Indeks Keanekaragaman. Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi

4.7 Indeks Keanekaragaman. Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi

Hasil analisis indeks Keanekaragaman H’. indeks Keseragaman E dan indeks Dominansi D larva ikan menunjukan nilai yang hampir sama pada setiap bulannya Lampiran 7. 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 1 2 3 4 5 6 7 8 Stasiun Bulan Mei H E D 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 1 2 3 4 5 6 7 8 Stasiun Bulan Juli H E D 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 1 2 3 4 5 6 7 8 Stasiun Bulan Oktober H E D Gambar 15 Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Keseragaman E, dan Indeks Dominansi larva ikan setiap bulan pengamatan.

4.6.1 Indeks Keanekaragaman

Dari hasil perhitungan nilai indeks Keanekaragaman H’ pada setiap stasiun bulan Mei, bulan Juli, dan bulan Oktober memiliki nilai yang berbeda dimana nilai tertinggi terdapat pada bulan Mei stasiun 1 dan 2 2,92, sedangkan nilai terendah ditemukan pada bulan Oktober stasiun 8 1,21. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman H’, keseragaman E, dan dominansi D larva ikan setiap bulan selama penelitian berlangsung diperlihatkan pada Gambar 15 dan Lampiran 7.

4.6.2 Indeks Keseragaman

Dari hasil perhitungan nilai indeks Keseragaman E pada setiap stasiun, nilai tertinggi ditemukan pada bulan Mei pada stasiun 4 dan 5 yaitu 0.98 dan terendah pada stasiun 3 yaitu 0.88. Bulan Juli nilai tertinggi terdapat pada stasiun 4 yaitu 0,95 dan terendah pada stasiun 8 dengan nilai 0.89, sedangkan pada bulan Oktober nilai tertinggi ditemukan pada stasiun 2 yaitu 1.00 dan terendah pada stasiun 3 dengan nilai 0.63. Nilai hasil perhitungan indek Keseragaman E ini dapat dilihat pada Gambar 15 dan Lampiran 7.

4.6.3 Indeks Dominansi

Dari hasil perhitungan nilai indeks Dominansi D’ pada setiap stasiun bulan Mei, bulan Juli, dan bulan Oktober memiliki nilai yang sama dimana nilai tertinggi pada stasiun 3 yaitu 0.17 dan terendah pada stasiun 1 yaitu 0.06. Nilai hasil perhitungan indek Dominansi D ini dapat dilihat pada Gambar 15 dan Lampiran 7. 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lingkungan Suhu perairan Pulau Abang setiap waktu pengamatan berkisar antara 29.2 C – 31.4 °C. Nilai suhu terendah dijumpai pada bulan Juli stasiun 7 sebesar 29.2 C. Rendahnya nilai suhu pada stasiun 7 ini, diduga karena berada pada Bulan Juli serta letak daerah ini berada pada daerah berarus kuat. Massa air pada stasiun ini sering berganti sebagai akibat perpindahan massa air laut. Selain pengaruh perpindahan massa air dari laut tersebut, stasiun ini juga merupakan daerah celah karangselat antara pulau Abang Besar dan pulau Abang Kecil. Menurut Effendi 2003 mengatakan suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang latitude, ketinggian dari permukaan laut altitude, waktu dalam hari sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Nilai suhu tertinggi terdapat pada stasiun 5 dan 6 dengan nilai 31,4 C. Nilai temperatur yang tinggi tersebut karena berada pada bulan Mei yang bercurah hujan rendah serta diduga akibat pemanasan sinar matahari karena perairannya dangkal dan menjorok kedalam. Nilai suhu yang diperoleh ini tidak berbeda jauh dengan hasil yang penelitian CRITC- COREMAP, 2005 dimana suhu perairan Pulau Abang berkisar antara 29,64 C – 30,20 C. Suhu sangat menentukan laju reaksi kimia metabolisme pada semua kehidupan dan pada beberapa jenis ikan suhu sangat menentukan pola perkembangbiakkannya. Selain mempengaruhi kehidupan di laut, suhu juga menentukan parameter perairan lainnya seperti jumlah gas terlarut, viskositas air laut, dan densitas, yang juga menentukan distribusi kehidupan di laut Widodo dan Suadi, 2006. Dari hasil pengukuran suhu dan salinitas penelitian terlihat perbedaan nilai suhu dan salinitas dengan pengukuran yang dilakukan oleh beberapa orang peneliti pada penelitian larva dan juvenil ikan yang berbeda di tiap daerah di Indonesia. Berikut ini rangkuman data pengukuran suhu dan salinitas hasil penelitian larva dan juvenil ikan di Indonesia seperti pada Tabel 11 dibawah ini. Tabel 11 Rangkuman kualitas air beberapa hasil penelitian Peneliti Suhu C Salinitas 00 Daerah Lokasi Tahun Asman 29 – 31 28 – 32. Pulau Abang L 2006 Gaspar 28 – 29 10 - 33 T. Likupang E, L 2005 Najamuddin 28 - 30 31 - 33 Tj. Mangkok P 2003 Nursid 28 - 33 00 - 33 Cilacap E 2002 Purwandayanti 26 - 29 33 - 34 Teluk Awur PL 2000 Sukiyati 24 - 29 31 -34 Teluk Awur PL 2000 Khoiriya 25 - 32 25 - 33 Tegal P, E, K 1999 Keterangan : L = Laut; P = Pantai; E = Estuaria; PL = Padang Lamun; K = Kanal Nilai salinitas hampir relatif sama pada setiap bulannya dengan kisaran 28.7 ‰– 32.2 ‰. Nilai salinitas tertinggi pada bulan Mei ditemukan pada stasiun 5 dan 7 yaitu dengan nilai 32.2 ‰. Tingginya salinitas pada perairan ini diduga karena perairan ini merupakan perairan yang sering dilalui massa air laut terbuka. Sedangkan salinitas terendah ditemukan pada bulan Juli yaitu 28.7 ‰. Rendahnya salinitas pada bulan ini diduga pengaruh dari pola pergerakan arus, dimana pada bulan ini arus bergerak dari Timur menuju Barat. Nilai salinitas yang didapatkan masih dalam batas normal untuk kondisi perairan laut yang berkisar antara 30‰ – 40‰ Effendi, 2003. Hasil penelitian CRITC- COREMAP, 2005 salinitas perairan Pulau Abang berkisar 31,94 ‰– 32,65 ‰ dan kecepatan arus di perairan ini tertinggi mencapai 1.023 mmdetik pada kondisi surut dan 1.032 mmdetik pada kondisi menuju pasang. pH merupakan parameter yang juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Konsentrasi pH yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 7,82 – 8,14. Nilai ini masih dalam kisaran normal untuk perairan laut dan sebagian besar biota akuatik di suatu perairan menyukai nilai pH dengan kisaran 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah Effendi, 2003. Kandungan oksigen terlarut O 2 dalam perairan turut menentukan kualitas perairan, karena oksigen sangat dibutuhkan untuk pernapasan respirasi makhluk hidup dan proses oksidasi dalam perairan. Sebagai contoh ikan yang hidup dalam perairan yang kekurangan oksigen akan terganggu fungsi insangnya dan dapat menyebabkan insang itu berlendir anoxia dan mati. Fungsi lain dari oksigen adalah sebagai indikator senyawa-senyawa kimia di perairan. Sumbangan terbesar berasal dari adsorpsi udara bebas, sementara dari fitoplankton dan tumbuhan hijau lain yang berklorofil menyumbang oksigen sebagai produk fotosintesis CRITC- COREMAP, 2005. Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 mlliter. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervarisi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan amosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian altitude serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian diurnal dan musiman, tergantung pada percampuran mixing dan pergerakan turbulence massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi, dan limbah effluent yang masuk ke badan air Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003. Selain itu faktor kedalaman juga mempengaruhi kadar oksigen terlarut Tijssen, 1990 dalam CRITC- COREMAP, 2005. Hasil pengukuran kadar oksigen di perairan Pulau Abang berkisar antara 3.18 mgl – 5.95 mgl. Kadar oksigen tertinggi ditemukan pada bulan Mei yang hampir mendominasi semua stasiunnya. Tingginya kadar oksigen diduga akibat faktor kedalaman perairan serta tingginya kecerahan yang berkisar antara 5 – 10 m. Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesis yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh saturasi sehingga perairan mengalami supersaturasi Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003. Padatan total residu adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan peneringan pada suhu tertentu APHA, 1976 dalam Effendi, 2003. Residu dianggap sebagai kandungan total bahan terlarut dan tersuspensi dalam air. Selama penentuan residu ini, sebagian besar bikarbonat yang merupakan anion utama di perairan telah mengalami transformasi menjadi karbondioksida, sehingga karbondioksida dan gas-gas lain yang menghilang pada saat pemanasan tidak tercakup dalam nilai padatan total Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003. Padatan tersuspensi total Total Suspended Solid atau TSS adalah bahan-bahan tersuspensi diameter 1µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kisaran tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Hasil pengukuran kadar TSS diperairan Pulau Abang berkisar antara 4 mgl – 54 mgltr. Hasil ini menurut Effendi 2003 sedikit berpengaruh terhadap kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan. Dari hasil pengukuran beberapa parameter yang didapatkan pada setiap pengamatan lampiran 6b, 6c, 6d dapat menggambarkan keadaan parairan Pulau Abang yang masih cocok untuk kehidupan dan perkembangan larva, fitoplankton dan zooplankton.

5.2 Parameter Biologi