Sedangkan pada bulan Juli, kelimpahan fitoplankton sangat melimpah sementara kelimpahan zooplankton sangat sedikit. Dapat diduga akibat siklus
pertumbuhan fitoplankton lebih cepat dibandingkan zooplankton, predasi zooplankton oleh predator, dan adanya migrasi diurnal zooplankton. Ini sesuai
dengan teori Grazing Davis, 1955 dalam Yuningsih 2007 jika populasi zooplankton sedikit, maka fitoplankton akan berkembang dan menyebabkan
jumlah fitoplankton berlimpah. Davis 1955 dalam Yuningsih 2007 juga menyatakan teori penyingkiran hewan Theory of animal exlution dan teori
perbedaan laju pertumbuhan Theory of different growth rate Nielsen dalam Davis, 1955 yaitu selama zooplankton melakukan migrasi vertikal harian, maka
zooplankton akan menemui hambatan untuk mencapai permukaan jika bertemu dengan kelimpahan fitoplankton yang sangat padat. Meskipun zooplankton
memakan fitoplankton, tetapi untuk mencapai populasi yang melimpah akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari fitoplankton. Hal ini disebabkan
zooplankton mempunyai siklus reproduksi yang lebih panjang dari pada fitoplankton.
5.3 Distribusi, Komposisi, dan Kelimpahan Larva
Migrasi dan distribusi suatu jenis ikan merupakan hal yang fundamental yang harus diketahui, karena dengan mengetahui pola migrasi dan distribusi suatu
jenis ikan maka akan diketahui batas-batas daerah dimana stok atau sub populasi dari suatu jenis ikan hidup Chusing, 1968 dalam Baskoro, Wahyu dan Effendy
2004. Demikian pula life history, serta mata rantai daur hidup dari suatu jenis ikan yang tidak dapat dipisahkan dari mata rantai sebelum dan sesudahnya
Nikolsky, 1963 dalam Effendie, 1997. Ikan mengadakan migrasi dalam rangka : 1 pemijahan; 2 mencari
makanan; dan 3 mencari daerah yang cocok untuk kelangsungan hidupnya, tidak terlepas dari beberapa faktor eksternal dan internal dari suatu jenis ikan. Faktor
eksternal berupa faktor lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung
memegang peranan dalam migrasi ikan. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat didalam tubuh misalnya sekresi kelenjar hormon dan lain-lainnya
yang berhubungan dengan faktor luar tadi Baskoro, Wahyu dan Effendy 2004.
Ikan dapat merubah pola migrasi yang telah ada ke pola migrasi yang lain, dengan bergantung pada kondisi lingkungan yang mempengaruhinya. Selama
tahap-tahap kehidupan ikan dalam bermigrasi, ikan yang hidup soliter dapat melakukan pola migrasi yang berbeda pada satu waktu Baskoro, Wahyu dan
Effendy 2004. Secara umum komposisi jenis dan kelimpahan larva ikan yang tertangkap
sangat bervariasi tiap musimnya, namun komposisinya lebih banyak larva tertangkap pada saat sampling malam, hal ini disebabkan oleh beberapa jenis ikan
yang tertangkap adalah jenis ikan karang yang bersifat nocturnal aktif pada malam hari seperti jenis Apoginidae, Serranidae, Lutjanidae, dan Scombridae.
Untuk jenis larva ikan yang bersifat diurnal, namun tertangkap pada malam hari seperti jenis Mullidae diduga disebabkan oleh faktor eksternal seperti suhu,
salinitas dan arus dan pasang surut juga sangat menentukan distribusi dari larva ikan. Selain jenis ikan penghuni karang, ada beberapa jenis ikan tertangkap
merupakan jenis larva ikan yang pemigrasi. Menurut Clemens 1961 dalam Effendie 1997 mengatakan bahwa penangkapan ikan pemigrasi ada
hubungannya dengan suhu perairan. Adanya variasi tangkapan larva ikan dapat pula disebabkan oleh adanya
masa pemijahan genus tersebut yang terjadi di daerah perairan yang lebih dalam di dekat Pulau Abang dimana akibat adanya pergerakan arus yang kuat membawa
larva dan juvenil ke sekitar perairan pulau, disamping itu adanya ledakan populasi genus tertentu akibat pemijahan sehingga berakibat fluktuasinya larva ikan yang
tertangkap pada setiap bulannya di daerah penelitian serta daerah ini merupakan daerah yang banyak pulaunya yang dikelilingi oleh terumbu karang dan
mangrove. Fluktuasi tangkapan juga disebabkan adanya faktor internal yaitu efektivitas
penangkapan, baik waktu sampling, alat tangkap, jarak sampling dan kemampuan larva ikan itu sendiri untuk menyebar. Hal ini dinyatakan oleh Leis 1983 bahwa
banyak larva di perairan yang dangkal mempunyai kemampuan untuk menyebar secara luas dengan jarak sebaran ratusan kilometer.
Dugaan lainnya adalah daerah ini merupakan daerah migrasi dimana larva mempunyai kemampuan alamiahnya untuk menuju daerah asuhan nursery
ground . Menurut Drake dan Arias 1991 dalam Najamuddin 2004 yang
melakukan penelitian di pantai barat daya Spanyol menyatakan bahwa daerah pantai merupakan daerah pembesaran bagi ikan-ikan pelagis dengan banyaknya di
dapatkan dalam bentuk postlarva. Lokasi penelitian yang berhadapan langsung dengan Selat Dempu dan
sebelah Timurnya adalah Selat Abang dan Selat Pengalap sangat mempengaruhi pergerakan arus yang terjadi di daerah ini, sehingga keadaan perairan pantai
dominan dipengaruhi oleh arus yang datang dari timur menuju barat dengan kecepatan 1430 mm detik CRITC-COREMAP, 2005. Dikatakan pula oleh Leis
1986 bahwa zoogeografi sebaran larva adalah siklus hidup yang pendek atau akibat adanya kekuatan arus dimana dapat memindahkannya dari satu tempat ke
tempat lain. Dilihat dari genus larva ikan yang tertangkap nampak genus yang
merupakan ikan-ikan pelagis. Sedangkan tertangkapnya ikan karang, diantarannya genus Epinephelus, ini dimungkinkan karena lokasi penelitian ini merupakan
daerah karang yang banyak terdapat karang penghalangbatu karang. Seperti yang dinyatakan Leis 1986 bahwa larva dan juvenil ikan karang secara reguler
didapatkan di daerah pantai yang letaknya berdekatan dengan karang. Sedangkan ikan penghuni daerah mangrove, seperti Liza dan Valamugil, juga dimungkinkan
tertangkap karena hampir sebagian besar di lokasi penelitian banyak terdapat tumbuhan mangrove. Hal ini dinyatakan oleh Mc.Lachlan 1983 dalam
Najamuddin 2004 bahwa pasang surut menjadi media utama bagi larva dan juvenil ikan untuk bermigrasi ke pantai pada umumnya. Sedangkan Hayase dan
Haron 2002 dalam Najamuddin 2004 mendapatkan juvenil ikan pelagis menggunakan mangrove yang ada di estuarin sebagai daerah pemeliharaan atau
daerah makanan. Berdasarkan banyaknya jumlah larva ikan yang banyak tertangkap setiap
bulan pada setiap stasiun di perairan Pulau Abang didominasi oleh larva ikan dari famili Carangidae, Engraulididae, Clupeidae, Monacanthidae, Gobiidae,
Sillaginidae dan Mugilidae. Dari 7 famili larva ikan yang mendominasi diduga
merupakan famili yang selalu melimpah setiap tahunnya disamping mempunyai kemampuan untuk menyebar secara luas. Disamping itu lokasi perairan Pulau
Abang ini merupakan habitat yang cocok untuk perkembangbiakkan ke-7 famili larva ikan karena banyaknya terumbu karang dan mangrove di sekitar lokasi
penelitian yang merupakan daerah potensial sebagai nursery ground Bagarinao dan Taki, 1996 dalam Najamuddin, 2004.
Penelitian yang telah dilaksanakan selama 3 kali sampling siang dan malam hari ditemukan komposisi dan kelimpahan larva ikan terdiri dari 52 famili
dan 84 genus dengan total individu sebesar 1.572 individum
3
Lampiran 2, 3, 4, dan 5. Total dari 1.572 individum
3
tersebut mencakup hasil keseluruhan perhitungan selama 3 kali baik sampling siang dan malam hari pada 8 stasiun
penelitian Lampiran 3, 4 dan 5. Gambar 9, 10 dan 11 menunjukan diagram kelimpahan larva ikan pada setiap stasiun dan bulan.
Berdasarkan hasil sampling yang dilakukan, larva ikan yang banyak tertangkap adalah pada saat sampling malam hari. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh suhu serta aktifitas plankton yang banyak pada malam hari yang berpengaruh besar terhadap aktivitas dan kecepatan menjelajah. Kecepatan
penjelajahan akan meningkat setelah stadia larva berkuning telur secara proporsional terhadap panjang. Blaxter dan Staines 1971 dalam Sulistiono,
Rahardjo dan Effendie 2001 telah melakukan penelitian kecepatan menjelajah pada larva herring, yaitu meningkat dari 20 cmmin pada akhir stadia “ yolk sac”
menjadi 80 cmmin. Selain itu pula faktor cahaya sangat berpengaruh terhadap distribusi vertikal larva ikan.
Dari penelitian yang dilakukan, hasil yang diperoleh merupakan yang terbanyak jenis dan jumlah individunya. Nursid 2002 menemukan 13.459
individu larva ikan dari 23 famili dan 38 genus di Estuari Segara Anakan, Cilacap Jawa Tengah. Najamuddin 2004 menemukan 5.272 individu larva dan juvenil
ikan dari 17 famili dan 18 genus di Tanjung Mangkok Kalimantan Selatan. Selanjutnya Manu 2005 menemukan 6.559 individu larva ikan dari 27 famili dan
34 genus di Estuari dan Laut Teluk Likupang, Sulawesi Utara.
Kelimpahan larva ikan yang banyak tertangkap menurut perhitungan setiap bulannya dari 8 stasiun adalah pada bulan Juli, yaitu 608 individum
3
dan hasil tangkapan terendah adalah pada bulan Mei yaitu 439 individum
3
Lampiran 3, 4, dan 5.
Secara spasial kelimpahan larva ikan di bulan Mei, stasiun 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan stasiun lainnya yaitu sebesar 97 individum
3
dan yang terendah terdapat pada stasiun 7 yaitu 33 individum
3
. Untuk kelimpahan larva ikan di bulan Juli, jumlah tertinggi ditemukan pada stasiun 3 yaitu sebesar 117
individum
3
dan yang terendah ditemukan pada stasiun 4 yaitu 31 individum
3
. Sedangkan pada bulan Oktober kelimpahan larva ikan tertinggi ditemukan pada
stasiun 1 yaitu 117 individum
3
dan terendah pada stasiun 8 sebesar 22 individum
3
Tabel 7 dan Lampiran 6. Tingginya kelimpahan pada bulan Juli ini diduga disebabkan oleh kelimpahan plankton dan dukungan dari kondisi
parameter lingkungan perairan, pola pergerakan arus yang bergerak dari utara Lampiran 8.
Secara temporal kelimpahan larva ikan yang ditemukan setiap bulan pada setiap stasiun, terlihat bulan Mei pada stasiun 2, 6 dan stasiun 8 lebih tinggi
dibandingkan dengan bulan Oktober. Pada bulan Juli, kelimpahan tertinggi larva ikan pada stasiun 2, 3, 6, dan stasiun 8 lebih tinggi dibandingkan pada bulan Mei
dan bulan Oktober. Sedangkan pada bulan Oktober kelimpahan tertinggi larva ikan stasiun 1, 4, 5 dan stasiun 7 lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan Juli
dan bulan Oktober Tabel 7 dan Lampiran 6. Tingginya kelimpahan pada bulan Oktober ini diduga disebabkan tingginya pasang dan pola arus yang membawa
massa air diperairan ini yang bergerak mengalir dari timur keselatan, mendorong masuk kembali ke selat antara Pulau Abang Kecil dan Pulau Pengelap melalui sisi
utara selat Lampiran 8 CRITC-COREMAP, 2005. Kelimpahan larva ikan cukup tinggi pada bulan Oktober ini juga diduga pada bulan ini merupakan musim
pemijahan bagi ikan di Perairan Pulau Abang yang salah satunya dipengaruhi oleh datangnya massa air baru yang berasal dari hujan Effendi, 1997.
Tidak semua larva memiliki kelimpahan yang tinggi pada bulan Oktober, misalnya kelimpahan pada stasiun 6 dan stasiun 8, bulan Mei dan bulan Juli lebih
tinggi dari bulan Oktober. Hal ini disebabkan karena ada beberapa larva yang pemijahannya berlangsung sepanjang tahun misalnya famili dari Engraulididae
jenis Stolephorus indicus Prabu, 1956 dalam Effendie, 1997. Hasil analisis Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Keseragaman E, dan
Indeks Dominansi D larva ikan menunjukkan nilai yang berfluktuatif seperti yang ditampilkan pada lampiran 7.
Nilai indeks keanekaragaman dari hasil perhitungan disetiap stasiun pada setiap bulan menunjukan keaneragaman populasi cukup tinggi dan nilai cukup
seragam pada setiap bulannya, dengan nilai tertinggi didapatkan pada stasiun 1dan 2 2.92 setiap bulan dan terendah ditemukan di bulan Oktober pada stasiun 8
1.21. Najamuddin 2004 mendapatkan nilai keanekaragaman dari 8 bulan penelitian di Tanjung Mangkok Kalimantan Selatan dengan Nilai Indeks
Keanekaragaman H’ adalah 0.31-1.62 keanekaragaman populasi rendah. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Manu 2005 selama 6 bulan
penelitian di Teluk Likupang Sulawesi Utara diperoleh nilai Indeks Keanekaraman H’ adalah 1.47-2.33 keanekaragan populasi sedang. Hasil
penelitian di Pearairan Pulau Abang Batam selama 3 musim didapatkan nilai indeks keanekaragaman yang hampir seragam setiap bulannya yaitu berkisar 1.21
-2.92, terdiri 2 kriteria yaitu sedang dan tinggi. Dengan demikian indeks keanekaragaman dari larva ikan yang ada di Perairan Pulau Abang masih cukup
baik dibandingkan dengan yang ada di Tanjung Mangkok dan Teluk Likupang untuk keseluruhan bulan pengamatan. Besarnya nilai indeks keanekaragaman ini
menunjukan adanya peningkatan jumlah seluruh individu dan jumlah genus yang tertangkap, disaping itu memperlihatkan adanya daya dukung lingkungan perairan
yang lebih baik. Indeks Keseragaman E digunakan untuk mengetahui berapa besar
kesamaan penyebaran jumlah individu setiap genus pada tingkat komunitas Odum, 1971 baik setiap stasiun maupun setiap bulan. Hasil analisis menunjukan
bahwa nilai indeks keseragaman setiap stasiun memiliki nilai yang bervariasi untuk setiap bulannya Gambar 14 dan Lampiran 7 yang berkisar 0.59 – 1.00
untuk keseragaman stasiun. Kisaran nilai berdasarkan stasiun tersebut dapat dipisahkan menurut kriteria Suryadiputra 1996, bahwa nilai indeks keseragaman
pengamatan setiap stasiun masuk pada kriteria dengan kondisi labil dan stabil. Dari kisaran nilai tersebut maka indeks keseragaman yang berdasarkan
stasiun pada bulan Mei Gambar 14 dapat dibagi menjadi 2 kriteria. Kriteria pertama dengan nilai 0.50 E
≤ 0.75, yaitu terdiri dari 8 stasiun yaitu ekosistem labil. Sedang kriteria kedua yaitu dengan nilai indeks keseragaman 0.75 E
≤ 1.00. Indeks keseragaman dengan kriteria yang demikian mencakup 8 stasiun
pula. Dengan demikian indeks keseragaman pada delapan stasiun di bulan Mei ini memenuhi dua kriteria yaitu labil dan stabil. Begitupun juga untuk indeks
keseragaman pada bulan Juli yang berkisar 0.59 – 0,95. Indeks terendah diperoleh pada stasiun 3 dan tertinggi terdapat pada stasiun 4. Nilai indeks ini kondisinya
mencakup 2 kriteria yaitu labil dan stabil. Sedangkan untuk bulan Oktober pada setiap stasiunnya berkisar antara 0.63 – 1.00 dimana nilai indeks terendah terdapat
pada stasiun 3 dan tertinggi terdapat pada stasiun 2. Nilai indeks keseragaman pada bulan ini kondisinya masih labil dan stabil pula.
Dari keseluruhan hasil indeks keseragaman yang diperoleh menunjukan adanya peningkatan jumlah genus tertentu sehingga penyebaran antar individu
cukup merata. Pada Gambar 14 dan Lampiran 7 ditampilkan nilai Indeks Dominansi D
setiap bulan pada setiap stasiunnya. Hasil analisis indeks dominansi antar stasiun setiap bulan diperoleh nilai yang sama, dimana nilai indeks dominansi tertinggi
pada stasiun 3 yaitu sebesar 0.17 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0.06. Keseluruhan stasiun disetiap bulannya menunjukan nilai indeks dominansi yang
mendekati nol. Dengan indeks dominansi yang mendekati 0 Gambar 14 dan Lampiran 7 artinya tidak ada genus yang mendominasi setiap bulan pada setiap
stasiunnya. Dengan demikian indeks dominasi antar bulan pada setiap stasiunnya tidak ada genus larva ikan yang mendominasi genus larva ikan yang lain.
Dari hasil keseluruhan pengamatan dapat dilihat bahwa tingginya nilai keseragaman dan rendahnya nilai dominansi menunjukan bahwa perairan Pulau
Abang memiliki kondisi perairan yang masih stabil karena jumlah individu masih relatif sama di setiap stasiun pengamatan karena tidak terjadi tekanan ekologis
pada biota yang hidup di perairan Pulau Abang tersebut.
5.4 Keterkaitan antara Larva dengan Parameter Lingkungan