut bumi yang terdestilasi secara alami sehingga menjadi residu aspal
kemudian muncul ke bumi dan meresap ke dalam batuan porous biasanya dari jenis batu kapur sehingga membentuk aspal gunung
rock aspalt .
b. Aspal danau lake aspalt, seperti di Trinidad. Lake aspal merupakan aspal alam yang terbentuk dari residu minyak
yang terdestilasi oleh bumi membentuk residu aspal kemudian
muncul ke permukaan bumi melalui celah yang berupa lembah sehingga terbentuk deposit aspal alam berupa danau aspal yang
disebut like aspal. 2. Aspal buatan
Aspal buatan biasanya berasal dari proses pengolahan residu destilasi minyak bumi yang diproses seperti:
a. Aspal padatkeras adalah aspal yang didapatkan melalui proses residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu
jenis aspaltic base crude oil yang banyak mengandung aspal, parafin base crude oil
yang banyak mengandung parafin, atau mixed base crude oil
yang banyak mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis
aspaltic base crude oil. b. Tar adalah suatu cairan yang diperoleh dari proses karbonasi destilasi
destruktif tanpa udaraoksigen suatu material organis misalnya kayu atau batubara.
B. Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang, aspal dibedakan atas aspal
padat, aspal cair, dan aspal emulsi dengan penjelasan sebagai berikut. 1. Aspal keras hard aspalt
Aspal keras adalah aspal minyak yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen
aspal aspalt cement. Di Indonesia aspal semen biasanya dibedakan atas penetrasinya yaitu aspal dengan penetrasi Pen 4050, Pen 6070, Pen 8070 dan
Pen 80100. Pada daerah panas atau lalu lintas dengan volume tinggi menggunakan aspal semen dengan penetrasi rendah, sedangkan untuk daerah
dingin atau lalu lintas rendah menggunakan penetrasi tinggi. Untuk pekerjaan lapisan perkerasan jalan, sesuai dengan spesifikasi teknik dari Bina Marga aspal
keras yang dipakai adalah aspal tipe I yaitu aspal pen 6070 dan atau tipe II Aspal yang dimodifikasi. Aspal yang dimodifikasi sebagai campuran aspal panas
haruslah jenis Asbuton, dan elastomeric latex atau sintetis dan memenuhi ketentuan spesifikasi 2010 Bina Marga revisi 3. Aspal modifikasi memiliki
kelebihan dalam mengatasi deformasi plastis pada suhutemperatur rendah. Aspal BNA Blend merupakan aspal mod yang telah melalui proses pengolahan dengan
berbahan dasar Asbuton dan telah mengalami proses pengujian dan dinyatakan memenuhi standar spesifikasi Bina Marga sebagai campuran aspal panas. Aspal
modifikasi harus dikirim dalam tangki yang dilengkapi dengan alat pembakar gas atau minyak yang dikendalikan secara termostatis dan dilengkapi dengan sistem
segel yang disetujui sehingga mencegah terjadinya kontaminasi baik dari pabriknya ataupun dari pengirimannya. Penyaluran aspal modifikasi ke tangki
penampung dilapangan dengan sistem sirkulasi yang tertutup penuh. Aspal BNA Blend memiliki sifat adhesifitas yang lebih baik dan secara alami mengandung
anti striping karena kandungan Nitrogen base coumpound yang besar pada Asbuton dibandingkan aspal minyak PT.Performa Alam Lestari,2013.
Tabel 2. 3 Perbandingan kandungan bitumen buton dan aspal minyak Komposisi
ButonBNA Asmin
Keterangan • Nitrogen Base
• Aspalteen 30
47 1
10 BNA
Mengandung Anti Striping
alami Malten
53 90
Sumber: PT.Performa Alam Lestari 2013 Tabel 2. 4 Ketentuan-ketentuan untuk aspal keras
No Jenis Pengujian
Metoda Pengujian
Tipe I Aspal
Pen 60 70
Tipe II Aspal yang Dimodifikasi
A
B Asbuton
yg diproses
Elastom er
Sintetis
1 Penetrasi pada 25 C 0,1 mm
SNI 06-2456- 1991
60 - 70 Min. 50
Min. 40 2
Viscositas Dinamis 60ºC Pa.s SNI 06-6441-
2000 160-240
240-360 320-480
3 Viskosistas Kinematis135 C cSt
AASHTO T201-03
≥ 300
385 – 2000
≤ 3000
4 Titik Lembek C
ASNI 06-2434- 1991
≥ 48
≥ 53
≥ 54
5 Daktilitas pada 25 C, cm
SNI-06-2432- 1991
≥ 100
≥ 100
≥ 100
6 Titik Nyala C
SNI-06-2433- 1991
≥ 232
≥ 232
≥ 232
7 Kelarutan dalam Trichloroethylene
AASHTO T44- 03
≥ 99
≥ 901
≥ 99
8 Berat Jenis
SNI-06-2441- 1991
≥ 1,0
≥ 1,0
≥ 1,0
9 Stabilitas Penyimpanan C
ASTM D 5976 part
6.1 -
≤ 2,2
≤ 2,2
10 Partikel yg lebih halus dari 150
micron µm Min 95
1
Pengujian Residu TFOT SNI-06-2440-1991 atau RTFOT SNI-03-6835- 2002:
11 Berat yang Hilang
SNI 06-2441-
1991 ≤
0,8 ≤
0,8 ≤
0,8 Viscositas Dinamis 60ºC Pa.s
SNI 03-6441-
2000 ≤
800 ≤
1200 ≤
1600 12
Penetrasi pada 25 C SNI
06-2456- 1991
≥ 54
≥ 54
≥ 54
13 Keelastisan setelah pengembalian
AASHTO T
301-98 ≥
60 14
Daktilitas pada 25 C cm SNI
06-2432- 1991
≥ 100
≥ 50
≥ 25
Sumber: Dep.PU. 2014
Catatan: 1 Hasil pengujian adalah bahan pengikat bitumen yang diekstrasi
dengan menggunakan metoda SNI 2490:2008. Sedangkan untuk pengujian kelarutan dan gradasi mineral dilaksanakan pada seluruh
bahan pengikat termasuk kandungan mineralnya. 2 Pabrik pembuat bahan pengikat Tipe II dapat mengajukan metoda
pengujian alternatif untuk viskositas bilamana sifat sifat elastomeric atau lainnya didapati berpengaruh terhadap akurasi pengujian penetrasi,
titik lembek atau standar lainnya. 3 Viscositas di uji juga pada temperature 100ºC dan 160ºC untuk tipe I
dan untuk tipe II pada temperature 100ºC dan 170ºC. 4 Jika pengujian viskositas tidak dilakukan sesuai dengan AASHTO
T201-03 maka hasil pengujian harus dikonversikan ke satuan cSt.
2. Aspal cair cutback aspalt Aspal cair yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair
merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar.
Berdasarkan bahan pencair dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan menjadi:
a. Rapid Curing Cut Back Aspalt RC, merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensinpremium. Jenis ini paling cepat menguap.
b. Medium Curing Cut Back Aspalt MC, merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti minyak tanah.
c. Slow Curing Cut Back Aspalt SC, merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti solar.
3. Aspal emulsi Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengelmusi,
yang dilakukan di pabrik pencampur. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan
atas: a. Aspal kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal
emulsi yang butiran aspalnya bermuatan arus listrik positif. b. Aspal anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal
emulsi yang butiran aspalnya bermuatan negatif. c. Non ionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi,
berarti tidak mengantarkan listrik Pada umumnya digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi
anionik dan kationik. Berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas:
a. Rapid Setting RS, aspal yang mengandung sedikit bahan pengelmulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat
menjadi padat atau keras kembali. b. Medium Setting MS, aspal cair dengan bahan pencair minyak tanah.
c. Slow Setting SS, jenis aspal emulsi yang paling lambat mengeras. 2.3. Sifat aspal
Aspal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a. Daya tahan Durability
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan.
b. Adhesi dan kohesi Adhesi yaitu ikatan antara aspal dan agregat pada campuran aspal beton.
Sifat ini dievaluasi dengan menguji sepesimen dengan test stabilitas Marshall
beserta pariabelnya. Kohesi adalah ketahanan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi
pengikatan. c. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal adalah bahan yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak jika temperatur
bertambah. d. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga dilapisi aspal atau disiramkan ke permukaan agregat
yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas. Peristiwa
perapuhan terus berlangsung selama masa pelaksanaan. Jadi, selama
masa pelayanan, aspal mengalami proses oksidasi yang besar yang dipengaruhi oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin
tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
2.4 Pemeriksaan Aspal
Sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa dan aspal yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan
lentur. Pemeriksaan yang dilakukan untuk aspal keras adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Penetrasi Aspal
Pemeriksaan penetrasi aspal bertujuan untuk memeriksa tingkat kekerasan aspal. Pengujian dilaksanakan pada suhu 25ºC dan kedalaman penetrasi
diukur setelah beban seberat 100g dilepaskan selama 5 detik. 2. Pemeriksaan Titik Lembek Softening Point Test
Pemeriksaan titik lembek bertujuan untuk mengetahui kepekaan aspal terhadap temperatur. Suhu pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak
tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah suhu rata-rata dengan beda suhu
≤ 1ºC pada saat bola baja menembus aspal karena leleh dan menyentuh
plat dibawahnya sejarak 1 inci = 25,4 mm. Pengujian dilaksanakan dengan alat ‘Ring and Ball Apparatus’. Manfaat dari pengujian titik
lembek ini adalah digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal.
3. Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar bertujuan untuk menentukan suhu
dimana pada aspal terlihat nyala singkat di permukaan aspal titik nyala dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Titik nyala
dan bakar perlu diketahui untuk memperkirakan temperatur maksimum pemanasan aspal sehingga aspal tidak terbakar.
4. Pemeriksaan Kehilangan Berat Aspal Pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengurangan berat