90
dilakukan jika pihak yang bernegosiasi mempunyai kekuasaan untuk melepaskan hak-haknya atas hal-hal yang termaktub dalam kesepakatan tertulis tersebut.
Bahwa pelepasan akan segala hak dan tuntutan yang dituliskan dalarn persetujuan negosiasi harus diartikan sebagai pelepasan dan hak-hak sekedar dan
sepanjang hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut ada hubungannya dengan perselisihan yang menjadi sebab perdamaian tersebut.
Selanjutnya oleh karena kesepakatan tertulis hasil negosiasi adalah suatu persetujuan di antara para pihak, maka selayaknya juga jika hasil negosiasi tidak
dapat dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak telah dirugikan.
Walau demikian masih terbuka kemungkinan untuk tetap dapat dibatalkan, jika memang dapat dibuktikan telah terjadi suatu kekhilafan rnengenai orangnya, atau
rnengenai pokok sengketa, atau telah dilakukan penipuan atau paksaan, atau kesepakatan telah diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu.
3. Mediasi
97
Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di
pengadilan. Selain itu institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat
memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam
97
Model lembaga mediasi yang diterapkan di Indonesia sangat mirip dengan mediasi yang diterapkan di Australia, yaitu sistem mediasi yan berkoneksitas dengan pengadilan mediation
connected to the court . Pada umumnya yang bertindak sebagai mediator adalah pejabat pengadilan.
Dengan demikian, compromise solution yang diambil bersifat paksaan compulsory kepada kedua belah pihak.
Universitas Sumatera Utara
91
penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus adjudikatif. Hukum acara yang berlaku baik pasal 130 Herzien Indonesis Reglement
HIR maupun pasal 154 Rechtsreglement Buitengewesten Rbg, mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara
mengintegrasikan proses ini.
98
Pengaturan mengenai mediasi dapat kita temukan dalam ketentuan pasal 6 ayat 3, pasal 6 ayat 4 dan pasal 6 ayat 5 Undang undang No. 30 Tahun 1999.
Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam pasal 6 ayat 3 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 adalah merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dan
gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan pasal 6 ayat 2 Undang-undang No. 30 Tahun 1999.
Menurut rumusan dan pasal 6 ayat 3 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tersebut juga dikatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa atau beda
pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Undang-undang tidak memberikan rumusan definisi atau
pengertian yang jelas dan mediasi maupun mediator dan literatur hukum.
98
Penggabungan dua konsep penyelesaian sengketa ini diharapkan mampu saling menutupi kekurangan yang dimiliki masing-masing konsep dengan kelebihan masing-masing. Proses peradilan
memiliki kelebihan dalam ketetapan hukumnya yang mengikat, akan tetapi berbelit-belitnya proses acara yang harus dilalui sehingga akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit yang
harus ditanggung oleh para pihak dalam penentuan proses penyelesaian mediasi mempunyai kelebihan dalam keterlibatan para pihak dalam penentuan proses penyelesaian sehingga prosesnya lebih
sederhana, murah dan cepat dan sesuai dengan keinginan. Akan tetapi kesepakatan yang dicapai tidak memiliki ketetapan hukum yang kuat sehingga bila dikemudian hari salah satu dari pihak menyalahi
kesepakatan yang telah dicapai maka pihak yang lainnya akan mengalami kesulitan bila ingin mengambil tindakan hukum.
Universitas Sumatera Utara
92
Pengertian yang diberikan, jelas melibatkan keberadaan pihak ketiga baik perorangan maupun dalam bentuk suatu lembaga independen yang bersifat netral
dan tidak memihak, yang akan berfungsi sebagai mediator. Sebagai pihak ketiga yang netral, independen, tidak memihak dan ditunjuk oleh para pihak secara langsung
maupun melalui lembaga mediasi, mediator berkewajiban untuk melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Walau demikian
ada suatu pola umum yang dapat diikuti dan pada umumnya dijalankan oleh mediator dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak.
Sebagai suatu pihak di luar perkara, yang tidak memiliki kewenangan memaksa, mediator berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan para pihak
yang bersengketa guna mencari masukan mengenai pokok persoalan yang dipersengketakan oleh para pihak. Berdasarkan pada informasi yang diperoleh, baru
kemudian mediator dapat menentukan duduk perkara, kekurangan dan kelebihan dan masing-masing pihak yang bersengketa, dan selanjutnya mencoba menyusun proposal
penyelesaian, yang kemudian dikomunikasikan kepada para pihak secara langsung. Mediator harus mampu menciptakan suasana dalam kondisi yang kondusif
bagi terciptanya kompromi di antara kedua belah pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan win-win. Baru setelah diperoleh
persetujuan dan para pihak atas proposal yang diajukan beserta segala revisi atau perubahannya untuk penyelesaian masalah yang dipersengketakan, mediator
kemudian menyusun kesepakatan itu secara tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak. Tidak hanya sampai di situ, mediator juga diharapkan dapat membantu
Universitas Sumatera Utara
93
pelaksanaan dan kesepakatan tertulis yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak
4. Konsiliasi