Teori Pendukung LANDASAN TEORI

1 Proporsi Dewan Komisaris Independen Proporsi dewan komisaris independen merupakan bagian perusahaan yang mempunyai peran penting dalam melaksanakan GCG secara efektif dan merupakan pihak yang mempunyai peranan penting dalam menyediakan laporan keuangan yang reliable KNKG, 2006. Keberadaan komisaris independen diperlukan dalam perusahaan untuk menengahi atau mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat benturan berbagai kepentingan yang mengabaikan kepntingan pemegang saham publik pemegang saham minoritas serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat di dalam pembiayaan usahanya KNKG, 2006. Perusahaan yang memiliki corporate governance yang baik, seperti yang diatur dalam peraturan OJK No. 33 tahun 2014 wajib memiliki komisaris independen yang berjumlah secara proporsional minimal 30 tiga puluh persen dari jumlah seluruh komisaris. Prooporsi dewan komisaris independen dinyatakan dengan perbandingan jumlah anggota dewan komisaris independen dengan jumlah seluruh dewan komisaris Lins dan Warnock, 2014. Adapun cara untuk menghitung proporsi dewan komisaris independen adalah : PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Proporsi Dewan Komisaris Independen = Jumlah komisaris independen Jumlah seluruh dewan komisaris 2 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen perusahaan. Kepemilikan saham oleh manajer dalam perusahaan membuat manajer mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai pemilik perusahaan sekaligus pengelola perusahaan tersebut. Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat mengurangi insentif manajer untuk mengkonsumsi kemewahan, menyedot kekayaan pemegang saham, atau terlibat dalam perilaku yang tidak memaksimumkan nilai perusahaan. Sehingga manajer pemilik saham tersebut akan mempunyai hak untuk memberikan tekanan atau saran bagi perusahaan untuk berjalan ke arah yang dikehendakinya. Kepemilikan manajerial dinyatakan dengan perbandingan jumlah saham yang dimiliki manajemen dengan jumlah keseluruhan saham perusahaan Lins dan Warnock, 2004. Kepemilikan Jumlah Saham yang dimiliki manajemen Manajerial Total saham PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah jumlah proporsi saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau badan usaha atau organisasi pada akhir tahun yang diukur dengan presentase Nabela, 2012. Kepemilikan institusional mempunyai arti penting dalam memonitor manajemen. Fungsi monitoring yang dilakukan oleh pemilik institusional tersebut akan membuat perusahaan lebih efisien dalam penggunaan aset sebagai sumber daya perusahaan dalam operasinya, walaupun pengawasan yang dilakukan investor sebagai pemilik perusahaan dilakukan dari luar perusahaan Mayangsari, 2015. Sheila 2012 menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan untuk mengawasi kinerja manajemen dan dapat semakin memberi dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Adapun kepemilikan institusional dinyatakan dengan perbandingan jumlah saham yang dimiliki institusi dengan jumlah saham perusahaan Lins dan Warnock,2004. Kepemilikan Jumlah saham yang dimiliki institusi Institusional Total saham PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Financial Distress

a. Definisi

Financial Distress Kegiatan operasional yang dilakukan perusahaan, terkadang tidaklah berjalan mulus seratus persen. Kemungkinan, pada suatu kondisi tertentu, perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang ringan seperti mengalami kesulitan likuiditas seperti tidak dapat membayar gaji pegawai dan bunga utang. Hal ini jika tidak diselesaikan dengan baik maka kesulitan kecil tersebut dapat berkembang menjadi kesulitan yang lebih besar dan dapat mengarah pada terjadinya kebangkrutan. Menurut Whitaker 1999 dalam Almilia 2004 suatu perusahaan dapat dikatakan dalam kondisi financial distress atau kesulitan keuangan apabila perusahaan tersebut memiliki laba bersih net profit negatif secara berturut-turut selama beberapa tahun. Elloumi dan Gueyie 2001 mengkategorikan perusahaan mengalami financial distress jika perusahaan mempunyai laba per lembar saham atau earning per share EPS negatif. EPS mampu menggambarkan keuntungan perusahaan yang diperoleh pada periode tertentu dan secara implisit bagaimana kinerja perusahaan pada masa lalu serta prospek ke depannya. Menurutnya, sebuah perusahaan memiliki pertumbuhan yang baik di masa yang akan datang apabila mempunyai nilai Earning per Share EPS positif secara terus menerus setiap periodenya. Sebaliknya, EPS yang negatif dalam beberapa periode menggambarkan prospek earning dan pertumbuhan perusahaan yang tidak baik dimana itu bukan merupakan kondisi yang disukai investor. Dalam kondisi semacam itu perusahaan akan sulit untuk mendapatkan dana dikarenakan pendapatannya negatif, sehingga dapat memicu terjadinya financial distress Menurut Brigham dan Gapenski 1997 dalam Khaira Amalia 2008 terdapat beberapa hal yang paling terlihat ketika perusahaan mengalami financial distress seperti : 1 Economic failure Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of capital nya. Keberlangsungan perusahaan bergantung pada kesediaan kreditur untuk menyediakan modal dan pemilik perusahaan mau menerima tingkat pengembalian rate of return dibawah pasar. Meskipun tidak terdapat suntikan modal baru saat asset tua harus sudah diganti, perusahaan dapat juga menjadi sehat secara ekonomi. 2 Business failure Business failure atau kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi dengan akibat adanya laba negatif kepada direktur. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 Technical insolvency Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis memperlihatkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan survive . Di lain sisi, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, hal tersebut tentu menjadi perhatian pertama menuju bencana keuangan financial disaster . 4 Insolvency in bankcruptcy Insolvency in bankruptcy merupakan kondisi dimana nilai buku hutang perusahaan melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih serius dibandingkan technical insolvency dikarenakan umumnya hal ini adalah tanda dari economic failure , dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis. Perusahaan yang ada dalam keadaan insolvency in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum. 5 Legal bankruptcy Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan tuntutan secara resmi dengan undang – undang yang berlaku.

b. Penyebab

Financial Distress Financial distress dapat timbul karena faktor dari dalam perusahaan internal maupun dari luar perusahaan eksternal. Damodaran 2001 menyatakan, faktor penyebab financial distress dari dalam perusahaan lebih bersifat mikro, faktor –faktor tersebut antara lain adalah : 1 Kesulitan Arus Kas Terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi beban –beban usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan. Hal tersebut bisa juga disebabkan karena kesalahan dari manajemen dalam mengelola aliran kas perusahaan untuk pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan. 2 Besarnya Jumlah Hutang Salah satu cara untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan adalah dengan mengambil hutang dan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan hutang di masa depan. Saat terjadi tagihan atas hutang atau telah jatuh tempo dan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk membayar tagihan –tagihan yang terjadi maka kemungkinan kreditur akan menyita harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran tagihan tersebut. 3 Kerugian Operasional Perusahaan Kerugian operasional perusahaan menyebabkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional perusahaan lebih besar daripada pendapatan yang diterima perusahaan. Selanjutnya, ketika perusahaan dapat menanggulangi atau menutupi tiga hal tersebut, tidak ada jaminan pasti bahwa perusahaan dapat terhindar dari financial distress , karena masih terdapat faktor eksternal perusahaan yang dapat menyebabkan financial distress . Faktor eksternal perusahaan itu sendiri lebih bersifat makro dan cakupannya lebih luas. Beberapa faktor eksternal tersebut dapat berupa kebijakan pemerintah serta kebijakan suku bunga pinjaman yang meningkat sehingga dapat menyebabkan beban bunga yang ditanggung perusahaan meningkat. 3. Nilai Perusahaan a. Definisi Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan sebuah kondisi tertentu atas pencapaian suatu perusahaan sebagai gambaran atas kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun, dimulai sejak awal perusahaan berdiri sampai dengan saat ini. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham Sujoko dan Subiantoro, 2007. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Harga saham terbentuk atas permintaan dan penawaran investor, sehingga harga saham tersebut dapat dijadikan gambaran nilai perusahaan. Pada saaat kondisi permintaan lebih banyak daripada penawaran maka harga saham cenderung naik. Sebaliknya, pada saat penawaran lebih besar daripada permintaan maka harga saham cenderung akan turun Widyastuti, 2014. Memaksimalkan nilai perusahaan sangatlah penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan Widyastuti, 2014.

b. Alat Ukur Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan dapat diukur dengan rasio –rasio sebagai berikut Rika, 2010 : 1 Price Earnings Ratio PER yaitu harga yang bersedia dibayar oleh pembeli apabila perusahaan itu dijual. 2 Price Book Value PBV yaitu perbandingan antara harga pasar saham dengan nilai buku. 3 Market Book Ratio MBR yaitu perbandingan antara harga pasar saham dengan nilai buku saham. 4 Market to Book Assets Ratio yaitu ekspetasi pasar tentang nilai dari peluang investasi dan pertumbuhan perusahaan yaitu perbandingan antara nilai pasar asset dengan nilai buku asset. 5 Enterprise Value EV yaitu nilai kapitalisasi market yang dihitung sebagai nilai kapitalisasi market yang dihitung sebagai nilai kapitalisasi pasar ditamabah total kewajiban ditambah minority interest dan saham preferen dikurangi total kas dan ekuivalen kas. 6 Tobin’s Q yaitu nilai pasar dari suatu perusahaan dengan membandingkan nilai pasar suatu perusahaan yang terdaftar dipasar keuangan dengan nilai penggantian asset asset replacement value . Dalam penelitian ini nilai perusahaan dihitung menggunakan rasio Tobin’s Q. Rasio Tobin’s Q dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan. Tobin’s Q merupakan ukuran yang tidak hanya memberikan gambaran dari aspek fundamental saja, namun juga menggunakan pendekatan ukuran sejauh mana pasar menilai perusahaan dari berbagai aspek termasuk penilaian aspek investasi Ainy, 2015. Fahmi 2011 mengatakan jika rasio Tobin’s Q diatas satu 1, menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi. Jika rasio tobin’s Q dibawah satu 1, investasi dalam aktiva tidak menarik. Adapun rumus Tobin’s Q adalah sebagai berikut : Tobin’s Q = Keterangan : MVE = harga saham x jumlah saham beredar DEBT = total hutang perusahaan TA = total Aktiva

C. Hubungan Mekanisme

Corporate Governance dengan Financial Distress Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini diproksikan dengan menggunakan dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Dewan komisaris merupakan pengawas dalam perusahan yang bertugas mengawasi perilaku manajemen dalam pelaksanaan strategi perusahaan, dewan komisaris sebagai organ perusahaan juga bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan good corporate governance Agusti, 2013. Semakin tinggi proporsi dewan komisaris maka akan semakin meningkatnya monitoring atau pengawasan kinerja perusahaan yang dampaknya terhadap rendahnya kemungkinan kondisi financial distress Deviacita dan Ahmad, 2012. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kepemilikan manjerial adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen atau pengelola perusahaan. Adanya kepemilikan saham oleh manajer ini membuat manajer mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai pemilik perusahaan sekaligus sebagai pengelola perusahaan tersebut. Hal ini akan membuat manajer memiliki kepentingan untuk menyatukan kepentingan pemegang saham dan kepentingan mereka sendiri. Manajer pemilik saham tersebut merasa mempunyai hak untuk memberikan tekanan atau saran bagi perusahaan untuk berjalan ke arah yang baik sehingga meminimalkan terjadinya financial distress Emrinaldi, 2007. Kepemilikan Institusional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan karena dengan adanya kepemilikan oleh investor institusional dapat mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada jumlah investasi yang dilakukan. Oleh karena itu, semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan, maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen sehingga kemungkinan perusahaan menghadapi kondisi kesulitan keuangan dapat diminimalkan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Hubungan Mekanisme