Kutipan 30 – 37, 57 – 59, dan 61, Gusni sangat bersyukur mengenal Pak Pelatih bersedia melatih bulutangkis dan memberi semangat padanya untuk terus
berjuang dan bertahan hidup. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa latar
mempunyai hubungan erat dengan sosiologi sastra. Hadirnya latar dalam suatu cerita memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya suatu
cerita.
4. Tema
Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna pengalaman kehidupan. Melalui karyanya itulah pengarang menawarkan makna tentang
kehidupan, mengajak pembaca untuk melihat, merasakan, dan menghayati makna pengalaman kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan itu
sebagaimana ia memandangnya Nurgiyantoro, 2007: 70. Tema dapat diartikan gagasan, ide, ataupun pikiran utama di dalam karya
sastra yang terungkap maupun tidak Sudjiman, 1990: 78. Tema, walau sulit ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang “disembunyikan”, walau belum
tentu dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai makna pokok sebuah karya sastra fiksi tidak secara sengaja disembunyikan karena justru hal inilah yang
ditawarkan kepada pembaca Nurgiyantoro, 2007: 68. Tema dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro dinyatakan secara implisit
tersirat yang didukung oleh pelukisan latar dan tersirat dalam lakuan tokoh atau dalam penokohan. Pengarang mengajak pembaca untuk melihat, merasakan, dan
menghayati makna pengalaman kehidupan dengan menampilkan tokoh utama yaitu Gusni sebagai sumber cerita dengan berbagai permasalahan yang
dihadapinya. Jakarta, 27 Oktober 1986 di sebuah rumah sakit besar terjadi peristiwa
besar. Seorang anak perempuan lahir dengan berat 6, 25 kilo, tidak seperti bayi pada umumnya. Anak perempuan itu bernama Gusni, ia lahir dari seorang ibu
yang memiliki perewakan kecil, kurus. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut:
1 Jakarta, 27 Oktober 1986. Malam itu hujan turun deras sekali, di sebuah rumah sakit besar di Jakarta sebuah peristiwa besar akan
segera terjadi. hlm. 1 2 “Gus...ni... Annisa Puspita...?” tanya Kakek takjub, matanya melihat
ke Papa mencoba meyakinkan. “Lahir 27 Oktober 1986?...”
“Berat 6.25 kilo....?” “Panjang 59 cm...?” Nenek ikutan membaca. hlm. 10 – 11
3 Beberapa pengunjung rumah sakit seakan tidak ercaya melihat seorang ibu mungil menggendong bayi yang begitu besarnya. 13
Gusni sanggat bersyukur ia berada di lingkungan keluarga yang begitu mencintainya dan mendukungnya meski kenyataan pahit harus dialami Gusni dan
keluarganya. Gusni harus menerima keadaan dirinya yang sesungguhnya, ia tidak dapat bertahan hidup lama, ia hanya dapat bertahan di usia 25 tahun, itu pun bisa
kurang. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut: 4 “Tidak ada maksud jelek menunda berita ini untuk kamu, kita hanya
menunggu... sampai kamu bisa mengerti semuanya,... yaitu setahun yang lalu saat usia kamu tujuh belas,” Papa diam sebentar dan
menatap Gusni, “tetapi sampai sekarang usia kamu delapan belas...ternyata kamu juga belum tahu tentang ini semua...tentang
hidup kam selanjutnya...” Gusni mengerenyitkan keningnya, jengah terus melanda. hlm. 205
5 “Mereka, Kakek Buyut kamu..., dan Kakak perempuan Kakek...,” Papa menggenggam tangan Gusni keras, Papa yang biasanya tegar,
kini nahu keras itu meringkih turun, tertunduk tidak berani menatap mata Gusni, hanya genggaman tangan Papa yang mengeras terus
berbicara dan akhirnya sebuah kalimat terdengar pelan. “Mereka berdua...tidak hidup lama...
...tidak pernah... ... mencapai...
... usia dua puluh lima tahun ...” hlm. 207
Tantangan seorang wanita bertubuh besar ini terus saja datang, pandangan aneh selalu tertuju padanya. Ketegaran hatinya dan kasih sayang dari keluarganya
menguatkan langkahnya. Ia tidak pernah menyerah, berjuang dan berusaha melawan keberadaan fisik untuk bertahan hidup. Hal tersebut ditunjukkan dalam
kutipan berikut: 6 “Saya nggak mau diam aja dan nyerah. Kalau Dokter bilang saya
pantas meneriman ini semua, saya mau...,” Gusni menyeka air matanya yang jatuh, “saya juga...,” Gusni menatap Papa, “saya juga
mau berjuang untuk Papa, mama, kaka Gita, untuk keluarga saya, saya mau diri saya tahu... kalau saya pantas menerima itu semua”
hlm. 214
7 “Anak Perempuan itu menunjukkan ke saya, ke orang-orang di sekitarnya, kalau ia adalah perempuan yang tidak pernah putus asa,
bahkan saat ia tahu kalau umurnya tidak akan panjang, bahkan saat ia tahu kalau hidup tidak berpijak padanya...” hlm. 310
8 Gusni Annisa Puspita terus melawan penyakitnya dengan berlari setiap pukul 05.00 sampai hari ini.... hlm. 417
Cita-citanya membawa energi positif pada Gusni untuk melawan penyakitnya, menjadi pemain bulutangkis seperti kakaknya. Cita-cita itu muncul
dari hatinya untuk membuat Papa, Mama, dan Gita bangga padanya, bahwa ia bisa dan pantas melakukannya. Seperti dalam kutipan berikut:
9 Pertandingan pertama, kemenangan diraih Gusni. Penonton terus
bertepuk tangan riuh menatap Gusni, perempuan besar penuh
peluh di lapangan bulutangkis itu mengepalkan tangannya penuh semangat, langsung berlari menghambur ke pelukan Papa dan
Gita yang ada di pinggir lapangan. Ia bahagia sekali. hlm. 278
10 Skor 21 – 16. Pertandingan kembali dimenangkan oleh Gusni. hlm. 279
11 Istora bergemuruk meledak. Tim Nasional Putri Indonesia bersama Andi Hariyanto Maulana naik ke podium. Air mata
bahagia jatuh, bersamaan mereka mengangkat medali dan piala, Gusni dan Gita masih berkalung Sang Dewi Warna, berbarengan
mereka mengangakat piala Khatulistiwa Terbuka. hlm. 408
Dari pernyataan dan kutipan 1 – 11 di atas, dapat disimpulkan bahwa tema dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro adalah melawan keterbatasan untuk
terus berjuang mencapai impian dan mencintai hidup dengan berani. Makna cerita itu digambarkan melalui tokoh Gusni menerima kenyataan tentang penyakit
genetik yang ada dalam dirinya untuk terus berjuang mempertahankan hidup dan berusaha disisa hidupnya dapat membahagiakan orang-orang yang mencinainya,
keluarga dan sahabat-sahabatnya.
C. Keterkaitan Unsur dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro