Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

(1)

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA

CAKUPAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN SARUDIK

KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh

RHENY PUSPITA MARPAUNG 121121085

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan. Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing akademik 4. Ibu Nur Asiah, S.Kep., Ns selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan masukan yang berharga, menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Ibu Nur Afi Darti, S. Kp, M. Kep selaku dosen penguji I dan Ibu Diah

Arruum, S. Kep, Ns., M. Kep selaku dosen penguji II yang memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Ernita Naibaho selaku Staff Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah dan seluruh Staff Puskesmas Sarudik yang menyediakan waktu dalam pengumpulan data penelitian ini.


(5)

7. Kedua orang tuaku A. Marpaung dan D. Lumbantobing dan saudara- saudaraku ( Wendy M, Wempy M, dan Dewi M ) yang tidak pernah putus memberikan kasih sayang, doa, dukungan moral dan materil serta semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman terbaikku (Lilis Andriani, Nora Royekha S dan Sri Pratiwi), dan teman satu bimbingan (Yenny dan Jupiter) yang selalu memberi semangat satu sama lain. Semoga kita sukses dalam segala cita-cita kita. Amin.

9. Teman-teman seperjuangan FKep USU Ekstensi angkatan 2012 yang selalu memberi semangat satu sama lain. Semoga kita semua sukses dan mendapatkan hasil yang terbaik . Amin.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dari segi isi dan penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, 28 Januari 2014


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ……….… ii

Halaman Pernyataan ……….… iii

Prakata ………..…. iv

Daftar Isi ……….… vi

Daftar Tabel……….… viii

Daftar Skema ……….. ix

Daftar Lampiran ……….. x

Abstrak ……… xii

BAB 1. Pendahuluan ……….. 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ……….. 7

1.3. Tujuan Penelitian ……… 7

1.3.1. Tujuan Umum ………. 7

1.3.2. Tujuan Khusus ……… 7

1.4. Manfaat Penelitian ……….. 7

1.4.1. Bagi Pelayanan Keperawatan ………. 7

1.4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan ………... … 8

1.4.3. Bagi Peneliti Keperawatan ………. 8

BAB 2. Tinjauan Pustaka ... 9

2.1. Air Susu Ibu (ASI) dan ASI Eksklusif …………..…. 9

2.1.1. Klasifikasi ASI ……….... 10

2.1.2. Kandungan ASI ……….... 12

2.1.3. Tujuan Pemberian ASI eksklusif ………..… 13

2.1.4. Cara Mencapai ASI eksklusif ……… 14

2.1.5. Manfaat Pemberian ASI eksklusif ……….... 14

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI eksklusif ……… 17

2.2.1. Faktor Internal ………..…. 17

2.2.2. Faktor Eksternal ……….... 23

BAB 3. Kerangka Konseptual ………..…. 28

3.1. Kerangka Konsep ………..… 28

3.2. Definisi Operasional ……….… 29

BAB 4. Metodologi Penelitian ……….... 32

4.1. Desain Penelitian ………..… 32


(7)

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 33

4.4. Pertimbangan Etik ………. 33

4.5. Instrumen Penelitian ……….. 34

4.6. Uji Validitas - Reliabilitas ………. 36

4.7. Rencana Pengumpulan Data ………..….. 37

4.8. Analisa Data ……….… 39

BAB 5. Hasil dan Pembahasan ………..…… 45

5.1. Hasil Penelitian ………..…… 45

5.1.1. Karateristik Responden ………...… 45

5.1.2. Faktor-Faktor Internal ……… 46

5.1.3. Faktor-Faktor Eksternal ……….…… 48

5.2. Pembahasan ……….……. 50

5.2.1. Faktor- Faktor Internal ……… 50

5.2.2. Faktor-Faktor Eksternal ………..… 54

BAB 6. Penutup ………..…… 59

6.1. Kesimpulan ………..…. 59

6.2. Saran ………..…… 59

6.2.1. Pelayanan Kesehatan ……… 59

6.2.2. Penelitian Keperawatan ………..…… 60

6.2.3. Pendidikan Keperawatan ………..….. 60 Daftar Pustaka


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi ASI, ASI transisi, dan ASI matur ……….. 12 Tabel 2.2. Perbandingan komposisi gizi dalam kolostrum

ASI dan susu sapi ……….. 13

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ……… 46 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Faktor Internal ... 47 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Kerangka konsep faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan kepada Responden Penelitian

Lampiran 2 Lembar Persetujuan menjadi Responden Penelitian

Lampiran 3 Instrumen Penelitian

Lampiran 4 Surat Survey Awal dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5 Surat Izin Survey Awal Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah

Lampiran 6 Surat Persetujuan Etik Penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lampiran 7 Surat Ethical Clearence dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Lampiran 8 Surat Izin Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9 Surat Pengambilan Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah

Lampiran 10 Surat Selesai Pengambilan Data dari Puskesmas Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah


(11)

Lampiran 11 Hasil SPSS Uji Reliabel dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif

Lampiran 12 Distribusi Frekuensi dari Setiap Pertanyaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif

Lampiran 13 Hasil SPSS dari Setiap Pertanyaan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif

Lampiran 14 Hasil Uji Reliabel dari Setiap Pertanyaan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif


(12)

Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

Nama Mahasiswa : Rheny Puspita Marpaung

NIM : 121121085

Program : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun : 2014

Abstrak

ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah. Pemberian ASI secara Eksklusif secara enam bulan pertama kelahiran akan berdampak sangat positif bagi tumbuh kembang bayi baik secara fisik maupun emosional. Namun, cakupan pemberian ASI Eksklusif di beberapa daerah di Indonesia masih dibawah target Pemerintah Indonesia sebesar 80 %. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif pada 98 ibu yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan. Hasil penelitian menunjukkan cakupan ASI Eksklusif rendah di pengaruhi oleh beberapa faktor meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Hasil faktor internal, sebanyak 38,8 % memiliki pengetahuan baik, 51 % memiliki persepsi negatif dan kondisi kesehatan sebesar 52 % baik dan hasil faktor eksternal, 94,9 % petugas kesehatan mendukung, 62,2 % terpajan promosi susu formula, 37,8 % tidak terpajan, 87,7 % mendapat dukungan dari orang terdekat, dan 82,7 % memberikan minuman/makanan tambahan karena tradisi. Faktor yang paling mempengaruhi adalah faktor budaya dengan persentase sebesar 82,7 %. Penelitian ini merekomendasikan agar petugas kesehatan lebih meningkatkan edukasi terkait pemberian ASI Eksklusif.


(13)

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Program peningkatan penggunaan ASI menjadi prioritas karena dampaknya yang luas terhadap status gizi dan kesehatan balita, dengan demikian kesehatan anak sangat tergantung pada kesehatan ibu terutama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui (Zainuddin, 2008 dalam Jafar, 2011).

Resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 2001 menegaskan bahwa tumbuh kembang anak secara optimal merupakan salah satu hak asasi anak. Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan dilanjutkan dengan pemberian air susu ibu (ASI) (Prawirohardjo, 2009). Salah satu hak asasi anak yang berkaitan dengan pemberian ASI adalah hak untuk hidup dan mendapat makanan, bayi berhak mendapat makanan yang berstandar emas dimana dimulai dari Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif, MP-ASI setelah bayi 6 bulan, dan ASI sampai bayi berusia 2 tahun (Maryunani, 2012).

Salah satu tujuan Millenium Development Goals ( MDG’s ) Indonesia tahun 2015 menargetkan penurunan sebesar dua pertiga untuk angka kematian bayi dan balita dalam kurun waktu 1990 – 2015. Oleh sebab itu, Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan angka kematian bayi dari 68/1.000 KH menjadi 23/1.000 KH dan angka kematian balita dari 97/1.000 KH menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Untuk menghadapi tantangan dan target MDGs,


(15)

maka diperlukan adanya salah satu program yaitu program ASI Eksklusif (Sari, 2013).

Sebelum tahun 2001, World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk memberikan ASI Eksklusif selama 4-6 bulan. Namun pada tahun 2001, setelah melakukan telaah artikel penelitian secara sistematik dan berkonsultasi dengan para pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI Eksklusif tersebut dari 4-6 bulan menjadi 6 bulan. Hasil telaah artikel tersebut menyimpulkan bahwa bayi yang disusui secara Eksklusif sampai 6 bulan umumnya lebih sedikit menderita penyakit gastrointestinal, dan lebih sedikit mengalami gangguan pertumbuhan (Fikawati & Syafiq, 2010).

Perkembangan terbaru tentang ASI Eksklusif terdapat di dalam Undang-Undang Kesehatan RI No 36 tahun 2009 bahwa, setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif selama 6 (enam) bulan baik di tempat kerja maupun di sarana umum. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI Eksklusif, akan mendapat sanksi hukuman denda atau kurungan penjara (Depkes, 2012).

ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Namun demikian ada suatu hal yang sangat disayangkan, yakni rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya ASI bayi. Akibatnya, program pemberian ASI Ekslusif tidak berlangsung secara optimal (Prasetyo,2009). Nutrisi dalam ASI


(16)

mencakup hampir 200 unsur zat makanan. Unsur ini mencakup hidrat arang, lemak, protein, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang proporsional (Purwanti, 2004).

Pemberian ASI secara Ekslusif adalah pemberian ASI tanpa makanan ataupun minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Makanan atau minuman lain yang dimaksud misalnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, ataupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Bahkan air putih pun tidak diberikan dalam tahap ASI Eksklusif ini (Kodrat,2010). Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi Indonesia dan 1,3 juta bayi di seluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI Eksklusif (Amiruddin, 2011).

Pemberian ASI Eksklusif secara baik sekitar enam bulan pertama kelahiran akan berdampak sangat positif bagi tumbuh kembang bayi baik secara fisik maupun emosional. Bayi akan tumbuh lebih sehat dengan sistem kekebalan tubuh yang sempurna dari air susu ibu (ASI). Karena ASI mampu memberi perlindungan yang sempurna bagi bayi yang baru lahir. Berdasarkan data WHO tahun 2012, cakupan ASI Eksklusif masih rendah untuk negara berkembang dan negara miskin termasuk Indonesia. Selain itu ASI juga meningkatkan Intelegensi

Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ) anak. Menyusui juga dapat

menciptakan ikatan psikologi dan kasih sayang yang kuat antara ibu dan bayi, mencegah perdarahan setelah melahirkan, mempercepat mengecilnya rahim (Ida, 2009 dalam Arasta, 2010).


(17)

The United Children’s of Found (UNICEF) menyatakan, terdapat 30.000 kematian bayi di Indonesia dari 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahunnya. UNICEF menyebutkan bukti ilmiah terbaru, yang juga dikeluarkan Journal Paediatrics, bahwa bayi yang diberikan susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahiran dan peluang itu 25 kali lebih tinggi dibandingakan bayi yang disusui oleh ibunya secara eklsklusif (Firmansjah, 2008 dalam Arasta, 2010).

Menurut UNICEF seorang anak yang diberikan ASI memiliki kesempatan untuk bertahan hidup tiga kali lebih besar dibanding temannya yang tidak mendapatkan ASI. Baru-baru ini sebuah analisa memperkirakan bahwa sebuah intervensi, yaitu pemberian ASI selama 6 bulan dapat menyelamatkan 1,3 juta jiwa di seluruh dunia termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran (Bunga, 2008).

Berdasarkan data Susenas tahun 2004-2008 cakupan pemberian ASI Ekslusif di Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan turun dari 62,2% (2007) menjadi 56,2% tahun 2008, sedangkan pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% (2007) menjadi 24,3% (2008) (Minarto, 2011). Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007 memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI Eksklusif dari 40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007 (Fikawati & Syafiq, 2010).

Banyak faktor yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan. Berdasarkan hasil penelitian Judarwanto (2006), faktor-faktor


(18)

yang mempengaruhi kegagalan ASI adalah (32%) disebabkan kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif, ibu-ibu menghentikan pemberian ASI karena produksi ASI kurang. Sebenarnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI yang cukup melainkan karena kurangnya pengetahuan ibu; (28%) disebabkan oleh ibu bekerja sehingga ibu-ibu menghentikan pemberian ASI Eksklusif karena harus kembali bekerja; (16%) disebabkan oleh gencarnya promosi susu formula, dimana ibu-ibu menghentikan pemberian ASI karena pengaruh iklan susu formula. Sedangkan lainnya (24%) disebabkan oleh faktor sosial budaya yang meliputi nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat yang menghambat keberhasilan ibu dalam pemberian ASI Eksklusif, faktor dukungan dari petugas kesehatan dimana kegagalan pemberian ASI Eksklusif disebabkan kurangnya dukungan dari petugas kesehatan yang dianggap paling bertanggung jawab dalam keberhasilan keberhasilan penggalakan ASI dan faktor dari keluarga dimana banyak ibu yang gagal memberikan ASI Eksklusif karena orang tua, nenek atau ibu mertua mendesak ibu untuk memberikan susu tambahan formula. Hal ini juga didukung oleh pernyataan UNICEF yang menyebutkan bahwa ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula, merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua didalam memberikan ASI Eksklusif (Aprillia, 2010)

Menurut data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2012 banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada bayi meliputi sangat terbatasnya tenaga konselor ASI; belum maksimalnya kegiatan


(19)

edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI; masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIEASI (Komunikasi Indikasi Edukatif Air Susu Ibu); kebiasaan pemberian makanan tambahan; dan belum optimalnya membina kelompok pendukung ASI.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Kecamatan Sarudik didapat data bahwa rata-rata pendidikan ibu-ibu di Kecamatan Sarudik berpendidikan SMU, budaya yang ada di Kecamatan Sarudik masih seringnya bayi yang baru lahir langsung diberi madu, air gula dan susu formula karena alasan biar tidak susah mengurus bayi pada saat ditinggalkan ketika ibu sudah mulai bekerja dan peran petugas kesehatan yang kurang dimana baru saat ini petugas lebih aktif memberikan informasi tentang ASI Eksklusif pada ibu yang baru melahirkan.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah bahwa cakupan ASI Eksklusif tahun 2012 sekitar 20,5 %, sedangkan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu Kecamatan Sarudik, dengan cakupan ASI Eksklusif tahun 2012 hanya berkisar 0,6 %. Data ini masih jauh dari yang ditargetkan oleh Dinas kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang menargetkan cakupan ASI Eksklusif sebesar 60 % dan Pemerintah Indonesia yang menargetkan Cakupan ASI Eksklusif sebesar 80 %.

Berdasarkan data- data diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah”.


(20)

1.2. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan penelitian dari masalah di atas adalah apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi faktor internal yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

2. Mengidentifikasi faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

3. Mengidentifikasi faktor yang paling mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Sebagai informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan dan juga petugas kesehatan agar melakukan sosialisasi dan promosi tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi selama enam bulan dan dapat menetapkan strategi yang tepat untuk meningkatkan pemberian ASI Eksklusif berdasarkan faktor- faktor yang diteliti.

1.4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan wawasan sehingga nantinya bisa mengaplikasikan teori dengan praktek di lapangan tentang pemberian ASI Eksklusif.

1.4.3. Bagi Peneliti Keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan faktor- faktor pemberian ASI untuk melihat kembali masing- masing faktor secara mendalam.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Susu Ibu (ASI) & ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, dan berguna sebagai makanan bayi (Kristiyansari, 2009).

ASI adalah sebuah cairan tanpa tanding ciptaan Allah untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem saraf. Makanan- makanan tiruan untuk bayi yang diramu menggunakan teknologi masa kini tidak mampu menandingi keunggulan makanan ajaib ini (Yahya, 2005 dalam Maryunani, 2012).

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman pendamping (termasuk air jeruk, madu, air gula), yang dimulai sejak bayi baru lahir sampai dengan usia enam bulan (Sulistyawati, 2009).

ASI Eksklusif didefenisikan sebagai pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak ada makanan tambahan sampai dengan


(23)

bayi berumur enam bulan. Makanan tambahan yang dimaksud yaitu susu formula, air matang, jus buah, air gula, dan madu. Vitamin, mineral, maupun obat dalam bentuk tetes atau sirup tidak termasuk dalam makanan tambahan (Dee, 2007; Pearl et all, 2004 dalam Pertiwi, 2012).

2.1.1. Klasifikasi ASI

ASI dibedakan dalam tiga stadium yaitu: kolostrum, air susu transisi, dan air susu matur. Komposisi ASI hari 1-4 (kolostrum) berbeda dengan ASI hari 5-10 (transisi) dan ASI matur (Maryunani, 2012).

1. Kolostrum

Kolostrum merupakan susu pertama keluar berbentuk cairan kekuning-kuningan yang lebih kental dari ASI matang. Kolostrum mengandung protein, vitamin yang larut dalam lemak, dan mineral yang lebih banyak dari ASI matang. Kolostrum sangat penting untuk diberikan karena selain tinggi immunoglobulin A (IgA) sebagai sumber imun pasif bayi, kolostrum juga berfungsi sebagai pencahar untuk membersihkan saluran pencernaan bayi baru lahir. Produksi kolostrum dimulai pada masa kehamilan sampai beberapa hari setelah kelahiran. Namun, pada umumnya kolostrum digantikan oleh ASI transisi dalam dua sampai empat hari setelah kelahiran bayi (Brown, 2004; Olds et all, 2000; Roesli, 2003 dalam Pertiwi, 2012).


(24)

2. ASI Transisi

ASI transisi diproduksi mulai dari berhentinya produksi kolostrum sampai kurang lebih dua minggu setelah melahirkan. Kandungan protein dalam ASI transisi semakin menurun, namun kandungan lemak, laktosa, vitamin larut air, dan semakin meningkat. Volume ASI transisi semakin meningkat seiring dengan lamanya menyusui dan kemudian digantikan oleh ASI matang (Olds et all, 2000; Roesli, 2003 dalam Pertiwi, 2012).

3. ASI Matur/ matang

ASI matang mengandung dua komponen berbeda berdasarkan waktu pemberian yaitu foremilk dan hindmilk. Foremilk merupakan ASI yang keluar pada awal bayi menyusu, sedangkan hindmilk keluar setelah permulaan let-down. Foremilk mengandung vitamin, protein, dan tinggi akan air. Hindmilk mengandung lemak empat sampai lima kali lebih banyak dari foremilk (Olds et all, 2000; Roesli, 2003 dalam Pertiwi, 2012).

Kandungan

Kolostrum Transisi ASI Matur

Energi (Kgkal)

57,0 63,0 65,0

Laktosa (gr/100ml)

6,5 6,7 7,0

Protein (gr/100ml)

2,9 3,6 3,8

Mineral (gr/100ml)


(25)

Immunoglubin:

Ig A (mg/100 ml)

335,9 - 119,6

Ig G (mg/100 ml)

5,9 - 2,9

Ig M (mg/100 ml)

17,1 - 2,9

Lisosin (mg/100 ml)

14,2-16,4 - 24,3-27,5

Laktoferin

420-520 - 250-270

Tabel 2.1. Komposisi ASI, ASI transisi dan ASI matur

2.1.2. Kandungan ASI

ASI adalah makanan untuk bayi. Kandungan gizi dari ASI sangat khusus dan sempurna serta sesuai dengan kebutuhan umbuh kembang bayi. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K. Maka setelah lahir biasanya bayi diberikan tambahan vitamin K dari luar (Maryunani, 2012).

Zat gizi per 100 ml Satuan Kolostrum ASI ( > 30 hari) Susu Sapi

Energi Kka 58 70 65

Protein Gr 2.3 1.1 3.3


(26)

Alpha- lactalbumin Mg 140 187

Laktoferin Mg 330 167

Secretory IgA Mg 364 162

Lemak G 2.9 2.9 3.8

Laktosa G 5.3 5.3 4.7

Kalsium Mg 28 28 120

Vitamin A Mg retinol 151 151 40

Tabel 2.2. Perbandingan komposisi gizi dalam kolostrum, ASI, dan susu sapi (Sumber: Program Manajemen Laktasi- Perinasia, 2006)

2.1.3. Tujuan pemberian ASI Eksklusif

Tujuan pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan berperan dalam pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 dalam Roesli (2012). Tujuan dari MDGs tersebut adalah:

a. Membantu mengurangi kemiskinan

Jika seluruh bayi yang lahir di Indonesia disusui ASI secara Eksklusif 6 bulan maka akan mengurangi pengeluaran biaya akibat pembelian susu formula:

b. Membantu mengurangi kelaparan

Pemberian ASI Eksklusif membantu mengurangi angka kejadian kurang gizi dan pertumbuhan yang terhenti yang umumnya terjadi sampai usia 2 tahun


(27)

c. Membantu mengurangi angka kematian anak balita

Berdasarkan penelitian WHO (2000) di enam Negara berkembang, resiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui.

2.1.4. Cara mencapai ASI Eksklusif

Langkah- langkah untuk mencapai ASI Eksklusif berdasarkan rekomendasi WHO dan UNICEF Tahun 2006 dalam Maryunani (2012) adalah: menyusui dalam satu jam setelah kelahiran; menyusui secara Eksklusif hanya ASI, artinya tidak ditambah makanan atau minuman lain bahkan air putih sekalipun; menyusui kapanpun bayi meminta (on- demand), sesering yang bayi mau, siang dan malam; tidak menggunakan botol susu maupun empeng; mengeluarkan ASI dengan memompa atau memerah dengan tangan, disaat tidak bersama anak; mengendalikan emosi dan pikiran agar tenang..

2.1.5. Manfaat Pemberian ASI

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi baru lahir segera sampai berumur sedikitnya dua tahun akan memberikan banyak manfaat, baik untuk bayi, ibu, maupun masyarakat pada umumnya.

1. Bagi Bayi

Bayi mendapatkan kolostrum yang mengandung zat kekebalan terutama


(28)

terutama diare, membantu pengeluaran meconium (Hegar, Suradi, Hendarto, & Partiwi, 2008); kandungan gizi paling sempurna untuk pertumbuhan bayi dan perkembangan kecerdasannya; pertumbuhan sel otak secara optimal terutama kandungan protein khusus, yaitu taurin, selain mengandung laktosa dan asam lemak ikatan panjang lebih banyak susu sapi/kaleng; mudah dicerna, penyerapan lebih sempurna, terdapat kandungan berbagai enzim untuk penyerapan makanan, komposisi selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan bayi; protein ASI adalah spesifik species sehingga jarang menyebabkan alergi untuk manusia; membantu pertumbuhan gigi; mengandung zat antibodi mencegah infeksi, merangsang pertumbuhan sistem kekebalan tubuh; mempererat ikatan batin antara ibu dan bayi. Ini akan menjadi dasar si kecil percaya pada orang lain, lalu diri sendiri, dan akhirnya berpotensi untuk mengasihi orang lain; bayi tumbuh optimal dan sehat tidak kegemukan atau terlalu kurus (Rukiyah, Yulianti, Liana, 2011); mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada anak dan mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung; menunjang perkembangan motorik (WHO, 2010; Roesli (2000) dalam Haniarti, 2011).

2. Bagi Ibu

Manfaat bagi ibu yakni: mudah, murah, praktis tidak merepotkan dan selalu tersedia kapan saja; mempercepat involusi/memulihkan dari proses persalinan dan dapat mengurangi perdarahan karena otot-otot di rahim mengerut, otomatis pembuluh darah yang terbuka itu akan terjepit


(29)

sehingga perdarahan akan segera berhenti; mencegah kehamilan karena kadar prolaktin yang tinggi menekan hormon FSH dan ovulasi, bisa mencapai 99 %, apabila ASI diberikan secara terus-menerus tanpa tambahan selain ASI; meningkatkan rasa kasih sayang dan membuat rasa lebih nyaman; mengurangi penyakit kanker, mekanisme belum diketahui secara pasti ibu yang memberikan ASI Eksklusif memiliki resiko kanker ovarium lebih kecil dibanding yang tidak menyusui secara Eksklusif (Rukiyah, Yulianti, Liana, 2011); membantu ibu menurunkan berat badan setelah melahirkan, menurunkan risiko DM Tipe 2 ( WHO, 2010; Aprilia, 2009 dalam Jafar, 2011).

3. Bagi Keluarga

Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu formula, botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk merebus air, susu, dan peralatannya; jika bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya guna perawatan kesehatan; penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi LAM (The Lactation Amenorrhea Methods) dari ASI; jika bayi sehat berarti menghemat waktu keluarga; menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu siap tersedia dan keluarga tidak perlu repot membawa botol susu, air panas dan lain sebagainya ketika berpergian (Prasetyono, 2012).

4. Bagi Masyarakat

Menghemat devisa Negara lantaran tidak perlu mengimpor susu formula dan peralatan lainnya; bayi sehat membuat negara lebih sehat;


(30)

penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi yang sakit hanya sedikit; memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan angka kematian; melindungi lingkungan lantaran tidak ada pohon yang digunakan sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu dan peralatannya dan ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus diproduksi (Prasetyono, 2012).

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif Aktivitas menyusui bayi ternyata tak semudah yang dibayangkan. Saat menyusui ibu sering kali menemui berbagai kendala. Sebenarnya, kendala tersebut mungkin tidak terjadi apabila ibu memperoleh informasi yang memadai. Beragam faktor yang menjadi kendala ketika menyusui dibedakan menjadi dua yakni faktor internal dan eksternal ( Prasetyono, 2012).

2.2.1. Faktor Internal

Faktor internal sangat mempengaruhi keberhasilan menyusui bayi. Di antaranya ialah kurangnya pengetahuan yang terkait penyusuan. Karena tidak mempunyai pengetahuan yang memadai ibu tidak mengerti tentang cara menyusui bayi yang tepat, manfaat ASI, berbagai dampak yang akan ditemui bila ibu tidak menyusui bayinya, dan lain sebagainya (Prasetyono, 2012).

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan perilaku paling sederhana dalam urutan perilaku kognitif. Seseorang dapat mendapatkan pengetahuan dari fakta


(31)

atau informasi baru dan dapat diingat kembali. Selain itu pengetahuan juga diperoleh dari pengalaman hidup yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam mempelajari informasi yang penting (Potter & Perry, 2005).

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (superstition) dan penerangan- penerangan yang keliru (misinformation) (Soekanto, 2003:8). Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarak, Chayatin, Rozikin, Supriadi, 2007).

Informasi maupun pengalaman yang didapat seseorang terkait pemberian ASI Eksklusif dapat mempengaruhi perilaku orang tersebut dalam memberikan ASI Eksklusif. Hal ini telah dibuktikan oleh Asmijati (2001) dalam penelitiannya, yaitu ibu yang memiliki pengetahuan yang baik berpeluang 6,7941 kali lebih besar untuk menyusui secara Eksklusif. Yuliandrin (2009) juga mendapatkan hasil serupa pada penelitiannya. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik memiliki kemungkinan 5,47 kali lebih besar untuk menyusui secara Eksklusif dari ibu yang memiliki pengetahuan rendah (Pertiwi, 2012).


(32)

Ketidakpahaman ibu mengenai kolostrum yakni ASI yang keluar pada hari pertama hingga kelima atau ketujuh. Kolostrum merupakan cairan jernih kekuningan yang mengandung zat putih telur atau protein dengan kadar tinggi serta zat anti infeksi atau zat daya tahan tubuh (immunoglobulin) dalam kadar yang lebih tinggi ketimbang ASI mature yaitu ASI yang berumur lebih dari tiga hari. Kebiasaan membuang kolostrum karena ada anggapan bahwa kolostrum merupakan susu basi lalu menggantinya dengan susu formula atau makanan lainnya (Prasetyono, 2012).

2. Kondisi Kesehatan

Model kontiniu sehat-sakit Neuman (1990) dalam Potter & Perry (2005) mendefenisikan sehat sebagai sebuah keadaan dinamis yang berubah secara terus-menerus sesuai dengan adaptasi seseorang terhadap berbagai perubahan yang ada di lingkungan internal dan eksternalnya. Adaptasi penting dilakukan untuk menghindari terjadinya perubahan dan penurunan disbanding kondisi sebelumnya. Adaptasi terjadi untuk mempertahankan kondisi fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan dan spiritual yang sehat (Pertiwi, 2012).

Ibu yang menderita penyakit jantung sebaiknya tidak menyusui bayinya yang apabila menyusui dapat terjadi gagal jantung. Selain itu, pemberian ASI juga menjadi kontraindikasi bagi bayi yang menderita galaktosemia yaitu keadaan kongenital dimana dalam hal ini bayi tidak mempunyai enzim galaktase sehingga galaktosa tidak dapat dipecah


(33)

menjadi glukosa dan akan berpengaruh pada perkembangan bayi (Kosim, Yunanto, Dewi, Sarosa, Usman, 2010).

Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif. Ada berbagai kondisi bayi yang membuatnya sulit menyusu kepada ibunya antara lain bayi yang lahir prematur, kelainan pada bibir bayi dan penyakit kuning pada bayi yang baru lahir (Prasetyono, 2012). Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita penyakit bawaan tidak dapat menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada ASI (Pudjiadi, 2001). Faktor psikologis dimana bayi menjadi rewel atau sering menangis baik sebelum maupun sesudah menyusui juga mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif (Harahap, 2010).

3. Persepsi

Persepsi negatif yang sering ditemukan pada ibu, menurut Siregar (2004) yaitu sindroma ASI kurang. Pada kasus sindroma ASI kurang ibu merasa ASI yang dia produksi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinyas. Ibu sering merasa payudara sudah tidak memproduksi ASI karena ketegangannya berkurang.

Menurut Prasetyono (2009) menyebutkan bahwa 98 ribu dari 100 ribu ibu yang menyatakan bahwa produksi ASI- nya kurang, sebenarnya mempunyai cukup ASI tetapi kurang mendapatkan informasi tentang manajemen laktasi yang benar, dan posisi menyusui yang tepat.

WHO menetapkan pengganti ASI, dalam hal ini susu formula direkomendasikan untuk ibu dengan HIV hanya jika memenuhi syarat


(34)

AFASS yaitu cocok (acceptable), mudah dikerjakan (feasible), mampu (affordable), digunakan terus-menerus (sustainable), dan aman (safe). Sayangnya didaerah yang miskin susu formula yang memenuhi syarat AFASS belum tentu disediakan (Kosim, Yunanto, Dewi, Sarosa, Usman, 2010).

Kondisi emosional juga perlu dipertahankan agar ibu tidak mengalami perubahan perilaku dalam memberikan ASI Eksklusif. Salah satu masalah emosi yang paling umum dialami oleh ibu adalah stress. Wagner (2012) menyatakan stress dapat terjadi pada ibu menyusui akibat bayi cepat marah dan sering mencari susu ibu. Dia juga mengatakan stress memiliki pengaruh terhadap produksi ASI (Pertiwi, 2012).

Rukiyah (2011) mengatakan bahwa ibu yang dalam keadaan stress maka akan memiliki kemungkinan untuk mengalami kegagalan dalam pemberian ASI, karena keadaan stress bisa menyebabkan terjadinya suatu blockade dari refleks let down. Karena refleks let down yang tidak sempurna maka bayi yang haus tidak akan puas.

4. Usia

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1059/MENKES/SK/IX/2004 wanita usia subur adalah wanita yang berusia antara 15-39 tahun, termasuk ibu hamil dan calon pengantin. Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal usia aman untuk kehamilan, persalinan, dan menyusui adalah 20-35 tahun. Oleh sebab itu, yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam


(35)

pemberian ASI eksklusif,sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggap masih belum matang secara fisik, mental, dan psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan,serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya, sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun, selain itu bisa terjadi risiko bawaan pada bayinya dan juga dapat meningkatkan kesulitan pada kehamilan, persalinan dan nifas (Arini, 2012 dalam Yanti, 2012). Namun, Suratmadja (1997) dan Novita (2008) mengatakan produksi ASI berubah seiring dengan perubahan usia. Ibu yang berusia 19-23 tahun umumnya memiliki produksi ASI yang lebih dibanding ibu yang berusia lebih tua. Hal ini terjadi karena adanya pembesaran payudara setiap siklus ovulasi mulai awal terjadinya menstruasi sampai usia 30 tahun, namun terjadi degenerasi payudara dan kelenjar penghasil ASI (alveoli) secara keseluruhan setelah usia 30 tahun (Pertiwi, 2012).

Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal karena berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan nifas, serta cara mengasuh juga menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang dan belum siap secara jasmani dan sosial dalam menghadapi kehamilan, persalinan, serta dalam membina bayi dalam dilahirkan Sedangkan ibu yang berumur 20-35 tahun, menurut (Arini H, 2012) disebut sebagai “masa dewasa” dan disebut juga masa reproduksi, di mana pada masa ini diharapkan orang telah mampu untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama


(36)

dalam menghadapi kehamilan, persalinan, nifas, dan merawat bayinya nanti (Yanti, 2012).

2.2.2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal terkait segala sesuatu yang tidak akan terjadi bila faktor internal dapat dipenuhi oleh ibu. Faktor eksternal yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif dibagi menjadi:

1. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian Novita (2008) menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin tinggi jumlah ibu yang tidak memberikan ASI pada bayinya. Hal ini dikarenakan ibu yang berpendidikan tinggi biasanya memiliki kesibukan di luar rumah sehingga cenderung meninggalkan bayinya sedangkan ibu yang berpendidikan rendah lebih banyak tinggal di rumah sehingga memiliki lebih banyak kesempatan untuk menyusui bayinya (Pertiwi, 2012). Pernyataan ini didukung juga dengan hasil penelitian Saleh (2011) yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemberian ASI Eksklusif. Dimana ibu-ibu dengan pendidikan tinggi cenderung lebih cepat memberikan prelaktal dan MP-ASI dini kepada bayinya daripada ibu dengan pendidikan rendah. Dia mengatakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tanpa disertai pengetahuan ASI Eksklusif dapat mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif.


(37)

2. Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan Petugas Kesehatan sangat penting dalam mendukung ibu memberikan ASI Eksklusif pada bayinya. Dimana WHO/ UNICEF (1989), dimana isinya telah dikembangkan oleh Depkes RI/ BK-PP-ASI (Badan koordinasi- Peningkatan Penggunaan ASI) telah mengeluarkan pedoman bagi fasilitas kesehatan yang merawat ibu dan bayi untuk meningkatkan penggunaan ASI yang disebut The ten sreps to successful breastfeeding (sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui/ LMKM) yang salah satu isinya bahwa setiap fasilitas yang menyediakan pelayanan persalinan dan perawatan bayi baru lahir hendaknya membuat kebijakan tertulis mengenai pemberian ASI yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas kesehatan, membantu para ibu mengawali pemberian ASI dalam setengah jam pertama setelah melahirkan (Inisiasi Menyusui Dini) (Maryunani, 2012).

Berdasarkan penelitian Pinem (2010) menyebutkan faktor petugas kesehatan sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI Eksklusif. Sebanyak 60% responden mengatakan tidak pernah mendapat informasi tentang ASI Eksklusif dari petugas kesehatan.

3. Dukungan Orang Terdekat

Dukungan orang terdekat khusunya suami sangat dibutuhkan dalam mendukung ibu selama memberikan ASI-nya sehingga memunculkan istilah breastfeeding father atau ayah menyusui. Jika ibu merasa didukung, dicintai, dan diperhatikan maka akan muncul emosi


(38)

positif yang akan meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga produksi ASI pun lancar (Prasetyono, 2012).

Menurut Roesli (2000) mengemukakan suami dan keluarga berperan dalam mendorong ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Dukungan tersebut dapat memperlancar refleks pengeluaran ASI karena ibu mendapat dukungan secara psikologis dan emosi (Pertiwi, 2012).

5. Promosi Susu Formula

Negara-negara di kawasan barat merupakan tempat berdirinya usaha pemerahan susu. Susu sapi dimodifikasi dan diproses menjadi susu formula yang menjadi asupan untuk bayi. Secara kuantitas, susu hewan mungkin bernilai sama dengan susu manusia, namun secara kualitas keduanya berbeda. Perbedaan antara kuantitas dan kualitas antara ASI dan susu sapi sebelumnya telah ditampilkan dalam Tabel 2.2. Berdasarkan perbedaan komposisi tersebut, bayi yang mengkonsumsi ASI dinilai memiliki komposisi tubuh yang berbeda dengan bayi yang mengkonsumsi susu formula (Coad & Dunstall, 2005 dalam Pertiwi, 2012).

Menurut Prasetyono (2012) menyebutkan ada beberapa faktor yang membuat sebagian ibu tidak menyusui anaknya. Salah satunya adalah promosi yang terlampau gencar dari pihak produsen susu dan makanan pendamping ASI. Inilah yang membuat para ibu terpengaruh untuk menggantikan ASI sebagai makanan utama bayi dengan susu formula. Promosi ini sangat mempengaruhi pemikiran ibu yang kurang memiliki pengetahuan yang luas tentang ASI. Dengan adanya promosi tersebut, para


(39)

ibu dibujuk agar mempercayai ucapan mereka dan mulai menggunakan susu formula sebagai pengganti ASI. Bagi para ibu menggunakan susu formula dianggap lebih mendatangkan semacam kelonggaran karena mereka tidak perlu selalu siap sedia memberikan ASI kepada anak (Prasetyono, 2012).

6. Budaya

Budaya sebagai hal yang dianut secara turun-temurun dalam suatu masyarakat memiliki pengaruh pada perilaku menyusui secara Eksklusif. Sebagian besar hasil studi yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan praktik pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih jarang dilakukan karena pengaruh budaya yang dianut. Biasanya hal yang menghambat keberhasilan ASI Eksklusif adalah praktik pemberian makan yang seharusnya belum dilakukan pada bayi di bawah enam bulan. Swasono (1998) dalam bukunya membahas pengaruh budaya terhadap pemberian ASI dan makanan tambahan di beberapa wilayah di Indonesia seperti pada masyarakat Bandainera, To Bunggu, Lombok dan Betawi (Pertiwi, 2012).

Sulistinah (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ibu yang memiliki kebiasaan yang buruk atau lingkungan social budaya yang buruk mempunyai kemungkinan untuk tidak memberikan ASI Eksklusif terhadap bayinya sebesar 3, 01 kali lipat dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki kebiasaan yang baik atau tidak terpengaruh oleh lingkungan sosial budaya yang buruk.


(40)

7. Status Pekerjaan

Bekerja merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. Saat ini bekerja tidak hanya dilakukan oleh laki-laki tetapi juga perempuan tidak terkecuali ibu menyusui. Jumlah partisipasi ibu menyusui yang bekerja menyebabkan turunnya angka dan lama menyusui (Siregar, 2004).

Menurut Prasetyono (2012) faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif adalah karena ibu bekerja di luar rumah sehingga tidak dapat memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada bayinya.


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1. Kerangka Konsep

Faktor internal meliputi pengetahuan yang terdiri dari definisi, cara pemberian dan manfaat, kondisi kesehatan, usia dan persepsi serta faktor emosional. Selanjutnya faktor eksternal yang akan diteliti meliputi pendidikan, pekerjaan, dukungan petugas kesehatan, budaya dan dukungan orang terdekat.

Skema 3.1. Kerangka konsep faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

 Faktor Internal:

 Pengetahuan meliputi definisi, cara pemberian, dan manfaat

 Kondisi kesehatan meliputi kesehatan ibu dan bayi

 Persepsi

 Usia

Faktor Eksternal:

 Pendidikan

 Dukungan petugas kesehatan

 Dukungan orang terdekat

 Promosi susu formula

 Budaya

 Pekerjaan

Cakupan Pemberian ASI Eksklusif


(42)

3.2. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala & Hasil Ukur Faktor Internal

1 Pengetahuan Apa saja yang

diketahui ibu-ibu di Kecamatan Sarudik tentang pemberian ASI Eksklusif baik pengertian, cara pemberian, dan manfaat

Kuesioner B no 1-6

Kuesioner

berupa pilihan ganda dengan nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah Ordinal Hasil: 1.Baik 2.Cukup 3.Kurang 2 Kondisi Kesehatan

Keadaan fisik dan emosional ibu dan bayi di kecamatan

Sarudik yang berpengaruh terhadap

pemberian ASI Eksklusif

Kuesioner B no 10,11,14,15,16, 17,18 dan 19 Kuesioner menggunakan skala Likert. Sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak setuju (TS), Sangat tidak setuju (STS) Ordinal Hasil: 1.Baik

2.Kurang/ tidak baik

3 Persepsi Hal-hal yang

dirasakan atau yang dipercayai oleh ibu di

Kuesioner B no 7,8,9,12,13 Kuesioner

Ordinal Hasil: 1.Negatif


(43)

Kecamatan Sarudik terkait dengan pemberian ASI Eksklusif

menggunakan skala Likert. Sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak setuju (TS), Sangat tidak setuju (STS)

2.Positif

4 Usia Umur ibu di

Kecamatan Sarudik pada saat penelitian dilaksanakan dalam hitungan tahun Kuesioner A no 1 Pernyataan dalam kuesioner A Ordinal Hasil:

1.< 20 tahun 2.20-35 tahun 3.> 35 tahun

Faktor Eksternal

5 Pendidikan Jenjang pendidikan tertinggi yang pernah dicapai oleh ibu di Kecamatan Sarudik di pendidikan formal Kuesioner A no 2 Pernyataan dalam kuesioner A Ordinal Hasil:

1.Tidak sekolah 2.SD 3.SLTP 4.SMA 5.Akademi/ Perguru an tinggi


(44)

6 Pekerjaan Usaha atau kegiatan yang dilakukan ibu di luar rumah saat menyusui untuk menambah penghasilan keluarga Kuesioner A no 3 Pernyataan dalam Kuesioner A Nominal Hasil: 1.Bekerja

2.Tidak bekerja

7 Dukungan petugas kesehatan

Bantuan yang diberikan petugas kesehatan kepada ibu di Kecamatan Sarudik terkait pemberian ASI Eksklusif

Kuesioner C no 1 dan 2

Pernyataan dalam kuesioner C Ordinal Hasil: 1.Mendukung 2.Kurang/ tidak mendukung 8 Dukungan orang terdekat Sumber semangat yang didapat ibu baik dari suami, orang tua, mertua, saudara kandung ataupun siapa

saja yang dekat dengan ibu di kecamatan Sarudik mengenai pemberian ASI Eksklusif

Kuesioner C no 9,10, dan 11 Meminta responden menjawab pertanyaan dalam kuesioner C Ordinal Hasil: 1.Mendukung 2.Kurang/ tidak mendukung

9 Promosi susu formula

Informasi yang didapat ibu di Kecamatan Sarudik selama menyusui tentang susu formula

Kuesioner C no 3-6

Kuesioner menggunakan skala Likert. Sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak setuju

Ordinal Hasil: 1.Terpajan 2.Tidak terpajan


(45)

(TS), Sangat tidak setuju (STS)

10 Budaya Adat atau kebiasaan yang mempengaruhi ibu di Kecamatan Sarudik dalam memberikan ASI dan

makanan tambahan

Kuesioner C no 7&8

Kuesioner menggunakan skala Likert. Sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak setuju (TS), Sangat tidak setuju (STS)

Nominal Hasil:

1. Memberi makanan tambahan karena kebiasaan keluarga

2.Memberi ASI

karena kebiasaan keluarga


(46)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran suatu keadaan secara objektif dalam hal ini untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013 (Notoatmodjo, 2010).

4.2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diduga (Hastono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu di Kecamatan Sarudik yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan yang berjumlah 975 orang. Karena jumlah populasi lebih dari 100 maka besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus 10-15 % atau 20-25 % dari populasi (Arikunto, 2006). Dalam hal ini besar sampel yang digunakan adalah 10% dari 975 sebanyak 98 orang.

Kriteria Inklusi sampel adalah:

- Ibu yang sedang menyusui anak terakhir berusia 6-24 bulan dimana saat bayi berusia ≤ 6 bulan diberi minuman dan makanan tambahan

- Ibu yang tidak menderita suatu penyakit - Bersedia menjadi responden.


(47)

Kriteria eksklusi sampel adalah:

- Ibu yang memberikan minuman dan makanan tambahan pada bayi usia 0-6 bulan

- Tidak bersedia menjadi responden

Tehnik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik Proportional Random Sampling. Tehnik Proportional Random Sampling (pengambilan sampel secara proporsi) merupakan tehnik pengumpulan data dimana sampel diambil secara proporsi atau imbangan. Ada kalanya banyaknya sampel yang terdapat disuatu wilayah tidak sama sehingga pengambilan sampel diambil dari setiap wilayah dan ditentukan seimbang dengan banyaknya sampel dalam masing- masing wilayah tersebut (Arikunto, 2006). Dalam hal ini sampel penelitian diambil pada saat kegiatan posyandu yang dilakukan oleh Puskesmas Sarudik.

4.3. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus-September Tahun 2013.

4.4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui dan setelah peneliti mendapat izin dari Fakultas Keperawatan. Kemudian peneliti mengurus


(48)

Ethical Clearence di Fakultas Kedokteran. Setelah pengurusan Ethical Clearence selesai, peneliti melakukan penelitian setelah mendapat persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kepala Puskesmas Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Kemudian peneliti menjumpai responden dan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian. Apabila responden bersedia secara sukarela, bebas dari tekanan dan paksaan, maka responden diberi lembar informasi (informed consent) yang berisi penjelasan dan tujuan serta manfaat penelitian untuk ditandatangani. Tetapi jika responden tidak bersedia maka berhak untuk menolak dan mengundurkan diri. Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak dimengerti sehubungan dengan penelitian ini. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi responden baik itu resiko fisik maupun psikis. Kemudian peneliti menjamin kerahasiaan identitas responden (anonimity) dengan tidak memberikan nama dan hanya menuliskan kode pada lembar kuesioner dan hasil penelitian yang disajikan. Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan (confidentiality) semua informasi yang telah dikumpulkan dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Proses penyusunan kuesioner mengacu kepada penelitian-penelitian sebelumnya (Pertiwi, 2012) dan disesuaikan serta dikembangkan oleh peneliti dengan melihat kerangka konsep dan tinjauan pustaka yang dibuat. Cara pengumpulan datanya adalah dengan membagikan kuesioner kemudian


(49)

menjelaskan cara pengisian kuesioner terhadap ibu yang memenuhi kriteria sampel.

Pertanyaan yang diajukan dibagi menjadi tiga bagian dengan total pertanyaan sebanyak 37 butir, yaitu: (a) bagian pertama merupakan karateristik responden meliputi usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, tempat bersalin, usia bayi, jenis minuman/makanan tambahan yang diberikan pada bayi berusia 0-6 bulan, dan awal pemberian minuman/makanan tambahan (b) bagian kedua merupakan variabel yang termasuk dalam faktor internal meliputi tingkat pengetahuan, persepsi, dan kondisi kesehatan ibu dan bayi (c) bagian ketiga merupakan variabel yang termasuk dalam faktor eksternal yang mencakup fasilitas kesehatan, dukungan petugas kesehatan, dukungan orang terdekat, promosi susu formula, dan budaya.

Kuesioner B no 1-6 yang mengukur tingkat pengetahuan tentang pemberian ASI Eksklusif dimodifikasi dari kuesioner penelitian Pertiwi (2012). Bagian ini terdiri dari pertanyaan berupa pilihan ganda. Pada setiap pertanyaan hanya terdapat satu jawaban yang benar yang bernilai dua, jawaban salah bernilai satu dan jawaban tidak tahu bernilai nol. Kuesioner bagian kedua dan ketiga yaitu pertanyaan B7 sampai B19 dan C1 sampai C8 menggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Soal dalam skala Likert terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Variabel kondisi kesehatan terdiri dari kuesioner B no 10, 11, 14,15, dan 16 yang merupakan pernyataan negatif untuk kondisi kesehatan ibu. Untuk kondisi kesehatan bayi terdiri dari 3 pernyataan dimana pernyataan no 18 dan 19


(50)

untuk pernyataan negatif dan pernyataan no 17 untuk pernyataan positif. Variabel persepsi diukur melalui kuesioner B no 12 dan 13 untuk pernyataan positif dan 7 sampai 9 untuk pernyataan negatif. Variabel dukungan petugas kesehatan diukur melalui kuesioner C no 1dan 2 yang merupakan pernyataan positif. Variabel susu formula diukur melalui kuesioner C no 3 sampai 6 yang merupakan pernyataan negatif. Variabel budaya diukur melalui kuesioner C no 7 yang merupakan pernyatan positif dan 8 untuk pernyataan negatif. Variabel dukungan keluarga diukur melalui kuesioner C no 9 sampai 11 yang merupakan pernyataan pilihan.

Penilaian masing-masing pilihan jawaban dilakukan secara berbeda untuk pertanyaan positif dan negatif. Sangat setuju= 4, setuju= 3, tidak setuju= 2, dan sangat tidak setuju= 1 merupakan penilaian untuk pertanyaan positif, sedangkan untuk pertanyaan negatif diberi nilai sangat setuju= 1, setuju= 2, tidak setuju= 3, dan sangat tidak setuju= 4 (Hidayat, 2008).

Data yang digunakan adalah data primer (data yang diperoleh peneliti berdasarkan pengisian kuesioner oleh responden) untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif dan data sekunder (data yang didapat peneliti dari laporan di Puskesmas Sarudik dan Dinas Kesehatan setempat) untuk mengetahui jumlah ibu yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan.

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Pengujian validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan oleh petugas kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten


(51)

Tapanuli Tengah yang sudah mendapat pelatihan ASI Eksklusif dan hasil dari uji validitas dinyatakan bahwa kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti sudah valid dan dapat digunakan untuk instrumen penelitian.

Untuk mengetahui tingkat kepercayaan (reliabilitas) maka dilakukan uji reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Uji reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data kepada responden yang memenuhi kriteria seperti responden yang sebenarnya sebanyak 30 orang di wilayah kerja Puskesmas Poriaha Kabupaten Tapanuli Tengah. Uji reabilitas dilakukan dengan rumus alpha cronbach (α), sehingga alat ukur yang digunakan dapat dipercaya (Arikunto, 2006). Dimana menurut Djemari (2004) dalam Suyanto (2011) jika alpha > 0,70 maka butir-butir pernyataan dikatakan reliabel. Uji reliabel ini dibantu dengan menggunakan teknik komputerisasi. Butir pertanyaan yang sudah dinyatakan valid dalam uji validitas ditentukan reliabilitasnya dengan menggunakan rumus alpha cronbach (α), dimana faktor-faktor yang diteliti yaitu pengetahuan 0,790, persepsi 0,785, kondisi kesehatan 0,867, dukungan petugas kesehatan 0,805, promosi susu formula 0,759, budaya 0,805, dan dukungan orang terdekat 0,763. Jadi, instumen penelitian untuk faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah telah reliabel dan layak untuk dijadikan instrumen penelitian.


(52)

4.7. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat surat Ethical Clearence dari Komite Etik Fakultas Kedokteran dan peneliti telah mendapat surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan untuk melakukan penelitian di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Kemudian peneliti akan memberikan surat penelitian tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah dan kepada Kepala Puskesmas Sarudik. Setelah surat izin tersebut di setujui peneliti mendatangi lokasi penelitian yaitu langsung di Kecamatan Sarudik. Peneliti mencari responden yang mendatangi kegiatan posyandu yang ada di setiap Kelurahan dan Desa yang ada di Kecamatan Sarudik yaitu Kelurahan Sarudik, Kelurahan Pondok Batu, Kelurahan Sibuluan Nalambok, Kelurahan Pasir Bidang dan Desa Sipan, kemudian peneliti meminta izin kepada responden untuk memberikan sedikit waktunya untuk mengikuti penelitian, lalu peneliti menjelaskan tentang tujuan, manfaat, dan cara mengisi kuesioner. Kemudian peneliti menanyakan kesediaan responden untuk mengikuti penelitian, jika setuju responden diharapkan untuk menandatangani informed consent.

Selain mendatangi kegiatan posyandu disetian Kelurahan dan Desa di Kecamatan Sarudik, pengambilan data juga dilakukan dengan langsung menemui responden berdasarkan data dari petugas kesehatan di Puskesmas Sarudik dan Puskesmas Pembantu. Peneliti menemui responden yang mempunyai bayi usia 6-24 bulan dan menjelaskan tujuan, manfaat, dan cara pengisian kuesioner sesuai dengan persetujuan. Responden menandatangani informed consent, selanjutnya peneliti mengambil data dari responden yang bersedia mengisi kuesioner dan


(53)

setiap responden berhak untuk menolak/tidak mengikuti penelitian ini. Proses pengisian kuesioner oleh responden berlangsung kurang lebih 15-20 menit untuk setiap responden dan peneliti tetap berada disamping responden selama pengisian kuesioner serta memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti sehingga semua pertanyaan dapat terjawab.

4.8. Analisa Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah penting dalam penelitian karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih mentah belum memberikan informasi apa- apa dan belum siap untuk disajikan. Pengolahan data yang dilakukan membuat data mentah berubah menjadi informasi dan kesimpulan dari hasil penelitian. Agar penelitian menghasilkan informasi yang benar ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilakukan (Notoatmodjo, 2010). 4.8.1. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

formulir atau kuesioner yang diberikan pada responden. Peneliti memeriksa kelengkapan isi pertanyaan, kejelasan tulisan, relevansi jawaban dengan pertanyaan dan konsistensi jawaban dengan jawaban lainnya.

4.8.2. Coding

Hasil Editing yang telah didapat selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding. Coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010). Pertama, peneliti membuat


(54)

kode pada kuesioner sebagai pengganti identitas responden. Selanjutnya peneliti memberikan kode pada masing-masing variabel dalam kuesioner sebagai berikut.

1. Nama diberi kode 01,02, dan seterusnya.

2. Usia: < 20 tahun diberi kode”1” , 20-35 tahun diberi kode “2”, dan > 35 tahun diberi kode “3”.

3. Pendidikan: tidak sekolah diberi kode “1”, SD diberi kode “2”, SMP diberi kode “3”, SMA diberi kode “4”, dan Akademi/PT diberi kode “5”

4. Pekerjaan: PNS, Wiraswasta, pedagang, dan lain-lain diberi kode “1” dan diberi label bekerja, tidak bekerja dan IRT diberi kode “2” dan diberi label tidak bekerja.

5. Tempat bersalin: RS umum/swasta diberi kode “1”, Puskesmas diberi kode “2”, Rumah Bersalin/Praktek bidan diberi kode “3”, Dukun beranak diberi kode “4”, dan Lain-lain diberi kode “5”.

6. Usia bayi: usia 6-12 bulan diberi kode “1”, dan usia 13-24 bulan diberi kode “2”.

7. Jenis minuman/makanan tambahan: Bubur tim diberi kode “1”, Pisang diberi kode “2”, Susu formula diberi kode “3”, Air putih diberi kode “4”, dan Lain-lain diberi kode “5”.

8. Awal pemberian minuman/makanan tambahan: usia 0-2 bulan diberi kode “1”, usia 3-4 bulan diberi kode “2”, dan usia 5-6 bulan diberi kode “3”.


(55)

9. Variabel tingkat pengetahuan tentang ASI Eksklusif diukur menggunakan kuesioner B no 1-6. Setiap jawaban benar diberi nilai “2”, jawaban salah diberi nilai “1”, dan jawaban tidak tahu diberi nilai “0”. Total skor tertinggi yang diperoleh adalah 12 dan skor terendah adalah 0. Semakin tinggi skor yang diperoleh oleh responden, maka semakin baik pengetahuan ibu. Pengetahuan dinilai melalui rumus:

Rentang P =

Banyak Kelas

P merupakan panjang kelas dengan 12 rentang kelas dan 3 kategori kelas untuk menilai pengetahuan ibu terkait ASI Eksklusif. Maka didapatlah panjang kelasnya adalah 4. Menggunakan nilai P= 4 dengan nilai terendah adalah 0, maka pengetahuan ibu dapat dikategorikan dengan interval sebagai berikut:

-Pengetahuan baik, apabila skornya 8 – 12 dari 6 pertanyaan.

-Pengetahuan cukup, apabila skornya 4 – 7 dari 6 pertanyaan -Pengetahuan kurang, apabila skornya 0 – 3 dari 6

pertanyaan

Pengetahuan baik diberi kode “1”, pengetahuan cukup diberi kode “2” dan pengetahuan kurang diberi kode “3”.


(56)

10.Variabel kondisi kesehatan terdiri dari kondisi kesehatan ibu dan bayi diukur melalui kuesioner B yang terdiri dari 8 pertanyaan. Pada pernyataan 10, 11, 14, 15,16, 18 dan 19 diberi kode “1” jika sangat setuju, kode “2” jika setuju, kode “3” jika tidak setuju, dan kode “4” jika sangat tidak setuju dan untuk pernyataan no 17 diberi kode “1” jika sangat tidak setuju, kode “2” jika tidak setuju, kode “3” jika setuju dan kode “4” jika sangat setuju. Hasil pengukuran variabel kondisi kesehatan dikelompokkan dalam dua kelompok yakni baik diberi kode “1” dan tidak baik diberi kode “2”. Variabel persepsi diukur melalui kuesioner B terdiri dari 5 pertanyaan. Pada pernyataan 12 dan 13 diberi kode “1” jika sangat tidak setuju , kode “2” jika tidak setuju, kode “3” jika setuju, dan kode “4” jika sangat setuju. Pertanyaan 7-9 diberi kode “1” jika sangat setuju, kode “2” jika setuju, kode “3” jika tidak setuju, dan kode “4” jika sangat tidak setuju. Hasil pengukuran persepsi dikelompokkan menjadi dua yakni persepsi positif diberi kode “1” dan persepsi negatif diberi kode “2”.

11.Variabel dukungan petugas kesehatan diukur melalui kuesioner C no 1 dan 2. Diberi kode “1” jika sangat tidak setuju, kode “2” jika tidak setuju, kode “3” jika setuju dan kode “4” jika sangat setuju. Hasil pengukuran variabel dukungan petugas kesehatan dikelompokkan menjadi dua yakni mendukung diberi kode “1” dan tidak mendukung diberi kode “2”.


(57)

12.Variabel dukungan orang terdekat diukur melalui kuesioner C no 9-11. Diberi kode “1” jika didukung suami, kode “2” jika didukung orang tua, kode “3” jika didukung mertua, kode “4” jika didukung saudara kandung, kode “5” jika didukung teman, kode “6” jika didukung tetangga, dan “7” jika didukung lain-lain.

13.Variabel promosi susu formula diukur melalui kuesioner C terdiri dari empat pertanyaan. Pertanyaan 3-6 diberi kode “1” jika sangat setuju, kode “2” jika setuju, kode ‘3” jika tidak setuju, dan “4” jika sangat tidak setuju. Hasil dari pengukuran variabel promosi susu formula dikelompokkan menjadi dua yakni terpajan diberi kode “1” dan tidak terpajan diberi kode “2”.

14.Variabel budaya diukur melalui kuesioner C terdiri dari dua pertanyaan. Pernyataan 7 dan 8 diberi kode “1” jika sangat tidak setuju, kode “2” jika tidak setuju, kode “3” jika setuju, dan “4” jika sangat setuju. Hasil pengukuran variabel budaya dikelompokkan menjadi dua yakni memberi makanan tambahan karena kebiasaan keluarga diberi kode “1” dan memberi ASI karena kebiasaan keluarga diberi kode “2”.

4.8.3. Processing

Peneliti memasukkan (entry) data kuesioner yang telah diisi oleh responden ke paket computer. Data berupa jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang berbentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau perangkat lunak komputer.


(58)

4.8.4. Cleaning

Hal yang dilakukan tahap ini adalah pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan ke paket komputer. Peneliti melihat kembali kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan lain-lain. Dari data yang telah dimasukkan sebelumnya tidak ada missing (data yang hilang).

Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer berbasis statistik. Pengolahan data tersebut menggunakan analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Hasilnya akan menggambarkan frekuensi dan persentase dari seluruh variabel yang diteliti yaitu karekteristik responden, variabel yang termasuk variabel internal dan eksternal serta faktor paling mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif. Hasil analisis akan ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi.


(59)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal Agustus – September 2013. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner oleh responden yang masuk dalam kriteria inklusi, yaitu ibu yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan sebanyak 98 orang. Hasil penelitian ini berupa distribusi responden berdasarkan variabel yang diteliti yang akan dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi data karakteristik responden. Bagian kedua dan ketiga menampilkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

5.1.1. Karateristik Responden di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 98 orang responden di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah maka didapatkan data demografi responden penelitian yang terdiri dari usia bayi, tempat bersalin, jenis minuman/makanan tambahan yang diberikan pada bayi saat usia 0-6 bulan, dan awal pemberian minuman/makanan tambahan.

Berdasarkan usia bayi mayoritas responden memiliki bayi berusia 6-12 bulan sebanyak 52 %. Berdasarkan tempat bersalin paling banyak responden 71,4 % memilih Rumah bersalin/Praktek bidan sebagai sarana untuk persalinan. Jenis


(60)

minuman/makanan tambahan yang diberikan responden pada saat bayi berusia 0-6 bulan bervariasi dan mayoritas responden 46,9 % memberikan bubur tim kepada bayinya selain ASI, dan dari hasil penelitian didapat sebanyak 44,9 % responden memberikan minuman/makanan tambahan pada usia bayi 3-4 bulan. Secara rinci, distribusi karakteristik responden ditampilkan dalam tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah (n=98 orang)

Karakteristik Jumlah

(n) Persentase (%) Usia bayi 6-12 bulan 13-24 bulan Tempat bersalin RS umum/swasta Puskesmas Rumah bersalin/Praktek bidan Dukun Beranak Dan lain-lain Jenis minuman/makanan tambahan Bubur tim Pisang Susu formula Air putih 51 47 14 7 70 4 3 46 5 27 18 2 52 48 14,3 7,1 71,4 4,1 3,1 46,9 5,1 27,6 18,4 2


(61)

Dan lain-lain

Awal pemberian minuman/makanan

tambahan 0-2 bulan 3-4 bulan 5-6 bulan

29 44 25

29,6 44,9 25,5

5.1.2. Faktor-faktor Internal yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

Hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli tengah meliputi faktor internal yaitu usia dimana mayoritas usia responden berada pada usia produktif yakni usia 20-35 tahun sebanyak 92,9 %. Variabel pengetahuan, diukur melalui pertanyaan tentang pengertian ASI Eksklusif, waktu pemberian ASI pertama kali, pemberian kolostrum, manfaat pemberian ASI Eksklusif bagi ibu dan bayi, dan waktu pemberian makanan tambahan. Hasilnya, mayoritas responden 38,8% memiliki pengetahuan baik tentang ASI Eksklusif. Variabel kondisi kesehatan diukur dengan melihat pengaruh kondisi fisik dan emosional dalam pemberian ASI. Pertanyaan yang diajukan bertujuan untuk melihat hambatan yang ibu rasakan pada saat memberikan ASI saat kondisi fisik dan emosional ibu tidak bagus. Hasilnya kebanyakan responden 52 % kondisi kesehatannya baik.


(62)

Gambaran persepsi responden diukur dengan mengajukan pertanyaan terkait hal-hal yang responden rasakan dalam memberikan ASI. Hasilnya menunjukkan mayoritas responden 51% tergolong dalam persepsi negatif. Secara rinci, distribusi frekuensi responden dapat dilihat dalam tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Internal di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah (n=98)

Variabel Jumlah Persentase

(%) Usia

< 20 tahun 20-35 tahun >35 tahun Pengetahuan Baik Cukup Kurang Kondisi kesehatan Baik Tidak baik Persepsi Positif negatif 3 91 4 38 37 23 51 47 48 50 3,1 92,9 4,1 38,8 37,8 23,5 52 48 49 51


(63)

5.1.3. Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

Hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah terhadap 98 orang responden meliputi faktor eksternal yaitu pendidikan terakhir dimana mayoritas responden adalah SMA sebanyak 44,9 %, pekerjaan responden mayoritas 74,5 % tidak bekerja/IRT. Variabel dukungan petugas kesehatan diukur dengan ada tidaknya dukungan/bantuan dan informasi yang diberikan petugas kesehatan. Hasilnya sebanyak 94,9 % tergolong dalam kategori mendukung. Variabel promosi susu formula diukur dengan melihat informasi yang didapat responden terhadap promosi susu formula. Hasilnya sebagian besar responden 62,2 % terpajan promosi susu formula.

Variabel budaya diukur untuk mengetahui adanya pengaruh budaya/adat istiadat terhadap pemberian ASI dan minuman/makanan tambahan. Hasilnya menunjukkan hampir seluruh responden 82,7% setuju memberikan minuman/makanan tambahan pada bayi kurang dari enam bulan karena kebiasaan keluarga. Hasil dari variabel budaya ini tampak dari jawaban yang diberikan oleh responden dimana 39,8 % setuju memberikan makanan/minuman tambahan karena kebiasaan dalam keluarga. Variabel dukungan orang terdekat diukur dengan ada tidaknya dukungan yang didapat responden dari orang-orang terdekatnya. Hasilnya hampir semua responden 87,7 % didukung oleh suami dalam memberikan ASI Eksklusif. Bentuk dukungan yang diberikan paling banyak 51 % berupa dukungan motivasi. Paling banyak responden 43,9%


(64)

didukung selama enam bulan atau lebih. Secara rinci, distribusi frekuensi responden tersaji dalam tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Eksternal di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah (n=98)

Variabel Jumlah (n) Persentase (%) Tingkat pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Akademi/PT Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja/IRT Dukungan petugas kesehatan Mendukung Tidak mendukung Promosi susu formula Terpajan Tidak terpajan Budaya Memberikan minuman/makanan tambahan karena 4 14 28 44 8 25 73 93 5 61 37 81 4,1 14,3 28,6 44,9 8,2 25,5 74,5 94,9 5,1 62,2 37,8 82,7


(65)

kebiasaan keluarga Memberikan ASI karena kebiasaan keluarga Dukungan orang terdekat Suami Ya Tidak Orang tua Ya Tidak Mertua Ya Tidak Saudara kandung Ya Tidak Teman Ya Tidak Tetangga Ya Tidak Dan lain-lain Ya Tidak 17 86 12 57 41 41 57 26 72 9 89 7 91 1 99 46 17,3 87,7 12,3 58,2 41,8 41,8 58,2 26,5 73,5 9,2 96,8 7,1 92,9 1,0 99 46,9


(66)

Bentuk dukungan orang terdekat

Dukungan informasi

Dukungan motivasi Dan lain-lain

Lama pemberian dukungan

2 bulan 4 bulan

6 bulan atau lebih

50 2

22 33 43

51,0 2,1

22,4 33,7 43,9

5.2. Pembahasan

5.2.1. Faktor- Faktor Internal yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif

Variabel yang akan dibahas dalam faktor internal meliputi pengetahuan, kondisi kesehatan, persepsi, dan usia ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 38,8 % responden memiliki pengetahuan baik terkait pemberian ASI Eksklusif. Dari hasil penelitian ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan responden terkait pemberian ASI Eksklusif dimana hampir seluruh responden mendapat dukungan dari petugas kesehatan dan juga seringnya responden mengikuti kegiatan posyandu sesuai hasil wawancara peneliti pada saat pengambilan kuesioner.


(67)

Meskipun penelitian menunjukkan sebagian responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik, namun cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik masih rendah. Hal ini bisa dipengaruhi oleh persepsi ibu terkait ASI mereka dan juga kebiasaan dalam keluarga mereka yang telah memberikan minuman/makanan tambahan pada usia bayi kurang dari enam bulan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti tampak bahwa persepsi ibu masih negatif dimana 46,9 % responden setuju memberikan minuman/makanan tambahan karena merasa ASInya kurang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun pengetahuan responden baik belum tentu cakupan ASI Eksklusif tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Asmijati (2001 dalam Pertiwi, 2012) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif. Ini tidak relevan dengan teori Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku seseorang karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pertiwi (2012) juga mengatakan bahwa informasi maupun pengalaman yang didapat seseorang terkait pemberian ASI Eksklusif dapat mempengaruhi perilaku orang tersebut dalam memberikan ASI Eksklusif. Penelitian terkait yang sesuai dengan hasil penelitian Asmijati (2001) yaitu penelitian Josefa (2011) yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif dimana didapat hasilnya (p=0,091).


(68)

Gambaran kondisi kesehatan ibu dan bayi diukur dengan melihat pengaruh kondisi fisik dan emosional ibu dalam memberikan ASI dan juga kesehatan bayi. Hasil penelitian pada variabel kondisi kesehatan dikategorikan menjadi baik/tidak menghambat dan tidak baik/menghambat. Hasil penelitian menunjukkan sebagian 52 % untuk kategori tidak menghambat. Hai ini terlihat dari hasil jawaban dari responden terkait kondisi kesehatan dimana 52 % tidak setuju jika bayi menderita kelainan mulut sehingga tidak memberikan ASI secara Eksklusif. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Harahap (2010) yang mengatakan bahwa kondisi kesehatan baik itu kondisi kesehatan ibu 36,7 % dan bayi 50 % mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan perbandingan ibu yang memiliki persepsi positif dan negatif secara berturut-turut sebesar 48 orang responden (49 %) memiliki persepsi positif dan 50 orang (51 %) memiliki persepsi negatif. Persepsi negatif yang paling banyak dirasakan ibu terkait dengan kebiasaan bayi sering menangis. Sebesar 52,5 % ibu setuju untuk memberikan minuman/makanan selain ASI karena bayi sering menangis. Hasil penelitian ini sesuai dengan Pernyataan Notoadmojo (2010) yang menyatakan bahwa persepsi seseorang terhadap suatu objek akan mempengaruhi perilakunya. Persepsi yang baik terhadap suatu objek akan mendorong seseorang untuk bertindak sesuai dengan persepsinya dan sebaliknya. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Pertiwi (2012) mengatakan bahwa persepsi merupakan faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI Eksklusif. Hasil ini juga sejalan dengan pendapat Prasetyono (2009) dalam bukunya yang mengatakan bahwa 98


(69)

ribu dari 100 ribu ibu yang menyatakan bahwa produksi ASI-nya kurang, sebenarnya mempunyai cukup ASI tetapi kurang mendapatkan informasi tentang manajemen laktasi yang benar dan posisi menyusui yang tepat.

Usia ibu dikelompokkan menjadi tiga yakni usia < 20 tahun, 20-35 tahun, dan >35 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkanhampir seluruh responden berada pada usia reproduksi sehat yakni usia 20-35 tahun. Hasil ini didukung dengan data dari BPS Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu jumlah wanita usia 20 sampai 29 tahun lebih banyak dari jumlah wanita usia 35 sampai 49 tahun (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2011). Ibu yang berusia 19-23 tahun umumnya memiliki produksi ASI yang lebih dibanding ibu yang berusia lebih tua. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan Novita (2008 dalam Pertiwi, 2012) bahwa terjadi pembesaran payudara setiap siklus ovulasi mulai awal terjadinya menstruasi sampai usia 30 tahun, namun terjadi degenarasi payudara dan kelenjar penghasil ASI (alveoli) secara keseluruhan setelah usia 30 tahun. Namun demikian, meskipun hampir seluruh responden berada pada usia reproduksi sehat dan merupakan usia efektif dalam memproduksi ASI yakni usia ≤ 30 tahun ( Suraatmadja, 1997 dalam Pertiwi, 2012) tetapi cakupan ASI Eksklusif masih rendah di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu persepsi ibu yang masih rendah/negatif terkait ASI yaitu sebesar 51 % dan kebiasaan dalam keluarga memberikan minuman/makanan tambahan saat usia bayi kurang dari enam bulan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun usia ibu mayoritas 20-35 tahun dan merupakan usia yang umumnya memiliki produksi ASI yang lebih,


(70)

mendapat dukungan dari petugas kesehatan 94,9 % tetapi jika tidak memiliki persepsi yang baik belum tentu cakupan pemberian ASI Eksklusif tinggi. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Arini (2012 dalam Yanti, 2012) mengatakan bahwa semakin meningkatnya umur dan tingkat kematangan maka kekuatan seseorang dalam berpikir dan bekerja juga akan lebih matang.

5.2.2. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif

Pendidikan terakhir ibu dikelompokkan menjadi Tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan Akademi/PT. Kebanyakan responden yaitu 44,9 % memiliki tingkat pendidikan SMA. Tingkat pendidikan ibu kebanyakan SMA dan cakupan ASI Eksklusif dalam penelitian ini masih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu pengalaman ibu, persepsi dan juga kebiasaan dalam keluarga, dimana dari hasil penelitian didapat persepsi ibu masih rendah yaitu 51 %. Dari hasil penelitian yang didapat oleh peneliti dimana 54,1 % setuju memberikan minuman/makanan tambahan karena bayi sering menangis, sehingga disimpulkan bahwa meskipun pendidikan responden mayoritas SMA, pengetahuan baik tetapi jika tidak didukung dengan persepsi yang positif terkait ASI belum tentu cakupan ASI Eksklusif tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Saleh (2011) yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemberian ASI Eksklusif.

Pekerjaan ibu dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi bekerja dan tidak bekerja. Sebagian besar responden yaitu 74,5 % tidak bekerja/IRT. Hal ini


(71)

berkaitan dengan tingkat pendidikan ibu, yaitu sebagian besar ibu memiliki tingkat pendidikan SMA sehingga banyak ibu yang tidak bekerja/ibu rumah tangga. Ibu yang tidak bekerja/ibu rumah tangga memiliki kemungkinan besar untuk memberikan ASI secara Eksklusif, namun pada penelitian ini angka pemberian ASI secara Eksklusif masih rendah. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif. Dari hasil penelitian didapat faktor persepsi 51 % persepsi negatif, gencarnya promosi susu formula 62,2 %, dan budaya 82,7 % mempengaruhi pemberian ASI secara Eksklusif pada ibu-ibu yang tidak bekerja. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Subrata (2004 dalam Pertiwi, 2012) yang menemukan proporsi ibu bekerja memiliki peluang 7,9 kali lebih besar untuk tidak menyusui bayinya. Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Prasetyono (2012) dalam bukunya mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif adalah karena ibu bekerja di luar rumah sehingga tidak dapat memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada bayinya.

Gambaran dukungan petugas kesehatan terhadap pemberian ASI Eksklusif diukur dengan adanya dukungan/bantuan dan informasi yang diberikan petugas kesehatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden 94,9 % mendapat dukungan dari petugas kesehatan, namun pada kenyataannya cakupan pemberian ASI Eksklusif pada penelitian ini masih rendah. Dari hasil penelitian yang diperoleh peneliti meskipun dukungan petugas kesehatan sangat besar tetapi ada beberapa faktor yang membuat cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik rendah, salah satunya yakni sebagian besar responden 62,2


(1)

pertanyaan kondisi kesehatan B19

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat setuju 1 1.0 1.0 1.0

setuju 28 28.6 28.6 29.6

tidak setuju 53 54.1 54.1 83.7

sangat tidak setuju 16 16.3 16.3 100.0

Total 98 100.0 100.0

pertanyaan petugas kesehatan C1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 1 1.0 1.0 1.0

tidak setuju 9 9.2 9.2 10.2

setuju 43 43.9 43.9 54.1

sangat setuju 45 45.9 45.9 100.0

Total 98 100.0 100.0

pertanyaan petugas kesehatan C2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 1 1.0 1.0 1.0

tidak setuju 9 9.2 9.2 10.2

setuju 36 36.7 36.7 46.9

sangat setuju 52 53.1 53.1 100.0


(2)

pertanyaan promosi susu C3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat setuju 13 13.3 13.3 13.3

setuju 30 30.6 30.6 43.9

tidak setuju 43 43.9 43.9 87.8

sangat tidak setuju 12 12.2 12.2 100.0

Total 98 100.0 100.0

pertanyaan promosi susu C4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat setuju 16 16.3 16.3 16.3

setuju 46 46.9 46.9 63.3

tidak setuju 31 31.6 31.6 94.9

sangat tidak setuju 5 5.1 5.1 100.0

Total 98 100.0 100.0

pertanyaan promosi susu C5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat setuju 9 9.2 9.2 9.2

setuju 52 53.1 53.1 62.2

tidak setuju 30 30.6 30.6 92.9

sangat tidak setuju 7 7.1 7.1 100.0


(3)

pertanyaan promosi susu C6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat setuju 16 16.3 16.3 16.3

setuju 54 55.1 55.1 71.4

tidak setuju 26 26.5 26.5 98.0

sangat tidak setuju 2 2.0 2.0 100.0

Total 98 100.0 100.0

pertanyaan budaya C7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 6 6.1 6.1 6.1

tidak setuju 43 43.9 43.9 50.0

setuju 36 36.7 36.7 86.7

sangat setuju 13 13.3 13.3 100.0

Total 98 100.0 100.0

pertanyaan budaya C8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sangat setuju 14 14.3 14.3 14.3

setuju 39 39.8 39.8 54.1

tidak setuju 41 41.8 41.8 95.9

sangat tidak setuju 4 4.1 4.1 100.0


(4)

Hasil SPSS Uji Reliabel Keseluruhan Faktor – Faktor dan Setiap Butir

Pertanyaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI

Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.935 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected

Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted

P1 75.87 84.326 .622 .932

P2 75.77 87.702 .405 .934

P3 75.70 88.079 .481 .934

P4 75.70 88.010 .411 .934

P5 76.17 86.213 .405 .935

P6 75.80 84.993 .589 .932

P7 74.90 89.059 .320 .935

P8 74.77 88.668 .437 .934

P9 74.87 86.326 .651 .932

P10 75.23 85.978 .672 .932

P11 75.13 83.085 .763 .930

P12 74.67 84.023 .700 .931

P13 74.53 84.257 .746 .930


(5)

P15 74.97 87.964 .425 .934

P16 74.63 85.689 .570 .933

P17 74.80 83.614 .714 .931

P18 74.83 88.833 .371 .935

P19 74.70 82.493 .690 .931

P20 74.33 86.368 .594 .932

P21 74.30 85.252 .693 .931

P22 75.10 88.093 .403 .934

P23 74.97 87.964 .425 .934

P24 74.63 85.689 .570 .933

P25 74.80 83.614 .714 .931

P26 74.33 86.368 .594 .932

P27 74.30 85.252 .693 .931

P28 74.90 89.059 .320 .935

P29 74.77 88.668 .437 .934


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama

: Rheny Puspita Marpaung

Tempat Tanggal Lahir

: Sibolga, 20 Oktober 1986

Jenis Kelamin

: Perempuan

Anak ke

: 4 dari 4 bersaudara

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Jln. Menteng Raya Gg. Budi Abadi No.33 Medan

Riwayat Pendidikan

1.

SD Negeri 081234 Sibolga

( Tahun 1992-1998)

2.

SMP Swasta Tri Sakti 1 Medan

( Tahun 1998-2001)

3.

SMU Negeri 3 Sibolga

( Tahun 2001-2004)

4.

Akper Gleneagles Medan

( Tahun 2004-2007)