Hukum dan Kedudukan Haji Persiapan Ibadah Haji

13  Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh butir kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada setiap melempar kerikil sambil berucap, “Allahu Akbar, Allahummaj ‘alhu hajjan mabruran wa zanban magfuran”. Setiap kerikil harus mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.  Mabit di Mina, pada hari Tasyrik tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah.  Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah.  Tawaf Wada, yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.  Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram

2.1.2. Hukum dan Kedudukan Haji

Sepakat para ulama dan seluruh ummat bahwa haji merupakan kewajiban dan fardhu ain atas semua Muslim, pria maupun wanita, yang telah memenuhi persyaratannya, sekali dalam seumur. Sedangkan kedudukan haji dalam Islam adalah Rukun Islam yang kelima

2.1.3. Persiapan Ibadah Haji

Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum kita berangkat menuju Tanah Suci: 1. Bertaubat dari segala dosa dan maksiat serta hal-hal yang dimakruhkan oleh agama; 2. Mengembalikan barang milik orang lain yang diambil dengan cara tidak benar. Rasulullah SAW bersabda, “Mengembalikan satu daniq seperenam dirham uang haram setara dengan tujuh puluh kali haji di mata Allah.” Apabila pemilik barang tersebut tidak ditemukan maka harus ada niatan bahwa suatu saat nanti barang tersebut akan dikembalikan kepadanya; 3. Melunasi tanggungan hutang; 4. Mengembalikan barang-barang titipan yang ada di tangan kita kepada pemiliknya yang sah; Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 14 5. Meminta kerelaan hati siapa pun yang pernah menjalin transaksi dengan kita 6. Jika kita memiliki tanggungan utang, kita perlu menunjuk seseorang yang kita percaya untuk dilimpahi wewenang dalam melunasi utang-utang tersebut. Apabila debitur orang yang mempunyai utang akan menunaikan ibadah haji sementara dia memiliki kemampuan finansial untuk melunasi utangnya tapi hal itu tidak ia lakukan, maka kreditur orang yang meminjamkan uang berhak untuk mencegah kepergian si debitur; 7. Menyiapkan nafkah yang cukup untuk keluarga yang ditinggalkan. Nafkah tersebut harus cukup untuk membiayai segala kebutuhan mereka sejak kepergian kita dari Tanah Air hingga saat kita kembali; 8. Meminta doa restu dari orang-orang yang dihormati atau dicintai, seperti kedua orang tua, istri, saudara, dan anak-anak; 9. Menjaga kebersihan hati dari riya’ hasrat ingin dipandang terhormat oleh orang lain, takabur sombong, atau sum’ah keinginan untuk dipuji atau terkenal. Allah SWT berfirman, “Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar mendirikan shalat serta menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” QS. Bayyinah: 5. 10. Biaya yang digunakan untuk menefripuh perjalanan haji maupun untuk membeli bekal harus bersumber dari uang yang halal dan bersih dari syubhat ketidakjelasan halal-haramnya. Menurut Imam Nawawi, apabila uang yang digunakan untuk pergi haji berasal dari uang haram maka haji yang dikerjakan tidak mabrur di mata Allah. Demikian juga Imam Ahmad menambahkan bahwa haji yang seperti itu tidak sah hukumnya; 11. Para jamaah haji harus mempelajari segala hal yang perlu diketahui selama menunaikan ibadah tersebut, seperti tata cara tayamum, waktu-waktu shalat, arah kiblat, tata cara shalat jamak dan qashar, tata cara manasik haji mulai dari hal-hal yang wajib, sunnah, yang membatalkan, yang dilarang, kaffarat sanksi, hingga tata krama atau kesopanan. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 15

2.1.4. Jenis Ibadah Haji