Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Laki-laki

harus konsultasi ke dokter, senggama terputus merupakan metode yang praktis juga hanya saja bisa mengganggu kepuasan hubungan seksual, sebagian kecil responden menggunakan vasektomi karena sebagian masyarakat berpendidikan tinggi dan selebihnya menggunakan pantang berkala walaupun resiko kegagalan sangat tinggi ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai metode ini. Persepsi adalah proses menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya melalui indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium Slameto, 2003. Persepsi positif suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki merupakan awal terwujudnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Partisipasi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki akan berpengaruh dalam membantu mewujudkan program keluarga berencana yaitu untuk mengurangi angka kelahiran, mengatur jarak kelahiran untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sehingga tercapai keluarga kecil bahagia sejahtera BKKBN, 2004.

5.2.2 Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Laki-laki

secara umum Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa 88 orang 61,5 responden memiliki persepsi positif terhadap alat kontrasepsi pada laki-laki secara umum. Peneliti mengasumsikan bahwa hal ini terkait dengan latar belakang dari responden yang mayoritas adalah lulusan SMA 42,7 dan 41,3 responden adalah lulusan perguruan tinggi, yang telah mendapatkan materi tentang Universitas Sumatera Utara kontrasepsi secara umum dan pentingnya partisipasi suami dan istri dalam mewujudkan program KB dan dari data yang diperoleh responden menyatakan bahwa mereka tahu tentang pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Menurut Neufeld 1996 persepsi adalah pemahaman, pengetahuan dan lain-lain, yang diperoleh dengan merasakan atau mengobservasi ide, konsep, kesan dan lain-lain. Menurut Rahmat,1992 dalam Jurnal Keperawatan Rufaidah,2005 bahwa pengalaman dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Hal ini juga sesuai dengan penelitikan Joomla, 2009 bahwa seseorang yang belum pernah memperoleh informasi tentang suatu objek, akan memiliki persepsi yang buruk daripada individu yang telah memperoleh informasi sebelumnya, namun hal itu bertentangan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 52 36,4 responden tidak menggunakan kontrasepsi namun memiliki persepsi yang positif terhadap alat kontrasepsi pada laki-laki secara umum. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang, dan pengetahuan akan mempengaruhi persepsi. Namun, terdapat 55 orang yang mempunyai persepsi negatif terhadap alat kontrasepsi pada laki-laki secara umum. Peneliti berasumsi bahwa dari 143 orang responden terdapat 6,2 berpendidikan SMP, sebanyak 4,2 SD dan 4,2 tidak tamat SD, hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang berpendidikan SMA dan Perguruan Tinggi akan lebih mudah dalam menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Universitas Sumatera Utara 5.2.3 Persepsi Suami tentang Penggunaan 4 Jenis Alat Kontrasepsi pada Laki-laki Dari hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 135 94,5 responden yang memiliki persepsi positif terhadap metode kontrasepsi senggama terputus, dan sebanyak 8 5,6 responden yang memiliki persepsi negatif tentang metode kontrasepsi senggama terputus, artinya mayoritas responden mempunyai persepsi positif terhadap metode kontrasepsi senggama terputus. Hal ini didukung berdasarkan penelitian Desra 2009 sebanyak 58 memiliki persepsi positif bahwa senggama terputus sangat praktis digunakan karena dapat dilakukan kapan saja dan tanpa efek samping Sebanyak 19 orang 13,3 dari responden yang mempunyai persepsi positif tentang metode kontrasepsi pantang berkala pada laki-laki, serta 124 orang 86,7 yang mempunyai persepsi negatif tentang metode kontrasepsi pantang berkala. Sebanyak 63 orang 63 dari responden tidak setuju bahwa pantang berkala merupakan metode KB yang tidak membutuhkan kerja sama dengan istri. Mayoritas responden menjawab tidak setuju dan tidak tahu pada pernyataan dengan metode KB pantang berkala kemungkinan kehamilan sangat besar. Peneliti berasumsi hal ini terjadi karena tingkat pengetahuan responden yang rendah dan juga responden kurangnya informasi tentang metode kontrasepsi pantang berkala. Ini juga terjadi karena malasnya responden untuk mempertimbangkan keadaan haid istri karena menurut responden akan buang- buang waktu hal ini juga didukung dengan dari pernyataan kontrasepsi hanya buang-buang waktu dan uang yaitu sebanyak 63 orang 44,8 menyatakan setuju dan 43 0rang 30,1 menyatakan sangat setuju. Universitas Sumatera Utara Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 82 orang 57,3 responden yang mempunyai persepsi positif terhadap pemakaian vasektomi yang membutuhkan banyak biaya dan tidak sesuai dengan ajaran agama dan 61 42,7 mempunyai persepsi negatif terhadapa pemakaian vasektomi. Sebanyak 136 95,1 responden yang mempunyai persepsi positif terhadap pemakaian kondom dan 7 responden 4,9 yang mempunyai persepsi negatif terhadap pemakaian kondom. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah responden yang menggunakan kontrasepsi pada laki-laki. Sesuai dengan BKKN 2004, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki adalah informasi dan sosialisasi tentang alat kontrasepsi dan pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan kontrasepsi pada laki-laki, persepsi dimasyarakat bahwa wanita harus menggunakan alat kontrasepsi, keterbatasan pelayanan kesehatan untuk kontrasepsi pada laki-laki serta sikap negatif dari pembuat kebijakan.

5.2.4 Hubungan Karakteristik Responden dengan Persepsi Suami tentang