Sifat Melawan Hukumnya Suatu Perbuatan

penyesalan dan perbuatan. Ketiga, bahwa untuk dapat dipidana diperlukan syarat, bahwa perbuatan itu dilakukan secara melawan hukum. 11

1. Sifat Melawan Hukumnya Suatu Perbuatan

Aspek penting dalam suatu perbuatan pidana yang dapat dipidana dan melahirkan pemidanaan adalah bahwa perbuatan itu harus memenuhi salah satu unsur yaitu sifat melawan hukumnya suatu perbuatan pidana. Sifat melawan hukum dalam perbuatan pidana merupakan salah satu faktor penentu seorang pelaku dapat dipidana atau tidak, akan tetapi Ny. Komariah Emong, dalam bukunya “Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia, Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi”, menjelaskan bahwa penetapan dalam isi rumusan perbuatan pidana mengharuskan adanya unsur sifat melawan hukum atau dapat dicelanya perbuatan tersebut tidak selalu dipenuhi dan tidak selalu dicantumkan dalam suatu tuntutan, tetapi sebagai tanda tetap ada dengan terlihat dari kelakuan-kelakuan tertentu, keadaan-keadaan tertentu, atau akibat-akibat tertentu yang dilarang atau yang diharuskan sebagaimana diatur dalam undang-undang. 12 Sebagaimana Ny. Komariah Emong, mengutip pendapat Van Hamel dan Schaffmeister, “sifat melawan hukum dari suatu tindak pidana adalah bagian suatu pengertian yang umum…… Pembuat Undang-Undang Pidana tidak pernah menyatakan bagian ini, tetapi selalu merupakan dugaan, atau dengan kata- kata Schaffmesiter, karena itu pembuat Undang-undang, menurut pendapatnya, tidak perlu selalu mencantumkan sifat melawan hukum dan 11 Van Bemmelen, Hukum Pidana I Hukum Pidana Material Bagian Umum, Penerbit edisi Indonesia pada Binacipta Anggota IKAPI, cet.pertama, Dordrecht, 1984, hlm. 99. 12 Ny. Komariah Emong Supardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel dalam Hukum Pidana Indonesia, Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi. Penerbit Alumni, cet.pertama, Bandung, 2002, hlm. 23. 6 kesalahan dalam teks undang-undang; hal itu merupakan syarat umum bagi sifat dapat dipidananya suatu perbuatan.” 13 Lebih lanjut Komariah Emong, menjelaskan bahwa pendapat mengenai apakah sifat melawan hukum harus dicantumkan atau tidak dalam setiap rumusan delik dalam kaitannya dengan pemahaman ajaran sifat melawan hukum formil dan materiel dalam hukum pidana masih diperdebatkan. Ajaran formil, bahwa suatu perbuatan menjadi tindak pidana apabila telah mecocoki semua unsur rumusan tindak pidana, jika ada alasan pembenar, maka alasan-alasan tersebut juga harus dengan tegas dinyatakan dalam undang-undang. Sebaliknya Ajaran Materiel, bahwa di samping memenuhi syarat-syarat formal mencocoki semua unsur yang tercantum dalam rumusan delik, perbuatan tersebut harus benar-benar dirasakan masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela, karena itu pula ajaran ini mengakui alasan-alasan pembenar di luar undang-undang. 14 Demikian mengenai hal tersebut, Soemadi Pradja berpendapat: “dalam beberapa perumusan tindak pidana, pembentuk undang-undang telah memasukkan sifat melawan hukum sebagai elemen konstitutif khusus. Pembentuk undang-undang telah berbuat demikian, apabila ada ke khawatiran bahwa perbuatan itu walaupun telah adanya unsur-unsur konstitutif lain seringkali tidak dapat dikatakan sebagai melawan hukum. Demikian halnya, dalam asrt 350 Sr. Di mana dapat diingatkan pada kejadian dari pembongkar, yang berdasarkan kontrak-pembongkaran, telah membongkar rumah orang lain. Dengan sendirinya, apabila dikehendaki adanya sifat dapat dipidananya perbuatan itu, walaupun hal itu tidak dicantumkan secara tegas dalam perumusan tindak pidana. Tidak selalu, apabila kita dalam perumusan tindak pidana menjumpai kata seperti melawan hukum atau sifat melawan hukum, kita berhadapan dengan unsur konstitutif obyektif. Dalam art 310 Sr misalnya, sifat melawan hukum dicantumkan sebagai bagian dari keadaan dalam yang subyektif”. 15 13 Ibid, hlm. 24. 14 Ibid.,hlm.24-25 15 Soemadi Pradja, Asas-asas Hukum Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hlm. 242. 7 Simons yang menganut paham sifat melawan hukum formil mengatakan, bahwa seseorang dapat dipidana apabila ia memenuhi unsur melawan hukum yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang, dan apabila undang-undang dilanggar maka orang tersebut dapat dijatuhkan pidana. Karena menurutnya, setiap orang dianggap mengetahui undang-undang. Sedangkan Vos menjelaskan, yang mana seseorang dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila memenuhi unsur melawan materiil, karena sifat melawan hukum tersebut perbuatan tersebut tidak patut dan dicela oleh masyarakat. Sebagaimana E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menerangkan alasan penganut sifat melawan hukum materiil dalam bukunya mengatakan: “bahwa delik itu tidak hanya mempersoalkan tindakan-tindakan yang terlarang saja, tetapi juga mempersoalkan, apakah pelaku dapat dicela karena melakukan suatu tindakan yang tercela. Pelaku harus dipersalahkan dicela karena ia tidak menghindari vermeden melakukan tindakan yang tercela verweten, yang berarti bersifat melawan hukum. Orang yang melakukan perbuatan yang terpuji, tidak dilarang. Seseorang yang menolong seseorang lainnya yang dalam keadaan bahaya, tidak dilarang malahan terpuji”. 16 Indonesia tidak saja menganut unsur sifat melawan hukum secara formil, tetapi juga menganut unsur sifat melawan hukum secara materiil. Sehingga tidak saja suatu unsur dari perbuatan yang bersifat melawan hukum tersebut dilarang dalam undang-undang, tetapi juga perbuatan tersebut dipandang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah di dalam kehidupan masyarakat. Karena pada dasarnya setiap peraturan yang dibuat, tidak boleh bertentangan dengan aturan tertinggi yaitu UUD 1945 yang berdasarkan ideologi Pancasila yang tidak lain digali dari nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri. 16 E.Y. Kanter, S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Penerbit Storia Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 150. 8 Ny. Komariah mengatakan konsekuensi pencantuman unsur-unsur sifat melawan hukum dalam rumusan delik, menyebabkan adanya beban pembuktian bagi jaksa, karena berdasarkan tuntutan yang ia tuduhkan dengan pasal tertentu mewajibkan untuk memuat unsur-unsur perbuatan pidana yang dituduhkannya dalam surat dakwaan atau surat tuntutan, dan kemudian membuktikan dakwaannya. 17 Berdasarkan pemahaman tersebut diatas, unsur melawan hukum juga menjadi bagian dari tindak pidana yang harus dicantumkan dalam surat dakwaan yang kemudian harus dibuktikan terlebih dahulu dengan ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila hal tersebut tidak dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan, maka hakim wajib membebaskan si pelaku.

2. Alasan Pembenar