Sifat Kimia Tepung Ubi Jalar

e. Uji Total Plate Count TPC AOAC, 1992 Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukkan ke dalam kantung plastik steril lalu dimasukkan larutan pengencer sebanyak 90 ml. Sampel tersebut kemudian di stomacher selama 1 menit. Dari hasil hancuran sampel tersebut dilakukan pengenceran dan pemupukan sampai tingkat yang dikehendaki. Larutan pengencer yang digunakan adalah NaCl 0.1 wv. Satu ml sampel dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri kemudian di tuang media Plate Count Agar PCA sebanyak ± 12-15 ml. Cawan petri tersebut segera digerakkan dengan gerakan melingkar atau gerakan seperti angka delapan untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata. Setelah media agar membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 C selama ± 48 jam. Jumlah koloni yang terbentuk pada cawan dihitung berdasarkan Standar Plate Count SPC. 3. Karakteristik Tepung Ubi Jalar

a. Sifat Kimia Tepung Ubi Jalar

1 Kadar air, metode oven AOAC, 1995 Mula-mula cawan kosong dikeringkan dengan oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 4 – 5 gram a contoh dimasukkan dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100 – 105 C selama 6 jam. Cawan yang telah berisi contoh tersebut dipindahkan ke desikator, didinginkan, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali sampai diperoleh berat konstan b. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal dengan berat akhir.Penetapan kadar air berdasarkan perhitungan: 100 x a b a bb air Kadar − = 100 x b b a bk − = Bobot air kg= kadar air x ∑bobot bahan 27 dimana : bb = berat basah bk = berat kering a = berat bahan awal b = berat bahan akhir 2 Kadar abu, metode tanur AOAC, 1995 Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 – 5 gram sampel dimasukkan dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lagi dan diabukan dalam tanur suhu 600 C sampai berwarna putih semua contoh menjadi abu dan berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penetapan kadar abu berdasarkan perhitungan : 3 Kadar protein, metode mikro-kjedahl AOAC, 1995 Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikro kjedahl. Ditimbang sejumlah kecil contoh 0.1 – 0.2 gram lalu dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. Setelah itu ditambahkan 1.9 ± 0.1 gram K 2 SO 4 , 10 ± mg HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H 2 SO 4 . Ditambahkan pula beberapa batu didih. Sampel didihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Dilakukan pendinginan cairan yang dihasilkan untuk kemudian ditambahkan 8-10 ml NaOH – Na 2 S 2 O 3 dan dimasukkan ke alat destilasi. Di bawah kondensor alat destilasi diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan beberapa tetes indikator campuran 2 bagian metil merah 0.2 dalam alkohol 100 x sampel berat abu berat bb abu Kadar = 100 ker x ing sampel berat abu berat bk = Bobot abu kg= kadar abu x ∑bobot bahan 28 dan 1 bagian methylen blue 0.2 dalam alkohol. Ujung selang kondensor harus terendam larutan tersebut untuk menampung hasil destilasi sekitar 15 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi oleh HCl 0.02 M sampai terbentuk warna abu-abu. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap blanko yang tidak mengandung sampel. Penetapan kadar protein berdasarkan perhitungan : Kadar Protein = N x FK Dimana : a = ml titrasi HCl pada sampel b = ml titrasi HCl pada blanko FK = faktor konversi 6.25 untuk tepung ubi jalar 4 Kadar lemak, Metode Sokhlet AOAC, 1995 Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi sokhlet. Pertama kali labu lemak yang akan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Sampel sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring. Setelah itu kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 C hingga mencapai berat tetap dan setelah itu didinginkan dalam desikator. 100 007 . 14 x sampel mg x HCl N x b a bb N Kadar − = 100 ker 007 . 14 x ing sampel mg x HCl N x b a bk − = Bobot protein kg= kadar protein x ∑bobot bahan 29 Selanjutnya, labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Penetapan kadar lemak berdasarkan perhitungan : 5 Kadar karbohidrat by difference Apriyantono et.al., 1989 Kadar karbohidrat bb = 100 - P + A + KA + L bk = 100 - P + A + L Dimana : P = kadar protein KA = kadar air A = abu L = kadar lemak 6 Kadar serat pangan AOAC, 1995 Sebanyak 1 gram sampel bebas lemak dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat pH 6.0 dan dibuat menjadi suspensi. Setelah itu ditambahkan 0.1 ml enzim termamyl, ditutup dan diinkubasikan pada suhu 100 C selama 15 menit, sambil sesekali diaduk. Setelah selesai erlenmeyer diangkat dan didinginkan. Pada suspensi kemudian ditambah air destilata sebanyak 20 ml dan diatur pH-nya menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin dan diinkubasikan pada suhu 40 C, diagitasi selama 60 menit. Setelah selesai, ditambah air destilata sebanyak 20 ml dan pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOH. Ditambahkan 100 mg enzim pankreatin, ditutup dan diinkubasikan pada suhu 40 C selama 60 menit sambil diagitasi. Selanjutnya pH diatur 4.5 dengan HCl, 100 x sampel berat lemak berat bb lemak Kadar = 100 ker x ing sampel berat lemak berat bk = Bobot lemak kg= kadar lemak x ∑bobot bahan Bobot Karbohidrat kg= kadar lemak x ∑bobot bahan 30 suspensi disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya porositas 2 dan ditambah 0.5 g celite kering berat tepat diketahui. Pada penyaringan dilakukan pencucian dengan 2 x 10 ml air destilata. Untuk perhitungan serat makanan tidak larut IDF, residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95 dan 2 x 10 ml aseton. Selanjutnya residu dikeringkan pada suhu 105 C sampai berat tetap. Setelah ditimbang D 1 , pada residu kering dilakukan analisa kadar abu I 1 . Untuk perhitungan serat makanan larut SDF, volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml, ditambah 400 ml etanol 95 hangat 60 C dan diendapkan selama 1 jam. Selanjutnya filtrat dengan endapannya disaring dengan crucible kering porositas 2 yang mengandung 0.5 g celite kering. Setelah itu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78, 2 x 10 ml etanol 95, dan 2 x 10 ml aseton. Endapan dikeringkan 105 C sampai berat konstan, didinginkan, dan ditimbang D 2 . Selanjutnya endapan dilakukan analisa kadar abu I 2 . Blanko untuk analisa IDF dan SDF diperoleh dengan cara yang sama seperti pada tahap persiapan sampel, tetapi pada pembuatan blanko tidak digunakan sampel, namun semua pereaksi yang digunakan dalam tahap persiapan sampel harus digunakan. Dari tahap pembuatan blanko juga diperoleh residu dan filtrat. Residu yang didapat diberi perlakuan yang sama seperti pada analisa IDF. Berat residu setelah dikeringkan dan diabukan digunakan sebagai Blangko 1 . Sementara itu, filtrat yang didapat diberikan perlakuan yang sama seperti pada analisis SDF. Berat filtrat setelah dikeringkan dan diabukan digunakan sebagai Blangko 2 . Persen IDF = D 1 – I 1 - Blangko 1 x 100 Berat sampel Persen SDF = D 2 – I 2 – Blangko 2 x 100 Berat sampel 31 Persen TDF = SDF + IDF b. Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar 1 Pengukuran viskositas , metode amilograf AACC, 1983 Sampel sebanyak 45 g dimasukkan ke dalam botol gelas yang volumenya 500 ml air ditambah dengan 450 ml air akuades, diaduk selama 5 menit dengan pengaduk, kemudian dipindahkan ke mangkuk amilograf yang sebelumnya telah dipasang pada alat. Botol gelas dan pengaduk dicuci dengan 50 ml aquades, lalu air bilasan dituangkan ke mangkuk amilograf. Mangkuk amilograf yang berisi sampel diputar pada kecepatan 75 rpm, sambil suhunya dinaikkan dari 30 o C sampai 90 o C dengan kenaikan 1.5 o C, lalu diturunkan sampai suhu 50 o C dengan laju penurunan yang sama. Perubahan viskositas pasta dicatat secara otomatis pada kertas grafik dalam satuan Brabender Unit BU. Grafik amilogram yang diperoleh dapat diinterpretasikan 4 parametar, yaitu: 1. Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai menaik 2. Suhu puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada puncak maksimum viskositas yang dicapai. Suhu ditentukan berdasarkan perhitungan berikut : Suhu gelatinisasi = suhu awal + waktu dalam menit x 1.5 3. Viskositas saat awal gelatinisasi 4. Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi , dinyatakan dalam Brabender Unit BU. 2Ketahanan adonan dan kemampuan penyerapan air pada tepung, metode farinograf AACC, 1983 Air dalam water bath diperiksa dan bila jumlah air sudah cukup maka thermostat diset pada suhu 30 o C. Pemanas dan pompa dihidupkan. 300 gram tepung dimasukkan ke dalam bowl farinograf. Mesin dihidupkan dan setelah satu menit air ditambahkan dari buret Bobot serat kg= kadar serat x ∑bobot bahan 32 yang harus selesai dalam 1.5 menit. Penambahan air diatur sehingga kurva maksimum berpusat pada 500 BU. Sisi bowl dibersihkan, lalu tutup bowl dipasang. Mesin dihentikan setelah 12 menit melalui puncak atau meninggalkan 500 BU. Adonan dikeluarkan dan bagian bowl dibersihkan dengan lap basah, kemudian dikeringkan dengan lap kering. Parameter uji farinograf yaitu : 1. Penyerapan air : yaitu jumlah air yang diperlukan untuk membentuk adonan dengan konsistensi maksimum 500 BU 2. Arrival time : waktu yang dibutuhkan untuk bagian atas kurva mencapai garis 500 BU atau hingga adonan menjadi homogen 3. Waktu puncak dough development :waktu dari mulai ditambahkan air hingga mencapai konsistensi maksimum 4. Stabilitas : waktu mulai dari arrival time hingga bagian atas kurva turun meninggalkan garis 500 BU 5. Indeks toleransi terhadap pengadukan : diukur dari puncak hingga bagian atas kurva pada saat lima menit sesudah mencapai puncak, dinyatakan dalam satuan Brabender Unit BU. 3 Kekuatan adonan dan ketahanan terhadap peregangan, metode ekstensograf AACC, 1983 Air pada water bath diperiksa dan bila sudah cukup maka thermostat diset pada suhu 30 o C. Pemanas dan pompa dihidupkan. Buret diisi dengan aquades hingga penuh, ditimbang 6 gram NaCl, kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Air ditambahkan dari buret yang cukup untuk membentuk konsistensi maksimum 500 BU. Mesin farinograf dihidupkan dan ditambahkan larutan NaCl. Setelah satu menit, adonan diistirahatkan selama lima menit. Mesin dihidupkan kembali selama tiga menit. Rounder, molder dan sample holder disiapkan dan diolesi dengan minyak parafin. Adonan dari bowl farinograf ditimbang 150 gram, dibulatkan dalam rounder, dan digulung dengan 33 molder. Lonjoran adonan diletakkan pada tempat sample ekstensograf yang dipasang pada suhu 30 o C. Ekstensibilitas adonan diukur tiga kali dengan selang waktu 45 menit. Parameter ekstensograf yaitu : 1. Resistensi terhadap peregangan Dw : resistensi adonan setelah peregangan 5 cm Brabender Unit 2. Resistensi maksimum Dm : resistensi yang paling tinggi yang dicapai kurva ekstensograf Brabender Unit 3. Ekstensibilitas Db : Panjang kurva mm 4. Rasio resistensi terhadap ekstensibilitas DwDb 5. Energi : luas kurva cm 2 . 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN