3. Koordinasi
Proses pengimegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah untuk mengaitkan dan menyesuaikan
program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
4. Supervisi
Mengarahkan, memimpin dan mengembangkan bawahan, membimbing, melatih dan menjelaskan peraturan kerja pada bawahan
dan memberikan tugas pada bawahan.
5. Pengaturan Staff
Mempertahankan angkatan kerja, merekrut, mewawancarai dan memilih pegawai baru, menempatkan dan memproklamasikan dan
mutasi pegawai.
6. Perwakilan
Mewakili atasan bila tidak bisa hadir, dan dapat memberikan keputusan asalkan sudah disetujui atasan.
2.2.1.2. Pengukuran Kinerja
Menurut Mulyadi 2001 : 434 terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur secara kuantitatif yaitu:
a. Ukuran Kriteria Tunggal
Single Criteria
Ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajer sehingga orang akan cenderung memusatkan
perhatiannya pada kriteria tersebut padahal kriteria yang lain juga sangatlah penting.
b. Ukuran Kriteria Beragam
Multiple Criteria
Ukuran kriteria yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja manajer. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran
kriteriannya sehingga seorang manajer diukur kinerjanya dengan beragam kriteria.
c. Ukuran Kriteria Gabungan
Composite Criteria
Ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran, memperhitungkan bobot masing-masing ukuran, dan menghitung rata-rata
sebagai ukuran menyeluruh kinerja manajer.
2.2.1.3. Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Mulyadi 2001 : 416 manfaat penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian personil-personil secara maksimal. 2.
Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personil, seperti : promosi, transfer dan pemberhentian.
3. Mengidentifikasi kebutuhan latihan dan pengembangan personil serta
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan personil. 4.
Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kenerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
2.2.1.4. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Mulyadi 2001 : 416 tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam
mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi standar
perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategi, program dan anggaran organisasi.
Perilaku kinerja digunakan untuk menekankan perilaku yang tidak semestinya dan untuk menekankan perilaku yang semestinya diinginkan
melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya, serta penghargaan baik
yang bersifat intrisik maupun ekstrinsik.
2.2.2. Motivasi 2.2.2.1. Pengertian Motivasi
Menurut Rivai 2004:455 motivasi adalah serangkaian nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai
dengan tujuan individu.
Motivasi merupakan kekuatan yang ada pada seorang individu dalam mencurahkan upayanya untuk mencapai prestasi sebagai imbalan atas
prestasi tersebut karyawan akan memperoleh kepuasan dan memberi
dukungan kepada mereka agar menumbuhkan semangat dan gairah bekerja yang lebih besar untuk melakukan suatu tindakan.
Motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan
upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual Robbins, 1996:94. Hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernes J. Mc. Cormick
1985:268 dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia oleh Mangkunegara 2005:94 mengemukakan bahwa “ Work motivai is defined
as condition which settings”. Kutipan diatas menjelaskan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan,
mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat dirumuskan sebagai berikut Mangkunegara, 2005 : 94:
1. Adalah setiap perasaan atau kehendak dan keinginan yang amat
mempengaruhi kemauan individu sehingga individu tersebut didorong untuk berperilaku dan berkehendak.
2. Adalah pengaruh kekuatan yang menimbulkan perilaku individu.
3. Adalah setiap tindakan yang menyebabkan berubahnya perilaku
seseorang. 4.
Adalah proses dalam menentukan gerakan atau tingkah laku individu kepada tujuan.
Beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam diri individu yang merangsang individu untuk
melakukan tindakan yang digunakan untuk menentukan pilihan sesuai dengan harapan dan memperoleh hasil yang memuaskan.
2.2.2.2. Faktor-faktor Motivasi
Motivasi seseorang pekerja untuk bekerja biasanya meripakan hal yang rumit, karena motivasi itu melibatkan faktor-faktor individual itu
sendiri, yaitu Anoraga 1995 : 84; yang dikutip dari Mediantoro 2004: 1.
Kebutuhan need 2.
Tujuan goal 3.
Sikap attitudes 4.
Kemampuan abilities Faktor-faktor organisasi itu sendiri yaitu:
1. Pembayaran gaji pay
2. Keamanan pekerjaan job security
3. Sesama pekerja co workers
4. Pengawasan supervision
5. Pujian prasie
6. Pekerjaan itu sendiri
2.2.2.3. Bentuk Motivasi
Menurut Singodimedjo dkk, 1999:157 motivasi mempunyai dua macam bentuk, yaitu:
1. Motivasi positif
Motivasi positif merupakan motivasi kerja pada karyawan dengan cara mempengaruhi mereka untuk melaksanakan pekerjaan yang diinginkan
dengan memberikan imbalan reward yang menguntungkan karyawan sehingga dapat menimbulkan gairah semangat untuk berprestasi.
2. Motivasi negatif
Motivasi negatif adalah sebaliknya dari motivasi. Disini para karyawan dipengaruhi untuk melaksanakan pekerjaan menggunakan kekuatan
power yang menakutkan para karyawan. Motivasi ini berupa ancaman dengan pemberian sangsi pada siapa yang tidak mau bekerja keras dengan
cara ini prestasi dapat meningkat.
2.2.2.4. Unsur Penggerak Motivasi
Motivasi tenaga kerja akan ditentukan oleh motivatornya. Motivasi yang dimaksud adalah merupakan mesin pemggerak motivasi tenaga kerja
sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu tenaga kerja yang bersangkutan. Menurut Siswanto 2003:268 unsur-unsur penggerak
motivasi adalah sebagai berikut:
1. Prestasi atau Achievement
Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat mendorongnya mencapai sasaran.
2. Penghargaan atau Recognition
Penghargaan pengakuan atau prestasi yang telah dicapai oleh seseorang akan merupakan motivator yang kuat.
3. Tantangan atau Challenger
adanya tantangan yang dihadapi, merupakan motivator kuat bagi manusia untuk mengatasinya.
4. Tanggung jawab atau Responsibility
Adanya rasa ikut memilki akan menimbulkan motivasi dan akan membuat merasa bertanggung jawab.
5. Pengenbangan atau Development
Pengembangan kemampuan seseorang baik dari pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju, dapat merupakan motivator kuat bagi tenaga
kerja untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah. 6.
Keterlibatan atau Involvement Rasa ikut terlibat atau involved dalam suatu proses pengambilan
keputusan dapat pula “kotak saran” dari tenaga kerja yang dijadikan masukan untuk manajemen perusahaan, merupakan motivator yang cukup
kuat untuk tenaga kerja.
7. Kesempatan atau Oppurtunity
Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karier yang terbuka, dari tingkat bawah sampai pada tingkat Top Management akan merupakan
motivator yang cukup bagi tenaga kerja.
2.2.2.5. Karakteristik Manajer dalam Motivasi Berprestasi
Menurut Mangkunegara, 2005:104 karakteristik manajer yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, antara lain:
1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
2. Memiliki program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang realistik
serta berjuang untuk merealisasikannya. 3.
Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil resiko yang dihadapinya.
4. Memiliki pekerjaan yang berarti dan menyelsaikannya dengan hasil yang
memuaskan. 5.
Memiliki keinginan menjadi orang termuka yang menguasai bidang tertentu.
Sedangkan karakteristik manajer yang motivasi berprestasinya rendah, diantaranya Mangkunegara, 2005:104:
1. Kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam mengerjakan sesuatu
pekerjaan. 2.
Memiliki program kerja tetapi tidak didasarkan pada rencana dan tujuan yang realistik serta lemah melaksanakannya.
3. Bersikap apatis dan tidak percaya diri.
4. Ragu-ragu dalam pengambilan keputusan.
5. Tindakannya kurang terarah pada tujuan.
2.2.2.6. Teori yang Melandasi Pengaruh Antara Motivasi Terhadap Kinerja Manajerial
Teori motivasi Mc. Clelland menyatakan bahwa ada 3 kebutuhan dasar yang memotivasi manusia Mangkunegara, 2005:97 yaitu:
1. Need for achievement,yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan
refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Seorang yang kebutuhan berprestasinya tinggi cenderung untuk berani
mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik aripada sebelumnya, selalu berkeinginan
mencapai prestasi yang lebih tinggi. 2.
Need for affiliantean, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang
lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan rang lain. 3.
Need for power, yaitu kebutuhan akan kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai autoritas, untuk memiliki
pengaruh kepada orang lain. Ketiga macam kebutuhan manusia diatas sangat mempengaruhi
pelaksanaan tugas tenaga kerja pada umumnya dan pada manajer pada khususnya. Teori diatas memotivasi para manajer agar meningkatkan
potensinya, sehingga didalam melaksanakan tugasnya menghasilkan pekerjaan yang berkualitas. Jadi berdasarkan teori diatas diharapkan
motivasi yang ada pada diri manajer dapat meningkatkan kinerja manajerial. Tingkah laku manusia dimulai dengan adanya motivasi. Motivasi
sering juga disebut Motif Motive, kebutuhan need, desakan wish dan dorongan drive. Motivasi mempunyai arti, yaitu keadaan dalam diri
seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan- kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan tertentu pula.
Menurut Mangkunegara 2005:104 bahwa ada hubungan positif antara motivasi dengan pencapaian kinerja, artinya manajer yang
mempunyai motivasi tinggi cenderung memiliki kinerja yang tinggi, dan sebaliknya mereka yang kinerjanya rendah dimungkinkan karena
motivasinya rendah. Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
bentuk atau konstruksi dorongan yang merangsang individu untuk melakukan tindakan atau perilaku yang digunakan untuk menentukan pilihan
yang sesuai dengan harapan dan memberi hasil yang memuaskan. Adanya harapan dari karyawan maka akan termotivasi untuk
menggunakan kemampuan dalam mencapai kinerja yang diharapkan oleh perusahaan. Sedangkan kinerja manajerial berkaitan dengan bottom line
untuk menjadikan perusahaan sebagai lemabaga yang mampu menghasilkan finansial return yang memadai. Motivasi yang ada pada diri manajer dan
karyawan akan meningkatkan kinerja manajerial yang diarahkan pada tujuan-tujuan organisasional untuk mencapai sasaran akhir.
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan,
mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Oleh karena itu motivasi mempunyai pengaruh positif
dengan pencapaian kinerja manajerial.
2.2.3. Gaya Kepemimpinan
2.2.3.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan atau leadership didefinisikan dengan cara yang berbeda-beda oleh berbagai orang yang berbeda pula.
Menurut Terry dan Rue 2005:192 kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang atau pemimpin, untuk mempengaruhi perilaku orang
lain menurut keinginan-keinginannya dalam suatu keadaan tertentu. Kepemimpinanleadership menyangkut orang lain termasuk bawahan,
kesediaan bawahan untuk menerima pengarahan status atau kedudukan pimpinan dan membuat proses kepemimpinan atau leadreship dapat berjalan,
Siswanto, 2003:194, tanpa bawahan kualitas kepemimpinan atau leadership seorang manajer akan menjadi tidak relevan.
Kepemimpinanleadership adalah bagian penting dari manajemen, kepemimpinan atau leadership merupakan kemampuan yang dipunyai
seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan, tetapi juga mencakup
fungsi-fungsi lain seperti perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan. Menurut Siswanto 2003:196 yang dimaksud dengan kepemimpinan
adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang tenaga kerja untuk mengarahkan orang lain sehingga orang yang bersangkutan dapat dikerahkan
secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok yang paling penting. Menurut Siswanto 2003:237, umum diadakan penilaian dari unsur
kepemimpinan bagi tenaga kerja adalah: a.
Kualitas hasil kerja b.
Kuantitas hasil kerja c.
Pengetahuan tentang pekerjaan d.
Kerja sama e.
Kehadiran f.
Inisiatif Bakat kepemimpinan seharusnya dimiliki oleh setiap pimpinan dan
kadar kepemimpinan harus selalu ditingkatkan. Disamping itu, dengan pengetahuan tersebut berarti keputusan yang diambil oleh atasan dalam hal
pengangkatan pimpinan dibawahnya dapat dilakukan secara lebih tepat. Menurut Heidjrachman 1990 : 219-220, terdapat dua proses
kepemimpinan, antara lain:
a. Top Down Authority
Dalam Top Down Authority manajer diberi wewenang sepenuhnya untuk memerintah dan mengatur bawahannya.
Gambar 2.1 : Top Down Authority
Manajer Puncak
Manajer yang paling bawah
Pekerja Pekerja
Pekerja
Sumber : Heidjrachman, Manajemen Personalia, BPFE-UGM Yogyakarta,
1999, hal. 220. Apabila seorang pemimpin ingin mencapai tujuannya, dengan efektif,
maka Ia haruslah mempunyai wewenang untuk memimpin para bawahannya dalam usaha mencapai tujuan tersebut. Wewenang ini
disebut wewenang kepemimpinan, yang merupakan hak untuk bertindak atau mempengaruhi tingkah laku orang yang dipimpinnya.
Wewenang ini bisa berasal dari atasan, yang berarti seseorang presiden direktur misalnya menunjuk seseorang yang dianggap mampu untuk
menjadi kepala bagian penjualan, dan kemudian diberi wewenang apa yang yang dianggap perlu untuk seorang kepala bagian penjualan. Jadi di
dalam hal ini seorang pemimpin diberi wewenang untuk memerintah dari atasannya.
b. Bottom Up Authority
Seorang manajer dipilih diterima oleh mereka yang menjadi bawahannya. Apabila seseorang diterima sebagai manajer dan diberi
wewenang untuk memimpin, maka para bawahan akan menghargai wewenang itu sebab mereka punya respek pribadi untuk menghargai
orang tersebut. Para bawahan mengakui bahwa bimbingan dan dorongan dapat
diperoleh dari kepemimpinannya. Menurut para pekerja, calon manajer seharusnya berasal dari bawahan dan bukan dari atas.
Gambar 2.2 : Bottom Up Authority
Manajer
Pekerja Pekerja
Pekerja Pekerja
Sumber : Heidjrachman, Manajemen Personalia, BPFE-UGM
Yogyakarta, 1999, hal. 220 Pandangan pimpinan bawahan, pemimpin formal dapat menjalankan
pekerjaannya dengan efektif apabila ia mendapat dukungan dan diterima
oleh bawahannya. Apabila para bawahan menghargai dan menaruh respek kepada manajernya, mereka akan mengikuti si manajer tersebut.
Sering dijumpai seorang manajer selalu mendelegasikan wewenang kepada bawahannya secara agak lengkap dalam pengambilan keputusan,
dalam arti agar para bawahan mampu mengendalikan diri sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan. Dengan demikian para bawahan dituntut untuk
memiliki keahlian yang tinggi.
2.2.3.2. Faktor-faktor Kepemimpinan
Seorang pemimpin perlu mempunyai wibawa, sehingga segala perkataannya dapat menjadi panutan orang lain dan akan dapat menyebarkan
pengaruhnya. Dengan mempunyai wibawa, seorang pemimpin akan diikuti bukan karena Ia berkuasa, tetapi lebih banyak karena Ia disegani oleh para
bawahan atau pengikutnya. Wibawa kepemimpinan adalah suatu cirri yang melekat pada diri
seorang pemimpin, sehingga Ia dipatuhi dan diikuti oleh para bawahan atau pengikutnya. Dengan wibawa kepemimpinan yang dimiliknya, Ia
mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan suatu pekerjaan, walaupun ia sebenarnya tidak mempunyai wewenang Outhority untuk itu. Dengan
demikian, wibawa berbeda dengan wewenang, karena wibawa merupakan suatu daya tarik yang ada pada diri seorang pemimpin, sedangkan wewenang
biasanya bersumber dari luar diri sang pemimpin itu. Misalnya, karena
ditunjuk atau berdasarkan surat keputusan dan sebagainya Singodimedjo dkk, 1999:232.
Ada beberapa faktor yang dapat membangun kewibawaan seorang pemimpin yaitu Iin Rustanti, 2008 :
1. Mempunyai Otoritas Diri
Otoritas diri adalah sikap dan keyakinan yang timbul dalam diri sendiri, yaitu keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk berbuat sesuatu.
2. Ketegasan Sikap
Merupakan sikap mental seseorang yang dapat mendukung tegaknya wibawa kepemimpinan yang bersangkutan.
3. Penempatan Diri Dengan Baik
Adalah cara menempatkan diri sesuai dengan apa yang diinginkan kelompok.
4. Memelihara Citra Diri
Memelihara citra diri berarti memelihara pandangan dan anggapan orang lain terhadap diri kita sendiri.
5. Kebiasaan Berkomunikasi Dengan Baik
Yaitu ucapan-ucapan yang baik atau mutu komunikasi yang dilengkapi dengan gerak tubuh yang tepat dengan apa yang disampaikan oleh lisan
melalui sikap positif kita sendiri.
2.2.3.3. Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan
Beberapa jenis gaya kepemimpinan menurut Davis 1996:164 yaitu antara lain:
1. Gaya Kepemimpinan Autokratik
Para pemimpin memusatkan kuasa dan pengambilan kepuasan bagi dirinya sendiri. Mereka menata situasi kerja yang rumit bagi para
pegawai, yang melakukan apa saja yang diperintahnya. Pemimpin berwenang penuh dan memikul tanggung jawab sepenuhnya.
Kepemimpinan ini umumnya negative, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman; tetapi kepemimpinan seperti ini dapat pula positif, seperti
yang ditunjukkan oleh autocrat yang murah hati yang cenderung memberikan imbalan kepada para pegawai.
2. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Pemimpin mendesentralisasikan wewenang. Keputusan partisipatif tidak sepihak, karena keputusan itu timbul dari upaya konsultasi dengan para
pengikut dan keikutsertaan mereka. Pemimpin dan kelompok bertindak sebagai suatu unit social. Para pegawai memperoleh informasi dari
pimpinan tentang kondisi yang mempengaruhi pekerjaan mereka dan didorong untuk mengungkapkan gagasan dan mengajukan saran.
3. Gaya Kepemimpinan Bebas Kendali
Para pemimpin menghindari kuasa dan tanggung jawab mereka sebagian besar bergantung pada kelompok untuk menetapkan tujuan dan
menanggulangi masalahnya sendiri. Anggota kelompok melatih dan menyediakan motivasi bagi dirinya sendiri, pemimpin hanya memainkan
peran kecil. Kepemimpinan ini cenderung memungkinkan berbagai unit organisasi yang berbeda untuk bergerak meju dengan tujuan yang
bertentangan satu sama lain, dan ini dapat menimbulkan kekacauan. Tetapi kepemimpinan ini bermanfaat dalam situasi dimana pemimpin
dapat member peluang sepenuhnya kepada kelompok untuk melakukan pilihan mereka sendiri.
4. Gaya Kepemimpinan Kontingensi
Keefektifan pemimpin ditentukan oleh interaksi antara orientasi pegawai dengan tiga variabel tambahan yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan
organisasi. Dimana ketiga variabel itu antara lain, hubungan antara pemimpin dan anggotan struktur tugas, dan organisasi.
Model kepemimpinan ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung pada apakah situasi dimana pemimpin
bekerja. Secara lebih spesifik, gaya kepemimpinan terbaik tergantung pada apakah situasinya bagi pemimpin menguntungkan, tidak menguntungkan
atau berbeda pada kedua ekstrim itu. Apabila situasinya berbeda maka persyaratan kepemimpinan juga berbeda.
2.2.3.4. Teori Yang Melandasi Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap
Kinerja Manajerial
Beberapa teori kepemimpinan yang melatar belakangi model gaya kepemimpinan Thoha, 2004:284 adalah:
1. Teori Sifat
Teori “The Great Man” menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin ia akan menjadi pemimpin, apakah ia mempunyai sifat
atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Setelah teori ini mendapatkan pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi, maka dapat
diperoleh hasil yaitu dimana suatu kenyataan dapat diterima bahwa sifat- sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi juga dapat
dicapai juga lewat pendidikan dan pengalaman, dengan demikian maka perhatian terhadap kepemimpinan tidak lagi menekankan apakah
pemimpinn itu dilahirkan atau dibuat. Empat sifat umum mempunyai pengaruh terhadap kinerja dan
keberhasilan kepemimpinan organisasi yaitu: a.
Kecerdasan b.
Kedewasaan dan keluasan hubungan social c.
Motivasi diri dan dorongan berprestasi d.
Sikap-sikap hubungan kemanusiaan
2. Teori Kelompok
Teori ini beranggapan, bahwa supaya kelompok bisa mencapai tujuan- tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif antara
pemimpin dan pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini, melibatkan
konsep-konsep sosiologi tentang keinginan mengembangkan peran penelitian ini dapat digunakan untuk mendukung konsep-konsep peranan
dan pertukaran yang ditetapkan dalam kepemimpinan pada penelitian ini menunjukkan bahwa para pemimpin yang memperhitungkan dan
membantu bawahannya mempunyai pengaruh yang positif terhadap sikap dan pelaksanaan kinerjanya Thoha, 2004:288.
Menurut Thoha 2004:290 yang menyatakan gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang
tersebut mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Hal ini dikuatkan oleh Mangkunegara 2005:102 yang menyatakan
bahwa pimpinan harus memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentinya tujuan dari suatu pekerjaan agar meningkatkan minat pegawai
terhadap mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Jadi dapat diartikan bahwa dengan tercapainya tujuan yang diharapkan oleh pimpinan
menandakan meningkatkannya kinerja manajerial.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa seseorang manajer dituntut bisa mempengaruhi bawahannya untuk dapat menaruh respek kepada manajer
dalam pencapaian kinerja manajerial.
2.2.4. Kepuasan Kerja 2.2.4.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Salah satu sasaran penting dalam rangkaian manajemen sumber daya manusia dalam situasi organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja anggota
organisasi yang bersangkutan yang lebih lanjut dan akan meningkatkan prestasi kerja.
Kepuasan kerja tersebut diharapkan pencapaian tujuan organisasi akan lebih baik dan akurat, salah satu faktor yang memungkinkan tumbuhnya
kepuasan kerja adalah pengaturan yang tepat dan adil atas pemberian kompensasi kepada para karyawan.
Menurut Rivai 2004:475 kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang,
puas atau tidak puas dalam bekerja. Menurut Keith Davis dan John W. Newstrom 1996 : 105
memberikan definisi kepuasan kerja sebagai berikut: “Kepuasan kerja merupakan seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau
tidaknya pekerjaan mereka”.
Susilo Martoyo 2000:142 memberikan definisi kepuasan kerja sebagai berikut: “Suatu keadaan emosional karyawan dimana satupun tidak
terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan baru perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh
karyawan yang bersangkutan”. Definisi-definisi
tersebut meskipun berbeda namun, pada hakekatnya
mempunyai ciri-ciri yang sama serta mengandung arti bahwa kepuasan kerja itu merupakan suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dari
pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun dengan kondisi dirinya, apabila pegawai tergantung dalam suatu organisasi ia membawa
serta seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang
disediakan oleh pekerjaan. Jadi kepuasan kerja berkaitan dengan motivasi, kepuasan kerja memiliki banyak dimensi, Ia dapat mewaliki sikap secara
menyeluruh atau mengacu pada bagian-bagian seseorang. Kepuasan bisa diperoleh dalam lingkungan kerja yaitu rasa bangga,
puas dan keberhasilan melaksanakan tugas dan pekerjaan sampai tuntas, prestasi atau hasil kerja memberikan seseorang status social dan pengakuan
dari lingkungan masyarakat. Beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:
a. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai
dengan system nilai yang berlaku pada dirinya, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu.
b. Seseorang manajer harus bisa membagikan rangsangan agar karyawan
menyukai pekerjaanya dan bisa menambahkan kepuasan pada karyawan. Sebab kemajuan itu sendiri bukan disebabkan oleh sifat dari pekerjaan
akan tetap lebih banyak disebabkan oleh situasi lingkungan dan kontes sosial.
2.2.4.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan
tergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Menurut Mangkunegara 2005:120 faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:
a. Fungsi Pegawai
Faktor-faktor pegawai yang mempengaruhi yaitu kecerdasan IQ, kecepatan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan,
pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir persepsi dan sikap kerja.
b. Fungsi Pekerjaan
Faktor-fakor itu jenis pekerjaan, struktur organisasi,pangkat Golongan, kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi
jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.
2.2.4.3. Akibat dari Tidak Terpenuhinya Kepuasan Kerja
Akibat yang mungkin timbul dari perasaan tidak puas terhadap pekerjaan Mangkunegara 2005:118 adalah:
a. Penggantian karyawan
Seorang karyawan yang merasa puas akan pekerjaannya akan bertahan lebih lama dalam perusahaan sedangkan karyawan yang merasa tidak
puas akan meninggalkan perusahaan tempat bekerjanya untuk mencari perusahaan lain. Tinggi rendahnya tingkat pergantian karyawan dapat
digunakan sebagai indikator tentang kepuasan kerja disuatu perusahaan. b.
Absensi Karyawan tidak masuk kerja mempunyai berbagai macam alas an
misalnya sakit, izin, cuti dan sebagainya karyawan merasa tidak puas akan lebih memanfaatkan kesempatan tidak masuk kerja. Banyak
sedikitnya karyawan yang tidak masuk kerja memberikan gambaran tentang kepuasan kerja dari karyawan tersebut dan akan meneliti sebab-
sebab tidak masuknya karyawan dapat dengan menggunakan pengamatan secara langsung maupun tidk langsung kemudian menentukan langkah
selanjutnya. c.
Meningkatkan kerusakan Karyawan menunjukkan keengganan untuk melakukan pekerjaan karena
dihadapkan pada sutu ketimpangan antara harapan dan kenyataan maka ketelitian kerja dan rasa tanggung jawab terhadap hasil kerjanya
cenderung menurun, salah satu akibatnya seriiing terjadi kesalahan- kesalahan dalam melakukan pekerjaan, akibat lebih lanjut yaitu timbulnya
kerusakan yang melebihi batas normal.
2.2.4.4. Pengukuran Kepuasan Kerja
Mengukur kepuasan kerja dapat digunakan skala indeks deskripsi jabatan. Skala kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah dan kuesioner
kepuasan kerja Minnesota, menurut Mangkunegara 2005:126 meliputi: 1.
Pengukuran kepuasan kerja dengan skala indeks deskripsi wajah, dalam penggunaan, pegawai ditanyai mengenai pekerjaan maupun jabatannya ya
ng dirasakan sangat baik dan sangat buruk dalam skala mengukur sikap diri lima area yaitu kerja, pengawasan, upah, promosi dan co worker.
Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh pegawai dengan cara memadai jawaban iya atau tidak ada jawaban.
2. Pengukuran kepuasan kerja dengan berdasarkan ekspresi wajah, skala ini
dari segi gambar wajah-wajah orang mulai dari sangat gembira, gembira, netral, cemburu dan sangat cemburu. Pegawai diminta untuk memiliki
ekspresi wajah yang sesuai dengan kondisi pekerjaan yang dirasakan pada saat ini.
3. Pengukuran kepuasan kerja dengan kuesioner Minnesota. Skala ini terdiri
dari pekerjaan yang dirasakan sangat tidak puas, tidak puas, netral, memuaskan dan sangat memuaskan. Pegawai diminta memilih satu
alternative jawaban sesuai dengan kondisi pekerjaanya.
2.2.4.6. Teori Yang Melandasi Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Manajerial
1. Teori Keseimbangan Equity Theory
Teori ini
dikembangkan oleh Adam, dalam Mangkunegara
2005:120, adapun komponen dari teori ini terdiri dari input, income, comparasion person dan equity-in-equity. Wexley dan Yukl 1977
mengemukakan bahwa “Input is anything of value that an employee perceives that he contributes to his job”. Input adalah semua nilai yang
diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, pengalaman, skill, peralatan pribadi, jumlah
jam kerja. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan
pegawai. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali, kesempatan untuk berprestasimengekpresikan
diri. Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau
dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan
antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain. Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang
maka pegawai akan merasa puas, tetapi bila terjadi tidak seimbang tidak menyebabkan dua kemungkinan yaitu over compensation
inequity ketidak seimbangan yang menguntungkan dirinya dan
sebaliknya Under compensation equity ketidak seimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau
comparison person. 2.
Teori Pemenuhan Kebutuhan Need Fulfillment Theory Teori kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhinya
atau tidaknya pemenuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan
pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai akan
tidak puas Mankunegara, 2005:120. 3.
Teori Perbedaan Discrepancy Theory Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter dalam
Mangkunegara 2005:120. Ia berpendapat bahwa mengubur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang
seharusnya dengan kenyataan yang dapat dirasakan pegawai. Locke 1969 dalam Mangkunegara 2005:120 mengemukakan bahwa
kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai lebih besar daripada
apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas sebaliknya bila yang didapat lebih rendah dari yang diharapkan maka pegawai
tersebut menjadi tidak puas.
Dalam organisasi perlu adanya peningkatan produktivitas, menurut Vroom 1960 dan Strauss 1968, produktivitas dapat ditingkatkan melalui
peningkatan kepuasan kerja karena kepuasan kerja memberikan semangat kepada pekerja untuk meningkatkan produktivitasnya. Pengaruh kepuasan
kerja terhadap kinerja secara teoritis berdasarkan pada teori motivasi kerja The Motivation to Work Theory yang dikembangkan oleh Herzberg et al
1959. Kepuasan kerja terhadap pekerjaan, atasan-bawahan, kompensasi dan kesempatan untuk berkembang menjadi motivasi yang bersangkutan
untuk meningkatkan kinerjanya dikutip oleh Maryani dan Supomo, 2001:369
Kepuasan kerja dan kinerja manajerial adalah dua hal yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam melakukan pengkajian terhadap
proses pengembangan sumber daya manusia pada suatu organisasi. Menurut Susilo Martoyo 2000:142 bahwa kepuasan kerja yang
tinggi meningkatkan kinerja, begitu pula dengan kinerja yang tinggi dengan penghargaan atau imbalan yang dirasakan adil dan memadai akan dapat
meningkatkan kepuasan kerja. Timbulnya kepuasan kerja disebabkan persepsi seorang pekerja
mengenai sejauh mana pekerjaannya dapat memberikan sesuatu yang penting bagi dirinya. Hal itu tentu saja berkaitan erat dengan peningkatan
kenierja seorang pekerja dalam aktivitas manajerialnya. Maka kepuasan
kerja dapat meningkatkan kinerja manajerial dan kinerja manajerial yang baik dapat pula meningkatkan kepuasan kerja.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Ostroff dalam Maryani 2001:364 mempunyai
hubungan signifikan dengan peningkatan kinerja manajerial.
2.3. Kerangka Pemikiran