Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 82 orang 57,3 responden yang mempunyai persepsi positif terhadap pemakaian vasektomi yang membutuhkan
banyak biaya dan tidak sesuai dengan ajaran agama dan 61 42,7 mempunyai persepsi negatif terhadapa pemakaian vasektomi.
Sebanyak 136 95,1 responden yang mempunyai persepsi positif terhadap pemakaian kondom dan 7 responden 4,9 yang mempunyai persepsi
negatif terhadap pemakaian kondom. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah responden yang menggunakan kontrasepsi pada laki-laki. Sesuai dengan BKKN
2004, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki adalah informasi dan sosialisasi
tentang alat kontrasepsi dan pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan kontrasepsi pada laki-laki, persepsi dimasyarakat bahwa wanita harus
menggunakan alat kontrasepsi, keterbatasan pelayanan kesehatan untuk kontrasepsi pada laki-laki serta sikap negatif dari pembuat kebijakan.
5.2.4 Hubungan Karakteristik Responden dengan Persepsi Suami tentang
penggunaan kontrasepsi pada laki laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai
Analisa hubungan karakteristik responden dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki diukur dengan menggunakan uji chi
square. Hasil penelitian didapat sebagai berikut : Hubungan umur dengan persepsi suami tentang penggunaan alat
kontrasepsi pada laki laki didapat p 0.276 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan persepsi suami tentang
Universitas Sumatera Utara
penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Dengan kata lain bahwa laki-laki yang berumur 17-35 tahun sama persepsinya dengan laki-laki yang berumur35 tahun.
Hal ini bertentangan dengan pendapat Saroha 2009 yang menyatakan bahawa ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih kontrasepsi yaitu faktor
pasangan, faktor kesehatan, dan metode kontrasepsi. Dalam faktor pasangan harus mempertimbangkan dari segi umur, gaya hidup, frekuensi senggma dan jumla
anak yang diinginkan. Dalam faktor kesehatan mempertimbangkan status kesehatan, riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik,. Sedangkan dalam fktor alat
kontrasepsi harus mempertimbangkan efektifitas, dapat dipakai untuk jangka panjang, komplikasi dan biaya.
Hubungan suku dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki laki didapat p 0.472 0,05 yang berarti bahwa variabel
independen suku juga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki laki. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Bertrand 1980 yang dikutip dalam fiona 2009 menyatakan ada tiga hal yang mempengaruhi
pemakaian kontrasepsi yaitu faktor sosio demografi, sosio psikologi, serta pemberi pelayanan KB. Yang termasuk dalam sosio demografi adalah umur,
tingkat pendidikan, jenis kelamin, agama, pekerjaan, tempat tinggal dan jumlah anak. Faktor sosio psikologi adalah kepercayaan dan kepuasaan tehadap
pelayanan KB. Pemberi pelayanan KB termasuk didalamnya keterampilan petugas pelayanan KB. Menurut peneliti hal ini bisa saja terjadi karena dalam pemilihan
kontrasepsi, masyarakat pada umumnya tidak selalu dipengaruhi oleh pandangan
Universitas Sumatera Utara
prilaku masyarakat yang berlaku di lingkungannya tetapi juga dipengaruhi oleh pendangan tentang dirinya sendiri atau oleh pergaulannya
Hubungan agama dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki laki didapat p 0.029 0,05 yang berarti bahwa agama memiliki
hubungan yang bermakna dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini sesuai dengan BKKBN 2007 yang
menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam penggunaan KB dan kesehatan reproduksi antara lain adalah pengetahuan,
sikap, faktor lingkungan, sosial, budaya agama, dan keterbatasan jenis kontrasepsi pria. Peneliti juga berasumsi ini terjadi karena mayoritas responden bergama
Islam, sesuai dengan pernyataan MUI 2009 alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan man’u al-haml,
bersifat sementara tidak permanen dan dapat dipasang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau
oleh orang lain yang pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus
berasal dari bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan mudarat bagi kesehatan.
Hubungan pendidikan dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki laki didapat p 0.000 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Bertrand 1980 yang dikutip dalam fiona 2009 menyatakan ada tiga hal yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi
yaitu faktor sosio demoografi, sosio psikologi, serta pemberi pelayanan KB. Yang termasuk dalam sosio demografi adalah umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin,
Universitas Sumatera Utara
agama, pekerjaan, tempat tinggal dan jumlah anak. Faktor sosio psikologi adalah kepercayaan dan kepuasaan tehadap pelayanan KB. Pemberi pelayanan KB
termasuk didalamnya keterampilan petugas pelayanan KB. Makin tinggi pendidikan makin banyak informasi yang diterima mengenai KB. Kasarda dan
Holsinger dalam Ediastuti, 1995 dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pendidikan tersebut juga akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan usaha
pemakaian kontrasepsi. Hubungan metode KB dengan persepsi suami tentang penggunaan alat
kontrasepsi pada laki laki didapat p 0.507 0,05 yang berarti bahwa variabel independen suku tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan persepsi suami
tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Suku apapun yang yang dimiliki responden tidak mempengaruhi persepsi laki-laki tentang penggunaan
alat kontrasepsi pada laki-laki. Hubungan pekerjaan dengan persepsi suami tentang penggunaan alat
kontrasepsi pada laki laki didapat p 0.000 0,05. Pria atau suami, memiliki peran yang lebih dominan dalam mengambil keputusan terhadap kesehatan
reproduksi wanita. Namun, informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi bagi pria di Indonesia masih sangat kurang, terutama kurang tersedianya metode
kontrasepsi yang digunakan oleh laki-laki. Memasuki awal perkawinan, suami memiliki peran penting dalam menentukan kelahiran anak. Dari perencanakan
keluarga yang meliputi penentuan jumlah anak, kapan istri hamil, dimana istri akan melahirkan, ditolong oleh siapa dan sebagainya, merupakan peran suami
dalam menjaga kesehatan reproduksi. Ketika istri hamil, suami bisa menjamin bahwa istri melakukan pemeriksaan yang baik dan teratur, memperoleh makanan
Universitas Sumatera Utara
bergizi, merasa tenang dan bahagia. Begitupun saat istri melahirkan, suami memastikan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan. Tidak cukup hanya itu,
setelah bayi lahir suami pun sangat berperan penting mendorong istri untuk segera menyusui bayinya, menjamin tersedianya makanan bergizi, membantu pekerjaan
rumah tangga, membantu memelihara bayi dan segera memilih metode kontrasepsi intinya dalam pemilihan kontrasepsi pria akan cenderung memilih
metode kontrasepsi yang sesuai dengan biaya yang dimilikinya dan itu tergantung dari apa pekerjaannyaBKKBN, 2004.
Hubungan pendapatan dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki laki didapat p 0.107 0,05 yang berarti bahwa variabel
independen pendapatan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini tidak sesuai
dengan BKKBN 2004 yang menyatakan rendahnya partisipasi pria dalam menggunakan kontrasepsi karena kurangnya informasi dan sosialisasi, adanya
persepsi di masyarakat yang menganggap hanya wanita yang menjadi sasaran KB, keterbatasan metode kontrasepsi pada laki-laki, kebijakan- kebijakan yang
mendukung seperti larangan iklan kondom, sumber daya yang terbatas dan biaya dan mahalnya harga untuk melakukan kontrasepsi terutama vasektomi. Peneliti
berasumsi bahwa hal ini terjadi karena daya beli vasektomi di kalangan masyarakat rendah mereka lebih memilih memakai kondom yang harganya
terjangkau. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan dari tujuh item karakteristik
responden yaitu : umur, suku, agama, pendidikan, metode KB, pekerjaan, dan pendapatan hanya agama, pendidikan dan pekerjaan yang mempunyai hubungan
Universitas Sumatera Utara
yang bermakna dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki sedangkan umur, suku, metode KB dan pendapatan tidak mempunyai
hubungan yang bermakna dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian responden terbanyak berumur 35 tahun 58, suku responden mayoritas adalah suku Batak yaitu sebanyak 48 orang 33,6,
agama Islam sebanyak 115 orang 80,4, sebanyak 61 orang responden berpendidikan SMA 42,7, responden yang tidak menggunakan metode KB
sebanyak 52 orang 36,4, sebanyak 37 orang 25,9 responden yang memiliki pekerjaan selain PNS, swasta, petani dan wiraswasta, serta sebanyak 85 orang
59,4 responden yang berpenghasilan Rp 850.000. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat sebanyak 88 orang
responden yang mempunyai persepsi positif tentang penggunaan kontrasespi pada laki-laki secara umum dan sebanyak 55 orang 38,5 responden memiliki
persepsi negatif tentang penggunaan kontrasepsi pada laki-laki. Dari hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 135 94,5 responden yang
memiliki persepsi positif terhadap metode kontrasepsi senggama terputus, dan sebanyak 8 5,6 responden yang memiliki persepsi negatif tentang metode
kontrasepsi senggama terputus. Sebanyak 19 orang 13,3 dari responden yang mempunyai persepsi positif tentang metode kontrasepsi pantang berkala pada lai-
laki, serta 124 orang 86,7 yang mempunyai persepsi negatif tentang metode kontrasepsi pantang berkala. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 82 orang
57,3 responden yang mempunyai persepsi positif terhadap pemakaian vasektomi dan 61 42,7 mempunyai persepsi negatif terhadap pemakaian
Universitas Sumatera Utara