Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian MP-ASI Dini Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2007

(1)

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMBERIAN MP-ASI DINI DI KECAMATAN PANDAN

KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2007

TESIS

OLEH

ASDAN PADANG 057012006/ AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(2)

PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMBERIAN MP-ASI DINI DI KECAMATAN PANDAN

KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2007

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2008


(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMBERIAN MP-ASI DINI DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2007.

Nama Mahasiswa : Asdani Padang Nomor Pokok Mahasiswa : 057012006

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Dra. Syarifah, MS) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr.Drs. Surya Utama, MS) (Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B.,MSc)


(4)

ABSTRAK

Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang optimal pada bayi. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2002 menunjukkan bahwa persentase ibu yang memberi makanan bayi terlalu dini kepada bayinya cukup tinggi: 32% ibu memberikan makanan tambahan kepada bayinya ketika berumur 2-3 bulan; 69% terhadap bayi yang berumur 4-5 bulan. Kondisi yang sama terdapat di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah: sebanyak 52,15% dari 1.268 bayi sudah mendapat MP-ASI di bawah usia 6 bulan.

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-24 bulan di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2007. Penelitian merupakan survei dengan tipe explanatory research, dengan populasi seluruh ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Sampel berjumlah 147 orang. Data diolah dengan menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan variabel predisposisi yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap pemberian MP-ASI adalah sikap (p=0,048). Variabel pendukung yang mempunyai pengaruh terhadap pemberian MP-ASI adalah keterpaparan media (p=0,038); variabel pendorong yang mempunyai pengaruh terhadap pemberian MP-ASI adalah dukungan keluarga (p=0,019) dan kebiasaan memberi MP-ASI di masyarakat < 6 bulan (p=0,036). Variabel yang tidak berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI dalam penelitian ini adalah umur, paritas, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, jarak pelayanan kesehatan, dan dukungan petugas kesehatan.

Disarankan perlu adanya peningkatan frekuensi penyuluhan tentang pemberian MP-ASI > 6 bulan di masyarakat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah dengan jajarannya dengan melibatkan semua komponen yang ada.


(5)

ABSTRACT

Giving extra food beside breastfeeding to a baby since it is six months old is one of the factor that influence its optimal growth. The result of the National Socio-economic Survey 2002 shows that the percentage of mothers giving extra food beside breastfeeding to their babies too early is quite high: 32 % of the mothers gave an extra food to their babies when they were about 2-3 months old, and 69 % of them gave their babies an extra food when they were 4-5 months old. The same condition exists in Pandan Sub-district, Tapanuli Tengah District: 52,15% of the 1.268 babies have been given extra food beside breastfeeding when they were less than 6 months old.

This survey study with explanatory research type was conducted to analyze the factors which influence mother’s behavior in giving extra food beside breastfeeding to their babies of 6-24 months old in Pandan Sub-district, Tapanuli Tengah District in 2007. The population for this study is all of the mothers who did not give an exclusive breastfeed in 2006 and 147 of them were selected to be the sample. The data obtained were analyzed through logistic regression test.

The result of this study shows that the predisposition variable having a significant influence on giving extra food beside breastfeeding is attitude (p = 0.048). The supporting variable influencing the giving of extra food beside breastfeeding is media exposure (p = 0.038). Variables that influence the giving of extra food beside breastfeeding is family support (p = 0.019) and the habit of giving extra food beside breastfeeding in public less than 6 months old (p = 0.036). In this study, the variable which do not have any influence on the giving extra food beside breastfeeding are age, parity, education, knowledge, occupation, distance of health service facility from home, and support from health workers. Based on the value of , the most influencing variable which have influence on the giving of extra food beside breastfeeding is the habit of feeding the babies (B = 3.043)

It is suggested that the Tapanuli Tengah district health office involving all components available need to increase the frequency of providing extension on giving extra beside breastfeeding when the baby is less than 6 months old to the community.

Key words: Giving extra food beside breastfeeding


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Pada dasarnya Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang optimal pada bayi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian MP-ASI Dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah 2007.

Penulisan ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara .

Dalam pembuatan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B., MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana USU.

Dr.Drs. Surya Utama, Ms Sebagai ketua Program Studi, Dr.Dra. Ida Yustina, Msi, serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti pendidikan.


(7)

dr. H. Arif Simatupang, SpS selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM dan Dra. Syarifah, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, pikiran, serta tenaga dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan tesis ini dengan penuh kesabaran.

Dr.Dra. Ida Yustina, Msi, dan Dr.Ir. Evawany Y. Aritonang, Msi selaku penguji yang juga telah memberikan waktu dan pemikiran demi perbaikan tesis ini.

Kedua orang tuaku yang senantiasa mendukung penulis baik dari segi moril maupun materil, suamiku tercinta yang selalu setia memberikan motivasi selama pendidikan, anakku yang menjadi sumber inspirasi bagiku, serta kedua keluarga mertuaku dan adik-adik tercinta yang senantiasa memberikan dorongan penulis selama mengikuti pendidikan.

Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa ”Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Angkatan 2005” yang telah membantu penulis selama proses penelitian ini.

Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan dalam penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini mempunyai kekurangan, untuk itu diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Segala saran dan kritik yang disampaikan untuk perbaikan tesis ini sebelumnya diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.


(8)

Terakhir penulis mohon maaf yang setulusnya kepada semua pihak jika ditemui kekurangan dan kekhilafan selama penulis mengikuti pendidikan dan penelitian berlangsung. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa yang membalas semua kebaikan yang diberikan kepada penulis dengan berlipat-lipat ganda. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2008 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Asdani Padang yang dilahirkan di Medan pada tanggal 21 Juni 1977, beragama Islam dengan alamat Jln. S.M. Raja Km 5 Komplek Perumahan Permata Indah No.D 4 Kabupaten Tapanuli Tengah-Sibolga

Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri No.060891 Padang Bulan Medan Tahun 1983-1989, Tahun 1989-1992 menamatkan sekolah lanjutan tingkat pertama Negeri I Sibolga, Tahun 1992-1995 menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri I Medan, Tahun 1996-2002 menamatkan kuliah di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, kemudian tahun 2005-2008 menamatkan kuliah di Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis sejak tahun 2002 memulai karir sebagai staf Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.4.Hipotesis... 5

1.5.Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1.Makanan Pendamping ASI ... 6

2.2.Pola Pemberian Makanan Pada Bayi ... 7

2.3.Perilaku ... 16

2.4.Perilaku di Bidang Kesehatan ... 19

2.5.Budaya dan Pola Konsumsi Pada Bayi ... 20

2.6.Landasan Teori... 24

2.7.Kerangka Konsep ... 27

BAB 3. METODE PENELITIAN... 28

3.1.Jenis Penelitian... 28

3.2.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 28

3.3.Populasi dan Sampel ... 29

3.4.Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5.Variabel dan Definisi Operasional ... 31

3.6.Metode Pengukuran ... 33

3.7.Metode Analisis Data... 37


(11)

4.2. Faktor Predisposisi ... 40

4.3. Faktor Pendukung ... 47

4.4. Faktor Pendorong ... 49

4.5.Pemberian MP-ASI ... 51

4.6.Hasil Uji Statistik ... 52

BAB 5. PEMBAHASAN... 54

5.1.Faktor Predisposisi ... 55

5.2. Faktor Pendukung ... 56

5.3. Faktor Pendorong ... 57

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 59

6.1.Kesimpulan ... 59

6.2. Saran... 59


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul halaman

1. Nama Variabel, Cara dan Alat Ukur, Hasil Ukur, Skala Ukur, dan Kategori Hasil

Ukur ... 31

2. Distribusi Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Berdasarkan Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan Tahun 2005 - 2006 ... 39

3. Distribusi Responden Menurut Umur ... 40

4. Distribusi Responden Menurut Paritas ... 41

5. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 41

6. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan ... 42

7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan ... 43

8. Distribusi Responden Menurut Kategori Tingkat Pengetahuan ... 45

9. Distribusi Responden Menurut Sikap ... 46

10. Distribusi Responden Menurut Kategori Sikap ... 47

11. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Ke Fasilitas Kesehatan ... 48

12. Distribusi Keterpaparan Pada Media ... 48

13. Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Media ... 48

14. Distribusi Dukungan Petugas Kesehatan ... 49

15. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Dukungan Petugas Kesehatan .... ... 49

16. Distribusi Dukungan Keluarga dan Masyarakat ... 50

17. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Dukungan Keluarga dan Masyarakat 50 18. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Makanan ... 51

19. Distribusi Kategori Pemberian MP-ASI ... 51

20. Distribusi Pemberian MP-ASI Berdasarkan Usia Bayi ... 52


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul halaman Gambar 1. Landasan Teori ... 26 Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian ... 27


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul halaman

1. Surat Permohonan Izin Penelitian... 2. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 3. Kuesioner Penelitian ... 4. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 5. Uji Validitas Dan Reliabilitas Data...


(15)

DAFTAR ISTILAH

MP – ASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu WHO : World Health Organization

SUSENAS : Survei Sosial Ekonomi Nasional


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi dan ditentukan dari tingkat kesehatan masyarakatnya di mana salah satu indikator tingkat kesehatan tersebut ditentukan oleh status gizi manusianya. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut (Wiryo, 2002).

Memasuki era globalisasi diperlukan anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas tinggi agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sejak bayi. Pada masa bayi pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat cepat dan perkembangan otak telah mencapai 70% (Roesli, 2005).

Pencapaian tumbuh kembang optimal pada bayi, dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus diperhatikan yaitu: pertama, memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir; kedua, memberikan air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan; ketiga, memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi


(17)

berusia 6-24 bulan; dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Di samping itu juga MP-ASI disediakan berdasarkan bahan lokal bila memungkinkan, MP-ASI harus mudah dicerna, harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan bayi dan MP-ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup (Depkes, 2006).

Makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori budaya, sebagaimana halnya dengan sistem medis yang memainkan peranan dalam mengatasi kesehatan dan penyakit, demikian pula kebiasaan makan memainkan peranan sosial dasar yang jauh mengatasi soal makan untuk tubuh manusia semata-mata. (Foster dan Anderson, 1986). Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. (Suharjo, 1989)

Dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, dan cara pembuatannya. Kebiasaan pemberian makanan bayi yang tidak tepat, salah satunya adalah pemberian makanan yang terlalu dini. Pemberian makanan terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare, muntah, dan sulit buang air besar (Cott, 2003).

Pemberian makanan bayi di Indonesia masih banyak yang belum sesuai dengan umurnya, terutama di daerah pedesaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya memberikan pisang (57,3%) kepada bayinya sebelum usia 4 bulan (Litbangkes, 2003).


(18)

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002, terdapat banyak ibu yang memberikan makanan terlalu dini kepada bayinya, kemudian sebanyak 32% ibu yang memberikan makanan tambahan kepada bayi berumur 2-3 bulan, seperti bubur nasi, pisang, dan 69% terhadap bayi yang berumur 4-5 bulan (Surkesnas, 2002).

Hasil penelitian yang dilakukan Irawati (2007), peneliti pada Pusat Pelatihan dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan, diperoleh bahwa lebih dari 50% bayi di Indonesia mendapat makanan pendamping ASI dengan usia kurang dari 1 bulan.

Penelitian yang dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, ditemukan bahwa praktek pemberian makan pada bayi sebelum usia 1 bulan mencapai 32,4% dan pada usia tersebut didapatkan sebesar 66,7% jenis makanan yang diberikan adalah pisang (Litbangkes, 2003).

Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2001) di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, sebanyak 77% responden memberikan makanan prelaktal

dan 23% langsung memberikan ASI saja kepada bayinya. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2006) menunjukkan bahwa 56,80% ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini pada bayi 0-6 bulan dan sebesar 43,20% ibu tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini (Litbangkes, 2007).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2006, dari 7.049 bayi lahir hanya 48,97% yang mendapat ASI secara eksklusif dari


(19)

yang ada di Tapanuli Tengah ternyata di Kecamatan Pandan terdapat 52,15% dari 1.268 bayi sudah mendapat MP-ASI usia < 6 bulan (Dinkes Kab. Tapteng 2006).

Secara teoritis diketahui bahwa pemberian makanan MP-ASI terlalu dini pada anak dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada bayi seperti diare, konstipasi, muntah, dan alergi. Di samping itu akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak setelah usia dewasa seperti memicu terjadinya penyakit obesitas, hipertensi, dan penyakit jantung koroner (Nadesul, 2005)

Secara teoritis banyak faktor yang melatar belakangi munculnya masalah perilaku pemberian MP-ASI. Teori yang erat kaitannya dengan perilaku yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI adalah teori yang dikemukakan oleh Green (1993). Green mengemukakan analisisnya tentang faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes) yang selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor: faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2007.

1.2. Rumusan Masalah

Di Kabupaten Tapanuli Tengah khususnya di Kecamatan Pandan dari hasil survey pendahuluan didapatkan data bahwa pada tahun 2006 terdapat 52,15% dari 1.268 bayi telah mendapat MP-ASI dibawah usia 6 bulan.


(20)

Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku ibu dalam memberikan MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2007.

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2007.

1.4. Hipotesa

Ada pengaruh faktor-faktor predisposisi, pendukung, dan pendorong terhadap pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2007.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat memberikan informasi bagi Instansi Dinas Kesehatan maupun Instansi lain dalam menentukan arah kebijakan gizi masyarakat khususnya pemberian MP-ASI untuk anak bayi di masa yang akan datang

2. Dengan terwujudnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran serta referensi bagi rekan-rekan mahasiswa khususnya para peneliti berikutnya.


(21)

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes RI, 1992). MP-ASI ini diberikan pada anak berumur 6 bulan sampai 24 bulan, karena pada masa itu produksi ASI makin menurun sehingga suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak yang semakin meningkat sehingga pemberian dalam bentuk makanan pelengkap sangat dianjurkan (WHO, 1993).

Sesudah bayi berumur 6 bulan secara berangsur perlu makanan pendamping berupa sari buah, atau buah-buahan, nasi tim, makanan lunak dan akhirnya makanan lembek. Adapun tujuan pemberian makanan pendamping adalah (Depkes RI, 2004)

a. Melengkapi zat gizi ASI yang kurang

b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima macam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk.

c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.

Selain itu menurut Muchtadi (2004), makanan pendamping untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: nilai energi dan kandungan proteinnya cukup tinggi, dapat diterima dengan baik, harganya relatif murah, dan dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. Makanan pendamping


(23)

bagi bayi hendaknya bersifat padat gizi, dan mengandung serat kasar serta bahan lain yang sukar dicerna sedikit mungkin. Sebab serat kasar yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu pencernaan.

Pada usia enam bulan, pencernaan bayi mulai kuat. Pemberian makanan pendamping ASI harus setelah usia enam bulan, karena jika diberikan terlalu dini akan menurunkan konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan atau bisa diare. Sebaliknya bila makanan pendamping diberikan terlambat akan mengakibatkan anak kurang gizi bila terjadi dalam waktu panjang (Depkes, 2003).

Untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan status gizi dan pelembagaan keluarga sadar gizi, dilakukan sosialisasi makanan pendamping air susu ibu dari bahan lokal. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan penganekaragaman konsumsi. Untuk mencari praktis, biasanya ibu-ibu langsung membeli bahan makanan pendamping di toko. Tidak salah memang, tetapi sebenarnya di sekitar kita banyak bahan makanan lokal yang bisa dikelola (Sartono, 2006).

2.2. Pola Pemberian Makanan Pada Bayi

Tahun pertama, khususnya enam bulan pertama, adalah masa yang sangat kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung dengan cepat, tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi terjadi dengan cepat. ASI harus merupakan makanan utama pada masa ini. Biasanya makanan tambahan terhadap ASI diperlukan pada tri semester kedua untuk mempertahankan


(24)

pertumbuhan anak pada kecepatan yang sama, umumnya ini berarti antara umur empat sampai enam bulan. Memperkenalkan makanan tambahan pada umur empat sampai enam bulan ini disebabkan karena alasan psikologis dan psikososial.

ASI harus merupakan makanan satu-satunya (eksklusif) untuk bulan-bulan pertama kehidupan bayi. Makanan tambahan pertama diberikan adalah terutama untuk memberikan tambahan energi serta untuk memulai proses pendidikan atau akulturasi. Kemudian akan terdapat kebutuhan makanan tambahan yang meningkatkan agar campuran ASI dan makanan tersebut dapat memberikan energi dan protein yang diperlukan anak. Pada suatu saat makanan tambahan secara keseluruhan menggantikan peran ASI, dalam hal ini berarti si bayi disapih atau tidak menyusui lagi pada ibunya sebaiknya hal ini dilakukan bila bayi telah berumur dua tahun.

Selama proses penyapihan tersebut, makanan tambahan yang diberikan harus mengandung nilai kalori dan kadar protein yang cukup tinggi serta mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Pada masa kini makanan tambahan untuk bayi tersebut banyak diproduksi oleh industri dan mudah diperoleh di pasaran. Namun apabila terdapat masalah ekonomi untuk memperoleh produk tersebut, makanan orang dewasa yang terdiri dari serealia, umbi-umbian dan kacang-kacangan serta sayuran dan buah-buahan dapat diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan bayi akan zat-zat gizi.


(25)

ASI dapat mencukupi sebagian besar bayi sampai berumur empat atau enam bulan. Sebagian bayi dapat tumbuh dengan memuaskan sampai berumur enam bulan atau lebih dengan hanya diberi ASI. Sebagian lagi mungkin memerlukan lebih banyak energi dan zat-zat gizi lain daripada yang terdapat dalam ASI, dengan memberikan tanda-tanda kelaparan atau pertambahan berat badan yang lambat pada umur 4 bulan atau kurang.

Tetapi tidak bijaksana untuk memberikan makanan tambahan kepada anak pada umur kurang dari empat bulan, karena adanya risiko kontaminasi yang sangat tinggi. Dengan memberikan makanan tambahan juga akan mengurangi produksi ASI karena si anak menjadi jarang menyusuii.

Tujuan pemberian makanan tambahan ini adalah sebagai komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein dan zat-zat gizi lain (vitamin dan mineral) untuk tumbuh dan berkembang secara normal. Adalah penting untuk diperhatikan agar pemberian ASI dilanjutkan terus selama mungkin, karena ASI memberikan energi dan protein yang bermutu tinggi, disamping terjadinya kontak yang terus menerus antara ibu dengan bayinya.

Dalam pemberian makanan tambahan pada bayi ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, antara lain:

1. Makanan termasuk ASI, harus memberikan semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi,

2. Anak bayi memerlukan lebih dari satu kali makan sehari sebagai komplemen terhadap ASI. Karena kapasitas perutnya masih kecil, volume makanan yang


(26)

diberikan jangan terlalu besar, sehingga anak kecil harus diberi makan lebih sering dalam sehari dibandingkan dengan orang dewasa.

3. Seorang anak berumur 1-3 tahun hanya dapat mengkonsumsi sekitar 200-300 ml makanan untuk satu kali makan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan energi dan zat-zat energi lain yang cukup, makanan tambahan harus mengandung energi dan zat-zat gizi dalam konsentrasi tinggi, atau diberikan seringkali.

4. Seorang bayi berumur lebih dari 6 bulan perlu diberi makan 4-6 kali sehari sebagai tambahan terhadap ASI. Hal ini dapat dikurangi sampai 3 kali makan sehari untuk anak yang telah berumur 2-3 tahun, dengan memperhatikan bahwa energi dan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan tersebut memenuhi kebutuhan anak.

5. Bila sulit menambahkan minyak, lemak atau gula ke dalam makanan, maka bayi hanya akan memperoleh cukup zat gizi bila ia makan 4-6 kali per hari. Bayi dapat diberi makan tiga kali sehari dan diberi makanan bergizi tinggi diantaranya (selingan) sebagai makanan kecil.

6. Sekali makanan dapat diterima dengan baik, berikan makanan tambahan tersebut setelah bayi menyusui.

7. Sebelum berumur 2 tahun, bayi belum dapat mengkonsumsi semua makanan orang dewasa. Makanan dasar simple mixes tetapi lebih diutamakan multi mixes,

lebih cocok baik dalam hal nilai gizinya maupun konsistensinya.


(27)

dan setelah berumur 2 tahun umumnya dapat menerima makanan orang dewasa normal.

9. Gunakan sendok atau cangkir untuk memberi makan. Sebagian besar bayi dapat dilatih untuk minum dari cangkir setelah berumur 5 bulan.

Pada waktu berumur 2 tahun, bayi dapat mengkonsumsi makanan setengah porsi orang dewasa. Adalah suatu cara yang paling baik untuk memberikan mangkok tersendiri dan menaruh bagian makanannya dalam mangkok tersebut. Biarkan ia makan dengan kecepatannya sendiri, dibawah pengawasan ibunya. Selama masa penyapihan, bayi seringkali menderita infeksi seperti batuk, campak, atau diare. Apabila makanannya mencukupi, gejalanya tidak akan separah bayi yang kurang gizi (Muchtadi, 2004).

2.2.2. Persyaratan Makanan Tambahan

Makanan tambahan untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Nilai energi dan kandungan proteinnya tinggi

2. Memiliki suplementasi yang baik, mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup

3. Dapat diterima dengan baik 4. Harganya relatif murah


(28)

Makanan tambahan bagi bayi seharusnya menghasilkan energi setinggi mungkin, sekurang-kurangnya mengandung 360 kkal per 100 gram bahan. Makanan tambahan bagi bayi hendaknya bersifat padat gizi, dan mengandung serat kasar serta bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat kasar yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu pencernaan.

Lemak dalam makanan selain berfungsi sebagai sumber energi, juga dapat memperbaiki cita rasa (memberikan rasa gurih). Kandungan asam linoleat sebaiknya tidak kurang dari 1%, dan kandungan lemak dapat memberikan energi sebesar 25-30% dari total energi produk. Kadar lemak makanan tambahan dapat ditingkatkan mencapai 10% sejauh teknologi memungkinkan, tampak mengganggu daya tahan simpan untuk memperoleh mutu makanan tambahan yang tetap baik (Deddy, 1994).

2.2.3. Kerugian-kerugian yang Potensial dari Pengenalan Makanan Tambahan yang Dini

Menurut Suhardjo (1992) ada beberapa akibat kurang baik dari pengenalan makanan dini yaitu: gangguan menyusuii, beban ginjal yang terlalu berat sehingga mengakibatkan hyperosmolitas plasma, alergi terhadap makanan, dan mungkin gangguan terhadap pengaturan selera makanan. Makanan alamiah, bahan makanan tambahan dan pencemaran makanan tertentu juga dapat dirugikan.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai akibat-akibat yang disebabkannya: 1. Gangguan Penyusuan


(29)

bayi-bayi yang menyusuii mendapat makanan tambahan pada umur yang lebih kemudian, dan dalam jumlah yang lebih kecil daripada bayi-bayi yang mendapat susu formula.

2. Beban ginjal yang berlebihan dan hyperosmolitas

Makanan padat, baik yang dibuat sendiri di pabrik, cenderung untuk mengandung kadar natrium klorida (NaCl) tinggi yang akan menambah beban ginjal. Beban tersebut masih ditambah oleh makanan tambahan yang mengandung daging.

Bayi-bayi yang mendapat makanan padat pada umur yang dini, mempunyai osmolitas plasma yang lebih tinggi daripada bayi-bayi yang 100% mendapat air susu ibu dan karena itu mudah mendapat hyperosmolitas dehidrasi. Hyperosmolitas penyebab haus yang belebihan. Meskipun hubungan antara penggunaan natrium klorida (NaCl) dan tingkat tekanan darah belum dibuktikan pada masa bayi, tetapi pengamatan epidemiologis dan data ekspeimen pada tikus menyatakan bahwa penggunaan garam pada umur dini dapat dihubungkan dengan perkembangan tekanan darah tinggi yang timbul.

3. Alergi terhadap makanan

Belum matangnya sistem kekebalan dari susu pada umur yang dini, dapat menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap makanan pada masa kanak-kanak. Alergi pada susu sapi dapat terjadi sebanyak 7,5% dan telah diingatkan, bahwa alergi terhadap makanan lainnya, seperti jeruk, tomat, ikan, telur dan realia, bahkan mungkin lebih sering terjadi. Air susu ibu kadang-kadang dapat menularkan penyebab-penyebab alergi dalam jumlah yang cukup banyak untuk menyebabkan


(30)

gejala-gejala klinis, tetapi pemberian susu sapi atau makanan tambahan yang dini menambah terjadinya alergi terhadap makanan.

Pada bayi yang mendapat air susu ibu (atau susu dari kacang kedele) telah dilaporkan adanya pengurangan dalam timbulnya perwujudan-perwujudan alergis, bahkan sampai umur sepuluh tahun, oleh beberapa orang penyelidik, sedangkan penyelidik-penyelidik lainnya telah menemukan tidak adanya perbedaan. Suatu perbandingan yang sistematis antara pengaruh dari pemberian makanan tambahan yang dini dan yang kemudian belum dilaporkan. Hasil dari penelitian-penelitian dengan aturan makanan dapat menghindari alergi ternyata berbeda-beda.

4. Gangguan pengaturan selera makanan

Makanan padat telah dianggap sebagai penyebab kegemukan pada bayi-bayi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bay-bayi yang diberi susu formula adalah lebih berat daripada bayi-bayi yang mendapat air susu ibu, tetapi apakah perbedaan itu disebabkan karena bayi-bayi yang diberi susu formula mendapat makanan padat lebih dini, belumlah jelas.

5. Bahan-bahan makanan tambahan yang merugikan

Makanan tambahan mungkin mengandung komponen-komponen alamiah yang jika diberikan pada waktu dini dapat merugikan. Suatu bahan yang lazim adalah sukrosa. Gula ini adalah penyebab kebusukan pada gigi, dan telah dikemukakan bahwa penggunaan gula ini pada umur yang dini dapat membuat anak terbiasa akan makanan yang rasanya manis. Dalam beberapa sayuran seperti bayam dan wortel,


(31)

bayi di bawah umur 3-4 tahun, yang mekanisme dalam badan untuk melawan racun belum diketahui.

Banyak dari serealia yang mengandung gluten dapat menambah risiko penyakit perut pada umur yang muda, pada saat penyakit tersebut lebih berbahaya. Mungkin juga timbul kesulitan-kesulitan diagnostik, karena sifat tidak mau menerima protein dari susu sapi dapat menyajikan suatu gambaran klinis yang sama dengan gejala-gejala penyakit perut. Juga ada kemungkinan bahwa sensitifitas terhadap gluten dapat ditumbulkan secara lebih mudah pada umur dini, sekurang-kurangnya pada bayi-bayi yang mendapat susu formula (Suhardjo, 1995).

2.2.4. Saran-saran Untuk Pengenalan Makanan Tambahan

a. Dalam memberikan nasehat harus diperhatikan lingkungan sosial budaya dari keluarga yang bersangkutan, sikap dari orang tuanya dan situasi dari hubungan ibu dan anak.

b. Pada umumnya makanan tambahan sebaiknya jangan diberikan sebelum umur tiga bulan atau lebih dari enam bulan. Sebaiknya dimulai dalam jumlah sedikit-sedikit dan jenis serta jumlahnya harus ditambah dengan perlahan-lahan.

c. Pada umur enam bulan tidak lebih dari 50% kebutuhan energi harus berasal dari makanan tambahan. Untuk enam bulan berikutnya air susu ibu harus terus diberikan. Jika ASI sudah tidak ada lagi, maka susu formula dapat diberikan dalam jumlah sekurang-kurangnya 500 ml.


(32)

d. Tidak perlu diperinci jenis makanan tambahan (serealia, buah-buahan, sayuran) yang harus diberikan lebih dahulu. Dalam kaitan ini kebiasaan-kebiasaan setempat dan faktor-faktor ekonomi harus dipertimbangkan.

e. Makanan yang mengandung gluten jangan diberikan sebelum umur empat bulan. Bahkan penundaan sampai umur enam bulan akan lebih baik.

f. Makanan yang mengandung kadar nitrat yang potensial tinggi, seperti bayam dan akar biet harus dihindari selama bulan pertama.

g. Pertimbangan khusus harus diberikan terhadap pemberian makanan tambahan kepada bayi-bayi yang mempunyai sejarah keluarga alergi secara umum, yang harus secara ketat menghindari makanan yang sangat mudah dapat menimbulkan alergi.

Makanan campuran berbagai bahan makanan dapat memberikan mutu yang lebih tinggi dari pada mutu masing-masing bahan penyusunnya. Dengan bercampurnya beragam bahan makanan tersebut, maka bahan yang kurang dalam zat-zat gizi tertentu dapat ditutupi oleh bahan makanan yang mengandung lebih banyak zat-zat yang bersangkutan. Dengan demikian masing-masing bahan makanan mempunyai efek komplementer yang berakibat meningkatnya mutu gizi makanan.

Campuran antara pangan sumber karbohidrat utama dengan pangan sumber protein dengan perbandingan yang tertentu, memberikan nilai protein sebesar 5-6 gram serta energi 350 kalori. Ini berarti bila diberikan kepada anak sekitar umur dua tahun dapat memenuhi kebutuhannya sebesar sepertiganya (Suhardjo, 1995).


(33)

2.3. Perilaku

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi tersebut mempunyai bentuk bermacam-macam yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2 yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit).

Bentuk perilaku ini dapat diamati melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja, perilaku juga dapat bersifat potensial, yakni dalam bentuk pegetahuan, motivasi dan persepsi.

Menurut Lawrence Green (1993) bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana.

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.3.1. Faktor Predisposisi

Bila dikaitkan dengan fenomena epidemiologi maka pengetahuan yang dimaksudkan adalah sejauh mana masyarakat mengetahui tentang penyakit, gejala


(34)

penyebaran/distribusi maupun dampak dari penyakit tertentu. Sedangkan sikap disini meliputi bagaimana tanggapan individu atau masyarakat tentang penyakit diwujudkannya dalam pernyataan setuju atau tidaknya terhadap pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Kepercayaan merupakan tahap selanjutnya dari perilaku, bahwa jika pengetahuan dan sikapnya sudah diwujudkan dalam bentuk kepercayaan maka biasanya perilaku lebih sulit untuk dirubah. Sedangkan tradisi yang dimaksud adalah apakah ada tradisi yang ada dimasyarakat lebih memungkinkan seseorang berperilaku tidak sehat, misalnya tradisi tidak memberikan ASI pada bayi, memberikan ASI tidak sampai 2 tahun dan memberi makan MP-ASI terlalu dini dan sebagainya. Disamping itu perlu juga diketahui tradisi dalam masyarakat yang mendukung dalam perilaku sehat. Nilai-nilai dan norma sosial dalam hal ini dapat berupa sejauh mana aktivitas-aktivitas seperti pencegahan/pengobatan diterima oleh masyarakat.

2.3.2. Faktor Pendukung

Faktor pendukung antara lain: 1). Sarana dan prasarana kesehatan dan 2). Kemudahan dalam mencapai sarana kesehatan tersebut. Sarana dan prasarana kesehatan meliputi seberapa banyak fasilitas-fasilitas kesehatan, konseling maupun pusat-pusat informasi bagi individu/masyarakat. Kemudahan bagaimana kemudahan untuk mencapai sarana tersebut termasuk biaya, jarak, waktu/lama pengobatan, dan juga hambatan budaya seperti malu mengalami penyakit tertentu jika diketahui masyarakat.


(35)

Faktor pendorong meliputi : i). Sikap dan perilaku petugas kesahatan, ii). Sikap dan perilaku guru, orang tua, teman sebaya, tokoh masyarakat, keluarga dan lain-lain. Sikap dan perilaku petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam perilaku kesehatan. Sementara itu peranan guru, orang tua, teman sebaya dan tokoh masyarakat merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan perilaku. Contoh dalam kasus pemberian ASI, apabila seorang ibu telah mendapat penjelasan tentang pemberian ASI yang benar dan coba menerapkannya, akan tetapi karena lingkungannya belum ada yang menerapkan, maka ibu tersebut menjadi asing di masyarakat dan bukan tidak mungkin ia menjadi kembali dengan pemberian ASI yang salah.

2.4.Perilaku di Bidang Kesehatan

Dalam bidang kesehatan masyarakat khususnya pendidikan kesehatan, mempelajari perilaku adalah sangat penting karena pendidikan kesehatan sebagai bagian daripada kesehatan masyarakat, berfungsi sebagai media atau sarana-sarana untuk menyediakan kondisi sosiopsikologis sedemikian rupa sehingga individu atau masyarakat berperilaku sesuai dengan norma-norma hidup sehat. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan bertujuan untuk menambah perilaku individu atau masyarakat sehingga sesuai dengan norma-norma hidup sehat. (Notoatmodjo, 2002).


(36)

a. Respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Cakupan dari perilaku kesehatan tersebut adalah:

b. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia merespon, baik secara pasif (mengetahui), bersikap dan mempersepsi tentang penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. c. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang

terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatnya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

d. Perilaku terhadap makanan, yaitu respon sesorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.

e. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain


(37)

− Perilaku sehubungan dengan air bersih

− Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor

− Perilaku sehubungan dengan limbah

− Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai dan sebagainya

− Perilaku sehubungan dengan pembersihan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor) dan sebaginya.

2.5. Budaya dan Pola Konsumsi Pada Bayi

Pola konsumsi makanan penduduk di berbagai etnik (suku bangsa) di Indonesia berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain. Pola itu merupakan salah satu cerminan dari kebiasaan makan penduduk bersangkutan. Pada umumnya pola konsumsi makanan penduduk mengikuti nilai-nilai sosial dan budaya setempat. Nilai sosial dan budaya ini berkaitan dengan ciri suku bangsa dan ciri ekologi dimana penduduk itu hidup. Secara umum kebiasaan makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: keadaan sosial ekonomi, budaya, politik, fisik, lingkungan ekologi dan teknologi setempat (Muhilal, 1996).

Para ahli antropologi gizi umumnya berpendapat bahwa kebiasaan makan tidak mudah diubah tetapi bersifat dinamis. Hal ini berarti bahwa kebiasaan makan dapat berubah jika faktor-faktor yang mempengaruhinya diubah dengan sengaja. Karena kebiasaan makan bersifat menyatu dengan perilaku konsumsi makanan maka


(38)

proses perubahan itu umumnya berjalan lambat. Selanjutnya perubahan atau kelestarian pola makan dapat dikaji dari faktor dalam dan faktor luar sebagai berikut :

1) Dari dalam meliputi corak kebudayaan, corak masyarakat, corak individu yang berkaitan dengan keterbukaan/tertutup, labil, dinamik, statis, tradisional. 2) Dari luar mencakup keterjangkauan (accesibility), ketersediaan (availability),

bekersinambungan (sustainability). Keterbukaan dan ketertutupan mencakup unsur-unsur seperti struktur keluarga, tingkat sosial ekonomi (Muhilal, 1996). Selain itu pola konsumsi makanan penduduk dapat dilihat dari berbagai tingkat analisis, yaitu :

1) Pola tingkat kebudayaan: dilihat sebagai pengetahuan yang dimiliki dan digunakan bersama sebagai peranan hidup.

2) Pola tingkat masyarakat: dilihat sebagai pola-pola yang umum berlaku dalam kehidupan sosoial masyarakat yang merupakan hasil abstraksi para pelaku yang diamati maupun dari berbagai informasi yang diperoleh dari informan kunci.

3) Pada tingkat keluarga: dilihat sebagai pola-pola umum yang berlaku dalam kehidupan keluarga dalam satu masyarakat yang merupakan abstraksi mengenai berbagai kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan para anggota keluarga sebagai satuan kehidupan.

4) Pada tingkat individu: dilihat sebagai pola dasar umum dari pengetahuan yang dimiliki masyarakat (Muhilal, 1996).


(39)

Kerja organ pencernaan yang normal menjadikan mesin tubuh bekerja menjadi lancar. Oleh sebab itu, kita sangat penting menjaga dan memelihara organ pencernaan bayi semenjak dilahirkan. Dibandingkan organ tubuh lainnya, organ pencernaan bayi yang baru lahir lebih besar peranannya bagi tubuh bayi tersebut, karena perut badan betumbuh, berkat perut otak berkembang.

Mengisi perut bayi tidak cukup berbekal dengan naluri belaka. Kita membutuhkan yang lain dan pilihan itu harus masuk akal, terukur dan bisa dipercaya. Karena perut yang sehat berkaitan dengan hari depan anak. Susunan pencernaan bayi belum sepenuhnya berfungsi seperti pencernaan orang dewasa. Pada saat dilahirkan lambung dan usus bayi belum berfungsi sepenuhnya, semua enzim pencernaan belum lengkap diproduksi, struktur saluran pencernaan bayi belum terbentuk sempurna dan kemampuan bayi untuk menelan pun belum sempurna. Untuk alasan itulah bayi belum diperbolehkan menelan segala macam makanan dan minuman seperti orang dewasa, sekurang-kurangnya sampai bayi berumur 6 bulan belum boleh ada jenis makanan lain bayi selain ASI (Nadesul, 2005).

Pola konsumsi makanan bergizi sangat ditentukan oleh tersedianya bahan makanan yang beraneka ragam yang dihasilkan melalui program peningkatan produksi pangan baik pangan pokok maupun bukan pangan pokok, dalam rangka melestarikan swasembada pangan dengan tetap memperhatikan kepada pola konsumsi pangan masyarakat setempat.

Proses pemilihan makanan dalam diri seorang merupakan bagian dari sistem perilaku konsumsi makanan yang dipengaruhi oleh beragam faktor. Faktor sosial dan


(40)

budaya merupakan determinan kuat dalam pemilihan makanan yang dilakukan oleh masyarakat yang timbul secara turun menurun (Muhilal, 1996).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sulastri (2004) di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan mengenai pemberian MP-ASI dimana dari 80 responden terdapat 2,5% pemberian MP-ASI baik dan 97,5% dengan pola pemberian MP-ASI yang tidak baik. Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah (2000) di desa Alue Awe Kecamatan Muara Dua Aceh, dimana hanya 16,4% responden pola pemberian MP-ASI dikategorikan baik, sedangkan 83,6% responden pola pemberian MP-ASI buruk.

Pola pemberian makan pada bayi disesuaikan dengan dua faktor yaitu: 1. Faktor yang berhubungan dengan keadaan ibu

Keadaan yang sering dihadapi ibu adalah bendungan ASI yang menyebabkan ibu merasa sakit sewaktu bayi menyusui. Keadaan ini dapat diatasi dengan cara mengurut payudara perlahan-lahan. Adanya penyakit kronis yang diderita ibu seperti TBC, malaria merupakan alasan untuk tidak menyusui bayinya. Demikian juga ibu yang gizinya tidak baik, akan menghasilkan ASI dalam jumlah lebih sedikit dibanding dengan ibu dengan gizi yang lebih baik.

2. Faktor yang berhubungan dengan keadaan bayi

Anak yang lahir dengan prematur atau lahir dengan berat badan lahir rendah masih terlalu lemah untuk menghisap ASI dari payudara ibunya. Pada waktu


(41)

anak sakit juga akan menimbulkan kesulitan karena si anak menolak untuk menyusuii (Roesli, 2005)

2.6. Landasan Teori

Masalah gangguan tumbuh kembang pada bayi dan anak usia di bawah 2 tahun (baduta) merupakan masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius. Usia di bawah dua tahun merupakan masa yang amat penting sekaligus masa kritis dalam proses tumbuh kembang bayi baik fisik maupun kecerdasan. Karena itu setiap bayi dan anak usia 12-24 bulan harus memperoleh asupan gizi sesuai dengan kebutuhannya yang sejalan dengan pertambahan umur, sebab bertambah umur bertambah pula kebutuhan gizinya dan oleh sebab itu pada usia ini bayi harus diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI). Selain ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi perlu juga diperhatikan waktu pemberian, frekuensi, pemilihan bahan makanan, cara pembuatan dan cara pemberian MP-ASI.

Di dalam keluarga peranan ibu sangat penting dalam melaksanakan pemberian ASI ini. Penanganan yang baik yang dilakukan oleh ibu dalam pemberian MP-ASI kepada bayinya berpotensi untuk mencapai bayi yang sehat baik dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Namun dalam kenyataannya masih banyak terjadi masalah pemberian MP-ASI pada bayi dan hal tersebut didasari oleh banyak faktor terutama dari faktor perilaku ibu sendiri.

Perilaku ibu yang tidak sesuai ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendasari timbulnya perilaku. Menurut teori Green, yang mendasari timbulnya


(42)

perilaku ibu tersebut dikelompokkan menjadi faktor predisposing, enabling dan

reinforcing. Faktor-faktor yang tergolong sebagai faktor predisposing antara lain umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, penghasilan dan budaya. Tingkat pendidikan ibu yang rendah diasumsikan akan menyebabkan tingkat pengetahuan ibu yang juga rendah. Pengetahuan mengenai MP-ASI terdiri dari waktu pemberian, frekuensi, porsi, pemilihan bahan makanan, cara pembuatan dan cara pemerbian MP-ASI. Faktor budaya yang secara turun temurun diwariskan dalam pola makan masyarakat akhirnya akan membentuk pola konsumsi kepada anak nantinya. Faktor pendukung,

dimana hal yang memudahkan ibu dalam pemberian makanan pendamping juga mendasari tindakan ibu. Tingkat ketesediaan bahan makanan dalam lingkungan (pasar) akan mendorong ibu untuk mendapatkan dan mengolah bahan makanan tersebut menjadi makanan pendamping bagi bayinya. Informasi yang diperoleh dari media massa akan mendasari ibu dalam memilih jenis makanan pendamping baik tenaga puskesmas maupun posyandu akan mendorong ibu untuk berperilaku berdasarkan informasi yang didapatkan dari mereka. Sikap dan tindakan petugas yang mendukung akan menimbulkan minat pada ibu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut


(43)

Faktor Predisposisi a. Umur

b. Pendidikan c. Pengetahuan d. Sikap

e. Status Ekonomi f. Kebiasaan

makan pada bayi

Faktor Pendukung a. Sarana dan

prasarana b. Ketersediaan

bahan makanan c. Layanan

kesehatan d. Media massa

Pelayanan Kesehatan

Tindakan Lingkungan

Status Kesehatan

Faktor Pendorong a. Sikap dan

tindakan petugas b. Dukungan

keluarga dan masyarakat


(44)

2.7. Kerangka Konsep

Faktor Predisposing

b. Umur c. Paritas d. Pendidikan e. Pengetahuan f. Sikap g. Pekerjaan

Faktor Pendorong

b. Jarak ke Pelayanan kesehatan

c. Keterpaparan Media

Pemberian MP-ASI Dini

Faktor Pendukung

a. Dukungan petugas kesehatan

b. Dukungan keluarga & masyarakat

c. Kebiasaan makan bayi


(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitan

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe explanatory research

untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Rancangan penelitian adalah dengan menggunakan desain potong lintang (cross-sectional), yaitu melakukan pengamatan sesaat dalam satu waktu dari data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung serta mengisi daftar pertanyaan yang telah disediakan.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah:

1. Masih rendahnya bayi yang diberi ASI secara eksklusif, yaitu sebesar 52,15 %, dimana bayi telah mendapat MP-ASI usia < 6 bulan.

2. Belum pernah diadakan penelitian tentang perilaku ibu dalam pemberian makanan tambahan pada bayinya didaerah ini.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan dimulai bulan Mei 2007 - Februari 2008. Penelitian ini dimulai dari penelusuran daftar pustaka, survai awal, penyusunan


(46)

proposal penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, kolokium/seminar proposal dan dilanjutkan dengan penelitian lapangan untuk pengumpulan data serta melakukan pengolahan dan analisa data, penyusunan laporan penelitian, penulisan tesis, dan seminar hasil.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 6-24 bulan yang terdapat di Kecamatan Pandan tahun 2007. Berdasarkan laporan dua puskesmas yang terdapat di Kecamatan Pandan tahun 2007.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak usia 6-24 bulan.Dimana ibu dalam keadaan sehat dan tidak memiliki hambatan menyusui dan begitu juga dengan anak.Berdasarkan rumus, sampel yang diperoleh sebanyak 147 orang yang diperoleh dengan menggunakan rumus (Lwanga and Lameshow, 1997) sebagai berikut:

n

(

)

2

2 1

1 (1 ) (1 )

( o o o p p P p P p − ∂ ∂ ∂ −

− − + Ζ −

Ζ

= α β

Dimana :

n = besar sampel


(47)

Pa = 0,6%

Power (kekuatan uji) = 90% ( =10%) maka

(

Z1β

)

= 1,282, Maka,

n

(

)

2

2 5 . 0 6 . 0 ) 6 . 0 1 ( 6 . 0 282 . 1 ) 5 . 0 1 ( 5 . 0 645 . 1 ( − − + − =

Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah sampel sebesar 147 responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah ibu sehat yang mempunyai bayi yang sehat usia 6-24 bulan, dengan harapan responden masih mampu mengingat kebiasaan dan kejadian yang dialami. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah jika responden tidak bersedia diwawancarai setelah dilakukan penjelasan sebanyak 3 kali, maka digantikan dengan responden lain.

3.4. Metode pengumpulan Data

Pada pelaksanaan penelitian penulis mengumpulkan data melalui:

1. Data Primer; dikumpulkan melalui wawancara langsung pada responden dengan menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan adalah semua data yang termasuk variabel independen, variabel dependen. Wawancara dilakukan dengan cara melakukan kunjungan ke rumah responden.

2. Data Sekunder; diperoleh dari profil Dinkes Kabupaten Tapteng.


(48)

Untuk menguji kehandalan instrumen dilakukan uji ketepatan (validitas) dan uji ketelitian (reliabilitas). Untuk memperoleh hasil uji validitas digunakan koefisien

corrected item-total correlation. Sedangkan untuk memperoleh hasil uji reliabilitas dilakukan dengan uji koefisien menggunakan uji Cronbach (Cronbach Alpha). Dari uji yang dilakukan koefisien alpha yang diperoleh menunjukkan bahwa pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini cukup valid dan reliabel (Lampiran 1).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Berikut merupakan definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian, yakni faktor predisposisi (umur, paritas, pendidikan, pengetahuan, sikap, pekerjaan), faktor pendukung (jarak ke pelayanan kesehatan, keterpaparan media), dan faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan, dukungan keluarga dan masyarakat, kebiasaan makan bayi).

Tabel 3.1. Variabel, Definisi Operasional, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur

Variabel Sub Variabel

Definisi

Operasional Alat ukur

Hasil ukur Skala

ukur

Umur Umur ibu kuesioner Umur dalam satuan tahun Ratio

Paritas Jumlah anak yang pernah dilahirkan Kuesioner Jumlah anak yang pernah dilahirkan Ratio

Pendidikan

Pendidikan yang pernah dijalani ibu

Kuesioner

Rendah: (tidak sekolah, SD) Sedang : (SLTP,atau SLTA) Tinggi: Universitas Ordinal Pekerjaan Pekerjaan yang pernah dijalani ibu Kuesioner

1. tidak bekerja (ibu rumah tangga)

2. bekerja dirumah (salon,menjahit dll) 3. bekerja diluar rumah

(PNS, swasta, guru dll)

Nominal Faktor Predisposing Pengetahuan Pengetahuan ibu tentang

pemberian ASI Kuesioner

baik , apabila menjawab benar >75%


(49)

Skor nilai : -jawaban 1 = 2 -jawaban 2 = 1 -jawaban 3 = 0

buruk, menjawab benar

<45%,

Sikap

Kesiapan atau kesediaan memberikan ASI yang benar pada bayinya Skor nilai : -jawaban S = 2 -jawaban TS = 1 -jawaban TT = 0

Kuesioner

baik, apabila menjawab

benar >75%

sedang,menjawab benar

40-75%

kurang, menjawab benar

<40%


(50)

Tabel 3.1. (Lanjutan)

Jarak ke fasilitas kesehatan

Jarak tempat tinggal ibu ke puskesmas

Kuesioner

Dekat, apabila menjawab < 5

km

Sedang, apabila menjawab

5-10 km

Jauh, apabila menjawab > 10

km Ordinal Faktor Pendukung Paparan media Informasi yang didapat ibu dari media tentang pemberian ASI Skor : -jawaban a=1 -jawaban b=0 Kuesioner

Tinggi: apabila menjawab

>75%,

Sedang:apabila menjawab

45-75%

Rendah: apabila menjawab

<45% Ordinal Faktor Pendorong Dukungan petugas kesehatan Saran dan anjuran dari petugas kesehatan tentang pemberian ASI Skor : -jawaban a=1 -jawaban b=0 Kuesioner

Mendapat Dorongan:

apabila menjawab ≥75%

Tidak mendapat dorongan:

apabilamenjawab <75%

Ordinal

Variabel Sub Variabel

Definisi

Operasional Alat ukur Hasil ukur

Skala ukur Dukungan keluarga dan masyarakat Dukungan pada ibu dari keluarga dekat dan masyarkat tentang pemberian ASI Skor : -jawaban a=1 -jawaban b=0

Kuesioner Mendapat Dorongan:

apabila menjawab ≥75%

Tidak mendapat dorongan

apabila menjawab <75%

Ordinal Kebiasaan makan pada bayi Pengaruh ada tidaknya kebiasaan pemberian MP-ASI < 6 bulan Skor : -jawaban a=2 -jawaban b=1 -jawaban c=0

Kuesioner Ada : kebiasaan MP-ASI < 6 bulan

Tidak ada : kebiasaan

MP-ASI < 6 bulan

Ordinal

Pemberian MP-ASI

Pemberian MP-ASI pada anak usia 6-24 bulan Skor : -jawaban a=1 -jawaban b=0

Kuesioner Baik : MP-ASI > 6 bulan

Tidak Baik : MP-ASI < 6

bulan


(51)

3.6. Metode Pengukuran

Skala pengukuran dalam penelitian adalah dengan menggunakan Skala Likert untuk mengukur perilaku responden yang meliputi pengetahuan, sikap dimana variabel pengukuran dijabarkan menjadi sub variabel dan kemudian sub variabel dijabarkan menjadi komponen yang dapat diukur berdasarkan nilai yang diberikan setiap pertanyaan (Pratomo, 1986)

1. Tingkat Pendidikan

Pengukuran tingkat pendidikan ibu didasarkan tingkat pendidikan responden pada saat penelitian. Pendidikan ibu dibagi dalam 3 kategori dengan memakai skala ordinal yaitu :

a. Rendah, bila tidak sekolah dan tamat SD b. Sedang, bila tamat SLTP dan tamat SLTA c. Tinggi, bila tamat Akademi/Perguruan Tinggi.

2. Pekerjaan

Pengukuran pekerjaan ibu didasarkan pada jenis pekerjaan responden pada saat penelitian. Pekerjaan ibu dibagi dalam 3 kategori dengan memakai skala nominal yaitu :

a. Tidak bekerja (bila sebagai ibu rumah tangga) b. Bekerja di rumah (salon, terima jahitan)


(52)

3. Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan memberikan Skor terhadap kuesioner yang tela diberi bobot. Jumlah pertanyaan 17, total Skor 34. Setiap pertanyaan memiliki 3 (tiga) pilihan dengan kriteria sebagai berikut :

Untuk pertanyaan yang memiliki 3 pilihan - Jawaban a diberikan skor 2 (dua) - Jawaban b diberikan skor 1 (satu) - Jawaban c diberikan skor 0 (nol)

Berdasarkan total skor dari 34 pertanyaan yang diajukan, maka tingkat pengetahuan responden diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori yaitu :

a. Baik, jika benar > 75% dari total skor b. Kurang, jika benar 40-75% dari total skor c. Buruk, jika benar < 40% dari total skor

4. Sikap

Sikap dapat diukur dengan memberikan Skor terhadap kuesioner yang telah diberikan bobot. Jumlah pertanyaan 8, total Skor tertinggi 16. Variabel sikap diukur dengan skala ordinal dengan teknik pilihan jawaban yaitu :

- Jawaban setuju diberikan Skor/nilai = 2

- Jawaban tidak setuju diberikan Skor/nilai nilai = 1 - Jawaban tidak tahu diberikan Skor/nilai = 0.


(53)

a. Baik, jika jawaban nilai (skor) > 75% dari total skor b. Sedang, jika jawaban nilai (skor) 40-75% dari total skor c. Kurang, jika jawaban nilai (skor) < 40% dari total skor

5. Jarak ke fasilitas kesehatan

Variabel jarak tempat tinggal ibu ke puskesmas diukur berdasarkan jauh dekatnya (Km) yang diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori :

a. Dekat, jika jawaban < 5 km

b. Sedang, jika jawaban 5-10 km

c. Jauh, jika jawaban > 10 km

6. Paparan Media

Variabel paparan media diukur berdasarkan 3 pertanyaan yang diajukan, dengan total nilai (Skor) 3, diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Jawaban Ya (a) diberi nilai (Skor) = 1 b. Jawaban Tidak (b) diberi nilai (Skor) = 0

Berdasarkan jumlah total Skor dari 3 pertanyaan yang diajukan, diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu:

a. Tinggi, apabila jawaban ≥ 75% dari total skor b. Sedang, apabila jawaban 45 – 75 % dari total skor c. Rendah, apabila jawaban < 45 dari total skor


(54)

Variabel dukungan petugas kesehatan diukur berdasarkan 5 pertanyaan yang diajukan, dengan total Skor 5. Masing-masing pertanyaan mempunyai 2 (dua) jawaban dengan kriteria sebagai berikut:

a.Jawaban Ya (a) diberi nilai (Skor) = 1 b.Jawaban Tidak (b) diberi nilai (Skor) = 0

Berdasarkan jumlah total Skor dari 5 pertanyaan yang diajukan, dukungan petugas kesehatan, dikategorikan sebagai berikut :

a. Mendapat dorongan, apabila menjawab ≥ 75% dari total skor b. Tidak mendapat dorongan, apabila menjawab <75% dari total skor

8. Dukungan keluarga dan masyarakat

Variabel dukungan keluarga dan masyarakat diukur berdasarkan 9 pertanyaan yang diajukan, dengan Skor=9. Masing-masing pertanyaan mempunyai 2 (dua) pilihan jawaban dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jawaban Ya (a) diberi nilai (Skor) = 1 b. Jawaban Tidak (b) diberi nilai (Skor) = 0

Berdasarkan total Skor dari 9 pertanyaan yang diajukan, dukungan keluarga dan masyarakat diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu :

- Mendapat dorongan, apabila menjawab ≥ 75% dari total skor - Tidak mendapat dorongan, apabila menjawab <75% dari total skor

9. Kebiasaan makan pada bayi


(55)

a. Ada kebiasaan makan < 6 bulan b. Tidak ada kebiasaan makan < 6 bulan

10. Pemberian MP-ASI

Variabel pemberian MP-ASI yaitu saat ibu memberikan MP-ASI Dini dalam kategori yaitu

a. Baik, apabila memberikan makan pada usia ≥ 6 bulan b. Tidak baik, apabila memberikan makan pada usia < 6 bulan

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan adalah Regresi Logistik pada p<0,05 yang bertujuan untuk mengetahui variabel yang dominan dari pengaruh faktor Presdisposisi (umur, paritas, pendidikan, pengetahuan, sikap, pekerjaan) faktor Pendukung (jarak pelayanan kesehatan, keterpaparan media), dan faktor Pendorong (dukungan petugas kesehatan, dukungan keluarga dan masyarakat, kebiasaan makan bayi) terhadap pemberian MP-ASI .


(56)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografis dan Penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah

Kecamatan Pandan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan luas wilayah 62.23 (8,398 Ha). Kecamatan yang berada 0 – 800 meter di atas permukaan laut ini terdiri atas 11 Desa/Kelurahan. Letaknya berbatasan dengan Kota Sibolga di sebelah Utara; Kecamatan Badiri di Selatan; Kecamatan Tukka di Timur, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Jumlah penduduk Kecamatan Pandan berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2006 sebanyak 57.083 jiwa. Namun berdasarkan proyeksi penduduk, pada tahun 2007 jumlah penduduk meningkat menjadi 59.966 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 917.29 jiwa per Km2. Rata-rata laju pertumbuhan penduduknya sebesar 5.12%

per tahun, adapun komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin : sebanyak 50,40% penduduknya laki-laki, sedangkan selebihnya 49,6% perempuan. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Kecamatan Pandan pada tahun 2007 adalah 11.40%.

Secara umum, dari tahun 2006-2007 kualitas tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Pandan mengalami peningkatan, tercermin dari semakin menurunnya persentase penduduk yang tidak/ belum sekolah dan penduduk yang tidak/ belum tamat SD. Pada Tabel 4.1, terlihat bahwa persentase terbesar penduduk menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan berada pada penduduk yang tidak/


(57)

belum tamat SD (21,03%), sedangkan pada tahun 2006 persentase terbesar berada pada penduduk tamat SD (19,3%).

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Berdasarkan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan pada Tahun 2005–2006

Pendidikan 2005 2006

Tidak/ Belum Sekolah Tidak/ Belum tamat SD SD sederajat

SLTP sederajat SLTA ke atas

3,39 21,03 16,78 19,72 14,08

2,39 20,5 19,3 16,8 14,0

Sumber : Profil Kesehatan Kecamatan Pandan dalam Angka, 2006 4.1.2. Gambaran Fasilitas Kesehatan

Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dasar di Kecamatan Pandan, terdapat 1 RSUD Pandan, 2 Puskesmas, 7 Puskemas Pembantu dan 30 Posyandu. Semua puskesmas telah memiliki dokter umum sebanyak 1-4 orang, bidan 33 orang, dan perawat 28 orang (Pandan dalam Angka, 2007).

4.1.3. Gambaran Derajat Kesehatan

Penyakit yang berkunjung ke puskesmas masih didominasi penyakit-penyakit infeksi, yang mencerminkan kualitas kesehatan lingkungan masyarakat (jamban, air bersih, dan hygiene per orangan) masih rendah. BPS (2004) mencatat, bahwa penggunaan air bersih di masyarakat Tapanuli Tengah masih rendah (53,65%). Penyakit-penyakit yang potensial untuk berkembang menjadi KLB adalah penyakit disentri, diare dan malaria (Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah, 2006).


(58)

Pemberian ASI eksklusif tercatat 62,92%, naik dari tahun 2005 yang berjumlah 48,97%. Adapun pendistribusian MP ASI pada keluarga miskin yang Bawah Garis Merah (BGM) mencapai 20,37%.

4.2. Faktor Predisposisi 4.2.1. Umur

Dalam penelitian ini, dari 147 responden, umur yang termuda adalah 17 tahun, sedangkan tertua adalah 40 tahun. Umur responden tersebut kemudian dikategorikan dengan menggunakan batasan usia reproduktif perempuan yang ditetapkan Depkes RI, yakni usia 20-35 tahun. Berdasarkan pengkategorian tersebut, maka dalam penelitian ini, sebanyak 85,1% umur responden berada dalam usia reproduktif, sedangkan 14,2% berada pada usia di atas 35 tahun.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Umur

Umur (tahun) Jumlah (F) Persentase (%)

< 20 tahun 20 – 35 tahun > 35 tahun

1 125 21

0,7 85,1 14,2

Total 147 100,0

4.2.2. Paritas

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 34,0% responden dengan Multipara, sebanyak 28,6% dengan primipara, 24,5% dengan sekundipara, dan 12,9% dengan grandemultipara (Tabel 4.3).


(59)

Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Paritas

Paritas Jumlah (f) Persentase (%)

1 (Primipara) 2 (Sekundipara) 3 – 4 (Multipara)

≥ 5 (Grandemultipara)

42 36 50 19 28,6 24,5 34,0 12,9

Total 147 100,0

4.2.3. Pendidikan

Sebanyak 45,6% responden dalam penelitian ini berpendidikan SLTA; sebanyak 24,5% berpendidikan SLTP; 21,8% berpendidikan SD. Responden yang tidak sekolah ada 2,7%, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan Jumlah (F) Persentase (%)

Tidak sekolah SD SLTP SLTA Akademi/ PT 4 32 36 67 8 2,7 21,8 24,5 45,6 5,4

Total 147 100,0

4.2.4. Pekerjaan

Responden yang bekerja di luar rumah dalam penelitian ini ada 15,7%. Sebanyak 70,7% tidak bekerja, sedangkan yang dalam kategori bekerja di dalam rumah sejumlah 13,6% (Tabel 4.5).


(60)

Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (F) Persentase (%)

Tidak bekerja

Bekerja di dalam rumah Bekerja di luar rumah

104 20 23

70,7 13,6 15,7

Total 147 100

4.2.5. Pengetahuan

Pengetahuan dalam hal ini yang diukur berkenaan dengan segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai pemberian Makanan Pendamping (MP) ASI. Pada Tabel 4.6, berdasarkan waktu pemberian ASI, sebanyak 48,3% responden mengetahui bahwa hal tersebut dilakukan >30 menit, sedangkan 40,8% responden mengatakan < 30 menit.

Pengetahuan tentang lamanya ASI diberikan, sebanyak 66,7% mengatakan <6 bulan, sedangkan yang mengatakan >6 bulan sebesar 29,9%. Sebanyak 81% mengatakan ASI bermanfaat untuk kekebalan tubuh; 83,7% mengatakan ASI dan gizi seimbang merupakan makanan yang baik untuk anak. Selanjutnya sebanyak 74,8% responden mengatakan makanan tambahan sebagai makanan selain ASI; sebanyak 63,3% mengatakan bahwa alasan bayi perlu makanan agar terhindar dari penyakit.


(61)

Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan

Jawaban

Jumlah (F) Persentase (%)

< 30 menit setelah lahir

≥ 30 menit setelah lahir Tidak tahu 60 71 16 40,8 48,3 10,9 Waktu Pemberian ASI

Total 147 100

≥ 6 bulan < 6 bulan Tidak tahu 44 98 5 29,9 66,7 3,4 Lamanya ASI diberikan tanpa makanan

pendamping Total 147 100

Kekebalan tubuh Hubungan baik Tidak tahu 119 23 5 81,0 15,6 3,4 Manfaat ASI

Total 147 100

ASI dan makanan gizi seimbang

ASI dan makanan kalori protein Tidak tahu 123 20 4 83,7 13,6 2,7 Makanan yang

baik untuk anak

Total 147 100

Makanan selain ASI Makanan pengganti ASI Tidak tahu 110 33 4 74,8 22,4 2,7 Pengertian makanan tambahan

Total 147 100

Terhindar penyakit Tidak rewel/ menangis Tidak tahu 93 53 1 63,3 36,1 0,7 Alasan bayi perlu

makanan tambahan

Total 147 100

≥ 6 bulan < 6 bulan Tidak tahu 42 104 1 28,6 70,7 0,7 Waktu pemberian makanan

tambahan Total 147 100

≥ 4 kali < 4 kali Tidak tahu 23 115 9 15,6 78,2 6,1 Frekuensi pemberian makanan

tambahan Total 147 100

Akibat

pemberian MP-ASI secara dini

Mudah kena penyakit infeksi, daya tahan tubuh berkurang


(62)

Tidak mau minum ASI Tidak tahu 38 29 25,9 19,7

Total 147 100

Tabel 4.6. (Lanjutan)

Rentan penyakit, pertumbuhan lambat

Bayi tidak mau MP-ASI Tidak tahu 85 13 49 57,8 8,8 33,3 Penyapihan < 6

bulan

Total 147 100

Lembut, mudah dicerna,gizi seimbang

Kalori dan protein Tidak tahu 101 37 9 68,7 25,2 6,1 Syarat MP – ASI

Total 147 100

Lokal/ buatan sendiri yang higyenis Kemasan Tidak tahu 120 23 4 81,6 15,6 2,7 Jenis MP – ASI

Total 147 100

Terjaga kebersihan

Bervariasi, bergizi, hemat biaya Tidak tahu 93 47 7 63,3 32,0 4,8 Keuntungan MP ASI local

Total 147 100

Hangat, lunak, bertahap Bumbu merata, kondisi baik Tidak tahu 132 5 10 89,8 3,4 6,8 Cara beri MP

ASI yang baik

Total 147 100

Kurus, berat tidak naik Rewel, tidak ceria Tidak tahu 86 53 8 58,5 36,1 5,4 Tanda anak kurang makan

Total 147 100

Berkaitan dengan pengetahuan tentang waktu pemberian makanan tambahan, sebanyak 70,7% mengatakan dilakukan di bawah usia 6 bulan; sebanyak 78,2% mengatakan frekuensi pemberian makanan tambahan sebaiknya di bawah 4 kali


(63)

dalam sehari; sedangkan sebanyak 54,4% responden mengatakan akibat pemberian MP-ASI secara dini menyebabkan bayi mudah kena penyakit infeksi.

Selanjutnya pengetahuan responden tentang dampak dari penyapihan di bawah usia 6 bulan, sebanyak 57,8% menyatakan bayi rentan terhadap penyakit, mengakibatkan pertumbuhannya menjadi lambat; ada sebanyak 33,3% dari responden menyatakan tidak tahu. Adapun syarat MP-ASI, sebanyak 68,7% mengatakan hendaknya lembut, mudah dicerna, dan gizinya seimbang. Dalam hal pemberian MP-ASI yang baik, sebanyak 89,8% mengatakan sebaiknya makanan dimaksud hangat, lunak, dan bertahap diberikannya.

Jawaban responden yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan pada Tabel 4.6 selanjutnya dikategorikan yang hasilnya terdapat pada Tabel 4.7. Berdasarkan pengkategorian yang dilakukan, sebanyak 51,7% responden memiliki pengetahuan yang baik tentang MP-ASI, sedangkan yang kurang baik mencapai 42,9%.

Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Kategori Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan Jumlah (F) Persentase (%)

Baik 76 51,7

Kurang Baik 63 42,9

Buruk 8 5,4

Total 147 100,0

4.2.6. Sikap

Sikap yang diukur dalam penelitian ini menyangkut perasaan setuju tidaknya responden terhadap item-item pertanyaan yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 52,4% responden setuju jika MP ASI diberikan > 6 bulan,


(64)

namun persentase yang menyatakan tidak setuju juga besar, mencapai 46,9%. Menyikapi pernyataan pemberian MP ASI dengan tetap diberi ASI, sebanyak 87,8% responden setuju; yang tidak setuju relatif kecil.


(65)

Tabel 4.8. Distribusi Responden Menurut Sikap

Sikap Kategori Jumlah (F) Persentase (%)

Setuju Tidak setuju Tidak tahu 77 69 1 52,4 46,9 0,7 Pemberian MP ASI > 6 bulan

Total 147 100

Setuju Tidak setuju Tidak tahu 129 14 4 87,8 9,5 2,7 Beri MP ASI, tetap diberi ASI

sampai 2 tahun

Total 147 100

Setuju Tidak setuju Tidak tahu 118 28 1 80,3 19,0 0,7 Pemberian MP-ASI tidak

perlu dijadwal

Total 147 100

Setuju Tidak setuju Tidak tahu 100 43 4 68,0 29,3 2,7 Bahan MP ASI tidak sama

dengan yang dikonsumsi keluarga

Total 147 100

Setuju Tidak setuju Tidak tahu 67 66 14 45,6 44,9 9,5 Anak yang diberi MP ASI < 6

bulan mudah terganggu pencernaannya

Total 147 100

Setuju Tidak setuju Tidak tahu 115 25 7 78,2 17,0 4,8 Gigi bayi tumbuh < 6 bulan

bisa diberi MP ASI

Total 147 100

Setuju Tidak setuju Tidak tahu 125 19 3 85,0 12,9 2,0 MP ASI lokal lebih baik dari

buatan pabrik

Total 147 100

Selanjutnya, sikap responden tentang pemberian MP ASI tidak perlu dijadwal 80,3% setuju; ada 19% yang tidak setuju. Berkaitan dengan pernyataan bahan MP ASI sebaiknya tidak sama dengan yang dikonsumsi keluarga sebanyak 68% setuju; terdapat 29,3% yang tidak setuju. Dalam menyikapi pernyataan anak yang diberi MP ASI < 6 bulan mudah terganggu pencernaannya, sebanyak 45,6% responden


(66)

menyatakan setuju, namun 44,9% juga menyatakan tidak setuju. Berkaitan dengan pernyataan bahwa bayi yang giginya tumbuh < 6 bulan, dapat diberi MP ASI, sebanyak 78,2% menyatakan setuju, sedangkan 17% tidak setuju.

Jawaban responden pada Tabel 4.8 yang berkaitan dengan sikap tentang pemberian MP ASI selanjutnya dikategorikan yang hasilnya terdapat pada Tabel 4.9. Berdasarkan pengkategorian yang dilakukan, sebanyak 70,7% responden memiliki sikap yang baik tentang MP-ASI, sedangkan yang kategori sedang mencapai 29,3%.

Tabel 4.9. Distribusi Responden Menurut Kategori Sikap

Sikap Jumlah (F) Persentase (%)

Baik 104 70,7

Sedang 43 29,3

Total 147 100,0

4.3. Faktor Pendukung

4.3.1. Jarak ke Pelayanan Kesehatan

Sebanyak 98,6% responden (Tabel 4.10) menyatakan bahwa jarak domisili mereka ke pelayanan kesehatan dalam kategori dekat (<5 km), dan untuk menjangkaunya mudah. Biaya yang dikeluarkan oleh responden untuk mencapai pelayanan kesehatan bervariasi, berkisar Rp 1.000,- hingga Rp 6.000,- Sebanyak 26,5% bahkan tidak mengeluarkan biaya untuk transportasi, dengan kata lain mereka dapat menjangkau pelayanan kesehatan dengan berjalan kaki.


(67)

Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak ke Fasilitas Kesehatan

Jarak Jumlah (F) Persentase (%)

Dekat (< 5 km) 145 98,6

Sedang (5-10 km) 1 0,7

Jauh (> 10 km) 1 0,7

Total 147 100,0

4.3.2. Keterpaparan Media

Selanjutnya pada Tabel 4.11 diuraikan mengenai keterpaparan responden dengan media. Sebanyak 55,8% responden dalam kategori rendah keterpaparannya dengan media; 27,2% kategori sedang, selebihnya 17% kategori tinggi.

Tabel 4.11. Distribusi Keterpaparan pada Media

Keterpaparan Jumlah (F) Persentase (%)

Tinggi Sedang Rendah

25 40 82

17,0 27,2 55,8

Total 147 100,0

Jika dilihat berdasarkan media yang menjadi sumber informasi responden tentang MP-ASI, sebanyak 59,2% mendapatkannya dari brosur dan gambar yang terdapat di puskesmas atau di kelurahan; hanya 26,5% yang memperolehnya dari majalah/ koran; sedangkan dari televisi/ radio ada sebanyak 36,7% (Tabel 4.12).


(68)

Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Media

Bentuk Media Kategori Jumlah (F) Persentase (%)

Ya Tidak 87 60 59,2 40,8 Brosur/ gambar

Total 147 100 Ya Tidak 39 108 26,5 73,5 Majalah/ koran

Total 147 100 Ya Tidak 54 93 36,7 63,3 Televisi/ radio

Total 147 100

4.4. Faktor Pendorong

4.4.1. Dukungan Petugas Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 67,3% responden menyatakan petugas kesehatan memberi dukungan dalam pemberian MP-ASI, sedangkan 32,7% menyatakan tidak ada (Tabel 4.13).

Tabel 4.13. Distribusi Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan Jumlah (F) Persentase (%)

Ada Tidak ada 99 48 67,3 32,7

Total 147 100,0

Uraian tentang dukungan petugas kesehatan dapat dilihat pada Tabel 4.14. Dalam hal peragaan pemberian MP-ASI, sebanyak 61,9% menyatakan petugas memberi dukungannya; sebanyak 70,7% menyarankan responden untuk menyusuii hingga 24 bulan; sebanyak 57,8% menganjurkan tidak memberi MP-ASI hingga 4-6


(69)

bulan; 54,4% mengatakan petugas rutin dalam memberikan bimbingan; sedangkan 73,5% mengatakan bahwa terdapat gambar-gambar tentang MP-ASI di puskesmas.

Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas Kategori Jumlah (F) Persentase (%)

Ya Tidak 91 56 61,9 38,1 Peragaan pemberian MP-ASI

Total 147 100 Ya Tidak 104 43 70,7 29,3 Menyarankan menyusuii

hingga 24 bulan

Total 147 100 Ya Tidak 85 62 57,8 42,2 Menganjurkan tidak memberi

MP-ASI sampai 4-6 bulan

Total 147 100 Ya Tidak 80 67 54,4 45,6 Bimbingan rutin sebulan

sekali

Total 147 100

Ya Tidak 108 39 73,5 26,5 Gambar-gambar tentang

MP-ASI

Total 147 100

4.4.2. Dukungan Keluarga dan Masyarakat dalam Pemberian MP ASI Pada Anak Usia 6-24 bulan

Dalam hal dukungan keluarga dan masyarakat terhadap pemberian MP ASI < 6 bulan, sebanyak 87,1% responden menyatakan ada, sedangkan 12,9% menyatakan tidak ada (Tabel 4.15).

Tabel 4.15. Distribusi Dukungan Keluarga dan Masyarakat

Dukungan Jumlah (F) Persentase (%)

Ada Tidak ada 128 19 87,1 12,9


(1)

Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah perlu lebih meningkatkan frekuensi dan kualitas programnya melalui berbagai metode, di antaranya seperti meningkatkan pembuatan leaflet yang memuat informasi yang lengkap tentang pentingnya pemberian MP-ASI > 6 bulan. Tingkat keseringan mendapatkan informasi akan meningkatkan pengetahuan seluruh masyarakat. Meningkatnya pengetahuan akan membentuk persepsi yang positif dalam diri seseorang. Untuk itu diharapkan agar media dapat memberikan informasi yang baik, positif, dan dapat memberikan motivasi pada ibu dalam pemberian MP-ASI > 6 bulan sehingga dapat tercipta generasi-generasi yang sehat dan berkualitas.

Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap iklan di media massa, tidak pernah dijumpai bahwa informasi dalam bentuk iklan yang menjelaskan secara baik dan benar bahwa MP-ASI harus diberikan kepada bayi > 6 bulan. Apabila dikaitkan dengan hasil penelitian, maka sangatlah wajar apabila pemberian MP-ASI < 6 bulan masih dominan dilakukan oleh para ibu yang memiliki bayi usia < 6 bulan.

5.3. Faktor Pendorong (Petugas, Keluarga, dan Kebiasaan Memberi Makan pada Bayi) terhadap Pemberian MP-ASI.

Dukungan keluarga dan kebiasaan memberi makan bayi dalam penelitian ini berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI. Hal ini memberi makna bahwa jika ingin meningkatkan praktek pemberian MP-ASI > 6 bulan, maka dukungan keluarga perlu lebih ditingkatkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Manik (2007) yang menunjukkan adanya pengaruh keluarga terhadap pola pemberian makan pada anak balita di Kabupaten Dairi.


(2)

Peran keluarga dalam pemberian MP-ASI > 6 bulan sangat dibutuhkan, terlebih kultur masyarakat Indonesia yang masih bersifat kolektif, yaitu keluarga berperan dalam pola pengurusan anak khususnya dalam pengurusan bayi. Dalam keluarga yang bersifat paternalistik, keluarga yang dimaksud bertanggungjawab dalam pengurusan bayi adalah para perempuan dari anggota keluarga yang memiliki bayi. Untuk itu upaya pemberdayaan perempuan merupakan suatu keharusan agar program pemberian MP-ASI yang bergizi dan seimbang dapat berhasil.

Menurut Utomo dalam Surjadi dkk. (2001), upaya memberdayakan perempuan harus dianalisis secara hati-hati mengingat pemberdayaan yang bersifat partial dapat menimbulkan aspek-aspek yang negatif. Kondisi yang mungkin terjadi apabila perubahan hubungan kekuasaan pada perempuan, ternyata tidak menjamin terjadinya perubahan dalam level lainnya, seperti keluarga. Hal ini disebabkan, pada berbagai budaya di Indonesia, peran perempuan masih menjadi sub-ordinat dari peran kaum laki-laki dan masih banyaknya bias gender pada proses pengasuhan bayi, yaitu hanya perempuan yang bertanggungjawab dalam proses pengasuhan bayi.

Mengingat dalam penanganan bayi peranan keluarga juga signifikan,maka sasaran penyuluhan dalam program pemberian MP-ASI > 6 bulan perlu diperluas, tidak hanya pada para ibu yang mempunyai bayi, tetapi juga keluarga dan komunitas. Dengan demikian cita-cita untuk melahirkan generasi yang berkualitas melalui penanganan pemberian MP-ASI yang baik dapat diwujudkan.

Kebiasaan MP-ASI di masyarakat, kebiasaan MP-ASI di masyarakat tersebut terjadi di masyarakat dimana para ibu memberikan bubur tim yang berasal dari tepung beras merah yang diolah sendiri dengan cara disangrai kemudian ditumbuk


(3)

dan diayak menjadi tepung beras merah. Sebagaimana diutarakan pada hasil penelitian, bahwa sebanyak 89,8% responden memberi MP-ASI < 6 bulan. Tindakan yang kurang mendukung pelaksanaan ASI eksklusif tersebut dalam kaitan ini dapat dipahami dipengaruhi oleh adanya kebiasaan memberi makan pada bayi berusia < 6 bulan, yang jika dilihat persentase yang memberikannya mencapai 91,8%.

Dalam kaitan itu pihak-pihak terkait seperti Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah yang memberi perhatian terhadap program ASI eksklusif agar meningkatkan frekuensi penyuluhan di masyarakat dengan melibatkan semua komponen masyarakat sehingga program pemberian MP-ASI > 6 bulan dapat dipahami dengan baik untuk diterapkan.


(4)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Sebagian besar (89,8%) responden memberikan MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan.

2. Faktor yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 6-24 bulan adalah: sikap (p=0,048), keterpaparan media (p=0,038), dukungan keluarga (p = 0,019), dan kebiasaan memberi makan pada bayi (p=0,036).

3. Faktor yang tidak berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI pada anak 6-24 bulan adalah umur, paritas, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, jarak pelayanan kesehatan, dan dukungan petugas kesehatan.

6.2. Saran

1. Perlu peningkatan frekuensi penyuluhan tentang pemberian MP-ASI > 6 bulan pada masyarakat oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah dan jajarannya dengan melibatkan semua komponen yang ada, mengingat pemberian MP-ASI tersebut didominasi oleh kebiasaan-kebiasaan perilaku ibu yang sudah mengakar secara turun temurun.

2. Perlu pemberian informasi yang baik, jelas, dan berkesinambungan oleh pihak media massa tentang pemberian MP-ASI > 6 bulan pada masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Cott, P.W., 2003. Seri Budaya Anak, Makanan Sehat Untuk Bayi dan Balita. Dian Rakyat, Jakarta.

Green, LW., Kreuter, M.W. 1993. Health Education Planning An Educational and Enviromental Approach, Second Edition Mayfield Publishing. California

Deddy, 1994. Masalah Program ASI Ekslusif dan Makanan Pendamping ASI, Jakarta.

Depkes RI, 2003, Gizi Dalam Angka Sampai Tahun 2002. Direktorat Jenderal Gizi Masyarakat, Jakarta.

__________ 2004. Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP - ASI) Tahun 2004. Direktorat Jenderal Gizi Masyarakat, Jakarta.

__________ 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP - ASI) Lokal Tahun 2006. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Dinkes Kab. Tapanuli Tengah., 2006. Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2006. Dinkes Tapteng, Pandan.

Irawati, A., 2007. Stop MP - ASI terlalu Dini dalam httpl/www.parenting.co.id./tanggal 12 Mei 2007.

Irwasyah, 2000. Pola Pemberian MP - ASI dan Status Gizi Anak usia 0-24 Bulan di Desa Alue Awe Kecamatan Muara Dua Aceh. Penelitian Skripsi FKM., Universitas Sumatera Utara.

Lemenhow, S., 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. FK UGM Press 1997.

Litbangkes, 2003. Pusat Penelitian dan pengembangan Gizi dan Makanan. Jakarta. __________ 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan. Jakarta. Muhilal, 1996. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Gizi Indonesia. Volume


(6)

Mutchadi, D. 2004. Gizi Untuk Bayi, ASI, Susu Formula dan Makanan Tambahan, Sinar Harpan, Jakarta.

Nadesul, SH., 2005. Makanan Sehat Untuk Bayi. Puspa Swara, Jakarta.

Notoatmodjo, S, 1993 Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT Rineka Cipta. Jakarta

_________ 2002. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Roesli, U, 2005, Mengenal ASI Ekslusif. Trubus Agriwidya, Jakarta. Sartono, 2006. Ilmu Kesehatan Anak. IKIP Semarang Press, Semarang. Suhardjo, 1992. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara, Jakarta. _________ 1995. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara, Jakarta.

Sulastri, 2004. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dan Tumbuh Kembang Anak Usia 0 - 24 Bulan di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan. Penelitian Skripsi FKM, Universitas Sumatera Utara.

WHO, 1993. Pemberian Makanan Tambahan, Alih Bahasa : Lilian J, EGC, Jakarta Wiryo, 2002. Pola Menyusui dan Maknaan Anak. Laporan Sen SKDI 1997. Jakarta.