merupakan konsekuensi logis akibat tidak dijalankannya Pasal 9 UU No.4 Tahun 1979 belum dapat dilaksanakan. Penyebabnya menurut hasil penelitian tersebut
adalah bukan hanya belum ada Peraturan Pemerintahnya PP-nya, akan tetapi sebagian besar penduduk belum menyadari hak dan kewajiban sebagai orang tua
terhadap anak, pengertian tentang kuasa asuh orang tua, sosial commitment dari masyarakat belum nampak. Hal ini disebabkan mungkin, karena : kurangnya
penyuluhan hukum, tekanan ekonomikemiskinan, serta pendidikan, sebagai antisipasi, pihak kantor Kementrian Negara Pemberdayaan perempuan
mengusulkan agar dilakukan sosialisasi, ditertibkan Peraturan Pemerintah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 UU No.4 Tahun 1979, dibentuk lembaga
order toe zicht stelling tindakan pengawasan dan juga peningkatan kehidupan ekonomi masyarakat.
107
C. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mencantumkan anak dalam Konstitusinya. Hal ini merupakan tongak sejarah perjuangan untuk memajukan
penyelenggaraan perlindungan anak. Untuk menerjemahkan amanah konstitusi ini, pada tanggal 22 September 2002, pemerintah memberlakukan Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UUPA.
108
107
Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Harmonisasi Konvensi Hak Anak dengan Peraturan Perundang-Undangan Nasional, Jakarta, 2001, hal. 34
yang dikutip dari Waluyadi, Ibid., hal. 8
108
Rachmat Sentika, “ Peran Ilmu Kemanusiaan Dalam Meningkatkan Mutu Manusia Indonesia Melalui Perlindungan Anak Dalam Rangka Mewujudkan Anak Indonesia yang Sehat,
Cerdas Ceria, Berakhlak Mulia dan Terlindungi”, Jurnal Sosioteknologi, Edisi 11, Hal.236 2007
Universitas Sumatera Utara
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk di dalamnya adalah anak yang masih dalam kandungan.”
109
Orang tua adalah: a Ayah danatau Ibu kandung; b ayah danatau Ibu tiri; c Ayah danatau Ibu angkat.
110
“Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.”
111
“Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak
sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.”
112
“Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan
putusan atau penetapan pengadilan.”
113
109
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 1
110
Ibid., Pasal 1 angka 4
111
Ibid., Pasal 1 angka 3
112
Ibid., Pasal 1 angka 11
113
Ibid., Pasal 1 angka 9
Mencermati beberapa uraian di atas, setidak-tidaknya dapat dicatat dua
hal, yaitu: 1 Perluasan makna orang tua, yang bukan hanya orang tua kandung, akan tetapi mencakup pula orang tua tiri dan juga orang tua angkat; 2 diakuinya
lembaga pengangkatan anak dalam sistem hukum Nasional, yang sebelumnya hanya dikenal dalam sistem hukum Barat.
Universitas Sumatera Utara
Perluasan pengertian orang tua dan dilegalkannya lembaga pengangkatan anak, pada awalnya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan anak dalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, tidak dialamatkan kepada semua anak, melainkan hanya bagi anak-anak “yang tidak mampu”. Apabila dikaji,
konsekuensi perluasan makna orang tua dan dilegalkannya lembaga pengangkatan anak, sesungguhnya tidak hanya bermuara pada masalah-masalah yang berkaitan
dengan “kesejahteraan”, akan tetapi akan membawa konsekuensi hukum yang lain, misalnya masalah anak “perwalian” hak menjadi wali bagi anak-anak
perempuan dan juga hak lain yang berkaitan dengan “pewarisan”. Kemungkinan yang demikian harus dicermati, oleh karena hukum yang sementara ini berlaku
secara Nasional, bahwa “kedudukan anak tiri dan anak angkat”, tidak serta merta dapat memposisikan anak tersebut untuk berkedudukan sebagai pihak yang
berhak menerima warisan dari orang tua tirinya atau orang tua angkatnya. Hal-hal yang demikian perlu dicermati, oleh karena apabila hal tersebut tidak menjadi
perhatian, masyarakat dapat saja beranggapan, bahwa anak tiri dan anak angkat berhak mendapat warisan. Apabila kemungkinan yang demikian benar-benar
terjadi, maka keberadaan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 di samping memungkinkan membawa kemanfaatan, dalam konteks “hukum waris”, akan
menimbulkan problematika hukum yang harus dicermati.
114
Perlindungan anak berasaskan Pancasila dan UUD 1945 serta prinsip- prinsip konvensi Hak-Hak Anak, yang meliputi: 1 Non diskriminasi; 2
114
Waluyadi, Op.Cit., hal. 15
Universitas Sumatera Utara
kepentingan yang terbaik bagi anak; 3 hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; dan 4 Penghargaan terhadap pendapat anak.
115
Pengertian asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah, bahwa dalam suatu tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat badan legislatif dan bada yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.
116
Pengertian asas untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah bahwa hak-hak asasi yang mendasar bagi anak wajib dilindungi oleh
negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Artinya, pihak-pihak tersebut, wajib mewujudkan dan tidak meniadakan hak-hak yang dimaksud hak
hidup, hak kelangsungan hidup dan hak berkembang.
117
Pengertian asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah adanya penghormatan atas hak untuk mengambil keputusan, terutama terhadap hal yang
berkaitan dengan kehidupannya.
118
Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak- hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan partisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia dan sejahtera.
119
115
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 2
116
Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 2
117
Ibid.
118
Ibid.
119
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 3
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002, Hak-hak anak meliputi :
Universitas Sumatera Utara
1. Hak hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasisecara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
2. Hak atas nama dan identitas diri dan status kewarganegaraan;
3. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi;
4. Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh pihak lain
apabila karena sesuatu hal orang tua tidak mewujudkannya; 5.
Hak memperoleh pelayanan kesehatan jasmani dan rohani, jasmani sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental spritual dan sosial;
6. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dan bagi yang cacat
memperoleh pendidikan luar biasa; 7.
Hak untuk didengar pendapatnya, menerima dan mencari informasi dan juga memberi informasi;
8. Hak berkreasi, istirahat, memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan yang
sebaya dan yang cacat berhak mendapatkan rehabilitasi, bantuan sosial dan memelihara taraf kesejahteraan sosial;
9. Selama dalam pengasuhan, anak berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan : a diskriminasi; b eksploitasi, baik ekonomi atau seksual; c penelantaran; d kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; e ketidakadilan;
dan f perlakuan salah lainnya terhadap pelaku hal-hal yang tersebut dengan hukuman;
10. Hak untuk diasuh orang tuanya sendiri, kecuali apabila terdapat aturan hukum
yang meniadakannya;
Universitas Sumatera Utara
11. Hak untuk memperoleh perlindungan dari: a penyalahgunaan dalam
kegiatan politik; b pelibatan dalam sengketa bersenjata; c pelibatan dalam kekerasan sosial; c pelibatan dalam kekerasan sosial; d pelibatan dalam
peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e pelibatan dalam peperangan;
12. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, hak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan atau hukuman penjara hanya
dapat dilakukan sesuai hukum dan itu merupakan upaya terakhir; 13.
Anak yang dirampas kebebasannya berhak : a mendapat perlakuan yang manusiawi dan penempatannya dipisah dari orang tua; b memperoleh
bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif dari setiap tahapan hukum; c membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang
objekif dan tidak memihak; 14.
Anak yang menjadi korban, berhak memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Untuk meningkatkan efektifitas berlakunya undang-undang ini, maka perlu dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia beranggotakan unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakatdunia
usaha dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak, yang diangkat dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak, yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Tugas komisi Perlindungan Anak
Universitas Sumatera Utara
Indonesia adalah: a melaksanakan sosialisasi selururh ketentuan perundang- undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan
informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap perlindungan anak; b memberikan laporan,
saran, masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
120
1. Setiap orang yang melakukan diskriminasi terhadap anak dan mengakibatkan
kerugian baik materiil maupun moral, sehingga menghambat fungsi sosialnya, menelantarkan dan mengakibatkan sakit atau penderitaan secara
fisik, mental maupun sosial diancam dengan penjara maksimal 5 tahun danatau denda maksimal Rp. 100.000.000,-
Untuk mengefektifkan berlakunya Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pembentukan undang-undang bukan hanya
mengamanatkan untuk dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia, akan tetapi juga melengkapi dengan ketentuan tentang pidana.
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 dapat dikutip sebagai berikut :
2. Setiap orang yang membiarkan; a anak dalam situasi darurat; b anak yang
berhadapan dengan hukum; c anak dari kelompok miorotas dan terisolasi; d anak yang diperdagangkan; e anak yang dieksploitasi secara ekonomi
danatau seksual, anak yang menjadi korban penyalahgunaan, narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya atau napza, anak korban
120
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 75 dan 76
Universitas Sumatera Utara
penculikan, anak korban perdagangan atau anak korban kekerasan, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana penjara
maksimal 5 tahun danatau denda maksimal Rp. 100.000.000,- 3.
Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana maksimal 3 tahun 6 bulan
danatau denda paling banyak Rp 72.000.000,- apabila mengakibatkan luka berat dipidana penjara paling lama 5 tahun danatau denda dengan Rp
100.000.000,- apabila mengakibatkan mati, dipidana maksimal 10 tahun danatau denda maksimal Rp 200.000.000,- apabila yang melakukan adalah
orang tuanya, maka hukuman ditambah sepertiga 4.
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain, dipidana maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 300.000.000,- dan minimal Rp 60.000.000,-. Ketentuan berlaku apabila
pelaku pula juga menggunakan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
5. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul, dipidana dengan maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun dan denda maksimal banyak Rp 300.000.000,- dan minimal Rp 60.000.000,-
Universitas Sumatera Utara
6. Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana maksimal10 tahun danatau denda maksimal Rp 200.000.000,-
Catatan yang mendasar dari UUPA ini tentang upaya pemenuhan hak-hak anak agar mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia
yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Khusus dalam partisipasi mereka dalam proses pembangunan, undang-undang ini secara tegas mengakui hak anak
untuk menyatakan pendapatnya, seperti termuat dalam Pasal 10 yang berbunyi : “Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
dan kepatutan.” Pasal 24 yang berbunyi :
“Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan
anak.”
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agama. Sehubungan dengan itu pemerintah, negara, masyarakat, keluarga, orang tua wali harus memberikan
Universitas Sumatera Utara
perlindungan. Perlindungan tersebut berupa pembinaan, bimbingan dan pengamalan ajaran agama bagi anak.
121
Setiap anak berhak mendapatkan derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan. Untuk itu, pemerintah wajib menyediakan fasilitas kesehatan
yang komprehensip berupa upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Terhadap anak yang tidak
mampu, hak tersebut diberikan secara cuma-cuma. Negara, pemerintah, keluarga dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit
yang mengancam kelangsungan hidup danatau menimbulkan kecacatan.
122
“Negara, pemerintah, keluarga dan orang tua wajib memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada untuk memperoleh pendidikan.”
123
a. Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat,
kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi yang optimal; “Pendidikan yang dimaksudkan, diarah untuk :
b. Pengembangan, penghormatan terhadap hak asasi manusia;
c. Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya,
bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional di tempat anak itu tinggal dan asal mula anak itu berasal dari peradaban-peradabannya
yang berbeda dari peradabannya sendiri;
d. Persiapan untuk kehidupan yang bertanggung jawab,dan
e. Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan.”
124
Pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan anak yang tidak mampu, terlantar yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
125
121
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 42 dan Pasal 43
122
Ibid., Pasal 44, Pasal 45 dan Pasal 46
123
Ibid., Pasal 49
124
Ibid., Pasal 50
125
Ibid., Pasal 53
Anak yang
Universitas Sumatera Utara
bersekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pegelola sekolah atau teman-temannya atau lembaga pendidikan lainnya
126
Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar. Kewajiban-kewajiban tersebut agar dimaksudkan : a anak bebas
berpartisipasi; b anak bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya; c bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai
dengan tahapan usia dan perkembangan anak; d bebas berserikat dan berkumpul; e bebas beristirahat, bermain, berkreasi, berkarya dan berseni budaya; f
memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.
127
“Pemerintah dan lembaga lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi
darurat, anak yang berhadapan dengan hukuman dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak
yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban narkotika , alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya, anak korban penculikan, penjualan
dan perdagangan, anak korban kekerasan fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan dan penelentaran.”
128
D. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga