1. Bersifat menakut-nakuti afschrikking 2. Bersifat memperbaiki verbeteringreclasering
3. Bersifat membinasakan onschadelijk maken Sementara itu sifat pencegahannya dari teori ini ada dua macam, yaitu:
1. Teori pencegahan umum Di antara teori pencegahan umum ini, teori pidana yang bersifat menakut-
nakuti merupakan teori yang paling lama dianut orang. Menurut teori pencegahan umum ini, pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar orang-orang umum
menjadi takut untuk berbuat kejahatan. Penjahat yang dijatuhi pidana ini dijadikan contoh oleh masyarakat agar masyarakat tidak meniru dan melakukan perbuatan yang
serupa dengan penjahat itu
8
. Penganut teori ini misalnya seneca romawi, berpandangan bahwa supaya
khalak ramai menjadi takut untuk melakukan kejahatan maka perlu dibuat pidana yang ganas dengan eksekusinya yang kejam dilakukan di muka umum. Penjahat yang
dipidana ini dijadikan tontonan orang banyak agar semua orang takut untuk berbuat serupa.
Dalam perkembangannya, teori pencegahan umum dengan eksekusi kejam ini banyak ditentang. Menurut Beccaria, hukum pidana harus diatur dalam suatu
kodifikasi dan sistematis agar semua orang bisa tahu perbuatan apa yang diancam pidana. Ia juga meminta pidana mati dan penyiksaan yang kejam diganti dengan
8
Abu Hurairah,Kekerasan Terhadap Anak, Nuansa ,Bandung.2005.h.50.
pidana yang memerhatikan perikemanusiaan, pidana yang dijatuhkan ini jangan sampai melebihi penderitaan yang diakibatkan oleh perbuatan penjahat itu.
Von Feuerbach, yang memperkenalkan teori pencegahan umum yang disebut dengan psychologische zwang, menyatakan bahwa sifat menakut-nakuti dari pidana
itu bukan ada penjatuhan pidana inkonkrito, tetapi pada ancaman yang ditulis dalam UU. Ancaman ini harus diketahui khalayak umum dan membuat setiap orang takut
melakukan kejahatan. Karena ancaman pidana ini dapat menimbulkan tekanan kejiwaan bagi setiap orang. Namun teori yang paling maju pada masa itu ini memiliki
beberapa kelamahan, antara lain: a. Penjahat yang pernah atau beberapa kali melakukan kejahatan dan menjalani
pidana, perasaan takut terhadap ancaman pidana itu menjadi tipis bahkan hilang. b. Ancaman pidana yang ditetapkan terlebih dahulu itu dapat tidak sesuai dengan
kejahatan yang dilakukan. c. Orang-orang atau penjahat yang picik bodoh atau juga yang tidak mengetahui
perihal ancaman pidana itu, sifat menakut-nakutinya menjadi lemah atau tidak ada sama sekali. Karena kelemahan itulah muncul teori pencegahan umum yang
menitikberatkan sifat menakut-nakuti itu tidak pada ancaman pidana dalam UU maupun pada eksekusi yang kejam, melainkan pada penjatuhan pidana secara
konkret oleh hakim pada penjahat. Menurut Muller, dengan tujuan memberi rasa takut pada penjahat tertentu, hakim diperkenankan menjatuhkan pidana yang
beratnya melebihi ancaman pidananya agar para penjahat serupa lainnya menjadi
terkejut dan menyadari perbuatannya dapat dijatuhi pidana berat dan takut melakukan perbuatan serupa.
2. Teori Pencegahan khusus Menurut teori ini, tujuan pidana adalah mencegah pelaku kejahatan yang telah
dipidana agar tidak mengulangi perbuatannya dan mencegah orang yang berniat buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu ke dalam bentuk perbuatan nyata. Tujuan
itu dapat dicapai dengan jalan menjatuhkan pidana, yang sifatnya ada tiga macam, yaitu:
a. Menakut-nakutinya b. Memperbaikinya
c. Membuatnya menjadi tidak berdaya Maksud menakut-nakuti adalah pidana harus dapat memberi rasa takut bagi
orang-orang tertentu yang masih ada rasa takut agar ia tidak lagi mengulangi kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi, ada juga orang-orang tertentu yang tidak
lagi merasa takut untuk mengulangi kejahatan yang dilakukannya. Pidana yang dijatuhkan terhadap orang-orang seperti ini haruslah bersifat memperbaikinya.
Sementara itu, orang-orang yang ternyata tidak dapat lagi diperbaiki, pidana yang dijatuhkan terhadapnya haruslah bersifat membuatnya menjadi tidak berdaya atau
bersifat membinasakan.
3.Teori Gabungan
Teori ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat. Dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan
pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu: a.
Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan teori ini didukung oleh Pompe, yang berpandangan bahwa pidana tiada lain adalah pembalasan pada
penjahat, tetapi juga bertujuan untuk mempertahankan tata tertib hukum agar kepentingan umum dapat diselamatkan dan terjamin dari kejahatan. Pidana
yang besifat pembalasan itu dapat dibenarkan apabila bermanfaat bagi pertahanan tata tertib hukum masyarakat.Zevenbergen berpandangan
bahwa makna setiap pidana adalah suatu pembalasan, tetapi mempunyai maksud melindungi tata tertib hukum sebab pidana itu adalah
mengembalikan dan
mempertahankan ketaatan
ada hukum
dan pemerintahan. Pidana baru dijatuhkan jika memang tidak ada jalan lain
untuk mempertahankan tata tertib hukum itu. b.
Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat Menurut simons, dasar primer pidana adalah pencegahan umum, dasar
sekundernya adalah pencegahan khusus. Pidana terutama ditujukan pada pencegahan umum yang terletak pada ancaman pidananya dalam UU.
Apabila hal ini tidak cukup kuat dan tidak efektif dalam hal pencegahan umum itu, maka barulah diadakan pencegahan khusus yang terletak dalam
hal menakut-nakuti, memperbaiki, dan membuat tidak berdayanya penjahat. Dalam hal ini perlu diingat bahwa pidana yang dijatuhkan harus sesuai
dengan hukum dari masyarakat. Menurut Thomas Aquino, dasar pidana ialah kesejahteraan umum. Untuk adanya pidana, harus ada kesalahan pada pelaku
perbuatan, dan kesalahan itu hanya terdapat pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sukarela. Pidana yang dijatuhkan pada orang yang
melakukan dengan sukarela inilah bersifat pembalasan. Sifat membalas pidana adalah sifat umum pidana, tetapi bukan tujuan dari pidana sebab
tujuan pidana pada hakikatnya adalah perlindungan tata tertib masyarakat.
Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum
dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu. Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian meragukan
keberadaan hukum. Hukum sejatinya harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan
yang sama dihadapan hukum. Setiap aparat penegak hukum jelas wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula
hukum akan memberikan perlindungan terhadap setiap hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum itu sendiri.
1.7.2 Teori Perlindungan Hukum
Menurut Fitzgerald, Teori perlindungan hukum Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dam mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam
masyrakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindunagn terhadap
kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatai berbagai kepentingan di lain pihak.Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia,
sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.
9
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum
yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupkan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara angota-anggota
masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya
fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak
tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus
mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam perlindungan hukum
10
. Selama ini pengaturan perlindungan korban belum menampakkan pola yang
jelas, dalam hukum pidana positif yang berlaku pada saat ini perlindungan korban lebih banyak merupakan “perlindungan abstrak” atau “perlindungan tidak langsung”.
9
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan,2001,Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual, PT Retika Aditama,Bandung,h.30
10
Abdussalam, 2007, Hukum Perlindungan Anak,, Restu Agung ,Jakarta.h.49.
Artinya berbagai rumusan tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan selama ini pada hakekatnya telah ada perlindungan in abstracto secara langsung
terhadap kepentingan hukum dan hak asasi korban. Perlindungan secara tidak langsung dalam peraturan hukum positif tersebut belum
mampu memberikan perlindungan secara maksimal. Karena realitas di Indonesia menunjukkan bahwa hukum yang berlaku secara pasti belum mampu menjamin
kepastian dan rasa keadilan. 1.
Perlidungan Hukum Terhdap Korban Tindak Pidana Pencabulan Perlindungan terhadap korban tindak pidana pencabulan adalah suatu kegiatan
pengembangan hak asasi manusia dan kewajiban hak asasi manusia. Perhatian dan perlindungan terhadap korban tindak pidana pencabulan harus diperhatikan karena
mereka sangat peka terhadap berbagai macam ancaman gangguan mental, fisik, dan sosial. Selain itu, kerap kali mereka tidak mempunyai kemampuan untuk memelihara,
membela serta mempertahankan dirinya.
11
Perlindungan terhadap korban tindak pidana pencabulan, maka perlu diadakan pengelolaan korban tindak pidana pencabulan, yang meliputi prevensi, terapi dan
rehabilitasi. Perhatian seseorang yang ditujukan pada korban, keluarga, lingkungan dan masyarakat luas. Jelasnya dalam pengelolaan korban tindak pidana pencabulan
itu akan dapat melibatkan banyak orang dari berbagai macam disiplin :
11
Siti Musdah Mulia,2007,PEREMPUAN:Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif
Islam, Jakarta,h.2
a. Pencegahan timbulnya pencabulan dan dapat pula dimaksudkan sebagai pencegahan timbulnya masalah seksual di kemudian hari. Untuk menghindari
terjadinya tindak pidana pencabulan maka disarankan agar para wanita untuk tidak bepergian seorang diri terutama pada waktu malam hari dan ke tempat yang
lenggang dan sunyi. Ada baiknya kalau wanita belajar juga olahraga beladiri, sekedar untuk melindungi diri dari orang-orang yang berbuat jahat. Hindari
membawa senjata tajam pada waktu bepergian, bila terjadi usaha pencabulan maka bertindaklah wajar, sedapat mungkin tidak panik atau ketakutan.
b. Terapi pada korban tindak pidana pencabulan memerlukan perhatian yang tidak hanya terfokus pada korban saja. Selain keluhan dari para korban, perlu pula
didengar keluhan dari keluarga, keterangan orang yang menolongnya pertama kali dan informasi dari lingkungannya. Kebutuhan akan terapi justru sering
ditimbulkan oleh adanya gangguan keluarga atau lingkungannya. Tujuan terapi pada korban tindak pidana pencabulan adalah untuk mengurangi bahkan
dimungkinkan untuk menghilangkan penderitaannya. Disamping itu juga untuk memperbaiki perilakunya, meningkatkan kemampuannya untuk membuat dan
mempertahankan pergaulan sosialnya. Hal ini berarti bahwa terapi yang diberikan harus dapat mengembalikan si korban pada pekerjaan atau kesibukannya dalam
batas-batas kemampuannya dan kebiasaan peran sosialnya. Terapi harus dapat memberi motivasi dan rangsangan agar korban tindak pidana pencabulan dapat
melakukan hal-hal yang bersifat produktif dan kreatif.
c. Rehabilitasi korban tindak pidana pencabulan adalah tindakan fisik dan psikososial sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri secara maksimal
dan untuk mempersiapkan korban secara fisik, mental dan sosial dalam kehidupannya dimasa mendatang. Tujuan rehabilitasi meliputi aspek medik,
psikologik dan sosial. Aspek medik bertujuan mengurangi invaliditas, dan aspek psikologik serta sosial bertujuan kearah tercapainya penyesuaian diri, harga diri
dan juga tercapainya pandangan dan sikap yang sehat dari keluarga dan masyarakat terhadap para korban tindak pidana pencabulan. Untuk mencapai
tujuan tersebut maka para korban tindak pidana pencabulan selalu mendapatkan pelayanan medik psikiatrik yang intensif.
Perlindungan terhadap korban tindak pidana pencabulan tidak lepas dari akibat yang dialami korban setelah pencabulan. Korban tidak saja mengalami
penderitaan secara fisik tetapi juga mengalami penderitaan secara psikis. Adapun penderitaan yang diderita korban sebagai dampak dari pencabulan dapat dibedakan
menjadi: 1. Dampak secara fisik
2. Dampak secara mental 3. Dampak dalam kehidupan pribadi dan sosial
Efektivitas hukum artinya efektivitas hukum akan disoroti dari tujuan yang ingin dicapai, yakni efektivitas hukum. Salah satu upaya yang biasanya dilakukan
agar supaya masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan mencantumkan sanksi-sanksinya. Sanksi-sanksi tersebut bisa berupa sanksi negatif atau sanksi
positif, yang maksudnya adalah menimbulkan rangsangan agar manusia tidak melakukan tindakan tercela atau melakukan tindakan yang terpuji. Diperlukan
kondisi-kondisi tertentu yang harus dipenuhi agar hukum mempunyai pengaruh terhadap sikap tindak atau perilaku manusia. Kondisi-kondisi yang harus ada adalah
antara lain bahwa hukum harus dapat dikomunikasikan.
1.7.3 Teori-teori Efektivitas Hukum
Hukum sebagai kaidah merupakan patokan mengenai sikap tindak atau perilaku yang pantas. Metode berpikir yang dipergunakan adalah metode deduktif-rasional,
sehingga menimbulkan jalan pikiran yang dogmatis. Di lain pihak ada yang memandang hukum sebagai sikap tindak atau perilaku yang teratur ajeg. Metode
berpikir yang digunakan adalah induktif-empiris, sehingga hukum itu dilihatnya sebagai tindak yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang mempunyai tujuan
tertentu Efektivitas hukum dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila
seseorang menyatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuanya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil mengatur
sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai dengan tujuannya atau tidak. Efektivitas hukum artinya efektivitas hukum akan disoroti dari tujuan yang ingin
dicapai, yakni efektivitas hukum. Salah satu upaya yang biasanya dilakukan agar supaya masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan mencantumkan sanksi-
sanksinya. Sanksi-sanksi tersebut bisa berupa sanksi negatif atau sanksi positif, yang
maksudnya adalah menimbulkan rangsangan agar manusia tidak melakukan tindakan tercela atau melakukan tindakan yang terpuji.
1.8 Metode Penelitian
Agar dapat suatu karya tulis dikatakan sebagai suatu karya yang bersifat ilmiah hendaknya menggunakan metode antara lainnya;
1.8.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto ada 2 yaitu jenis penelitian hukum normatif dan jenis penelitian hukum empiris atau sosiologis
12
. Penelitian empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk
melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam
hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum empiris dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan bahwa penelitian
hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah
.
Penelitian kaitannya dengan penulisan skripsi ini termasuk jenis penelitian empiris.
1.8.2 Jenis Pendekatan
Dalam penulisan ilmiah ini digunakan pendekatan empiris sosiologis dengan menggunakan pendekatan masalah bagaiman peranaan yang berhubungan dengan
12
Soerjono Soekanto, 1998, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT. Grafindo Persada, Jakarta, h.15.
perlindungan hukum terhadap anak korban pencabulan menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002.
1.8.3 Teknik Pengumpulan Data
Guna memperoleh data yang sesuai dan mencakup permasalahan yang penulis teliti, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
1. Studi Lapangan
Studi lapangan adalah teknik pengumpulan data dengan jalan terjun langsung ke tempat obyek penelitian untuk memperoleh data yang dikehendaki mengenai
perilaku pada saat itu juga. Hal tersebut dilakukan dengan wawancara interview yaitu pengumpulan data melalui tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang
terkait dengan penelitian. Dalam wawancara interview ini penulis menggunakan wawancara terarah dengan mempergunakan daftar pertanyaan yang telah diper
siapkan secara garis besar. 2. Studi Kepustakaan
Pengumpulan data dengan mempelajari, mengkaji buku-buku ilmiah, literature-literatur, dan peraturan-peraturan yang ada kaitannya atau berhubungan
dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data diperlukan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah
dengan cara menggunakan teknik wawancara dan teknik studi dokumen teknik wawancara yaitu tehnik pengumpulan data dengan menajukan pertayaan kepada
informan yaitu kepada polisi di Polresta Denpasar yang berkompeten dalam hal perlindungan hukum terhadap anak korban pencabulan menurut undang-undang
nomor 23 tahun 2002. Tehik studi dokumen dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen yang terkait per masalah penelitian. Tujuan dari tehik dokumen ini adalah
untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau pun penemuan- penemuan yang berhubungan erat dengan permasalahan dalam penelitian ini.
1.8.4 Teknik Analisis Data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data yang dikumpulkan, sehinga siap untuk di analisis dalam hal ini data tersebut terlebih dahulu disusun secara
sistematis, kemudian diolah dan di analisis secara kualitatif, sehingga dapat memberi jawaban atas permasalahan penelitian.
Dalam mengolah dan menganalisis data-data yang telah terkumpul baik data primer dan sekunder ini peneliti menggunakan tehnik analisis deskriptiv kualitatif
yaitu menguraikan semua data dan peristiwa hukum yang ada di lapangan yang kemudian di hubungkan dengan teori-teori yang ada.Setelah itu, kemudian di ambil
kesimpulan tertentu dari hasil pemahaman dan pengertiannya.
27
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1 Tinjauan tentang Perlindungan Hukum
Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan pancasila haruslah memberikan
perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya karena itu perlindungan hukum tersebut akan melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial dalam wadah negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi mencapai kesejahteraan bersama
13
. Dalam kehidupan dimana hukum dibangun dengan dijiwai oleh moral konstitusionalisme, yaitu menjamin kebebasan dan
hak warga, maka menaati hukum dan konstitusi pada hakekatnya menaati imperatif yang terkandung sebagai substansi maknawi didalamnya imperatif : hak-hak warga yang asasi harus
dihormati dan ditegakkan oleh pengembang kekuasaan negara dimanapun dan kapanpun, juga ketika warga menggunakan kebebasannya untuk ikut serta atau untuk mempengaruhi jalannya
proses pembuatan kebijakan publik. Berlakunya seseorang manusia sebagai pembawa hak subyek hukum dimulai saat berada dalam kandungan ibunya dan berakhir pada saat ia
meninggal dunia, hal ini berlangsung selama dia hidup. Sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat 1 dan 2 KUH Perdata Indonesia “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap
sebagai telah dilahirkan bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya, mati sewaktu di lahir kannya
dianggap ia tidak pernah telah ada”.
14
Berlakunya seseorang manusia sebagai
13
Gatot,Supramono, 2007, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan,Jakarta.h.145.
14
Bambang,Waluyo, 2004, Pidana Dan Pemidanan, Sinar Grafika Jakarta.h.200.
pembawa hak subyek hukum ialah dimulai saat berada dalam kandungan ibunya sudah dianggap telah dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia, hal ini berlangsung selama
dia hidup. Setiap anak Indonesia adalah aset bangsa yang sangat berharga, generasi penerus dan sumber daya manusia Indonesia yang bakal menjadi penentu masa depan bangsa dan negara.
Negara berkewajiban menciptakan rasa aman dan memberikan perlindungan hukum kepada setiap anak Indonesia agar mereka tumbuh serta berkembang secara wajar dan berperan serta
dalam pembangunan. Tujuan perlindungan hukum itu sendiri untuk menjamin terpenuhinya hak- hak anak agar dapat hidup, berkembang dan partisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Dalam Pasal 2
KUH Perdata yang berbunyi: “Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendaki”.
Jadi setiap orang dimungkinkan pula berhak sejak ia masih dalam kandungan dan lahirnya harus hidup. Dalam Hukum Perdata Indonesia perlindungan anak bertujuan untuk
menjamin dan melindungi hak-haknya agar dalam hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan, diskriminasi dan kekejaman. Yang dinamakan perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan
hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisikmental, ataupun anak yang terkena korban perlakuan salah dan penelantaran.
15
15
Arif Gosita, 1993, Masalah Korban Kejahatan,Akademi Prassido, Jakarta. 1993.h.67.
2.2 Tinjauan Tentang Anak
Anak adalah merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia, karena pada masa anak-anaklah sesungguhnya karakter dasar seseorang dibentuk baik yang
bersumber dari fungsi otak maupun emosionalnya. Berkualitas atau tidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak-
kanaknya. Dengan kata lain, kondisi seseorang di masa dewasa adalah merupakan hasil dari proses pertumbuhan yang diterima di masa anak-anak. Adapun faktor-faktor dominan yang
mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan anak adalah orang tua, sekolah dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal mengenai
pembahasan anak, maka diperlukan suatu perumusan yang dimaksud dengan anak, termasuk mengenai batasan umur. Sampai saat ini ternyata masih banyak, terdapat perbedaan dan pendapat
mengenai pengertian anak. Di Indonesia sendiri pengertian anak beserta umurnya diatur menurut bidang hukum masing-masing dan juga terdapat dalam penggunaan berdasarkan kebutuhan.
Dalam hal ini dapat dilihat pengertian anak beserta batasan umur menurut ketentuan hukum terdapat perbedaan tolak ukur. Batasan usia dewasa merupakan hal penting untuk menentukan
ada tidaknya tanggung jawab seseorang. Dalam melakukan suatu perbuatan. Kenyataannya, dewasa ini batasan usia masih merupakan permasalahan yang belum mendapat pemecahan final.
Definisi mengenai pengertian anak dapat dilihat dari berbagai macam peraturan perundang- undangan sebagai berikut :
16
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUHPerdata Menurut KUHPerdata batas kedewasaan anak diatur dalam Buku I bab kelima belas
bagaian kesatu yang terdapat dalam Pasal 330 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Belum
16
Harahap, M, Yahya, 2000, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Penyidikan Dan Penuntutan Edisi Kedua, Jakarta, Sinar Grafika,h.80
dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin”.
17
Dari pernyataan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa anak menurut KUH Perdata yaitu seseorang yang usianya belum mencapai dua puluh satu tahun atau belum
pernah kawin sebelum mencapai usia dua puluh satu tahun.Dari pernyataan selanjutnya dalam Pasal 330 KUH Perdata tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah kawin sebelum
usia dua puluh satu tahun dan kemudian perkawinannya itu bubar sebelum usianya mencapai satu tahun pula, maka ia tidak dapat kembali pada satu “anak”.
18
b. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Di
dalam Pasal 45 KUHP disebutkan bahwa “dalam menuntut anak yang belum cukup umur minderjaring karena melakukan perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat
memutuskan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa dipidana apaupun ; atau memerintahkan supaya yang bersalah
diserahkan kepada pemerintah, tanpa dipidana apapun”.
19
Memberikan batasan umur anak dalam Pasal 45, Pasal 283 angka 1. Pasal 287 angka 1 dan Pasal 290 angka 2 KUHP, yang isinya adalah sebagai berikut :
1 Memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun.
2 Memerintahkan supaya si pelaku pidana diserahkan kepada pemerintah. 3 Menghukum si pelaku pidana Sedangkan di dalam pasal-pasal lain diterangkan sebagai
berikut :
1 Pasal 283 angka 1 KUHP
17
Ibid, h.36
18
Ibid, h. 100
19
Bambang,Waluyo, op.cit, h.90