Karateristik Responden HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karateristik Responden

Para responden merupakan warga Desa Parakanmuncang yang memiliki lahan dudukuhan. Penentuan responden terpilih dilakukan secara acak tanpa dibatasi oleh faktor usia, pendidikan dan luasan kepemilikan lahan. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap para responden diketahui bahwa 28 responden 93,3 merupakan kepala keluarga dan 2 responden 6,7 bukan merupakan kepala keluarga. 1. Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan unsur penting yang dapat mencerminkan suatu tingkat kesejahteraan masyarakat karena tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan produktivitas seseorang dan kesejahteraannya. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terutama dalam hal kemampuan untuk menerima suatu proses perubahan berupa informasi dan inovasi-inovasi baru. Dalam kenyataannya tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kecepatan dalam suatu proses berlangsung, dimana pendidikan akan menunjang penerimaan hal baru yang dirasakan penting bagi perwujudan perubahan terhadap nilai-nilai positif yang menguntungkan. Pendidikan belum menjadi faktor terpenting dalam kehidupan masyarakat desa. Diketahui 93,3 28 orang responden berpendidikan sekolah dasar SD. Hanya dua responden 6,7 yang berpendidikan sekolah menengah atas SMA. Hal ini memperkuar hasil survey ICRAF 2006 yang menyebutkan bahwa hanya 2,2 penduduk kecamatan Nanggung yang menempuh pendidikan setingkat sekolah menengah atas. Tercatat 5,7 penduduk tergolong buta aksara buta huruf dan 81,9 tidak pernah menempuh pendidikan lebih tinggi dari sekolah menengah pertama SMP. Berdasarkan hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa masyarakat setempat umumnya lebih mementingkan pendidikan agama. Setelah lulus dari ekolah dasar, anak-anak biasanya melanjutkan pendidikan ke sekolah-sekolah agama pesantren terdekat. Pada dasarnya masyarakat Desa Parakanmuncang sangat terbuka dalam menerima berbagai masukan dan inovasi baru. 2. Umur Umur responden bervariasi antara 37 - 83 tahun dengan umur rata-rata 61 tahun. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap para responden, terlihat bahwa para pengelola dudukuhan sebagian berada diatas umur produktif antara 60 - 69 tahun 33,3 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para petani pengelola dudukuhan saat ini merupakan petani generasi tua. Para petani muda yang berada pada usia produktif lebih suka mencari pekerjaan lain di luar bidang pertanian. Hal ini dipengaruhi oleh adanya luasan lahan yang semakin sempit serta kecenderungan masyarakat berusia muda untuk mencari pekerjaan diluar pertanian yang menjanjikan penghasilan yang pasti. Tabel 5 memperlihatkan secara lengkap data sebaran umur responden. Tabel 5 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Usia No Tingkat Usia N orang Persentase 1 2 3 4 5 6 30 - 39 40 - 49 50 - 59 60 - 69 70 - 79 ≥ 80 1 4 7 11 4 3 5,0 13,3 23,3 33,3 13,3 10,0 Jumlah 30 100,0 Sebagian besar 76,7 responden memiliki pekerjaan sebagai petani. Sisanya bekerja sebagai kuli, buruh, pegawai negeri sipil PNS dan swasta serta Pedagang yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani. Tabel 6 memperlihatkan secara rinci data jenis pekerjaan utama responden. Tabel 6 Jenis Pekerjaan Utama Responden No Jenis Pekerjaan N orang Persentase 1 2 3 4 5 6 Petani Kuli Buruh PNS Pegawai Swasta Pedagang 23 1 3 1 1 2 76,7 3,3 10,0 3,3 3,3 6,7 Jumlah 30 100,0 3. Kepemilikan Lahan Masyarakat Desa Parakanmuncang umumnya mengelola dudukuhan berdampingan dengan pertanian monokultur. Bagian lahan yang memungkinkan akan ditanami padi dan tanaman pertanian lain. Rata-rata luas kepemilikan lahan dudukuhan di Desa Parakanmuncang 5.394 m 2 . Perbedaan luas lahan disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan modal petani. Pengalihan hak kepemilikan sebidang lahan melalui proses jual beli ataupun bagi hasil dapat dilakukan bebas kepada siapa saja baik sesama warga desa ataupun diluar desa. Pemilikan lahan responden terpilih tersebar dalam 3 stratum Sajogyo, 1978 dalam Kartasubrata, 1986. Ketiga stratum tersebut stratum 1 luas pemilikan lahan lebih dari 0,5 ha, stratum 2 luas pemilikan lahan antara 0,25- 0,5 ha dan stratum 3 luas pemilikan lahan kurang 0,25 ha. Letak dudukuhan dapat tersebar atau terpusat pada satu tempat. Pada Gambar 1 terlihat bahwa pengelola dudukuhan memanfaatkan sebagian lahan untuk dikelola sebagai lahan pertanian. Bagian lahan yang memungkinkan memperoleh air pada musim hujan akan ditanami dengan tanaman pertanian. Pada tahapan awal lahan ditanami padi huma. Dalam satu musim tanam, padi yang sudah dipanen akan dirotasikan secara bergiliran dengan jenis tanaman pertanian seperti jagung, ubi dan kacang tanah. Setelah padi dipanen lahan kemudian ditanami jagung. Ubi baru ditanam setelah jagung dipanen karena jenis ini membutuhkan waktu panen yang lebih lama sekitar enam bulan. Pengelolaan dudukuhan di Desa Parakanmuncang memperkuat hasil penelitian Saptariani 2003 yang menyatakan bahwa pengelolaan lahan kebun dan dudukuhan tidak lepas dari pengelolaan sawah dan tanaman pertanian lainnya sehingga merupakan satu kesatuan pengelolaan lahan terpadu Gambar 2 Bagian lahan dudukuhan yang ditanami padi huma. Para petani yang memiliki lahan sempit hingga sedang pada umumnya memperoleh lahan dari hasil warisan. Para petani ini biasanya mengelola dudukuhan untuk tujuan subsisten atau untuk dikonsumsi sendiri. Orientasi usaha subsisten dipengaruhi oleh penguasaan lahan sempit dan budaya pembagian hak waris yang secara langsung semakin mempersempit satuan usaha yang dikuasai petani. Fenomena ini meningkatkan jumlah petani yang tidak memiliki tanah dan hanya menjadi petani penggarap. Pada akhirnya kegiatan pembagian lahan dengan sistem warisan akan ditinggalkan karena satuan usaha yang terfragmentasi menyebabkan luasan lahan yang dapat dikelola petani semakin sempit sehingga pengelolaan lahan menjadi tidak ekonomis. Para petani dengan lahan luas umumnya memperoleh lahan dudukuhan dengan cara membeli. Tabel 7 menggambarkan sebaran luas lahan yang dikelola oleh responden. Tabel 7 Distribusi Luas Lahan Dudukuhan di Desa Parakanmuncang Luas Lahan ha Jumlah Petani Pengelola Dudukuhan Persentase Sawah Persentase 0,5 0,25 – 0,5 0,25 11 9 11 36,7 30,0 33,3 9 8 - 30,0 26,7 - Jumlah 30 100,0 17 56,7 Mengingat sebagian besar lahan dudukuhan merupakan lahan milik maka hampir seluruh petani 93,3 atau 28 responden mengelola sendiri dudukuhan miliknya. Dengan demikian sistem penguasaan sumber daya lahan dan hasil-hasil dudukuhan bersifat individual dan menjadi tanggung jawab pemilik lahan. Para pemilik lahan memiliki hak penuh untuk mengelola, memungut dan melakukan pengalihan hak penguasaan lahan dan hasil-hasilnya pada orang lain. Tercatat hanya dua orang petani 6,7 yang mengelola lahan dengan sistem bagi hasil. Lahan tersebut merupakan milik orang lain yang berasal dari luar desa. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, pemilik lahan memberikan kebebasan kepada pengelola untuk mengelola lahan termasuk memilih jenis-jenis tanaman yang akan ditanam. Letak lahan bervariasi dengan jarak tempuh antara lebih dari 1 km dari rumah, 100 – 300 m dari rumah atau bahkan terletak berbatasan dengan rumah pemiliknya. Jarak lahan pada dasarnya tidak mempengaruhi hasil panen dudukuhan karena kegiatan pengelolaan dilakukan secara tradisional, sederhana dan kurang intensif.

XII. Pengelolaan Dudukuhan

Dokumen yang terkait

Peranserta Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 87

Tingkat Peranan dan Partisipasi Tokoh Agama Menuju Kemandirian Masyarakat dalam Usahatani (Kasus di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 6 150

Deindustrialisasi Pedesaan (Studi Kasus Desa Curug Bintang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 28 142

Analisa sistem pengelolaan dan nilai harapan hasil kebun pepohonan campuran (Studi kasus di Desa Nanggung dan Desa Parakanmuncang, Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor)

0 7 88

Peranan hutan dalam kehidupan rumah tangga masyarakat desa hutan (Studi kasus kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 15 98

Analisa konflik pengelolaan sumberdaya alam masyarakat desa sekitar hutan studi kasus masyarakat Desa Curugbitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

3 24 110

Kontribusi pengelolaan agroforestri terhadap pendapatan rumah tangga petani (Studi Kasus: Desa Bangunjaya, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 3 110

Kontribusi Pengelolaan Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 4 36

Ketersediaan Lahan Pada Kawasan Perkebunan Di Kabupaten Bogor Bagian Barat (Studi Kasus Kecamatan Jasinga Dan Nanggung).

0 14 63

Studi Alterasi Hidrotermal Daerah Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

0 0 10