menampung dan menangani anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus.
f. Tindak lanjut, yaitu pelayanan lanjutan untuk memperkuat atau
mempertahankan kondisi yang telah dicapai anak dalam situasi atau lingkungan barunya, baik keluarganya maupun panti. Tindak lanjut
dilakukan dengan cara pemantauan rutin. Usaha-usaha yang baru disebutkan di atas pada hakikatnya merupakan
tindakan-tindakan hukum yang dapat mempunyai akibat hukum atau berkaitan dengan aspek hukum yang lain, yang menguntungkan atau merugikan yang
bersangkutan. Kombinasi perwujudan perlindungan anak dapat selalu terjadi.
2. Perlindungan Tidak Langsung
Pada usaha perlindungan ini, kegiatannya tidak langsung ditujukan kepada anak, tetapi orang lain yang terlibat dalam berbagai usaha perlindungan anak
seperti :
94
a. Orang tua atau mereka yang terlibat dalam usaha-usaha perlindungan anak
terhadap berbagai ancaman dari luar dan dari dalam dirinya; b.
Mereka yang bertugas mengasuh, membina dan mendampingi anak dengan berbagai cara;
c. Mereka yang terlibat mencegah anak kelaparan, mengusahakan kesehatan,
dan sebagainya dengan berbagai cara; d.
Mereka yang menyediakan sarana mengembangkan diri anak dan sebagainya;
94
Arif Gosita, Makalah untuk Semiloka Nasional Terhadap Anak di Indonesia, Medan, 2000, hal. 71
Universitas Sumatera Utara
e. Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan sistem peradilan. Kepada mereka
harus mengusahakan perlindungan anak diberbagai bidang kehidupan dan penghidupan mencari nafkah.
Untuk dapat memperkuat upaya pelayanan langsung kepada anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus diperlukan program-program penunjang
sebagai berikut:
95
a. Penyediaan perangkat-perangkat hukum yang diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan perlindungan anak, seperti :
1 Penyusunan berbagai Peraturan Pemerintah PP atau Keppres yang
menjabarkan perangkat-perangkat undang-undang yang telah dimiliki. 2
Peraturan-Peraturan daerah yang dapat mmencegah, melindungi, dan mempromosikan anak-anak secara keseluruhan dan khususnya anak-
anak yang membutuhkan perlindungan khusus. b.
Penegakan hukum oleh aparatur-aparatur penegakan hukum terhadap berbagai kasus pelanggaran anak dan perlindungan bagi anak yang
membutuhkan perlindungan khusus yang bersumber pada peraturan perndangan yang berlaku dan relavan dengan masalah anak.
c. Advokasi mengenai perubahan-perubahan kebijakan dan program yang
mendukung bagi upaya pencegahan dan perlindungan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Advokasi dilakukan kepada semua
pengambil keputusan pada sektor-sektor pemerintah yang terkait dengan permasalahan ini.
95
Abu Huraerah, Op.Cit., hal. 102.
Universitas Sumatera Utara
d. Pengembangan sistem informasi yang menyediakan berbagai data dan
informasi perlindungan anak yang terus-menerus diperbaharui dan laporan-laporan kasus pelanggaran hak anak. Jenis informasi yang
disediakan mencakup permasalahan perlindungan anak, direktori lembaga- lembaga penyelenggara perlindungan anak dan program-programnya, serta
laporan-laporan yang relavan. Sistem informasi ini terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat luas.
e. Pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi para penyedia pelayanan
perlindungan anak, baik para pekerja LSM, aparatur penegak hukum, dan birokasi pemerintah yang terkait. Kegiatan ini ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi berbagai permasalahan perlindungan anak.
f. Penyadaran masyarakat agar mereka mempunyai daya tanggap dan
tindakan dalam upaya mencegah dan melindungi anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Penyadaran masyarakat dilakukan
melalui sosialisasi dan kampanye, baik yang dilakukan secara terbuka melalui media massa maupun media tradisional.
g. Pendidikan orang tua melalui penyuluhan, bimbingan, maupun pelatihan
agar mereka dapat meningkatkan kemampuan dalam memenuhi hak-hak anak, menghindari berbagai pelanggaran hak anak, dan mempunyai daya
tanggap terhadap keadaan lingkungan sekitarnya. h.
Pengembangan jaringan kerja dengan berbagai lembaga pemerintahan, LSM, maupun Perguruan Tinggi PT yang mempunyai tanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
dan peran dalam perlindungan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
3. Perlindungan Semu
Pada usaha perlindungan semu ini, orang mencari keuntungan pribadi dari kegiatan usaha-usaha perlindungan anak. Orang hidup dari usaha-usaha
perlindungan anak. Anak-anak yang dilindungi dimanfaatkan fisik, sosial dengan berbagai cara. Di sini yang diutamakan adalah perspektif kepentingan yang
mengatur, yang melindungi dan bukan perspektif kepentingan yang diatur, yang dilindungi. Sehubungan dengan ini, maka perlu adanya pengawasan, manajemen
dalam usaha-usaha perlindungan anak untuk mencegah penimbulan korban diantara yang dilindungi.
96
Para mitra pelaksana perlindungan terdiri atas obyek dan subyek perlindungan sebagai berikut :
Partisipasi dalam perlindungan anak pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban asasi setiap orang yang tidak boleh dihalangi pelaksanaannya.
Partisipasi dalam perlindungan anak digariskan dalam dan didukung oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak di
berbagai bidang kehidupan dan penghidupan.
97
a. Obyek Perlindungan. Obyek sasaran perlindungan ini adalah para calon
anak korban dan anak korban termasuk anak korban ulang. Obyek perlindungan harus disubyekkan dan tidak dijadikan obyek untuk mencari
96
Edy Ikhsan ed, Op.Cit., hal. 72
97
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
keuntungan pribadi. Harus dicegah adanya dehumanisasi dalam pelayanan anak.
b. Subyek Perlindungan. Subyek perlindungan andalah para partisipan yang
ikut serta dalam mengusahakan adanya perlindungan bagi para anak. Termasuk di sini para pelaksana sistem peradilan pidana. Selain itu, para
anak yang menjadi korban juga harus ikut serta dalam mengatasi permasalahannya sendiri sesuai dengan kemampuan, situasi dan kondisi
masing-masing keadaan fisik, usia dan sebagainya. Tujuannya agar mandiri dalam melindungi diri sendiri dan orang lain.
Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan harus diusahakan dalam berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kegiatan perlindungan anak suatu tindakan hukum yang membawa akibat hukum. Oleh karena itu perlu
adanya jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan anak tersebut. Kepastian hukumnya perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan
mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak. Ditinjau secara garis besar maka
disebutkan bahwa perlindungan anak dapat dibedakan dalam dua pengertian ialah :
98
a. Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi perlindungan
dalam : 1
Bidang hukum publik
98
Iman Jauhari, Perlindungan Hukum Terhadap anak dalam Keluarga Poligami, Pernerbit Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003, hal. 102
Universitas Sumatera Utara
2 Bidang hukum keperdataan
b. Perlindungan bersifat non yuridis, meliputi :
1 Bidang sosial
2 Bidang kesehatan
3 Bidang pendidikan
Perlindungan anak yang bersifat yuridis ini, menyangkut semua aturan hukum yang mempunyai dampak langsung bagi kehidupan seorang anak dalam
arti semua aturan hukum yang mengatur kehidupan anak.
99
Sehubungan dengan uraian di atas bahwa masalah perlindungan hukum bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak
indonesia. Oleh sebab itu masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis tapi perlu pendekatan yang lebih luas, yaitu ekonomi, sosial dan
budaya.
100
Perlindungan hak asasi anak adalah meletakkan hak anak ke dalam status sosial anak dalam kehidupan masyarakat, sebagai bentuk perlindungan terhadap
kepentingan-kepentingan anak yang mengalami masalah sosial. Perlindungan dapat diberikan pada hak-hak dalam berbagai cara. Proses perlindungan anak
dimaksud disebut sebagi proses edukasional terhadap ketidakpahaman atau ketidakmampuan anak dalam melakukan suatu tugas-tugas sosial kemasyarakatan.
Perlindungan hak asasi anak dapat diberikan dengan cara sistematis, melalui serangkaian program, stimulasi, latihan, pendidikan, bimbingan salat, permainan
99
Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal. 13 dikutip dari Iman Jauhari, Op.Cit.
100
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dan dapat juga diberikan melalui bantuan hukum yang dinamakan Advokasi dan Hukum Perlindungan anak.
101
Dengan meletakkan hak asasi anak dalam berbagai aspek, seperti agama dan deklarasi hak asasi anak yang bisa menjadi pokok persoalan dalam kajian,
adalah bagaimana meletakkan hak asasi anak dalam proses peradilan pidana yang dieliminir dari ketentuan-ketentuan hukum pidan dan hukum acara pidana yang
berlaku dalam negara kesatuan Republik Indonesia, yaitu UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Ketentuan ini melengkapi proses peradilan anak yang terdapat
dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Peradilan anak yang belum memiliki ketentuan dan dasar hukum pelaksanaan di dalam masyarakat dengan UU No.3
Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan UU No.12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan.
102
B. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
Seorang anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan berdasarkan kasih sayang, pelayanan uuntuk berkembang, pemeliharaan dan perlindungan
lingkungan hidup yang menghambat perkembangan Pasal 3 UU No.4 Tahun 1979. Dalam keadaan berbahayamembahayakan, anaklah yang pertama-tama
mendapat pertolongan, bantuan dan perlindungan Pasal 3 UU No.4 Tahun 1979. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara
atau orang atau badan Pasal 4 UU No.4 Tahun 1979. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh
101
Maulana Hasan Wadong, Op.Cit., hal. 36
102
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dan berkembang dengan wajar Pasal 5 UU No.4 Tahun 1979. Ketentuan lebih lanjut pasal 4 dan 5 akan diatur oleh Peraturan Pemerintah.
103
Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa
pertumbuhan Pasal 6 ayat 1 UU No.4 Tahun 1979. Pelayanan asuhan tersebut juga diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah karena melanggar
hukum berdasarkan keputusan hakim Pasal 6 ayat 2 UU No.4 Tahun 1979.
104
Orang tua bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan anak, baik secara rohani, jasmani maupun sosial Pasal 9 UU No.4 Tahun 1979. Orang tua yang
melalaikan kewajiban tersebut dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya, yang selanjutnya ditunjuk orang atau badan sebagai wali.
Pencabutan tersebut tidak menghapuskan kewajiban untuk membiayai sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan dan pendidikan anaknya.
Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua ditetapkan dengan keputusan hakim, yang selanjutnya akan diatur oleh Peraturan PemerintahPP Pasal 10 UU
No.4 Tahun 1979.
105
Upaya untuk mencabut kekuasaan para orang tua untuk mengasuh anak- anaknya, oleh karena ia tidak menunjukkan tanggung jawab atas kesejahteraan
anak-anaknya, merupakan format hukum yang sangat ideal.
106
Berdasarkan hasil penelitian Kantor Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, ketentuan Pasal 10 UU No.4 Tahun 1979 yang
103
Waluyadi, Op.Cit., hal. 6
104
Ibid.
105
Ibid., hal. 8
106
Ibid., hal. 9
Universitas Sumatera Utara
merupakan konsekuensi logis akibat tidak dijalankannya Pasal 9 UU No.4 Tahun 1979 belum dapat dilaksanakan. Penyebabnya menurut hasil penelitian tersebut
adalah bukan hanya belum ada Peraturan Pemerintahnya PP-nya, akan tetapi sebagian besar penduduk belum menyadari hak dan kewajiban sebagai orang tua
terhadap anak, pengertian tentang kuasa asuh orang tua, sosial commitment dari masyarakat belum nampak. Hal ini disebabkan mungkin, karena : kurangnya
penyuluhan hukum, tekanan ekonomikemiskinan, serta pendidikan, sebagai antisipasi, pihak kantor Kementrian Negara Pemberdayaan perempuan
mengusulkan agar dilakukan sosialisasi, ditertibkan Peraturan Pemerintah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 UU No.4 Tahun 1979, dibentuk lembaga
order toe zicht stelling tindakan pengawasan dan juga peningkatan kehidupan ekonomi masyarakat.
107
C. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.